Kortikosteroid 1
Kortikosteroid 1
terapi
Penggunaan kortikosteroid yang luas dalam praktik klinis mendorong kebutuhan untuk lebih mendalami
pengetahuan tentang efek metabolik yang dimilikinya bila efek optimum dapat dicapai dengan
meminimalisir efek samping yang tidak diinginkan. Sebelum menganjurkan terapi kortikosteroid, penting
untuk mempertimbangkan keuntungan yang didapat serta potensi pengaruh metabolic yang tidak
diinginkan dari pemberian kortikosteroid dalam dosis besar. Peningkatan insiden dari hipertensi, penyakit
infeksi kronis, osteoporosis dan gangguan toleransi glukosa sebagai sekuele metabolic akibat steroid dosis
besar harus dipertimbangkan sebelum melanjutkan pemberian steroid. Sifat kimia dan fisiologis dari
kortisol serta analognya akan diulas untuk menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai farmakologi klinik
dari kortikosteroid dapat menolong penggunaannya untuk terapi yang rasional.
Struktur kimia dasar dari kortikosteroid adrenal terdiri dari 17 kerangka karbon dengan tiga 6 cincin karbon
heksana dan satu 5 cincin karbon pentane. Kortisol (hidrokortison) dan steroid anti-inflamasi lainnya
mengacu kepada steroid C21 karena mereka memiliki 2 rantai karbon yang terikat di posisi 17, dan lagi,
mereka memiliki grup metil pada C18 dan C19. Steroid C21 yang juga memiliki grup hidroksil pada posisi
17 disebut sebagai 17-hidroksikortikosteroid, atau 17-hidroksikortikoid. Steroid C21 yang memiliki kerja
utama pada metabolisme intermediet disebut sebagai glukokortikoid. Untuk mengingatkan, istilah 17-
hidroksikortikosteroid (atau kortikosteroid) dan glukokortikoid akan digunakan secara bergantian.
Keutuhan fungsional dari molekul steroid bergantung kepada beberapa susunan penting dari grup hydrogen,
karbon, hidroksil, dan oksigen disekitar inti steroid utama. Area tersebut yang dilingkari di gambar 2
penting untuk menjaga kerja biologis dari semua kortikosteroid dan pengubahan dari satu diantaranya dapat
berujung pada hilangnya aktivitas dari glukokortikoid. Hal ini diilustrasikan pada hasil pengamatan yang
menunjukkan bahwa pemberian kortison (dengan radikal oksigen pada posisi 11) inaktif secara keseluruhan
pada pasien dengan penyakit hati berat karena ganguan konversi hepatic ke senyawa kortison aktif (dengan
grup hidroksil pada posisi 11). Pentingnya substituent ini dalam molekul tersebut juga ditunjukan pada
inaktivasi biologis dari kortisol di hati. Pada proses ini, pengurangan dari ikatan ganda di posisi 3-4
menyebabkan senyawa tersebut inaktif secara biologis.
Analog dari kortisol disintesis, yang memiliki pengganti berdekatan dengan tempat penting di inti steroid.
Hal ini menghasilkan peningkatan dari beberapa fungsi, seperti kemampuan anti-inflamasi, dan
pengurangan dari fungsi lainnya, seperti fungsi mineralokortikoid. Sebagai contoh, pengenalan dari ikatan
ganda 1,2 menghasilkan prednisolone yang memiliki 4 kali lipat peningkatan aktivitas anti-inflamasi
(gambar 4). Deksametason (dengan grup metil pada karbon 16, dan grup fluoride pada karbon 9) dengan
nyata meningkatkan kemampuan anti-inflamasi dan mengurangi fungsi penahanan natrium (di Mg pada
yang berbasis Mg dibandingkan dengan kortisol). Fludrokortison (9-florohidrokortison) dengan nyata
meningkatkan aktivitas mineralokortikoid.
Sifat anti-inflamasi dan mineralokortikoid dari kortisol dapat dubah dengan memodifikasi inti steroid dasar.
Tetapi harus diingat, bahwa peningkatan aktivitas anti-inflamasi dari analog sintetis ini tidak dapat
dipisahkan dari kerja katabolic normal dari hormone glukokortikoid. Sehingga, pada dosis yang sama dari
kortisol dan analognya memiliki kecenderungan yang sama dalam menimbulkan fungsi kerja dari
glukokortiokoid yang tidak diinginkan.
Waktu paruh plasma dari kortisol diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh kadar plasma hormone
turun 50% dari konsentrasi awal, yaitu sekitar 90 menit. Tetapi, waktu paruh biologis dari kortisol diartikan
sebagai waktu yang dibutuhkan untuk mengukur aktivitas metabolic (contoh: aktivitas anti-inflamasi) dari
hormone tersebut turun menjadi setengah dari kadar awal, berkisar antara 8 dan 12 jam. Karena potensi
anti-inflamasi dari glukokortikoid sintetis atau alami dan penekanan HPA axis-nya serupa tingkatan dan
durasinya, waktu paruh biologis biasanya ditentukan dari durasi penekanan HPA axis. Maka dari itu,
hidrokortison dan kortison ditetapkan sebagai glukokortikoid dengan waktu kerja pendek (short acting)
dengan waktu paruh berkisar antara 8 dan 12 jam; prednisone, prednisolone, metilprednisolon dan
triamsinolon sebagai glukokortikoid waktu kerja sedang (intermediate acting) dengan waktu paruh biologis
antara 18 dan 36 jam; dan parametason, betametason dan deksametason sebagai glukokortikoid waktu kerja
panjang (long acting) dengan waktu paruh biologis 36 54 jam.