Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan

jantung dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun hipertensi

adalah keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah

diatas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan

diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan berlebihan ini megakibatkan volume

darah meningkat dan saluran darah menyempit sehingga jantung memompa

lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi ke setiap sel didalam tubuh

(Wijoyo, 2011).

Hipertensi adalah apabila seseorang memilik tekanan darah mencapai

140 mmHg (sistolik) atau lebih yang diukur ketika ia sedang duduk dan

tekanan diastolik 90 mmHg atau lebihi. Seseorang dapat juga dikategorikan

hipertensi jika tekanan darahnya sekitar 160/90 mmHg yang diukur

sebanyak tiga kali pengukuran dan tekanan darah tersebut bertahan selama

dua bulan (Ridwan, 2011).

Definisi umum hipertensi adalah apabila tekanan sistolik (SBP)

adalah 140 mm Hg atau lebih, atau tekanan diastolik adalah 90 mm Hg atau

lebih, atau pun kombinasi keduanya. Artinya, tekanan dalam pembuluh

darah secara konsisten berada diatas normal. Hipertensi terjadi bila diameter

arteri berkurang atau bila volume darah yang melalui arteri meningkat.

13
14

Hipertensi sering merupakan gejala yang menyertai penyakit jantung, ginjal,

dan ketidakseimbangan hormon.

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah pada usia dewasa (18 tahun) menurut
The Joint National Committee (JNC) VI.
Tekanan Darah (mm Hg)
Kategori
Sistolik Diastolik
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-tinggi 130 139 85 89
Hipertensi
Stage 1 140 159 90 99
Stage 2 160 179 100 109
Stage 3 180 110
Sumber: Ridwan (2011).

2.1.2 Klasifikasi

1. Hipertensi Primer (essensial)

Hipertensi primer merupakan suatu kondisi tekanan darah tinggi

yang tidak diketahui penyebab terjadinya atau tanda-tanda kelainan

organ didalam tubuh. Hipertensi primer atau idiopatik sejauh ini

merupakan jenis yang paling umum dari hipertensi. Hipertensi ini

menyumbang lebih dari 90% dari semua kasus hipertensi (Ridwan,

2011).

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat

diketahui atau hipertensi yang terjadi sebagai akibat dari adanya

penyakit lain. Hipertensi sekunder lebih buruk prognosisnya

dibandingkan hipertensi primer dan perlu penanganan secara tepat

(Ridwan, 2011).
15

2.1.3 Etiologi

1. Hipertensi Primer (essensial)

Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada usia antara 25-55

tahun, sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan.

Patogenesis hipertensi essensial adalah multifaktorial. Faktor-faktor

yang terlibat dalam patogenesis hipertensi essensial antara lain faktor

genetik, hipertaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin,

defek natriuresis, natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi

alkohol secara berlebihan, obesitas, stress, kehidupan sedentar atau

kurang gerak (Ridwan, 2011).

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik.

Hipertensi sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat

muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu

dengan hipertensi pertama kali pada usia diatas 50 tahun atau yang

sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang

diberikan mungkin mengalami hipertensi sekunder. Penyebab

hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal,

hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan sindroma

chusing, feokromsitoma, koartasio aorta,kehamilan, serta penggunaan

obat-obatan (Ridwan, 2011).


16

2.1.4 Faktor Resiko Hipertensi

Menurut Ridwan (2011), faktor risiko yang dapat menimbulkan

hipertensi adalah sebagai berikut :

1) Riwayat Kesehatan Keluarga (genetik)

Secara genetik, hipertensi memiliki hubungan yang signifikan

dengan gen-gen pemicu hipertensi yang terdapat dalam krosom

manusia. Sekalipun gen-gen hipertensi belum bisa diidentifikasi

secara akurat namun faktor-faktor genetik yang terdapat dalam gen

manusia sangat mempengaruhi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

Mekanisme ini sangat membantu dalam pengaturan tekanan darah

melalui pengontrolan keseimbangan garam serta kelenturan dari arteri.

2) Ras

Ras afro atau African-American memiliki tekanan darah yang

cukup tinggi dibandingkan dengan ras caucasian (kulit putih). Mereka

juga cenderung sensitif terhadap natrium. Umumnya, hipertensi

menyerang mereka di usia muda. Oleh karena itu, mereka berisiko

tinggi terhadap penyakit jantung, stroke, dan ginjal. Temuan ini

mengindikasikan bahwa hipertensi menjadi epidemik pada populasi

orang Afrika-Amerika. Menurut data sekitar 1/3 orang kulit hitam

berusia antara 18-49 tahun dan 2/3 yang berusia diatas 50 tahun

menderita hipertensi.

3) Kelebihan Berat Badan

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah

pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Kelebihan lemak


17

tubuh dapat meningkatkan volume plasma, menyempitkan pembuluh

darah, dan memacu jantung untuk bekerja lebih berat. Perubahan

fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan

dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan

hiperinsulinemia, aktivasi syaraf simpatis dan sistem renin-

angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi

energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretic potensial

menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan

darah secara terus menerus. Penurunan berat badan resistensi vaskuler,

total volume darah, output kardiak, dan aktivitas sistem syaraf

simpatis, penekanan sistem renin-angiotensin dan meningkatkan

resistensi insulin.

4) Usia

Bagi kebanyakan orang, peningkatan tekanan darah terjadi

seiring dengan bertambahnya usia. Bagi kaum pria, hal ini terjadi

lebih cepat dari pada kaum wanita. Pria cenderung memiliki tekanan

darah tinggi saat usia 45-50 tahun, sedangkan wanita cenderung

mengalami hipertensi setelah 7-10 tahun setelah menopause. Seorang

perempuan relatif terlindungi dari penyakit kardiovaskuler seperti

hipertensi karena kandungan hormon estrogen. Kondisi ini akan

berbalik ketika seorang perempuan memasuki usia meopause dimana

terjadi penurunan kadar estrogen.


18

5) Sensitif Terhadap Natrium/Sodium

Studi di Fakultas Kedokteran (Indiana, 2010) menunjukkan

bahwa ada golongan orang yang sensitif terhadap natrium, sehingga

tekanan darahnya meningkat apabila mengkonsumsi diet tinggi

natrium. Akan tetapi tidak ada standar sensitif natrium. Studi lainnya

menunjukkan bahwa 30% orang Amerika yang menderita hipertensi

disebabkan oleh tingginya konsumsi natrium. Oleh karena itu,

National Research Washington menganjurkan bahwa kebutuhan

minimal Natrium adalah 500 mg dan konsumsi maksimalnya adalah

2400 mg. Terjadinya hipertensi karena konsumsi natrium juga

mungkin dipengaruhi oleh genetik individu dan kerusakan fisiologis.

Individu yang peka terhadap hipertensi mempunyai risiko tinggi jika

mengkonsumsi natrium berlebihan. Orang yang ginjalnya tidak dapat

berfungsi normal juga lebih sensitif terhadap natrium sebab ginjal

tidak dapat mengekskresikan natrium ke urin dalam jumlah normal

(Anonimous, 2011).

6) Rokok

Merokok dapat merusak pembuluh darah, arteri menyempit dan

lapisannya menjadi tebal dan kasar. Hal ini dapat memperberat kerja

jantung sehingga mendorong naiknya tekanan darah (Beavers, 2008).

7) Alkohol

Konsumsi lebih dari 250 ml alkohol sehari dapat meningkatkan

tekanan darah, melemahkan otot jantung, serta menyebabkan

kegemukan. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan


19

kolesterol dalam darah. Kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan

timbunan lemak (atheroma) pada lapisan arteri dan berkembang lebih

cepat dari pada normalnya, sehingga semakin menpersempit arteri

atau atherosklerosis (Beavers, 2008) .

8) Diabetes dan Dislipidemia

Kedua penyakit ini dapat mempercepat terjadinya

atherosklerosis dan meningkatkan tekanan darah. Hipertensi lebih

banyak terjadi pada penderita diabetes dari pada yang lainnya

(Beavers, 2008).

2.1.5 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke korda

spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di

toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.

Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepineprin, meskipun

tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.


20

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula

adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks

adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan

renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi (Smeltzer, 2007).

2.1.6 Tanda dan gejala

Menurut Sudoyo (2009), pada tahap awal, seperti hipertensi pada

umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila simptomatik, maka

biasanya disebabkan oleh :

1) Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa

melayang (dizzy) dan impoten.

2) Penyakit jantung/hipertensi vaskuler seperti cepat lelah, sesak napas,

sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki

atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria,

pandangan kabur karena perdarahan retina, transient cerebral

ischemic.
21

3) Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder : polidipsi, poliuria,

dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan BB

dengan emosi yang labil pada sindrom Chusing. Feokromositoma

dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan

rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).

2.1.7 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum,

memperhatikan keadaan khusus seperti: chusing, feokromositoma,

perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas dibanding bawah sering

ditemukan pada koartasio aorta. Pengukuran tekanan darah di lengan kiri

dan kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith-

Wagener-Barker sangat berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan

auskultasi arteri karotis untuk menilai stenosis atau oklusi.

Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan

untuk menilai HVK (hipertropi ventrikel kiri) dan tanda-tanda gagal

jantung. Impuls aspek yang prominen. Bunyi jantung S2 yang meningkat

akibat kerasnya penutupan aorta. Kadang ditemukan murmur diastolic

akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat

ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3

(gallop ventrikel atau protodiatolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolik

ventrikel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventrikel kiri. Bila S3 dan S4

ditemukan bersama disebut summation gallop.

Paru perlu diperhatikan apakah ada suara napas tambahan seperti

ronki basah atau ronki kering/mengi. Pemeriksaan perut ditujukan untuk


22

mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal dan asites. Auskultasi

bising sekitar kiri kanan umbilikus (renal arteri stenosis). Arteri radialis,

arteri femoralis dan arteri dorsalis pedia harus diraba. Tekanan darah

dibetis harus diukur minimal sekali pada hipertensi umur muda kurang dari

30 tahun. (Sudoyo, 2009).

2.1.8 Pengobatan

pengobatan hipertensi dalam Beavers (2008) terbagi atas tujuh

kategori utama seperti berikut :

1) Thiazide Diuretik

Obat-obatan golongan ini bekerja dengan membuka pembuluh

darah yang dapat menurunkan tekanan darah. Bekerja membantu

ginjal membuang garam dan air dalam bentuk urine, sehingga sedikit

menurunkan volume sirkulasi darah dan mengalihkan sebagian

tekanan ke luar sistim. Obat-obatan golongan ini misalnya:

chlorothiaziade, hidrochlorothiaziade (HCT), xipamide, metolazone,

indapamide, mefuside dan sebagainya.

2) Beta-Blocker

Obata-obatan ini bekerja dengan menghambat kerja noradrenalin,

yang bersama dengan zat kimia lainnya yang disebut adrenalin, yang

mempersiapkan tubuh untuk menghadapi situasi yang gawat. Zat-zat

kimiawi yang sangat kuat ini membuka pembuluh darah dan

mempersempit sebagian lainnya, mengatur aliran darah ke organ-

organ vital seperti jantung. Obat-obatan golongan ini misalnya


23

pindolol, nadolol, timolol maleat, metoprolol tartrate, sitalol

hidrocloride.

3) Penghambat Saluran Kalsium

Obat ini dikenal sebagai antagonis kalsium bekerja dengan

menghambat kerja kalsium dalam otot halus pada dinding arteriol.

Penyempitan otot halus, yang sebagian disebabkan oleh kalsium,

mempersempit pembuluh darah yang kemudian menyebabkan

terjadinya hipertensi. Dengan menghambat kerja kalsium dapat

membuka pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah. Obat-

obatan golongan ini misalnya felodipin, nifedipin, lasidipin, isadipin,

nisoldipin.

4) Penghambat ACE

Penghambat ACE (Angiotensin-Converting Enzyme) bekerja

dengan mencegah aktivasi kerja hormon angiotensin II dari dua

perintisnya, yakni renin dan agiotensin I. Karena angiotensin II

mempersempit pembuluh darah, penghambat ACE secara efektif

membukanya kembali sehingga menurunkan tekanan darah. Obat-

obatan golongan ini misalnya captopril, lisinopril, posinopril,

cilazapril, trandolapril.

5) Alpha-Blocker

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja adrenalin pada otot-

otot yang menyusun dinding-dinding pembuluh darah. Adarenalin

menyebabkan pembuluh darah menyempit dan meningkatkan tekanan

darah. Dengan menghambat reseptor ini dapat membuat pembuluh


24

darah rileks dan menurunkan tekanan darah. Obat-obatan golongan ini

misalnya digoksin, doxazosin, terazosin, prazoksin.

6) Obat Yang Bekerja Terpusat

Obat ini bekerja pada bagian otak yang mengendalikan tekanan

darah. Obat-obatan golongan ini misalnya clonidin hydroclorin,

metildopa, moxonidin.

7) Angiotensin

Obat ini bekerja dengan cara hampir sama dengan penghambat

ACE, tetapi lebih dengan menghambat reseptor angiotensin II dari

pada menghambat aktivasi angiotensin II. Obat-obatan golongan ini

misalnya canderastan cilexetil, irbesertan, losartan potasium, valsaltar.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah :

1) Laboratorium :

a) Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, dan silinder.

b) Hemoglobin/hematokrit.

c) Elektrolit darah: kalium, kalsium fosfor.

d) Gula darah puasa.

e) Kolesterol total: trigliserida, HDL dan LDL.

f) TSH

2) Foto thoraks

3) Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih dini

dan lebih spesifik (spesifikasi sekitar 95-100%). Indikasi

ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah :


25

a) Konfirmasi gangguan jantung atau murmur.

b) Hipertensi pada anak atau remaja.

c) Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat.

d) Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya

(gangguan fungsi diastolik atau sistolik).

4) Ekokardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik

(gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, pseudo-normalatau tipe

restriktif).

2.1.10 Prognosis

Menurut studi penelitian dan kenyataan berdasarkan epidemiologi,

risiko kematian serangan jantung (penyakit jantung) secara langsung

berhubungan dengan tekanan darah tinggi, terutama hipertensi sistolik.

Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi risiko . Kontrol seumur

hidup untuk mempertahankan hipertensi menurunkan risiko komplikasi

seperti serangan jantung dan stroke (Yusri, 2011).


26

2.1.11 Komplikasi

Efek kronis hipertensi dapat menyerang sistem jantung,

serebrovaskuler, mata dan ginjal (Smeltzer, 2007).

Tabel 2.2: Manifestasi Hipertensi Terhadap Organ Target


Sistem Organ Manifestasi
Secara klinis, elektrokardiografis, atau radiologis
memperlihatkan bukti adanya penyakit pada arteri
koroner; hipertrofi pada ventrikel kiri; malfungsi pada
ventrikel kiri atau gagal jantung.
Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus
memompa darah dengan tenaga ekstra keras. Otot
Kardiak (jantung)
jantung akan semakin menebal dan lemah sehingga
kehabisan energi untuk memompa lagi. Parahnya lagi
apabila terjadi penyumbatan pembuluh akibat
aterosklerosis. Gejalanya yaitu pembangkakan pada
pergelangan kaki (swollen ankles), peningkatan berat
badan, dan napas tersengal-sengal.
Serangan ischemic sementara atau stroke.
Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak
mengakibatkan pembuluh darah sulit dilatasi sehingga
aliran darah menuju otak kekurangan oksigen (hipoksia).
Serebrovaskuler Keadaan otak hipoksia ini mengakibatkan serangan yang
disebut stroke. Pembuluh darah di otak juga sangat
sensitif sehingga ketika semakin melemah maka
menimbulkan pendarahan akibat pecahnya pembuluh
darah (stroke haemorrhagic).
Ketiadaan satu atau lebih denyut nadi secara ekstrim
Perifer (selain dorsalis pedis) dengan atau tanpa claudication
yang sebentar-sebentar; aneurysm.
Serum creatinin >130 mcg/L (1,5 mg/dL); proteinuria
(+1 atau lebih); micro-albuminemia.
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah serta
mengeluarkan air dan zat sisa yang tidak diperlukan
Renal tubuh. Ketika tekanan ginjal terlalu tinggi, pembuluh
darah kecil akan rusak. Ginjal juga tidak mampu lagi
menyaring dan mengeluarkan sisa. Umumnya, gejala
kerusakan ginjal tidak segera tampak. Namun jika
dibiarkan, komplikasinya menimbulkan masalah serius.
Pendarahan (haemorrhages) atau penetesan darah,
dengan atau tanpa papilledema. Tekanan darah tinggi
Retinopathy melemahkan bahkan merusak pembuluh darah di
belakang mata. Gejalanya yaitu pandangan kabur dan
berbayang.
Sumber: JNC V, Arch Intern Med 153:149, 1993.
27

2.1.12 Penatalaksanaan

Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah

mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai

dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Smeltzer,

2007).

Modifikasi gaya hidup:

1. Penurunan berat badan


2. Penguranganasupan alkohol
3. Aktivitasa fisik teratur
4. Pengurangan asupan natrium
5. Penghentian rokok

Respon tidak adekuat

1. Lanjutkan modifikasi gaya hidup.


2. Pemilihan farmakologi awal:
a. Diuretik atau penyekat lebih disukai karena terbukti
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
b. ACE inhibitor, kalsium antagonis, reseptor penyebat , dan
penyekat belum pernah diuji maupun dibuktikan
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
c.
Respon tidak adekuat

Naikkan dosis Ganti dengan Tambahkan


atau atau
obat obat lain bahan kedua dari
jenis yang
berbeda

Respon tidak adekuat

Tambahkkan bahan kedua atau ketiga


dan/atau diuretika bila belum diresepkan

Gambar 2.1: Algoritma Penanganan Hipertensi


(Smeltzer, 2007)
28

2.1.13 Penanganan

Penanganan secara farmakologis terdiri atas pemberian obat yang

bersifat diuretik, simpatetik, betabloker, dan vasodilator dengan

memperhatikan tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Penanganan

secara farmakologis dianggap mahal oleh masyarakat, selain itu penanganan

farmakologis juga mempunyai efek samping. Efek samping tersebut

bermacam-macam tergantung dari obat yang digunakan. Sebagai contohnya,

seperti yang telah disebutkan oleh Lyrawati (2008), bahwa efek samping dari

obat Calcium Channel Blocker (CCB) yaitu kemerahan pada wajah, pusing

dan pembengkakan pergelangan kaki karena efek vasodilatasi CCB

dihidropiridin, nyeri abdomen dan mual karena terpengaruh oleh influks ion

kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan

gastrointestinal yaitu konstipasi.

Penanganan non-farmakologis yaitu meliputi penurunan berat badan,

olah raga secara teratur, diet rendah lemak & garam, dan terapi komplementer

(Marlia, 2009). Penanganan secara non-farmakologis sangat diminati oleh

masyarakat karena sangat mudah untuk dipraktekan dan tidak mengeluarkan

biaya yang terlalu banyak. Selain itu, penanganan non-farmakologis juga

tidak memiliki efek samping yang berbahaya tidak seperti penanganan

farmakologis. Sehingga masyarakat lebih menyukai penanganan secara non-

farmakologis dari pada secara farmakologis (Marlia, 2009).

Salah satu dari penanganan non farmakologis dalam menyembuhkan

penyakit hipertensi yaitu terapi komplementer. Terapi komplementer bersifat

terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi


29

nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur,

aromaterapi, terapi bach flower remedy, dan refleksologi (Sustrani, 2005).

Terapi herbal banyak digunakan oleh masyarakat dalam menangani penyakit

hipertensi dikarenakan memiliki efek samping yang sedikit. Jenis obat yang

digunakan dalam terapi herbal yaitu Belimbing (averchoa carambola L).

Anda mungkin juga menyukai