oleh
I Wayan Redhana
Jurusan Pendidikan Kimia
Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
ABSTRACT
Learning activities and critical thinking skill of class II1 students of SMUN
4 Singaraja at semester I in academic year 2002/2003 were still low. The recent
level of the students critical thinking skill was showed by the students learning
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja,
No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
outcomes which are still low. To improve the learning activities and students
critical thinking skill, cooperative learning with problem solving strategy was
applied through the classroom based-action research. The subjects of the research
were 44 students of class II1 SMUN 4 Singaraja at semester I in academic year
2002/2003. The research was conducted in two cycles; each cycle consisted of
planning, implementation, observation and evaluation, and reflection phase. The
finding of the research showed that the learning activities were good. The students
showed good cooperation and learning interaction. Peer tutoring activities also
took place well. The students critical thinking, which was seen from the average
of students learning outcomes, was good with score of 6.93 1.44. According to
the students opinion, the cooperative learning with problem solving strategy could
help them to practice the critical thinking skill. They responded the learning
positively and they hoped that the learning could be continued for the other
chemical concepts. It recommended that teachers, especially chemistry teachers,
who have similar problems, could use this type of learning to overcome the
problem faced.
1. Pendahuluan
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memiliki posisi yang menentukan
keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru adalah merancang,
mengelola dan mengevaluasi pembelajaran (Gagne, 1989). Ausubel (1963)
menyatakan bahwa guru bertugas mengalihkan seperangkat pengetahuan yang
terorganisasi sehingga pengetahuan tersebut menjadi bagian dari sistem
pengetahuan siswa. Guru mempunyai kedudukan yang sangat strategis dan
menentukan dalam kegiatan belajar mengajar. Kedudukannya strategis karena guru
menentukan kedalaman dan keluasan materi subjek dan bersifat menentukan
karena gurulah yang memilah dan memilih materi subjek yang akan disajikan
kepada siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi guru dalam memperluas dan
memperdalam materi subjek adalah rancangan pembelajaran yang dibuat atau
dipilihnya. Melalui kondisi ini, proses pembelajaran yang efektif, efisien, menarik
dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi akan dapat dicapai oleh setiap guru.
Agar terjadi pengkonstruksian pengetahuan secara bermakna, guru
haruslah melatih siswa agar berpikir secara kritis dalam menganalisis maupun
dalam memecahkan
___________ suatu permasalahan.
Jurnal Pendidikan Siswa yang IKIP
dan Pengajaran berpikir kritis adalah
Negeri siswa
Singaraja,
No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
2. Metode Penelitian
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja,
No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
1) Tahap orientasi, guru memberikan orientasi umum dan rasional tentang konsep
yang akan dipelajari, membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa, serta
sekaligus memusatkan perhatian siswa terhadap materi yang akan dibahas.
2) Tahap restrukturisasi ide, guru merestrukturisasi ide-ide siswa dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbimbing dan mengajukan masalah-
masalah yang terdapat dalam LKS. Siswa dalam kelompok mendiskusikan
pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang diajukan guru secara
kooperatif. Tahapan pemecahan untuk masalah-masalah yang bersifat
kuantitatif mengikuti tahapan yang dikembangkan oleh Heller, dkk. (1992),
terdiri diri visualisasi masalah, deskripsi kimia, rencana solusi, pelaksanaan
rencana, pengecekan dan evaluasi. Tahap ini siswa mengecek lengkapnya
solusi, tanda dan satuan dari jawaban, serta mengevaluasi apakah besarnya
bilangan masuk akal atau tidak. Untuk masalah-masalah yang bersifat
kualitatif, pemecahan masalahnya dilakukan dengan mengidentitifasi
pertanyaan, mengidentifikasi konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
diperlukan untuk memecahkan masalah, dan menjelaskan hubungan antara
konsep yang satu dengan konsep yang lain.
Setelah siswa mendiskusikan permasalahan-permasalahan dalam
kelompok, salah satu kelompok ditunjuk untuk menyampaikan jawabannya
dan kelompok lain ditugaskan memberi tanggapan. Guru dapat
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali gagasan-gagasan
siswa dan membimbing siswa untuk memahami suatu konsep. Pada
restrukturisasi ide ini, guru dapat menggunakan analogi konsep,
pengungkapan contoh lawan dan/atau alat peraga untuk dapat membangun
konsep-konsep ilmiah dalam pikiran siswa.
3) Tahap pemantapan konsep, guru menugaskan siswa mengerjakan latihan-
latihan pada LKS untuk memantapkan konsep yang telah dipelajari dan lebih
membangun keyakinan siswa.
4) Tahap sistematisasi dan perluasan, guru menugaskan setiap kelompok
membuat jalinan konsep yang sudah dipelajari dalam bentuk peta konsep.
3.2 Pembahasan
Pada siklus I, aktivitas belajar siswa belum berlangsung dengan baik
sehingga masih perlu ditingkatkan lagi guna mengoptimalkan pembelajaran.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja,
No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
Jumlah siswa yang bertanya maupun menjawab pertanyaan masih sedikit dan
terbatas pada siswa yang pintar. Kegiatan peer tutoring belum berlangsung dengan
baik. Kerjasama kelompok dan interaksi siswa masih berlangsung secara kaku dan
kurang harmonis. Semuanya ini disebabkan oleh kebiasaan belajar siswa
sebelumnya, yaitu siswa lebih banyak mendengarkan dan mencatat informasi yang
disampaikan oleh guru dan sering menunggu penjelasan guru. Kebiasaan ini masih
terbawa ketika mereka sedang mengikuti pembelajaran kooperatif dengan strategi
pemecahan masalah yang diterapkan. Sesungguhnya diakui bahwa aktivitas belajar
siswa pada pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah ini
mengalami peningkatan dibandingkan dengan aktivitas belajar siswa sebelumnya.
Pada siklus II, aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I.
Kerjasama dan interaksi belajar siswa berlangsung dengan baik dan jumlah siswa
yang bertanya maupun yang menjawab pertanyaan lebih banyak dan lebih merata.
Di samping itu, kegiatan peer tutoring juga berlangsung dengan baik. Hal ini
disebabkan oleh dua hal. Pertama, siswa sudah mempunyai pengalaman mengikuti
pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah pada siklus I
sehingga siswa sudah mampu beradaptasi dengan pembelajaran serupa pada siklus
II. Kedua, penetapan anggota kelompok oleh siswa sendiri memungkinkan siswa
dapat memilih anggota kelompok yang bisa diajak bekerja sama sehingga kegiatan
diskusi kelompok dapat berlangsung dengan baik.
Pembelajaran kooperatif dapat mengoptimalkan peran siswa dalam
berinteraksi sosial dengan siswa yang lain maupun dengan guru. Juga siswa dapat
berkomunikasi secara ilmiah dalam suatu kegiatan diskusi, memupuk kerjasama
tim, membangun rasa tanggung jawab, menggiatkan kegiatan peer tutoring,
meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah dan memudahkan
pemahaman terhadap konsep-konsep kimia. Temuan ini sejalan dengan temuan
peneliti sebelumnya yang membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan prestasi akademik, keterampilan kerja, keterampilan berkomunikasi,
ketekunan, aktivitas belajar, motivasi belajar, dan kemampuan memecahkan
masalah (Towns, Kreke, dan Fields, 2000; Houghton dan Kalivas, 2000).
Pada diskusi kelompok siswa dapat memadukan pendapat-pendapat siswa
lainnya dan menyusun kembali pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan
suatu pendapat yang terbaik bagi kelompoknya. Pada kegiatan diskusi, siswa
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja,
No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
berhadapan dengan ide-ide lain yang sejalan dengan idenya. Keadaan ini dapat
menumbuhkan keyakinan pada siswa, sebaliknya siswa juga berhadapan dengan
ide-ide lain yang bertentangan dengan idenya. Keadaan ini akan menyebabkan
siswa mengkonstruksi kembali ide-idenya. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Driver dan Oldham (dalam Suastra, dkk. 1998) yang
menyatakan bahwa siswa yang berhadapan dengan ide-ide lain dapat
menyebabkan siswa terangsang untuk mengkonstruksi gagasan-gagasannya kalau
idenya tidak sesuai, atau sebaliknya menjadi lebih yakin bila idenya sesuai.
Sementara itu Kyllen (1998) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
mengkondisikan siswa dapat mempertukarkan ide-ide atau gagasan-gagasannya,
berpikir kritis, dan bekerja dalam tim. Menurut Kyllen (1998), pembelajaran
kooperatif dapat mengubah pola interaksi siswa sehingga siswa dapat
berkomusikasi secara verbal yang diyakini berkorelasi secara positif dengan
peningkatan prestasi belajar siswa.
Melalui strategi pemecahan masalah siswa dapat memecahkan masalah
secara terstruktur dan bertahap sehingga diperoleh hasil pemecahan masalah yans
tepat dan cepat. Di samping itu, dengan strategi pemecahan masalah siswa terlatih
untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi permasalahan dengan
cermat sehingga siswa dapat mengembangkan daya nalarnya secara kritis untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Ini sesuai dengan temuan Christensen dan
Martin (1992, dalam Kyllen, 1998) bahwa strategi pemecahan masalah dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan siswa dalam
mengadaptasi situasi pembelajaran yang baru. Tyler (1949, dalam Karlimah, 1999)
berpendapat bahwa pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah akan
dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Hanson dan Wolfskill (2000)
menyatakan bahwa pemecahan masalah melalui kerja tim dapat meningkatkan
keterampilan siswa dalam berpikir kritis, mengurangi miskonsepsi, mencari
informasi dan mengkonstruksi pemahaman secara aktif serta terampil memberikan
alasan tingkat tinggi.
4. Penutup
Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh pada penelitian tindakan kelas
ini, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar dan keterampilan berpikir kritis
siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan pembelajaran kooperatif dengan
strategi pemecahan masalah. Siswa menyambut dengan sangat positif
pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah yang diterapkan dan
mereka berharap agar pembelajaran ini dapat dilanjutkan untuk mengajarkan
konsep-konsep kimia yang lain. Dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan
bahwa bagi guru-guru yang menghadapi permasalahan sejenis dapat menggunakan
pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Heller, P., Keith, R., and Anderson, S. 1992. Teaching Problem Solving through
Cooperative Grouping . Part 1: Group versus Individual Problem Solving.
American Association of Physics Teachers 60 (7) : 627-636.
Karlimah. 1999. Pembelajaran Konsep Benda melalui Model Siklus Belajar untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Konservasi Kuantitas dan Berat
Siswa Kelas III SD. Tesis. Tidak Dipuplikasikan. Program Pasca Sarjana
IKIP Bandung.
Kemmis, S. and McTaggart, R., 2000. The Action Research Planner. 3rd Edition.
Victoria : Deakin University Press.
Splitter, L. J. 1991. Critical Thinking : What, Why, When, and How. Educational
Philosophy and Teory 23 (1). 89-109.
Suastra, I W., Sadia, I W., Wirta., I M., Santyasa, I W., Lidyastuti, N. M. D., Reta,
N., dan Sarini, K. 1998. Pengembangan Strategi Perubahan Konseptual
(Conceptual Change) dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama. Laporan Penelitian. Proyek PGSM.
Towns, M. H., Kreke, K., and Fields, Amanda. 2000. An Action Research Project :
Student Perspectives on Small-Group Learning in Chemistry. Journal of
Chemical Educatiuon 77 (1) : 111-115.