KIMIA PANGAN
Senyawa Alkaloid Atropin pada Bahan Pertanian
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kimia Pangan yang
diampu oleh Siti Mujdalipah, S.Tp.
oleh :
Kelompok 10
Arifa Novianty E.P. 1302000
Naila Fauzia F. 1307342
Olin Marlina 1304930
Yanni Handayani 1306681
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Senyawa kimia terutama senyawa organik hasil metabolisme dapat dibagi
dua yaitu yang pertama senyawa hasil metabolisme primer, contohnya
karbohidrat, protein, lemak, asam nukleat, dan enzim. Senyawa kedua adalah
senyawa hasil metabolisme sekunder, contohnya terpenoid, steroid, alkaloid dan
flavonoid.
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar
alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil
dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit. Pengertian lain
Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali
dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul
senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam
dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan.
Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat
penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik
lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf. Selain itu ada beberapa pengecualian,
dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N (Nitrogen) nya terdapat di dalam
rantai lurus atau alifatis.
Salah satu jenis senyawa alkaloid yang penting dalam dunia farmakolohi
yaitu senyawa atropin yang dapat berfungsi sebagai senyawa aktif dalam obat-
obatan. Senyawa alkaloid jenis ini banyak ditemukan dalm bahan pertanian yaitu
jenis tanaman yang dapat diambil dengan cara isolasi. Oleh karena itu, kita perlu
mengetahui bagaimana karakteristik dan teknik isolasi serta analisis untuk
mengetahui kadar senyawa alkaloid tersebut dalam bahan pertanian.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat senyawa alkaloid atropin?
2. Bagaimana cara/teknik isolasi senyawa alkaloid atropin dalam bahan
pertanian?
3. Bagaimana cara analisis kadar senyawa alkaloid atropin dalam bahan
pertanian?
C. Tujuan
1. Mengetahui sifat senyawa alkaloid atropin.
2. Mengetahui cara/teknik isolasi senyawa alkaloid atropin dalam bahan
pertanian.
3. Mengetahui cara analisis kadar senyawa alkaloid atropin dalam bahan
pertanian.
2
BAB II
ISI
3
kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi
dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian
antikolinesterase. (Achmad, 1986)
Mekanisme kerja Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor
muskarinik secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh
atropine dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis
muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya
kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan pada reseptor
muskarinik adalah mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil
siklase yang di akibatkan oleh asetilkolin atau antagonis muskarinik lainnya.
(Jay dan Kirana, 2002)
Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan
syaraf pusat, merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak,
menghilangkan tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi bronkus, pada
dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih
lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek
atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas,
atropin dapat mengurangi sekresi hidung, mulut dan bronkus. Efek atropin
pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu atropin tidak
mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan
menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin
sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung,
sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan
sehingga menyebabkan retensi urin (Hidayat, 2005)
Nama & Struktur Kimia (Sinonim) atropin adalah Atropine sulfate; a-
(Hydroxymethyl)benzeneacetic acid 8-mehtyl-8-azabicyclo(3.2.1)oct-3-yl
ester tropine topate, d,l- hyosciamine. C17H23NO31/2H2O4S. Kelarutannya
: 1 g larut dalam 400 ml air,50 ml air panas,3 ml etanol,60 ml eter dan dalam 1
ml kloroform. Atropin sulfat mudah larut dalam air.
4
Gambar 1. Struktur Senyawa Alkaloid Atropin
Fitokimia
Atropin adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak di temukan
pada famili solanaceae salah satunya adalah kecubung (datura metel
linn).Kecubung (Datura metel linn) merupakan tumbuhan C3. PadaDatura
metel, fiksasi karbon awal terjadi melalui rubisco, enzim siklus Calvin yang
menambahkan CO2 pada ribulosa bisfosfat. Disebut tumbuhan C3 karena
produk fiksasi karbon organik pertama adalah senyawa berkarbon tiga, 3-
fosfogliserat. Pada tanaman ini banyak mengandung alkaloid salah satunya
adalah atropin. (Fahn, 1995).
Atropin yang di peroleh pada tanaman kecubung (datura metel,linn)
termasuk dalam metabolit sekunder jenis alkaloid. Alkaloid adalah senyawa
basa nitrogen organik yang terdapat dalam tumbuhan. Kebanyakan alkaloid
menunjukkan aktivitas fisiologis tertentu sehingga metabolit sekunder ini
banyak di gunakan sebagai obat.(robinson, 1991)
Pada umumnya alkaloid mengandung satu atom nitrogen, akan tetapi
beberapa alkaloid (misalnya ergometrin,fisostigmin,kafein) mempunyai lebih
dari satu nitrogen dalam molekulnya. Atom nitrogen dapat sebagai amin
primer (RNH),amin sekunder (RNH),amin tersier (R3N),senyawa amonium
kuartener (R4NX). (Mursidy, 1989)
5
Biosintesis dari atropin adalah ornithine disatukan
secara stereospesifik membentuk cincin pyrrolidine. Sisa 3 atom C diperoleh
dr asetat menghasilkan separuh piperidine. Metilasi via transmetilasi S-
adenosilmetionin menyempurnakan inti tropin (Mannito, 1981).Fenilalanin
merupakan prekursor tropic acid. Rantai samping fenilalanin mengalami
penataan ulang intramolekuler selama proses konversi.Esterifikasi tropic acid
dengan tropine menghasilkan atropin danhyoscyamine. (harbert, 1995)
Botani
Senyawa atropin ini dihasilkan dari tanaman kecubung (datura
metel,linn.) yang mempunyai taksonomi tanaman sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Datura
Spesies : Datura metel
Sinonim : Datura fastuosa, Linn. D. alba, Ness. D. fastuosa, Linn. Var
alba C.B.Clarke. Daturae folium, Hindu datura, Datura
sauveolens, Datura stramonium, Hyoscyamus niger,Black
Henbane, Devil's Trumpet, Metel, Downy Thorn-Apple.
Nama Lokal : Kecubung (Jawa, Sunda), Kacobhung (Madura), Bemebe
(Madura), Bulutube (Gorontalo), Taruapalo (Seram),
Tampong-tampong (Bugis), Kecubu (Halmahera, Ternate),
Padura (Tidore), Karontungan, Tahuntungan (Minahasa).
Nama Melayu : Kechubung, Terung pengar, Terung pungak. (steenis, 1982)
6
B. Teknik Isolasi Senyawa Alkaloid Atropin
Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair
(Ditjen POM, 2000). Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari
campurannya dengan menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang
diperoleh dengan cara ekstrasi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu
dan menggunakan medium pengekstraksi yang tertentu pula (Goeswin, 2007).
Prosedur ekstraksi mengacu pada penelitian Guswenrivo et al. (2005)
dan Prianto et al. (2005) ), daun Kecubung dikeringkan lalu dihancurkan
menjadi serbuk dengan ukuran 40 mesh. Selanjutnya ditimbang 250 gram
serbuk daun serta 150 gram daun Kecubung lalu diekstrak menggunakan n-
Hexana selama 24 jam pada temperatur kamar. Banyaknya pelarut organik
yang dipergunakan adalah 6:1 terhadap berat contoh serbuk Kecubung.
Residu dari ekstrak dengan n-hexana, dipergunakan kembali untuk diekstrak
dengan menggunakan pelarut etil asetat, aseton, dan metanol secara
bergantian dengan cara yang sama. Hasil masing-masing ekstrak dievaporasi
pada temperatur lebih kurang 40C sampai kering.
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut :
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat
aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat
aktif yang ada di dalam dengan di luar sel maka larutan yang terpekat didesak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar dan di dalam sel. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
pertama, dan seterusnya (Ditjen POM, 1986).
7
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses
terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perkolasi
sebenarnya(penetesan/ penampungan ekstrak), terus-menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
c. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna.
d. Soklet
Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
e. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan
lemah, yaitu pada suhu 40-50 C. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Daya melarutkan
cairan penyari akan meningkat sehingga pemanasan tersebut mempunyai
pengaruh yang sama dengan pengadukan (Ditjen POM, 1986).
f. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96-98C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
g. Dekok
Dekok adalah penyarian menggunakan simplisia dengan
perbandingan dan derajat kehalusan tertentu. Cairan penyari air digunakan
pada suhu 90-95C selama 30 menit (Goeswin, A., 2007).
8
C. Cara Analisis Kadar Atropin
Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif ini digunakan untuk mengidentifikasi atropin, metode
yang di gunakan dalam analisis kualitatif ini adalah sebagai berikut :
1. Reaksi warna : dengan pereaksi vitali memberikan warna ungu
2. Reaksi kristal : dengan asam pikrat memberikan kristal pipih, titik
lebur 175-176
3. Kromatografi lapis tipis, rf = 0,18 (SI)
4. Spektrum uv : dalam asam sulfat 0,1 N, serapan maksimum 252,258,
dan 264 nm.
5. Spektra infra merah : pelet KBr : bilangan gelombang : 1035, 1153,
dan 1720 cm-1
9
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif di gunakan untuk mengetahui kadar atropin,
metode yang di gunakan dalam analisis kuantitatif ini adalah sebagai berikut :
1. Titrasi Bebas Air
Atropin biasanya terdapat sebagai atropin sulfat yang dapat di titrasi dalam
lingkungan bebas air. Prosedur :
Timbang seksama cuplikan yang mengandung lebih kurang 200 mg
atropin sulfat, larutkan dalam 10 ml air. Tambahkan 4 ml larutan natrium
karbonat, sari berurut-turut dengan 20, 10, 10, dan 10 ml kloroform.
Saring kumpulkan sari kloroform, uapkan di atas tangkas air hingga
kering. Larutkan sisa pengeringan dalam 40 ml asam asetat glasial,
tambahkan 10 ml dioksan, titrasi dengan larutan baku asam perklorat 0,1
N menggunakan indikator kristal violet. Tiap ml asam perklorat 0,1 N
setara dengan 33,84 mg atropin sulfat.
2. Gravimetri
Atropin dapat di endapkan dengan asam silikowolframat memberikan
endapan SiO2.12WO2. 4 atropin. 2H2O, kalau endapan di keringkan pada
105. Prosedur penetapan sama seperti pada koniin. Kadar atropin di
hitung dengan menggunakan faktor 0,1936.
3. Argentometri
Selain cara titrasi dengan air, atropin dapat di tetapkan secara
argentometri tak langsung. Pada metode ini atropin di endapkan dengan
garam Reineckate, kemudian ion rodanit yang di bebaskan dari endapan,
di titrasi dengan larutan baku perak nitrat. Prosedur :
Suatu cuplikan yang di timbang seksama mengandung lebih kurang 6
mg atropin sulfat di larutkan dalam 2 ml HCL 0,1 N dan 3 ml air.
Tambahkan 5 ml larutan amoniak reineckate 2 %, biarkan dalam air es
selama 30 menit. Endapan di cuci dengan 20 ml air es kemudian di
larutkan dalam aseton dan kertas saring di cuci dengan 40 ml air. Ke
dalam gabungan filtrat tambahkan 1 ml larutan fehling B, didihkan selama
10 menit, kemudian dinginkan. Tambahkan 20 ml asam nitrat kemudian 5
ml 0,1 N larutan baku AgNo3. Setelah di aduk kelebihan baku AgNo3 di
10
titrasi dengan baku tiosianat menggunakan indikator tawas besi. Tiap ml
0,1 N AgNo3 setara dengan 8,46 mg atropin. (mursidi,1989)
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atropin merupakan salah satu senyawa alkaloid yang terdapat dalam
bahan pertanian yaitu tanaman, yang memiliki sifat farmakologi sehingga
dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi. Senyawa ini dapat dipisahkan/
isolasi dengan berbagai cara salah satunya yaitu ekstraksi, dan kadarnya dapat
dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
B. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai manfaat dari
senyawa alkaloid atropin ini sehingga kegunaannya dapat lebih berkembang
terutama di bidang farmasi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Amrun Hidayat. M. 2005. Alkaloid Turunan Triptofan. (di akses tanggal 8 juni
2009). http//www.wikipedia.com/turunan-triptofan.html
Anonim. 1985. Tanaman obat Indonesia jilid II. Depkes RI. Jakarta.
Sri widayati. 1992. Skrining fitokimia dan penetapan kadar alkaloid total daun
kecubung (datura metel linn) dengan pengeringan lazim pada saat
berbunga. Skripsi. FF UGM. Yogyakarta.
13