Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH FISCAL STRESS TERHADAP PERTUMBUHAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA MODAL


1
(Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah)

Oleh:
Budi Setyawan2
Priyo Hari Adi3
Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRACT
The Implementation of the regional autonomy Acts have influenced every local government to
increase their own revenues (PAD). On the other hand, their effort to earn more revenue is very
limited by the other regulation, Act No. 34 Years 2000, about the tax and retribution. This situation
makes the local government to suffer from the term called fiscal stress. The fiscal stress influences
the components of APBD.
The objective of the research is to find the influence of the fiscal stress to the growth of PAD and
capital/development expenditure during the implementation of regional autonomy.
Research samples are the regions/towns in Central Java. The results show that fiscal stress positively
influences the and the growth of capital/development expenditure. Further analysis result show that
fiscal stress during the autonomy era have stonger impact on the growth of PAD and capital
expenditure rather than the impact of fiscal stress before autonomy era.
Keywords: Fiscal Stress, own revenue, capital expenditure

PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Pengelolaan (manajemen) pemerintah daerah mengalami perubahan yang sangat berarti
sejalan dengan diimplementasikannya otonomi daerah. Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah memberikan arti penting bagi sistem
pemerintahan pusat dan daerah, serta sistem hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah. (Undang-undang tersebut kemudian disempurnakan kembali dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004). Kedua ketentuan
perundangan ini memberikan kesempatan yang sangat luas kepada pemerintah daerah, baik
dalam penggalian maupun optimalisasi pemanfaatan berbagai potensi yang dimiliki.
Otonomi daerah disatu sisi memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah
daerah, namun disisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang lebih besar bagi
pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kamandirian untuk
mengelola dan mengatur rumah tangga sendiri akan terwujud dengan baik apabila terdapat
dukungan (partisipasi) publik (Adi,2007). Hal ini relatif akan dapat terwujud bila terjadi

1
Disampaikan pada Simposium Nasional Riset Ekonomi & Bisnis Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK).
28 Juni 2008
2
Alumi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga tahun 2007. Saat ini bekerja pada sebuah
perusahaan swasta di Semarang
3
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Menyelesaikan studi Magister
Sains Akuntansi dengan konsentrasi Akuntansi Sektor Publik di Program Pasca Sarjana UGM pada tahun 2005.
Mempunyai minat pada kajian Akuntansi Sektor Publik, Keuangan Daerah dan Perpajakan. Alamat email :
priyohari@staff.uksw.edu

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 1


proses dstribusi, baik pada kebutuhan masyarakat maupun perolehan serta pembagian
pendapatan untuk daerah dan masyarakat secara merata.
Meskipun memberikan manfaat positif bagi pengembangan daerah, kebijakan otonomi
dinilai terlalu cepat dilakukan, terlebih ditengah-tengah upaya daerah melepaskan diri dari
belenggu krisis moneter (Saragih, 2003). Secara eksplisit Brojonegoro (2003) menegaskan
bahwa pelaksanaan otonomi dinilai sebagai penerapan pendekatan Big Bang dikarenakan
pendeknya waktu persiapan untuk negara yang besar dengan kondisi geografis yang cukup
menyulitkan. Otonomi daerah dilaksanakan pada saat daerah mempunyai tingkat kesiapan
yang berbeda, baik dari segi sumber daya maupun kemampuan manajerian daerah. Nanga
(2005) menunjukkan adanya disparitas (kapasitas ) fiskal yang tinggi antar daerah memasuki
era otonomi.
Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber-
sumber penerimaan yang potensial, yang berasal dari pajak, retribusi daerah, maupun
ketersediaan sumber daya alam yang memadai yang dapat dijadikan sumber penerimaan
daerah. Namun, disisi lain bagi beberapa daerah, otonomi bisa jadi menimbulkan persoalan
tersendiri mengingat adanya tuntutan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Daerah
mengalami peningkatan tekanan fiskal (fiscal stress) yang lebih tinggi dibanding era sebelum
otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya
dalam rangka untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhada
Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan fiscal stress secara signifikan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah
krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum
krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah
relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan
perkembangan yang positif sesudah krisis.
Penelitian lain terkait dengan fiscal stress dilakukan oleh Andayani (2004) Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan rata-rata pendapatan dan belanja daerah
Kabupaten/Kota sebelum dan sesudah adanya krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata-rata
pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan.
Penerimaan daerah yang tidak stabil selama krisis ekonomi menyebabkan adanya kondisi
fiscal stress (tekanan keuangan), sehingga terjadi penurunan rata-rata pendapatan dan belanja
daerah.
Penelitian ini pada dasarnya identik dengan penelitian sebelumnya, yaitu untuk melihat
bagaimana tekanan fiskal dalam otonomi daerah mempengaruhi pertumbuhan pendapatan
maupun belanja daerah. Adanya kewenangan yang lebih luas yang diberikan oleh pemerintah
pusat tidak hanya diindikasikan akan mempengaruhi pendapatan daerah, tetapi juga
diindikasikan mempengaruhi pola/stuktur belanja daerah. Adi (2006) memberikan
argumentasi bahwa perubahan pola belanja, terutama dengan peningkatan belanja
pembangunan menjadi hal yang logis dilakukan dalam rangka peningkatn pendapatan asli
daerah. Terkait dengan hal itu, pemerintah daerah diharapkan semakin mendekatkan diri
dalam berbagai kegiatan pelayanan publik guna meningkatkan tingkat kepercayaan publik.
Seiring dengan semakin tingginya tingkat kepercayaan, diharapkan tingkat partisipasi
(dukungan) publik terhadap pemerintah daerah juga semakin tinggi (Adi, 2007).

Persoalan Penelitian
Persoalan penelitian yang dapat dirumuskan dari gambaran latar belakang yang telah
dipaparkan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh fiscal stress terhadap pertumbuhan pendapatan asli daerah
kabupaten/kota?

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 2


2. Bagaimana pengaruh fiscal stress terhadap pertumbuhan belanja modal/pembangunan
kabupaten/kota?

TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS


Fiscal Stress dalam Era Otonomi
Dongori (2006) menyatakan bahwa dampak diberlakukannya undang-undang otonomi
daerah dan dikeluarkannya undang-undang No. 34 tahun 2000 yang membatasi pungutan
pajak daerah dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penerimaan daerah.
Ketersediaan sumber-sumber daya potensial dan kesiapan daerah menjadi faktor penting
keberhasilan daerah dalam era otonomi ini. Keuangan daerah, terutama pada sisi penerimaan
bisa menjadi tidak stabil dalam memasuki era otonomi ini. Sobel dan Holcombe (1996) dalam
Andayani (2004) mengemukakan bahwa terjadinya krisis keuangan disebabkan tidak
cukupnya penerimaan atau pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pengeluaran. Daerah-
daerah yang tidak memiliki kesiapan memasuki era otonomi bisa mengalami hal yang sama,
tekanan fiskal (fiscal stress) menjadi semakin tinggi dikarenakan adanya tuntutan peningkatan
kemandirian yang ditunjukkan dengan meningkatnya penerimaan sendiri untuk membiayai
berbagai pengeluaran yang ada.
Shamsub & Akoto (2004) mengelompokkan penyebab timbulnya fiscal stress ke dalam
3 (tiga) kelompok, yaitu:
1. Menekankan bahwa peran siklus ekonomi dapat menyebabkan fiscal stress. Penyebab
utama terjadinya fiscal stress adalah kondisi ekonomi seperti pertumbuhan yang
menurun dan resesi.
2. Menekankan bahwa ketiadaan perangsang bisnis dan kemunduran industri sebagai
penyebab utama timbulnya fiscal stress. Yu dan Korman (1987) dalam (Shamsub &
Akoto, 2004) menemukan bahwa kemunduran industri menjadikan berkurangnya hasil
pajak tetapi pelayanan jasa meningkat, hal ini dapat menyebabkan fiscal stress.
3. Menerangkan fiscal stress sebagai fungsi politik dan faktor-faktor keuangan yang tidak
terkontrol. Ginsberg dalam (Shamsub & Akoto, 2004) menunjukkan bahwa sebagian
dari peran ketidakefisienan birokrasi, korupsi, gaji yang tinggi untuk pegawai, dan
tingginya belanja untuk kesejahteraan sebagai penyebab fiscal stress.
Otonomi daerah menuntut daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Seiring dengan peningkatan kemandirian, daerah diharapkan mampu melepaskan (atau paling
mengurangi) ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Dalam era ini, PAD idealnya
menjadi komponen utama pembiayaan daerah. Namun upaya pemerintah daerah ini
mengalami hambatan karena diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah.
Keberadaan UU ini seringkali dinilai justru menjadi disinsentif bagi daerah, dikarenakan
membatasi daerah untuk melakukan ekstensifikasi pajak-pajak daerah.
Pada saat fiscal strees tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi penerimaan pajak
untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan Akoto, 2004). Oleh karena itu,
tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan dengan kondisi fiscal stress. Upaya Pajak
(Tax Effort) adalah upaya peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara
hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan potensi
sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk
mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki.
Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah
dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut.

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 3


Penelitian sebelumnya yang dilakukan Bappenas (2003), serta Setiaji dan Adi (2007)
tentang peta kemampuan daerah (propinsi, maupun kabupaten dan kota) dalam era otonomi
menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Pemerintah daerah berupaya mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah
sebagai bagian utama dalam penyusunan APBD sebagai upaya meminimalkan ketergantungan
penerimaan dari pemerintah pusat. Dalam kondisi fiscal stress, pemerintah daerah akan
mengoptimalkan potensi pendapatan daerah sebagai upaya meningkatkan pembiayaan daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Halim (2001) menunjukkan bahwa fiscal stress dapat
mempengaruhi APBD suatu daerah. Hal tersebut dibuktikan dari adanya pergeseran
(kenaikan/penurunan) dari komponen penerimaan dan pengeluaran APBD. Terkait dengan hal
itu, penelitian Halim (2001) memberikan fakta empirik bahwa kondisi fiscal stress yang
terjadi di tahun 1997 ternyata secara umum tidak menurunkan peran PAD terhadap total
anggaran penerimaan/pendapatan daerah. Komponen dari sektor penerimaan dalam Anggaran
Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) yang terpengaruh secara signifikan dengan kondisi
fiscal stress adalah proporsi retribusi daerah, sedangkan proporsi pajak daerah relatif tidak
terpengaruh, bahkan proporsinya sedikit naik dalam komposisi Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Purnaninthesa (2006) membuktikan bahwa fiscal
stress berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di
Jawa Tengah. Purnaninthesa (2006) menyimpulkan bahwa fiscal stress pada suatu daerah
dapat menyebabkan motivasi bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya
guna mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat. Penelitian lain yang dilakukan
Dongori (2006) menunjukkan fakta empirik bahwa fiscal stress mempunyai pengaruh negatit
terhadap tingkat ketergantungan daerah. Semakin tinggi tingkat fiscal stress maka ada
terdapat upaya daerah untuk meningkatkan kemandiriannya, yaitu dengan cara
mengoptimalkan potensi asli daerahnya, yang salah satunya tercermin pada pendapatan asli
daerah.
Dengan demikian dapat ditarik hipotesis yaitu:
H1: Fiscal stress berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PAD.

Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan


Dalam menghadapi otonomi daerah, pemerintah daerah harus lebih meningkatkan
pelayanan publiknya. Upaya ini akan terus mengalami perbaikan sepanjang didukung oleh
tingkat pembiayaan daerah yang memadai. Alokasi belanja yang memadai untuk peningkatan
pelayanan publik diharapkan memberikan timbal balik berupa peningkatan peneriamaan
pendapatan asli daerah, baik yang berasal dari retribusi, pajak daerah maupun penerimaan
lainnya. Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan fiscal stress secara signifikan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah
krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum
krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah
relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan
perkembangan yang positif sesudah krisis. Penelitian Andayani (2004) yang menguji fiscal
stress pada saat krisis ekonomi dan sebelum krisis ekonomi menunjukkan bahwa disaat
daerah mengalami fiscal stress yang tinggi (yaitu pada saat krisis ekonomi) maka terdapat
kecenderungan peningkatan belanja daerah.
Purnaninthesa (2006) dan Dongori (2006) menunjukkan fakta empiris yang hampir sama
bahwa, fiscal stress mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pembiayaan daerah. Secara
komprehensif, Dongori (2006) memberikan gambaran empirik bahwa dibandingkan dengan
era sebelum otonomi daerah, pengaruh fiscal stress terhadap tingkat pembiayaan sesudah
otonomi lebih besar dibandingkan sebelum otonomi. Perubahan pembiayaan ini lebih banyak

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 4


disebabkan adanya tuntutan peningkatan pelayanan publik yang ditunjukkan dengan
peningkatan alokasi ataupun terjadi pergeseran belanja untuk kepentingan-kepentingan
pelayanan publik secara langsung, dalam hal ini belanja pembangunan.
Implementasi Undang-undang otonomi daerah diharapkan dapat memberikan motivasi
bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Pemerintah diharapkan menggali
potensi yang ada di daerahnya, sehingga pendapatan asli daerahnya dapat digunakan untuk
membiayai belanja daerah, khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik
ataupun peningkatan prasarana yang mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi daerah.
Pada gilirannya harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dapat terpenuhi. Berarti
fiscal stress benar-benar memberikan pengaruh terhadap pembelanjaan daerah.
Dari gambaran pemaparan ini, dapat ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut :
H2 : Fiscal stress berpengaruh positif terhadap pertumbuhan belanja modal/pembangunan.

Model Penelitian
Model yang dapat dikembangkan berdasar teori dan pengembangan hipotesis penelitian
adalah sebagai berikut :
H1+ Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Fiscal Stress
H2+ Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan

Gambar 1 : Model Penelitian


METODE PENELITIAN
Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data realisasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten dan kota se Jawa Tengah. Data APBD
realisasi yang digunakan adalah data sebelumnhya diberlakukannya otonomi dan pada saat
dilaksanakannya otonomi daerah. Data diperoleh dari laporan statistik keuangan pemerintah
Propinsi Jawa Tengah yang diterbitkan Biro Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah.
Periode APBD yang menjadi pengamatan penelitian adalah periode 1999/2000 sampai
dengan 2000 sebagai periode sebelum terjadinya otonomi daerah. Sedangkan periode 2001
sampai dengan 2003 tahun dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Teknik Analisis
Fiscal Stress
Fiscal Stress diukur berdasarkan realisasi penerimaan dibandingkan dengan nilai
potensi pendapatan. Upaya pajak yang tinggi mencerminkan tingkat fiscal stress yang lebih
besar, hal ini berarti bahwa permintaan untuk jasa tertentu melebihi sumber atau pendapatan
yang ada. Menurut Sukanto R (1999), upaya pajak (tax effort) dapat dirumuskan:
Realisasi PAD
UPPADj = (1)
Potensi PAD
Keterangan:
UPPADj = Upaya peningkatan sumber-sumber PAD
Realisasi PAD = Realisasi penerimaan sumber-sumber PAD
Potensi PAD = Target penerimaan sumber-sumber PAD

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 5


Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Pertumbuhan pendapatan asli daerah diukur berdasarkan pendapatan asli daerah
periode APBD dibagi dengan pendapatan asli daerah periode APBD sebelumnya.
PAD t
PPAD(t) =
PAD t -1

Keterangan:
PPAD(t) = Pertumbuhan Pendapatan Daerah periode t
PAD (t) = Pendapatan Asli Daerah periode t
PAD (t-1) = Pendapatan Asli Daerah periode t-1
Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan
Pertumbuhan belanja modal diukur berdasarkan belanja modal periode APBD dibagi
dengan belanja daerah periode APBD sebelumnya.
BM t
PBM(t) =
BM t -1
Keterangan:
PBM(t) = Pertumbuhan Belanja Modal periode t
BM(t) = Belanja Modal periode t
BM (t-1) = Belanja Modal periode t-1

Uji Hipotesis
Pengujian untuk dua hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan
persamaan regresi sederhana berikut ini
1. Y1 = a + X
2. Y2 = a + X
Keterangan:
X = Fiscal Stress
Y1 = Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Y2 = Pertumbuhan Belanja Modal
a = Intercept
= Koefisien regresi

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Statistik Deskriptif Fiscal Stress dan Pertumbuhan PAD dan Belanja Daerah .
Tabel 1 memberikan gambaran fiscal stress, pertumbuhan PAD dan dua komponen
penyumbang PAD terbesar (pajak daerah dan retribusi daerah) dan Belanja daerah dalam dua
periode, yaitu dalam periode sebelum otonomi daerah dan sesudah otonomi daerah. Tabel 1
menunjukkan adanya peningkatan rata-rata fiscal stress di kabupaten/ kota se Jawa Tengah
setelah otonomi daerah sebesar 0,10. Fiscal stress yang tinggi dengan indikator upaya pajak
paling tidak mencerminkan dua hal berikut : pertama pemerintah kabupaten/kota berupaya
lebih keras untuk mengoptimalkan berbagai potensi (penerimaan) daerah yang dimiliki,
sehingga realisasi penerimaan pajak menjadi lebih besar. Kedua, daerah lebih moderat dalam
penetapan anggaran penerimaan. Bila upaya pajak dijadikan indikator untuk menentukan
tingkat keberhasilan (kinerja) daerah, maka bisa jadi pemerintah daerah relatif lebih berhati-

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 6


hati dalam penetapan anggaran. Proses penyusunan anggaran akan lebih terintegrasi,
mengandalkan partisipasi staf (pelaksana) dari dinas atau instansi terkait
Pertumbuhan PAD, secara umum juga mengalami peningkatan. Rata-rata pertumbuhan
dalam era otonomi lebih tinggi dibanding sebelum otonomi. Namun demikian, bila dilihat dari
sisi kontribusinya, sumbangan PAD terhadap total penerimaan dalam era otonomi daerah
justru lebih kecil dibanding dengan periode sebelum otonomi daerah. Hal ini justru menarik
mengingat dalam era otonomi, peningkatan kemandirian daerah salah satunya ditunjukkan
dengan semakin tingginya kontribusi PAD. Realitas yang terjadi justru menunjukkan hal yang
sebaliknya. Penurunan rasio PAD terhadap total pendapatan merupakan cerminan bahwa PAD
selama otonomi daerah belum dapat mendominasi komponen total penerimaan pendapatan
daerah..Penyumbang PAD terbesar secara umum adalah retribusi daerah dan pajak daerah.
Dari tabel 1 diperoleh gambaran bahwa kontribusi kedua komponen PAD ini mengalami
penurunan. Indikasi positf dari hal ini adalah daerah juga mengupayakan peningkatan
penerimaan dari komponen PAD yang lain, yaitu sektor laba usaha daerah dan penerimaan
PAD lainnya Penelitian yang dilakukan oleh Setiaji dan Adi (2007) menunjukkan hal yang
sama, yaitu terjadi peningkatan pertumbuhan PAD, namun disisi lain peningkatan ini ternyata
tidak mampu untuk meningkatkan kontribusi PAD terhadap penerimaan. Hal ini berarti
kemampuan PAD untuk membiayai belanja daerah justru lebih kecil
Rata-rata pertumbuhan belanja modal/pembangunan pemerintah kabupaten/kota se Jawa
Tengah untuk periode dua tahun sebelum otonomi daerah (1,28) lebih kecil dibandingkan
rata-rata pertumbuhan belanja modal/pembangunan sesudah otonomi (1,81). Pertumbuhan
belanja modal/pembangunan merupakan salah satu usaha pemerintah kabupaten/kota untuk
mengoptimalkan potensi-potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Pertumbuhan belanja
modal/pembangunan merupakan ciri positif bahwa pemerintah kabupaten/kota telah berusaha
untuk mengurangi ketergantungan daerahnya terhadap pemerintah pusat. Dalam era otonomi,
daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi
harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat dan menggunakan
dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat (Mardiasmo, 2002). Alokasi
belanja modal yang lebih tinggi untuk kepentingan pemberian layanan publik diharapkan akan
meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, dan pada gilirannya akan
meningkatkan kontribusi publik dalam pembangunan yang ditunjukkan dengan peningkatan
penerimaan pajak maupun retribusi.

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 7


Tabel 1
Perbandingan Hasil Rata-rata Analisis Deskriptif
Sebelum dan Sesudah Otonomi
Sebelum Sesudah
Otonomi Otonomi
Fiscal stress
Rata-rata 1.05 1.15
Minimum 0.90 0.92
Maksimum 1.24 1.40
Deviasi Standar 0.08 0.10
Pertumbuhan PAD
Rata-rata 1.18 1.59
Minimum 0.52 1.29
Maksimum 4.78 2.68
Deviasi Standar 0.69 0.25
Kontibusi PAD terhadap Total Penerimaan
0,11 0,09
Daerah
Kontribusi Komponen PAD terhadap PAD
Pajak Daerah Rata-rata 0.32 0.24
Minimum 0.13 0.14
Maksimum 1.48 0.51
Deviasi Standar 0.25 0.10
Retribusi Daerah Rata-rata 0.59 0.47
Minimum 0.27 0.14
Maksimum 0.96 0.64
Deviasi Standar 0.16 0.13
Pertumbuhan Belanja Modal
Rata-rata 1.28 1.81
Minimum 0.77 0.90
Maksimum 3.24 2.61
Deviasi Standar 0.41 0.40
Sumber : Data sekunder, diolah.

Pengujian Normalitas
Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji ini dilakukan karena
merupakan syarat sebelum melakukan analisis regresi, yang digunakan untuk mendeteksi
apakah suatu data itu terdistribusi normal atau tidak. Data dinyatakan terdistribusi normal bila
Asymp Sign > Alpha (5 %), sebaliknya bila nilai Asymp Sign < Alpha (5 %), maka data
dinyatakan tidak terdistribusi normal.
Tabel 2
Hasil Uji Normalitas
Sebelum dan Sesudah Otonomi

FS_1 PPAD_1 PBM_1 FS_2 PPAD_2 PBM_2


N 35 35 35 35 35 35
Normal Rata-rata
.0231 .0313 .0908 .0603 .1971 .2471
Parameters(a,b)
Deviasi
.0321 .16933 .10743 .0392 .06009 .10090
Standar
Most Extreme Absolute
.119 .120 .142 .061 .129 .123
Differences
Positive .089 .120 .142 .056 .129 .080
Negative -.119 -.069 -.128 -.061 -.105 -.123
Kolmogorov-Smirnov Z .705 .713 .840 .359 .762 .730
Asymp. Sig. (2-tailed) .703 .690 .480 1.000 .606 .662
Sumber : Data Sekunder, diolah.

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 8


Berdasarkan hasil uji normalitas, maka dapat dinyatakan semua data terdistribusi
normal, karena seluruh variabel penelitian memiliki Asymp Sign > 0,05. Sehingga data
sampel dapat digunakan untuk melakukan analisis regresi.
Pengujian Hipotesis Statistik
Pada sub bab ini akan dilakukan pengujian regresi guna menguji hipotesis statistik yang
telah dibuat. Hasil pengujian kedua hipotesis ini dirangkum dalam tabel 3 berikut ini :
Tabel 3
Hasil Pengujian Regresi Sederhana
No Hipotesis R2 Konstanta Koefisien t hitung Sign Keputusan
1 Hipotesis 1 0.063 0.075 0.935 2.135 0.036 0.05 Diterima
2 Hipotesis 2 0.059 0.136 0.775 2.060 0.043 0.05 diterima
Sumber : Data sekunder, diolah.

Hasil pengujian hipotesis 1 (H1) menunjukkan bahwa nilai koefisien sebesar 0.935,
nilai t uji sebesar 2.135 dengan signifikansi 0,036 (lebih kecil dari = 0.05). Hal ini berarti
terdapat pengaruh positif dan signifikan fiscal stress terhadap pertumbuhan Pendapatan Asli
Daerah. Dengan demikian hipotesis 1 (H1) dinyatakan diterima (terbukti)
Demikian pula dengan hasil pengujian hipotesis 2 (H2), fiscal stress terbukti
mempunyai pengaruh positif dan siginifikan terhadap pertumbuhan belanja daerah. Penaruh
positif ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi dan nilai t uji masing-masing sebesar 0.775
dan 2.060. Sedangkan pengaruh yang signifikan ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar
0.043 (lebih kecil dari = 0.05). Dengan demikian hipotesis 2 (H2) dinyatakan diterima
(terbukti)
Interpretasi Hipotesis
Pengaruh Fiscal stress Terhadap Pertumbuhan PAD (Hipotesis 1)
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif fiscal stress terhadap
pertumbuhan PAD. Hasil penelitian ini memperkuat argumen Purnaninthesa (2006) dalam
kondisi fiscal stress yang kuat, daerah lebih termotivasi untuk meningkatkan PAD-nya guna
mengurangi tingkat ketergantungannya (terhadap pemerintah pusat). Hal ini memberikan
indikasi bahwa dalam tekanan fiskal yang tinggi, daerah cenderung untuk meningkatkan
penerimaan daerah sebagai sarana pembiayaan daerah. Salah upaya yang dilakukan adalah
dengan meningkatkan pendapatannya sendiri (dhi PAD).
Analisis lebih lanjut dengan menggunakan variabel dummy menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh fiscal stress sebelum dan sesudah otonomi
terhadap pertumbuhan PAD. Hasil analisis memberikan fakta empirik bahwa fiscal stress
sesudah otonomi daerah mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap pertumbuhan
daripada pengaruh fiscal stress sebelum otonomi terhadap petumbuhan PAD. Peningkatan
pertumbuhan PAD yang dipengaruhi oleh fiscal stress selama otonomi daerah merupakan
indikasi dari semakin besarnya usaha yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dalam
menggali potensi sumber-sumber PAD-nya. Selama otonomi daerah, pemerintah akan
berupaya memenuhi kebutuhan pembiayaan rutin dengan PAD-nya. Sehingga dapat
mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Hasil penelitian ini
mendukung temuan Dongori (2006) yang menunjukkan bahwa fiscal stress mempunyai
pengaruh negatif terhadap tingkat ketergantungan daerah.

Fiscal stress Terhadap Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan (Hipotesis 2)


Hasil pengujian hipotesis menunjukkan terdapata hubungan positif antara fiscal stress
terhadap pertumbuhan belanja modal/pembangunan. Semakin tinggi fiscal stress di suatu
daerah, maka semakin tinggi pula pertumbuhan belanja modal/pembangunan di daerah itu.

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 9


Hasil penelitan ini menunjukkan adanya indikasi bahwa fiscal stress yang tinggi semakin
mendorong daerah untuk meningkatkan belanja daerahnya. Tingkat pembiayaan daerah justru
semakin meningkat pada saat daerah mengalami tekanan fiscal yang semakin tinggi. Hasil
penelitian ini mendukung temuan Andayani (2004) yang menujukkan semakin tinggi fiscal
stress maka akan semakin tinggi tingkat belanja daerah.
Apabila dilakukan analisis lebih lanjut, pengujian dengan menggunakan variabel
dummy menunjukkan bahwa pengaruh fiscal stress sesudah otonomi terhadap pertumbuhan
belanja modal/pembangunan lebih kuat (dan signifikan) daripada pengaruh fiscal stress
sebelum otonomi terhadap pertumbuhan belanja modal/pembangunan Hasil penelitian ini
mendukung temuan Purnaninthesa (2006) dan Dongori (2006) yang membuktikan adanya
pengaruh yang positif fiscal stress terhadap tingkat pembiayaan daerah.
Peningkatan pertumbuhan belanja modal/pembangunan merupakan cerminan dari
semakin tingginya pembangunan suatu daerah. Pembangunan suatu daerah dalam masa
otonomi daerah mempunyai manfaat bagi daerah itu sendiri yaitu berupa pajak daerah,
retribusi daerah dan penerimaan lainnya. Pemerintah kabupaten/kota akan mengupayakan
potensi-potensi yang ada untuk meningkatkan PAD-nya. Adanya peningkatan belanja
modal/pembangunan, maka diharapkan dapat memperbaiki maupun menambah berbagai
infrastruktur yang mendukung perekonomian atau meningkatkan pelayanan pemerintah
terhadap publik. Seiring dengan semakin tingginya pertumbuhan ekonomi dan tingkat
kepercayaan publik terhadap pemerintah (dikarenakan semakin baiknya tingkat layanan
pemerintah), maka harapan terjadinya peningkatan kemandirian daerah jauh lebih terbuka.

PENUTUP
Simpulan dan Implikasi
Pelaksanaan undang-undang otonomi daerah dan undang-undang yang membatasi
penarikan pajak bagi pendapatan daerah, mengakibatkan pemerintah kabupaten/kota di Jawa
Tengah rata-rata mengalami tekanan keuangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya
rasio realisasi PAD terhadap target PAD dengan indikasi upaya pajak atau dengan kata lain
terjadi peningkatan fiscal stress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fiscal Stress
mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan PAD. Hasil penelitian ini
mendukung Purnaninthesa (2006) yang menyatakan bahwa dalam kondisi fiscal stress yang
tinggi daerah semakin termotivasi untuk meningkatkan PAD dan juga mendukung temuan
Dongori (2006) yang memberikan fakta empirik bahwa fiscal stress mempunyai pengaruh
yang negatif terhadap tingkat ketergantungan daerah.
Temuan lain dalam penelitian ini adalah fiscal stress mempunyai pengaruh yang positif
terhadap tingkat pertumbuhan belanja pembangunan/modal. Fiscal Stress yang tinggi
menunjukkan semakin tingginya upaya daerah untuk meningkatkan PAD-nya. Sejalan
dengan hal itu, harapan untuk terus meningkatkan penerimaan sendiri ini akan sulit terwujud
apabila alokasi belanja untuk modal/ pembangunan tidak ditingkatkan. Hasil penelitian ini
memperkuat temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan Andayani (2004) yang
menunjukkan adanya peningkatan belanja yang semakin tinggi pada saat fiscal stress
semakin tinggi.
Hasil penelitian ini memberikan implikasi diperlukannya suatu upaya yang lebih intensif
melalui penggalian potensi sumber-sumber penerimaan daerah kabupaten/kota di propinsi
Jawa Tengah agar mampu meningkatkan pertumbuhan PAD. Salah satu langkah yang dapat
ditempuh adalah pemerintah kabupaten/kota harus lebih efektif dalam pengalokasian belanja
modal/pembangunan dalam guna memenuhi kepentingan publik, baik yang mendukung
pertumbuhan ekonomi maupun untuk pelayanan publik secara langsung..

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 10


Keterbatasan dan Saran untuk Penelitian Mendatang
Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan dan diharapkan dapat
disempurnakan pada penelitian-peneitian mendatang. Berbagai kekurangan dalam penelitian
ini antaran lain Penelitian ini tidak mengidentifikasi langsung potensi-potensi yang terdapat
pada pemerintah kabupaten/kota sehingga argumen yang diberikan merupakan perkiraan dari
penulis, untuk itu diharapkan pada penelitian mendatang diharapkan dilakukan identifikasi
potensi di setiap daerah, peta keuangan, dan demografi terlebih dahulu agar dihasilkan
argumen yang lebih tepat dan sesuai.
Ketebatasan lain dalam penelitian ini adalah belum adanya kesepakatan secara bulat
mengenai pengukuran fiscal stress, sehingga pengukuran fiscal stress dengan tax effort belum
tentu mengindikasikan adanya fiscal stress. Sehingga diharapkan untuk penelitian mendatang
diharapkan dapat mengukur fiscal stress dengan indikator empiris yang lain, sehingga benar-
benar dapat diperoleh gambaran fiscal stress yang lebih utuh.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Priyo Hari. 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
_____________ 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja
Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se
Jawa-Bali). Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
_____________ 2007. Kemampuan Keuangan Daerah dan Relevansinya dengan
Pertumbuhan Ekonomi. The 1st National Accounting Conference. Departemen
Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Andayani W, 2004. Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jurnal akuntansi dan
Keuangan sektor publik vol 05, No 1 Februari.
Bappenas. 2003. Peta Kemampuan Keuangan Propinsi dalam Era Otonomi Daerah
(Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah), Direktorat
Pengembangan Otonomi Daerah. www.Bappenas.go.id.
Brodjonegoro, Bambang dan Jorge Martines Vasques. 2002. An Analysis of Indonesias
TransferSystem : Recent Performance and Future Prospect. George State University.
Andrew Young School of Policy Studies. Working Paper.
Dongori,Dessy Patricia F. 2006. Pengaruh Tekanan Fiskal Terhadap Kinerja Keuangan
Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen
Satya Wacana. Salatiga
Halim, Abdul. 2001. Analisis Deskriptif Pengaruh Fiscal stress Pada APBD Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Kompak. STIE Yogyakarta.
Haryadi, Bambang, 2002. Analisis Pengaruh Fiscal Stress Terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Menghadapi Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Simposium Nasional Akuntansi V. Semarang.
Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian
Daerah:. Makalah. Disampaikan dalam seminar pendalaman ekonomi rakyat.

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 11


Purnaninthesa. Anggita. 2006. Analisis Pengaruh fiscal stress terhadap tingkat Pembiayaan
Daerah, Mobilisasi Daerah, Ketergantungan dan Desentralisasi Fiskal Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam Menghadapi Otonomi Daerah (Studi Empiris pada
Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah). Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya
Wacana. Salatiga
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.
Penerbit Ghalia Indonesia.
Setiaji, Wirawan dan Priyo Hari Adi. 2007. Peta Kemampuan Keuangan Daerah Sesudah
Otonomi Daerah : Apakah Mengalami Pergeseran?. Simposium Nasional Akuntansi X.
Makassar.
Shamsub, Hannarong., Joseph B Akoto. 2004. State and Local Fiscal Structures and Fiscal
Stress. Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management, Vol 16, No
1 Hal: 40-61.
Sidik, Machfud. 2002. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka
Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah. Makalah disampaikan Acara Orasi
Ilmiah. Bandung. 10 April 2002.
Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah.
Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal 12

Anda mungkin juga menyukai