Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
Telinga merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Secara anatomis,
telinga di bagi menjadi telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga
luar menangkap bunyi, menghantarkannya, dan memperkuat serta menentukan
arah datangnya bunyi. Telinga tengah mengubah getaran suara menjadi
gelombang cairan. Kemudian telinga dalam mengubah getaran cairan menjadi
rangsangan saraf.1
Gangguan pada telinga dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya
pendengaran seseorang. Salah satu penyakit pada telinga yang dapat
menyebabkan gangguan tersebut ialah otitis media. Otitis media sendiri
merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Selain itu, otitis media juga
merupakan penyakit infeksi tersering pada anak. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa infeksi ini diperkirakan terjadi pada 25% anak. Infeksi
umumnya terjadi pada dua tahun pertama kehidupan, sedangkan insiden puncak
kedua terjadi pada tahun pertama masa sekolah.2,3
Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis
media non supuratif ( = otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media
musinosa, dan OME). Masing-masing golongan terbagi lagi atas akut dan kronis,
yaitu otitis media supuratif akut ( otitis media akut = OMA) dan otitis media
supuratif kronis (OMSK). Begitu juga dengan otitis media serosa yang terbagi
atas otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronis.1,2,3
Pada tahap OMA, biasanya sebagian kecil masyarakat menganggapnya
sebagai hal biasa. Mereka baru akan mencari pengobatan ketika penyakitnya telah
menjadi OMSK. Perjalanan penyakit dari otitis media akut (OMA) menjadi otitis
media supuratif kronis (OMSK) apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila
prosesnya masih kurang dari 2 bulan maka disebut dengan otitis media supuratif
subakut.2
Oleh karena itu, penulis dalam kepanitarean klinis di bagian THT ingin
mendalami tentang OMA agar dapat memahami ilmu tentang OMA sehingga
dapat memberikan tatalaksana dan edukasi yang baik terhadap penderita OMA.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Broni
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pekerjaan Orang Tua : Swasta
Pendidikan Pasien : SMA
Pendidikan Orang Tua : SMA

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 10 Juni 2016
Keluhan Utama
Nyeri telinga kanan sejak tadi malam.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Os merasa ada benda asing dalam telinganya ketika ia sahur
sehingga Os terganggu. Setelah kejadian itu, Os merasa nyeri pada telinga
kanannya sampai saat pemeriksaan. Selain itu, Os juga merasa bengap
pada telinga kanannya, namun pendengarannya tidak menurun. Os
mengatakan tidak ada cairan yang keluar dari telinganya dan tidak ada
riwayat trauma sebelumnya.
Os juga mengeluh pilek sudah 2 hari yang lalu, pileknya encer dan
berwarna bening disertai dengan bersin-bersin. Sebelumnya, 1 bulan ini
Os memang sering pilek namun biasanya hanya sebentar tidak lama dan
tidak parah seperti keluhan saat ini. Os mengatakan pileknya tidak disertai

2
batuk. Selain itu, Os juga tidak demam, os hanya merasa badannya
hangat-hangat kuku.
Riwayat Pengobatan
Os belum pernah berobat, pertama kali pasien berobat di poli THT.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit seperti ini sebelumnya (-), hipertensi (-), riwayat DM (-),
riwayat alergi obat (-), Riwayat asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama
dengan OS. Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan pada telinga,
hidung, dan tenggorokan. Riwayat hipertensi dan DM dalam keluarga
tidak ada.

Autoanamnesis
TELINGA HIDUNG TENGGOROK LARING
Ka / Ki Ka/ki
Gatal : -/- Rinore : +/+ Sukar Menelan : - Suara parau : -
Dikorek : +/- Buntu : +/- Sakit Menelan : - Afonia : -
Nyeri : +/- Bersin Trismus :- Sesak napas : -
Bengkak :-/- * Dingin/Lembab : - Ptyalismus : - Rasa sakit : -
Otore : -/- * Debu Rumah : + Rasa Ngganjal : - Rasa ngganjal : -
Tuli : bengap Berbau : -/- Rasa Berlendir : -
/-
Tinitus :-/- Mimisan : -/- Rasa Kering : -
Vertigo : - Nyeri Hidung : -/-
Mual :- Suara sengau : -
Muntah : -

3
2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : compos mentis


Pernapasan : 22x/menit
Suhu : 38 C
Nadi : 89x/menit
TD : 120/80 mmHg
Anemia : -/-

Sianosis : -/-
Stridor inspirasi : -/-
Retraksi suprasternal : -
Retraksi interkostal : -/-
Retraksi epigastrial : -/-

a) Telinga

Daun Telinga Kanan Kiri

Anotia/mikrotia/makrotia - -
Keloid - -
Perikondritis - -
Kista - -
Fistel - -
Ott hematoma - -
Nyeri tekan tragus - -
Nyeri tarik daun telinga - -
Liang Telinga Kanan Kiri

Atresia - -
Serumen - -
Epidermis prop - -
Korpus alineum - -

4
Jaringan granulasi - -
Exositosis - -
Osteoma - -
Furunkel - -
Membrana Timpani Kanan Kiri
Hiperemis - -
Edema + -
Retraksi - -
Bulging + -
Atropi - -
Perforasi - -
Bula - -

Sekret - -
Refleks Cahaya - Arah jam 7
Intak + +
Retro-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -
Pre-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -

b) HHidung
Rinoskopi Anterior Kanan Kiri

Vestibulum nasi Hiperemis (-), livide (-) Hiperemis (-), livide (-)
Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Selaput lendir DBN DBN
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-), luka (-)

5
Lantai + dasar
DBN DBN
hidung
Hipertrofi (-), hiperemis(-),
Konka inferior Edema (+), pucat (+)
pucat (-), livide (-)
Meatus nasi inferior Tertutup konka yang edema DBN
Konka media Tertutup konka yang edema DBN
Meatus nasi media Tertutup konka yang edema DBN
Polip - -
Korpus alineum - -
Massa tumor - -
Rinoskopi
Kanan Kiri
Posterior
Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Selaput lendir DBN DBN
Koana DBN DBN
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Hiperemis (-), livide (-), Hiperemis (-), livide (-),
Konka superior
hipertrofi (-) hipertrofi (-)
Hiperemis (-), livide (-), Hiperemis (-), livide (-),
Konka superior
hipertrofi (-) hipertrofi (-)
Meatus nasi media DBN DBN
Muara tuba DBN DBN
Adenoid DBN DBN
Massa tumor - -
Fossa rossenmuller - -
Transiluminasi
Kanan Kiri
Sinus
Tidak dilakukan

c) Mulut
Hasil
Selaput lendir mulut DBN
Bibir Sianosis (-) raghade (-)
Lidah Atropi papil (-), tumor (-)
Gigi Kalkulus (-), Caries (-)
Kelenjar ludah DBN

6
d) Faring
Hasil

Uvula Bentuk normal, terletak ditengah


Palatum mole hiperemis (-), benjolan (-)
Palatum durum Hiperemis (-), benjolan (-)
Plika anterior Hiperemis (-)
Dekstra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
detritus (-), mobilitas (+)
Tonsil
Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
detritus (-), mobilitas (+)
Plika posterior Hiperemis (-)
Mukosa orofaring Hiperemis (-), granula (-)

e) Laringoskopi indirect
Hasil

Pangkal lidah
Epiglotis
Sinus piriformis
Aritenoid Sulit dinilai

Sulcus aritenoid
Corda vocalis
Massa

f) Kelenjar Getah Bening Leher


Kanan Kiri
Regio I DBN DBN
Regio II DBN DBN
Regio III DBN DBN
Regio IV DBN DBN

7
Regio V DBN DBN
Regio VI DBN DBN
area Parotis DBN DBN
Area postauricula DBN DBN
Area occipital DBN DBN
Area supraclavicula DBN DBN

g) Pemeriksaan Nervi Craniales


Kanan Kiri
Nervus III, IV, VI DBN DBN
Nervus VII DBN DBN
Nervus IX DBN
Nervus XII DBN

2.4 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI

Tes Pendengaran Kanan Kiri


Tes rinne + +
Tes weber Tidak ada lateralisasi
Tes schwabach Sama dg pemeriksa/N Sama dg pemeriksa/N
Tes berbisik 6/6
Kesimpulan : Fungsi Pendengaran telinga kanan dan kiri normal

2.5 DIAGNOSIS
Otitis Media Akut (OMA) stadium supuratif auricula dekstra + rhinitis akut.

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Telinga : Otitis Media Efusi
Hidung : Rhinitis alergi.

8
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Antibiotik :
Amoksisilin 500 mg, 3 x 1 NO. XXI
2. Miringotomi auricula dekstra.

Monitoring
Minta pasien untuk kontrol ulang 3 hari kemudian. Lihat apakah ada
perbaikan dari keluhan yang dialami pasien.

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)


1. Menjelaskan mengenai penyakit pasien.
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat dari
pengobatan yang diberikan kepada pasien dalam hal ini tujuan, manfaat
dan hal yang dilakukan ketika melakukan miringotomi.
3. Memberitahu pasien untuk menutup telinga ketika mandi untuk
mencegah telinga menjadi lembab dan tidak lagi mengorek telinga.
4. Memberitahu pasien akan pentingnya kontrol ulang dan terapi yang
adekuat untuk penyakitnya serta menyarankan pasien untuk tetap
menjaga higienitas.

2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Telinga
Secara anatomi telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam.

Gambar 3.1 Anatomi Telinga

10
a. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan
rangka tulang rawan pada sepertiga luar dan terdiri atas tulang pada dua pertiga
dalam. Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm.2
Pada sepertiga luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh liang telinga. Sedangkan pada dua pertiga dalam hanya
dijumpai sedikit kelenjar serumen.1,2

b. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut :
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, oval window, round window.

Gambar 3.2 Anatomi


Membran Timpani

11
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani ini juga
terbagi atas dua pars, yaitu :
- Pars flaksida (membran sharpnell), terletak di bagian atas. Terdiri atas dua
lapisan, yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam yang dilapisi sel kubus bersilia. Pada pars ini
terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum,
yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid.
- Pars Tensa (Membran propria), terletak di bagian bawah. Terdiri dari tiga
lapisan, pada bagian tengahnya terdapat lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.1,2,3

Pada membran timpani inilah akan tampak refleks cahaya (cone of light),
yaitu pada pukul 7 untuk telinga kiri dan pada pukul 5 untuk telinga kanan. Pada
telinga tengah juga terdapat tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan,
yaitu maleus, inkus, stapes. Prosesus longus maleus melekat pada membran
timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes
terletak pada tingkap longjong yang berhubungan dengan koklea.2
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) berupa dua setengah
lingkaran dan 3 buah kanalis semi sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.2
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perlimfe, sedangkan skala media berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut
membran vestibuli (reissner membrane), sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.2

12
3.2 Fisiologi Pendengaran

Gambar 3.3 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang atau getaran. Getaran kemudian dialirkan ke
liang telinga dan mengenai membran timpani, sehingga akan menggetarkan
membran timpani melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes)
yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan oval window. Energi getar
yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan menggetarkan
oval window, sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran
diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan
menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadilah pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.2

13
3.3 Otitis Media Akut (OMA)
3.3.1 Definisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.2Otitis media
berdasarkan durasi terdiri atas akut (< 3minggu), subakut (3-12 minggu) dan
kronis (>12 minggu), terlihat pada Gambar 3.4.4 Otitis media berdasarkan
gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, dimana
masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat
jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika.
Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva, terlihat pada Gambar 3.5.2

Gambar 3.4 Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Durasi

Gambar 3.5 Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala

14
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah dengan gejala dan
tanda yang bersifat cepat dan singkat yang berlangsung selama 3 minggu atau
kurang. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap
atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta
otore apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan
otoskopik juga bisa dijumpai efusi telinga tengah.5
Bakteri piogenik sebagai penyebabnya yang tersering yaitu Streptokokus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri
penyebabnya yaitu Hemofilus influenza, Escheria colli, Streptokokus
anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugenosa. Hemofilus influenza
merupakan bakteri yang paling sering kita temukan pada pasien anak berumur di
bawah 5 tahun.2 Streptokokus pneumoni, Hemofilus influenza dan Moraksela
kataralis merupakan mikroorganisme utama.6

3.3.2 Etiologi dan Faktor Risiko

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut


penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya
melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain
tergolong sebagai non- patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme
penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%)
dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-
patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta- hemolytic),
Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang
menjalani rawat inap di rumah sakit.7Haemophilus influenzae sering dijumpai
pada anak balita.2 Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga
sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai

15
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi
tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya.7Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction
(PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-
virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA
pada 75% kasus.5

Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor
genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu
formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas
kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran
pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-
lain.7
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens
OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi
tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau
status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada
anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras
Native American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang
lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status
sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk,
fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan
terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak- anak. ASI dapat
membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya
asupan ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-
anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain.
Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di
pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya

16
abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba
Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis
media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas,
baik bakteri atau virus.7

3.3.3 Epidemiologi
Otitis media akut dapat mengenai semua umur, tetapi sering mengenai anak-
anak. Peningkatan prevalensi otitis media pada sangat dipengaruhi oleh beberapa
kondisi seperti kondisi sosial ekonomi, kejadian infeksi saluran napas atas, tempat
tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek. Penjalaran ISPA menjadi otitis
media terutama terjadi pada anak-anak, hal ini dikarenakan pada anak saluran
antara telinga tengah dan nasofaring lebih pendek dan lebar, serta arahnya yang
lebih horizontal.3,8

Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media
menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir
sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang.4Anak
umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden sedikit lebih tinggi pada
anak laki-laki dibanding perempuan. Sebagian kecil anak menderita penyakit ini
pada umur yang sudah lebih besar, pada umur empat dan awal lima tahun.
Beberapa bersifat individual dapat berlanjut menderita episode akut pada masa
dewasa. Kadang-kadang, orang dewasa dengan infeksi saluran pernafasan akut
tapi tanpa riwayat sakit pada telinga dapat menderita OMA.9

3.3.4 Patogenesis dan Patofisiologi

Telinga tengah biasanya steril, suatu hal yang mengagumkan menimbang


banyaknya flora organisme yang terdapat di dalam nasopharing dan faring.
Gabungan aksi fisiologis silia, enzim penghasil mucus (misalnya muramidase)
dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme petahanan bila telinga terpapar dengan
mikroba kontaminan ini saat menelan. Otitis media akut terjadi bila mekanisme
fisiologis ini terganggu. Sebagai mekanisme pelengkap pertahanan di permukaan,
suatu anyaman kapiler sub epitel yang penting menyediakan pula faktorfaktor

17
humoral, leukosit polimorfonuklear dan sel fagosit lainnya. Obstruksi tuba
eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut.3
Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis
media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah
nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang.2
Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru
terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat
mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi
muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan
tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius
mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase sekret.
Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu
sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari
tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke
telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga
tengah ke nasofaring.2,7
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan
ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses
inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di
telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan
dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme
pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi
adenoid.7

18
Gambar 3.6 Patogenesis Otitis Media2
Pathogenesis OMA pada sebagian besar dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, atau perubahan tekanan udara yang tiba-tiba,
sumbatan. Infeksi saluran napas atas atau alergi dapat menyebabkan terjadinya
kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan
tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan
tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama
akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam
telinga tengah melalui tuba Eustachius.2,3
Tekanan negatif dapat menimbulkan terjadinya effuse serosa. Efusi ini pada
telinga tengah merupakan media yang fertile untuk perkembangbiakan
mikroorganisme dan dengan adanya infeksi saluran napas atas dapat terjadi invasi
virus dan bakteri ke telinga tengah, berkolonisasi dan menyerang jaringan dan
menimbulkan infeksi. Efusi bisa sembuh/ normal. Efusi dengan fungsi tuba tetap
terganggu namun infeksi negatif dapat menyebabkan terjadinya OME.2,3

19
Disisi lain, akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan
mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi
bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri.
Tuba eustachius yang tetap terganggu ditambah dengan infeksi yang postif
sehingga menghasilkan nanah sebagai hasil perlawanan tubuh terhadap bakteri
menjadi penyebab utama terjadinya OMA.OMA bisa sembuh atau berubah
menjadi OME atau OMSK. 2,3
Perluasan radang atau infeksi dari hidung atau nasopharinx kedalam cavum
tympani dimungkinkan akibat ada hubungan langsung hidung dan cavum tympani
melalui tuba eustachius serta persamaan jenis mukosa antara kedua tempat
tersebut.Pembengkakan pada jaringan sekitar saluran tuba eustachius dapat
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah berkumpul di
belakang gendang telinga. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses
inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan
tulang- tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
Kehilangan pendengaran yang dialami sekitar 24 db (bisikan halus). Namun
cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingaa 45
db (kisaran pembicaraan normal).
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat menyebabkan telinga
terasa semakin nyeri dan dapat merobek membran timpani akibat tekanannya
yang meninggi sehingga bisa menyebabkan terjadinya OMSK.7

Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA


Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA, yaitu :
1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal
2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan
3. adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering
terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.10

Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan


orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan

20
kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran
pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang
dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm.2Ini
meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase
melalui tuba Eustachius.
Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua
berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius
meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi
di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas
yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar
dibanding orang dewasa.
Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga
adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu,
adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah
melalui tuba Eustachius.7

Gambar 3.7 Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang
Dewasa

21
3.3.5 Stadium OMA

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,


bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba
Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi,
stadium perforasi dan stadium resolusi.2

Gambar 3.8 Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam
telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi
dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang.
Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain
retraksi, membran timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,
atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.2

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi


Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani,
yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan
adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi
tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.

22
Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien
mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin
masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum
timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari. 2

Gambar 3.9 Membran Timpani Hiperemis

3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada
mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat
tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi
demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung
di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan
kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis
terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.

23
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.2

Gambar 3.10 Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih
satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media
supuratif kronik.2

24
Gambar 7. Membran Timpani Peforasi

5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali
dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali
normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran
timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis
media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani
tanpa mengalami perforasi membran timpani.2

3.3.6 Diagnosis

Gejala klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam
telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa
nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa

25
kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh
tinggi dapat mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar
tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang
anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka
sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang.2

Kriteria Diagnosis OMA


Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal
berikut, yaitu:
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya


suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang
tua pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta
membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging. Menurut
Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:11
Tabel 3.1 Skor OMA

Skor Suhu Gelisah Tarik Kemerahan Bengkak


telinga Pada Pada
Membran Membran
Timpani Timpani
0 < 38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1 38,0 38,5 Ringan Ringan Ringan Ringan
2 38,6 39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang
3 > 39,0 Berat Berat Berat Berat,
termasuk
otore

26
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0
hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat
atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA
ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39C oral atau 39,5C
rektal. 11
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori,
yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat
cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran
timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala
inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran,
tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi
semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi
39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.12

3.3.7 Diagnosis Banding


1. Otitis Media Efusi

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat
menyerupai OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda
yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat
menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.

27
Table 3.2 Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan
Efusi
Gejala dan tanda Otitis Media Akut Otitis Media dengan Efusi

Nyeri telinga (otalgia), menarik + - (kalaupun ada hanya sedikit


telinga (tugging) pada saat awal tuba
terganggu)

Inflamasi akut, demam + -


Efusi telinga tengah + +
Membran timpani membengkak +/- -
(bulging), rasa penuh di telinga

Gerakan membran timpani + +


berkurang atau tidak ada

Warna membran timpani + +


abnormal seperti menjadi putih,
kuning, dan biru

Gangguan pendengaran + +
Otore purulen akut + -
Kemerahan membrane timpani, + -
erythema

3.3.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan


pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania
dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi

28
tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan
memperbaikisistem imum lokal dan sistemik.11
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat
tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12
tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas
12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian
antibiotik.2
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin.
Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap
penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100
mg/kgBB/hari yang terbagi da lam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin
masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis. 2
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala
cepat hilang dan tidak terjadi ruptur. 2
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara
berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3
sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10
hari. 2
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik
dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah
terjadi mastoiditis. 2

29
Observasi
Indikasi untuk protokol observasi adalah: tidak ada demam, tidak ada
muntah, pasien atau orang tua pasien menyetujui penundaan pemberian antibiotik.
Kontra indikasi relatif protokol observasi adalah telah mendapat lebih dari 3 seri
antibiotik dalam 1 tahun ini, pernah mendapat antibiotik dalam 2 minggu terakhir,
terdapat otorea.13
Pilihan observasi ini mengacu pada penundaan pemberian antibiotik pada
anak terpilih tanpa komplikasi untuk 72 jam atau lebih, dan selama waktu itu,
penatalaksanaan terbatas pada analgetik dan simtomatis lain.14 Pemberian
antibiotik dimulai jika pada hari ketiga gejala menetap atau bertambah. 14
Faktor-faktor kunci dalam menerapkan strategi observasi adalah: metoda
untuk mengklasifikasi derajat OMA, pendidikan orang tua, penatalaksanaan gejala
OMA, akses ke sarana kesehatan, dan penggunaan regimen antibiotik yang efektif
jika diperlukan. Jika hal tersebut diperhatikan, observasi merupakan alternatif
yang dapat diterima untuk anak dengan OMA yang tidak berat.14

Terapi simptomatis
Terapi tambahan seperti pemberian analgetika, antipiretika dan dekongestan
oral dapat diberikan sesuai gejala.15 Penanganan nyeri harus dilakukan terutama
dalam 24 jam pertama onset OMA. Penanganan nyeri telinga pada OMA dapat
menggunakan analgetik seperti: asetaminofen, ibuprofen, preparat topikal seperti
benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent, analgetik narkotik dengan
kodein atau analog, dan timpanostomi / miringotomi.14
Antihistamin dapat membantu mengurangi gejala pada pasien dengan alergi
hidung. Dekongestan oral berguna untuk mengurangi sumbatan hidung. Tetapi
baik antihistamin maupun dekongestan tidak memperbaiki penyembuhan atau
meminimalisir komplikasi dari OMA, sehingga tidak rutin direkomendasikan.
Manfaat pemberian kortikosteroid pada OMA juga masih kontroversi.14Dasar
pemikiran untuk menggunakan kortikosteroid dan antihistamin adalah: obat
tersebut dapat menghambat sintesis atau melawan aksi mediator inflamasi,
sehingga membantu meringankan gejala pada OMA. Kortikosteroid dapat

30
menghambat perekrutan leukosit dan monosit ke daerah yang terkena, mengurangi
permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat sintesis atau pelepasan mediator
inflamasi dan sitokin. Tetapi penelitian Chonmaitree dkk menunjukkan tidak ada
manfaat yang jelas pemakaian kortikosteroid dan antihistamin, sendiri atau dalam
kombinasi pada pasien yang memakai antibiotik.14Penggunaan yang dianjrkan
adalah dekongestan topikal (Efedrin HCL 0,5%) terutama untuk mengatasi
sumbatan hidung. 14

Terapi antibiotik
Standar terapi terkini pada OMSA mengharuskan pasien yang didiagnosis
menderita suatu infeksi telinga tengah akut harus mendapatkan terapi antimikroba
selama 10-14 hari. Terapi dimulai berdasarkan empiris dengan tujuan
memberantas bakteri yang dijumpai pada OMSA meskipun materi kultur dari
telinga tengah tidak tersedia.15
Terapi standar permulaan suatu OMSA adalah amoksisilin, 40 mg/kgBB
dalam 24 jam dibagi dalam 3 dosis, atau ampisilin 50-100 mg/kgBB dalam 24 jam
dibagi dalam 4 dosis, minimal selama 10 hari. Pada individu yang alergi penisilin,
kombinasi eritromisin 40 mg/kgBB dalam 24 jam dan sulfisoksazol 120 mg/kgBB
dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis dapat digunakan dan sama efektifnya dengan
amoksisilin. 15
Jika mikroorganisme penghasil betalaktamase diduga sebagai penyebab,
pemberian amoksisilin-klavulanat, 40 mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 3
dosis atau sulfametoksazol-trimetoprim, 8 mg/kgBB trimeoprim dan 40 mg/kgBB
sulfametoksazol dalam 24 jam dapat digunakan dalam 2 dosis terbagi. Sefiksim, 8
mg/kgBB dalam satu dosis atau ceprozil 15 mg/kgBB dalam 24 jam dalam 2 dosis
terbagi juga dapat digunakan. 15

31
Kebanyakan pasien yang menerima terapi antibiotika untuk OMSA akan
menunjukan perbaikan yang signifikan dalam waktu 48 jam. Timpanosintesis
untuk kultur bakteri dan tindakan miringotomi dapat dilakukan pada penderita
yang tidak mengalami perbaikan setelah 48 jam terapi antibiotika empiris.
Penderita sebaiknya diperiksa ulang selama mendapatkan terapi untuk
memastikan keefektifan pengobatan yang diberikan. 15

Terapi Bedah
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani untuk
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Prosedur ini merupakan
prosedur terapi yaitu dengan menghilangkan tekanan udara di telinga tengah, dan

32
juga prosedur yang bertujuan untuk diagnostik karena cairan yang didapat dari
tindakan miringotomi dapat dikirim untuk kultur dan sensitivitas.2,15
Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior
membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang,
corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil
dan steril.2,15
Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh
ahlinya. Disebabkan insisi biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam),
prosedur ini sering diikuti dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk
ventilasi ruang telinga tengah.2,15
Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif,
otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus,
dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif. 26,39 Indikasi miringostomi
pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti
paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.
Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan
terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. 15

3.3.9 Komplikasi
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi
menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal
terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis
telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi
intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis,
hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis
sinus lateralis. Komplikasi tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum
adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya
didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronik (OMSK).
Penatalaksanaan OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan menggunakan
antibiotik spektrum luas, dan pembedahan seperti mastoidektomi.14

33
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada Tn. M, Laki-laki 25


tahun, diketahui bahwa Tn. M datang ke poliklinik THT RSUD Raden Mattaher
Jambi dengan keluhan utama Nyeri telinga kanan sejak tadi malam. Os merasa
ada benda asing yang masuk ke dalam telinganya ketika ia sahur sehingga Os
merasa terganggu. Setelah kejadian itu, Os merasa nyeri pada telinga kanannya
sampai saat pemeriksaan. Selain itu, Os juga merasa bengap pada telinga
kanannya, namun pendengarannya tidak menurun. Os mengatakan tidak ada
cairan yang keluar dari telinganya dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Os juga mengeluh pilek sudah 2 hari yang lalu, pileknya encer dan
berwarna bening disertai dengan bersin-bersin dan terkadang buntu. Sebelumnya,
1 bulan ini Os memang sering pilek namun biasanya hanya sebentar tidak lama
dan tidak parah seperti keluhan saat ini. Os mengatakan pileknya tidak disertai
batuk. Selain itu, Os juga tidak demam, os hanya merasa badannya hangat-
hangat kuku. Riwayat pengobatan, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit
keluarga tidak ada.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik terhadap Tn. R dan didapat hasil
suhu tubuh sedikit meningkat, membran timpani telinga kanan edema, hiperemis,
bulging dan ada sekret yang tidak terlalu terlihat. Konka inferior hidung kanan
erdema dan pucat.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik makan dapat disimpulkan Nn. R
menderita otitis media akut (OMA) stadium supurasi yang kemungkinan terjadi
karena rinitis akut. Berdasarkan gejala dan tanda, maka pasien ini diberikan obat
antibiotik dan dilakukan miringotomi.

34
BAB V
KESIMPULAN

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.2 Otitis media
berdasarkan durasi terdiri atas akut (< 3minggu), subakut (3-12 minggu) dan
kronis (>12 minggu). Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah dengan
gejala dan tanda yang bersifat cepat dan singkat yang berlangsung selama 3
minggu atau kurang. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi
secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah,
diare, serta otore apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada
pemeriksaan otoskopik juga bisa dijumpai efusi telinga tengah. Tatalaksana Otitis
Media Akut berdasarkan stadiumnya.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Van den Broek, Feenstra. Buku saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung,
dan Telinga. Edisi ke-12. Jakarta : EGC, 2010
2. Helmi Djaafar dan restuti RD. Kelainan Telinga Tengah dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Keenam. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 hal. 64-
77.
3. Boies R. Lawrence, Adam L. George. Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid. Alih bahasa : Wijaya Caroline. BOIES Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi ke-6. Jakarta : EGC, 1997
4. Healy GB. Rosbe KW. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In:
Ballengers Otorhinolarygology Head and Neck Surgery. Sixteenth
edition. BC Decker Inc. Ontario, 2003, 249-59
5. Buchman,C.A.et al.2003.Infection ofThe Ear.In:Essencial Otolaryngology
Head and Head Surgery .8th Ed.Lee,K.J (Eds) New York:Mc-Graw Hill
Pp:484-6
6. Canter RJ. Acute suppurative otitis media. In : Kerr AG, ed. Scott Browns
Otolaryngology. Sixth edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, London,
1997, 3/9/1-7.
7. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-46.
8. World Health Organization. Burden of Illnessand Management Options
Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness
and Deafness (serial online). Geneva, Switzerland, 2004. Diakses tanggal
12 Juni 2016. Available https://www.who.org/
9. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed Juni 12, 2016
10. Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Tinjauan pustaka.
Palembang: Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin;2010
11. Titisari, H., 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada Otitis
Media Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.

36
12. Rubin, M.A., Gonzales, R., Sande, M.A., 2008. Pharyngitis, Sinusitis, Otitis, and
Other Upper Respiratory Tract Infections. In: Fauci, A.S., ed. Harrysonss
Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc.,
205-214.
13. Helmi. Diagnosis dan penatalaksanaan otitis media. Dalam: Satelit
symposium. Penanganan mutakhir kasus telinga hidung tenggorok,
Jakarta, 2003.
14. Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis Media
Akut. Universitas andalas. Hal.1-9. Diakses 12 Juni 2016.
15. Askaroellah Aboet.Terapi pada Otitis Media Supuratif Akut.Majalah
Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.hal 356-58.
Diakses 12 Juni 2016.

37

Anda mungkin juga menyukai