Anda di halaman 1dari 16

OTITIS MEDIA

PENDAHULUAN

Otitis media merupakan suatu kondisi inflamasi pada telinga tengah yang
disebabkan oleh disfungsi saluran eustachia yang menyebabkan terjadinya penumpukan
cairan di dalam telinga tengah. Otitis media akut biasa terjadi berhubungan dengan
infeksi saluran pernafasan atas dan rhinosinusitis kronik, yang memicu disfungsi tuba
eustachius. Otitis media biasa terjadi pada anak kecil yang memiliki struktur anatomis
tuba eustachius yang berbeda dengan orang dewasa dan sistem imun yang lebih lemah.
Orang dewasa juga dapat terjangkit oriris medoa larena faktor lingkungan dan kebersihan
yang meningkatkan faktor risiko.1

Karena otitis media akut merupakan suatu gejala yang dipicu oleh infeksi saluran
pernafasan atas dan rhinosinusitis, maka tidak jarang kasusnya dijumpai di pusat
pelayanan kesehatan, terutama puskesmas. Studi melaporkan di Amerika Serikat, 70%
anak berusia dua tahun menderita satu atau lebih otitis media akut. Studi di Pittsburgh
yang memantau anak di dalam dan luar kota dalam dua tahun kehidupannya
menunjukkan bahwa insiden terjadinya episode efusi telinga tengah diperkirakan
mencapai 48% pada usia enam bulan, 79% pada usia satu tahun, dan 91% pada usia dua
tahun. 1

Pada pasien dengan OMA, apabila tidak mendapat penanganan yang baik akan
mengakibatkan komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling berbahaya adalah
penjalaran penyakit kearah intrakranial seperti meningitis, karena dapat menyebabkan
kematian. Sedangkan gangguan pendengaran akibat OMA dapat memberikan kesulitan,
misalnya sulit dalam mencari pekerjaan, kesulitan dalam berkomunikasi dan kesulitan
dalam belajar. Oleh karena itu penanganan penyakit yang dilakukan sedini mengkin akan
dapat mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.1 Untuk mencegah
terjadinya komplikasi di atas diperlukan pengetahuan mengenai OMA, terutama gejala
klinis, dan penatalaksaannya.
PEMBAHASAN
Anatomi Telinga
Telinga dibagi atas telinga telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Gambar 1. Gambaran Telinga Secara Keseluruhan

1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5-3 cm.2
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.2
Gambar 2. Telinga Luar

2. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus
mastoideus dan tuba Eustachius.3,4 Membran timpani merupakan dinding lateral
kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani.
Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka
dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of light).3
Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa
dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih
tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris
anterior (lipatan muka), plika maleolaris posterior (lipatan belakang).3
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap,
lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior. 5
Atap kavum timpani dibentuk oleh tegmen timpani, memisahkan telinga
tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk
oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura
petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan
lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali
hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.5
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga
merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat keatap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani
dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior
kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding anterior
bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang
tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum
berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan
inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan
oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini
terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius.5
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus
dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, saraf
korda timpani dan saraf pleksus timpanikus. 5
Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum
timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui
ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3
depan lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n. timpani
cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang
berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. 3
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga
tengah.3

Gambar 3. Telinga Tengah

3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.2
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ Corti.2
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.2

Gambar 4. Telinga Dalam

Definisi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi. OMA
terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan tuba eustachus
merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius
terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu,
sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan
juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran pernapasan atas. Pada
anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan
terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba
eustachusnya pendek, lebar dan letaknya agak horisontal.2
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau
sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam,
gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran
timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman,
2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan
membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhambat pada
membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore
(Kerschner, 2007).

Epidemiologi
Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media pada anak berusia 1 tahun
sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.6
Pada penelitian Zackronik dkk di Arab Saudi tahun 2001 terhadap 112 pasien
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami
otitis media akut dan 8% sinusitis. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami
minimal satu episode sebelum usia 10 tahun. Insiden OMA tertinggi terjadi pada usia
2 tahun pertama kehidupan dan yang kedua pada waktu berusia 5 tahun bersamaan
dengan anak masuk sekolah (Abidin,2008). 6
Puncak usia anak mengalami OMA didapatkan pada pertengahan tahun pertama
sekolah, di Swedia didapatkan 16.611 anak penderita OMA dan didapatkan anak usia
7 tahun dengan prevalensi terbanyak. Risiko kekambuhan otitis media terjadi karena
beberapa faktor, antara lain usia <5 tahun, otitis prone (pasien yang mengalami otitis
pertama kali pada usia <6 bulan terakhir), infeksi pernafasan, perokok, dan laki-laki
(Abidin, 2008; Cassellbrent, 2005). 6
Etiologi
Kuman penyebab utama pada OMA adalah bakteri piogenik, seperti streptokokus
hemolitikus, stafilokokus aureus, pneumokokus. Selain itu, kadang-kadang ditemukan
juga hemofilus influenza, eschericia colli, streptokokus anhemolitikus, proteus
vulgaris dan pseudomonas aurugenosa. Haemofilus influenza sering ditemukan pada
anak yang berusia di bawah 5 tahun. 2

Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih
akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak,
pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel
(bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga
akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi
otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini
berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat,
pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.2
Gambar 5. Patogenesis OMA

Stadium2
o STADIUM OKLUSI TUBA EUSTACHIUS
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran retraksi membrane timpani akibat
terjadinya tekanan negative didalam telinga tengah, akibat absorbs udara. Kadang-kadang
membrane timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna kerut pucat. Efusi
mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis
media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

o STADIUM HIPEREMIS
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani
atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edem. Secret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
o STADIUM SUPURASI
Edema yang terlihat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial,
sehingga terbentuknya eksudat yang purulent di kavum timpani, menyebabkan membrane
timpani menonjol (bulging) kearah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri
ditelinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat
tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis
mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan. Ditempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak
dilakukan insisi membrane timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar
membrane timpani akan rupture dan nanah keluar dari liang telinga luar. Dengan melakukan
miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi rupture, maka
lubang tempat rupture (perforasi) tidak mungkin menutup kembali.

o STADIUM PERFORASI
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman
yang tinggi, maka akan terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu
badab turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut
stadium perforasi.
o STADIUM RESOLUSI
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka secret akan berkurang dan akhirnya
kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanda pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan
secret yang keluar terus menerus atau hiang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa
(sequele) berupa otitis media serosa bila secret menetap di cavum timpani tanpa terjadinya
perforasi.
Diagnosis
o Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan yang bergantung pada stadium OMA yang
terjadi. Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan
demam serta ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Anak juga gelisah, sulit
tidur, tiba- tiba menjerit waktu tidur, bila demam tinggi sering diikuti diare
dan kejang- kejang. Kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Pada
stadium supurasi pasien tampak sangat sakit, dan demam, serta rasa nyeri di
telinga bertambah hebat. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret
mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun, dan anak tertidur tenang. Orang
tua pasien juga akan mengeluh melihat bercak kuning pada bantal pasien.
Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran dan rasa penuh dalam telinga.2

o Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan demam. Lalu untuk menegakkan
diagnosis, diperlukan pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat
kondisi membran timpani. Dari pemeriksaan membran timpani tersebut
diperoleh hasil sebagai berikut.
Pada stadium oklusi tuba Eustachius terdapat gambaran retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena
adanya absorpsi udara. Membran timpani terlihat suram dengan refleks cahaya
menghilang. Efusi mungkin telah terjadi, tapi tidak dapat dideteksi. Stadium
ini sulit dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau
alergi. Pada stadium hiperemis membran timpani tampak hiperemis serta
edema. Pada stadium supurasi membran timpani menonjol ke arah luar
(bulging) berwarna kekuningan. Pada stadium perforasi terjadi ruptur
membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Pada stadium resolusi bila membran timpani tetap utuh, maka
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila telah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan mengering.
Penatalaksanaan

Selain farmakoterapi, yang terpenting adalah dengan asupan gizi yang


baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian farmakoterapi dapat
diberikan dalam bentuk topikal maupun oral sesuai dengan stadium OMA,
sebagai berikut.7

1. Topikal

Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali


tuba eustachius. Obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% (atau oksimetazolin
0,025%) diberikan dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12
tahun dan HCl efedrin 1% (atau oksimetazolin 0,05%) dalam larutan
fisiologik untuk anak yang berumur lebih dari 12 tahun atau dewasa.

Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5
hari, dilanjutkan antibiotik adekuat yang tidak ototoksik seperti ofloxacin
tetes telinga sampai 3 minggu.

2. Oral sistemik

Dapat diberikan antihistamin bila ada tanda-tanda alergi.

Antipiretik seperti paracetamol sesuai dosis anak.

Antibiotik yang diberikan pada stadium oklusi dan hiperemis ialah


penisilin atau eritromisin, selama 10-14 hari:

1. Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari


atau

2. Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari


atau

3. Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari

4. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam


klavulanat atau sefalosporin.

Pada stadium supurasi dilakukan miringotomi (kasus rujukan) dan


pemberian antibiotik. Antibiotik yang diberikan:
1. Amoxyciline: Dewasa 3x500 mg/hari. Pada bayi/anak
50mg/kgBB/hari; atau

2. Erythromycine: Dewasa/ anak sama dengan dosis amoxyciline;atau

3. Cotrimoxazole: (kombinasi trimethroprim 80 mg dan


sulfamethoxazole 400 mg tablet) untuk dewasa 2x2 tablet, anak
(trimethroprim 40 mg dan sulfamethoxazole 200 mg) suspensi 2x5 ml.

4. Jika kuman sudah resisten (infeksi berulang): kombinasi amoxyciline


dan asam klavulanat, dewasa 3x625 mg/hari. Pada bayi/anak, dosis
disesuaikan dengan BB dan usia.

3. Miringotomi (kasus rujukan). Indikasi miringotomi pada anak dengan OMA


adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan
terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali
terapi antibiotik pada satu episode OMA.

Setelah pengobatan dengan farmakoterapi, diperlukan juga konseling dan


edukasi bagi keluarga pasien, yaitu:7

1. Memberitahu keluarga bahwa pengobatan harus adekuat agar membran


timpani dapat kembali normal.

2. Memberitahu keluarga untuk mencegah infeksi saluran napas atas (ISPA)


pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA denganpengobatan adekuat.

3. Memberitahu keluarga untuk menganjurkan pemberian ASI minimal


enam bulan sampai dengan 2 tahun.

4. Menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok dan lain-lain.

Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses
sub-periosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak.
Namun, sekarang setelah adanya antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya
didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK jika perforasi menetap dan sekret tetap
keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan.2
Komplikasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu intra temporal dan intra kranial.4

Prognosis
Prognosis quo ad fungsionam dan sanationam adalah dubia ad bonam jika
pengobatan adekuat. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah,
maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi
OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau
hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa
bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.7

KESIMPULAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian
mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang
berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam
telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari
infeksi saluran napas atas yang berulang, yang biasa terjadi pada anak karena bentuk tuba
eustachii anak yang lebih pendek, lebar, dan mendatar.

Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat, tanda-tanda
efusi telinga tengah yang dibuktikan dengan memperhatikan tanda mengembangnya
membran timpani, terbatas/tidak adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan
cairan di belakang membran timpani, cairan yang keluar dari telinga, tanda-tanda
peradangan telinga bagian tengah, kemerahan pada membran timpani dan nyeri telinga
yang mengganggu tidur dan aktivitas normal. Visualisasi dari membran timpani dengan
identifikasi dari perubahan dan inflamasi, serta pemeriksaan dengan otoskop yang
menunjukkan adanya peradangan yang terkait dengan stadium OMA.
Penatalaksanaan OMA pada prinsipnya adalah dengan medikamentosa yang
diberikan sesuai dengan stadiumnya, yaitu antibiotika dan parasentesis untuk
menghindari perforasi spontan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gelfand SA. Essentials of Audiology, 3rd ed. New York: Thieme Medical
Publisher, Inc;2009.
2. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga,
Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ketujuh. Jakarta FKUI, 2012: 10-14,
65-74.
3. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI, 2001. h. 49-62
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available
from URL: http://www.pediatrics.org
6. Epidemiology of acute otitis media. Available at : http: // www.ncbi.nlm.nih.gov /
pubmed/ 2732519
7. Departemen Kesehatan RI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan. 2014.

Anda mungkin juga menyukai