Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern,


dapat dilakukan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang
kali kambuh, yang hingga sekarang belum ditemukan upaya penanggulangan yang
memuaskan secara universal, baik sudut prevensi, terapi, maupun rehabilitas. Narkoba di
satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat
menimbulkan ketergantungan dan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau
masyarakat khususnya generasi muda (UU Nomor 35 Tahun 2009). Penyalahgunaan narkoba
suatu pola penggunaan yang bersifat patologik dan harus menjadi perhatian segenap pihak.
Meskipun sudah terdapat banyak informasi yang menyatakan dampak negatif yang ditimbulkan
oleh penyalahgunaan dalam mengkonsumsi narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang
cukup signifikan dalam mengurangi tingkat penyalahgunaan narkoba.

Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (2011) pemakai narkotika di
dunia sebanyak 162,4 juta orang, pada tahun tahun 2009 diperkirakan terjadi peningkatan 8%
penyalahgunaan di seluruh dunia, dari 200 juta orang pada tahun 2010 menjadi 208 juta
orang pada tahun 2011. Jumlah pengguna terus meningkat sampai dengan 2012, dari 22%
pengguna menjadi 28% di tahun 2013. Sasaran utama peredaran narkotika sangat potensial
bagi bandar atau pengedar narkotika adalah pelajar dan mahasiswa, dengan populasi yang
cukup besar di dunia yaitu sekitar 18,6 juta orang pada tahun 2014 dan diperkiran
meningkat menjadi 24,7 juta orang pada tahun 2015 (BNN dan Pusat Penelitian Universitas
Indonesia, 2014).
Penyalahgunaan narkotika di Indonesia mengalami peningkatan mulai 3,5 % penduduk
Indonesia pada tahun 2016 menjadi 5,6 juta jiwa. Mayoritas berumur 20-25 tahun dengan
pengguna laki - laki yaitu 90 %, usia 20-29 tahun sebanyak 68% terdiri dari perempuan
sebanyak 9%, laki -laki 59%, sebagian besar telah menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi
sebanyak 85%. Sementara itu, jumlah kerawanan penyalahgunaan narkotika pada tahun
2016 hingga 2017 di Sumatera Utara menempati tingkat kerawanan konsumsi sebesar 4,76
dari total populasi 7 juta jiwa (Laporan Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, 2016).

Prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar Sumatera Utara pada tahun


2015 mencapai 4,9 % dari jumlah dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang. Dari jumlah
tersebut, 71% diantaranya menggunakan narkoba jenis analgesik dan 39 % jenis ganja,
amphetamine, ekstasi dan lem (Badan Narkotika Nasional, 2016). Maraknya penyalahgunaan
narkoba jelas berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia yang menjadi
salah satu modal pembangunan nasional (Miranda & Kristiani, 2015).

Penggunaan narkoba dalam dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang berhalusinasi


dengan melihat suatu hal atau benda yang sebenarnya tidak ada atau tidak nyata. Yang paling
banyak dipakai adalah marijuana atau ganja. Selain dapat mengakibatkan kerja organ tubuh
seperti jantung, paru-paru, hati, ginjal dan otak bekerja lebih cepat dari biasanya sehingga
seseorang lebih bertenaga sementara waktu dan cenderung membuat seseorang pengguna lebih
senang dan gembira untuk sementara waktu. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah Sabu-
sabu dan Ekstasi. Depresan dapat menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas
fungsional tubuh, pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak
sadarkan diri. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, berbagai turunannya seperti morphin
dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah Putaw. Seseorang yang mengonsumsi narkoba
biasanya akan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung
pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak. Jika terlalu
lama ketergantungan narkoba maka organ tubuh akan rusak. Jika sudah melebihi takaran maka
pengguna itu akan overdosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk
menerimanya dan akhirnya berujung pada kematian.
Kementrian Sosial Republik Indonesia telah mengadakan beberapa tempat rehabilitas dan
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSIO) bagi para pecandu narkoba untuk membantu
mengurangi dan menghilangkan ketergantungan narkoba. Dalam Undang-Undang No.35 Tahun
2009 tentang narkotika dan psikotropika, rehabilitas terhadap penyalahgunaan narkoba dibagi
menjadi dua jenis yaitu rehabilitas medis dan rehabilitas sosial. Rehabilitas medis adalah suatu
proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan
narkotika. Rehabilitas sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan yang dilakukan secara
terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar mantan penyalahgunaan narkoba dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat (Pasal 1 Angka 16 UU Nomor 22
Tahun 1997 Tentang Narkotika).

Di Sumatera Utara terdapat Pusat Rehabilitas Sosial Korban Penyalahgunaan Narkoba


PSPP yang menampung 200 para pengguna narkoba. Para pengguna narkoba tersebut
diberikan pendekatan awal, penerimaan, assesment, bimbingan, pelayanan dan rehabilitas sosial
yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif, dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar
pendidikan fisik, mental, sosial, keterampilan serta resosialisasi bimbingan lanjut kepada korban
narkotika dan pengguna psikotropika sindroma ketergantungan agar mampu mandiri dan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat.

Penggunaan narkoba atau kelayaan di PSPP Insyaf direhabilitasikan selama 9 bulan. Para
kelayan berdasarkan ketergantungannya yaitu detoksifikasi, entri, unit, primary, re-entri A dan
re-entri B. Para kelayan dikenakkan biaya Rp.300.000,00 selama direhabilitasikan di panti
tersebut. PSPP Insyaf bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelayannya. Termasuk
makananan yang dikonsumsi para kelayannya. Rehabilitias sosial bertujuan memberikan bekal
terhadap kesehatan melalui pola makan teratur yang disediakan penyelenggara makanan. Selama
kelayan di rehabilitasikan di panti, re-entri A tidak diperbolehkan membeli makanan keluar dan
re-entri B diperbolehkan mengonsumsi makanan dari luar seperti keluarga kelayan membawa
makanan ke panti tersebut kepada salah satu anggota keluarganya yang di rehabilitasikan di
PSPP Insyaf.
Para pengguna narkoba pada umumnya rawan terhadap masalah gizi. Residen yang memiliki
tingkat pengetahuan gizi kurang sebesar 29.1%. Menurut Sukmawati (2014) dalam penelitian
Hardinata (2016), tingkat keparahan ketergantungan narkoba berhubungan dengan tingkat
keparahan malnutrisi. Energi dan protein dibutuhkan untuk meningkatkan ataupun
mempertahankan status gizi pasien rehabilitas narkoba. Status gizi yang optimal sangat
dibutuhkan untuk mempercepat proses rehabilitas untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Masalah gizi yang dialami pasien ketergantungan narkoba disebabkan oleh penurunan nafsu
makan selama masa pengaruh obat dan ketika pecandu mengalami gejala putus obat yang berupa
kecemasan, kegelisahan, depresi, dan gejala psikis lainnya (Djani, 2010; Haris, 2011).

Di Indonesia pada orang dewasa usia 20-40 (dewasa muda) sebanyak 63.6 persen, usia 41-
60 tahun (dewasa madya) sebanyak 27.3 persen, dan usia <20 tahun (remaja) sebanyak 9.1
persen. Penyakit yang sedang dan pernah dialami residen yaitu HIV, hepatitis C, tifoid, asma,
pnemonia, diabetes, hipertensi, asam urat, alergi, TBC, hernia, dan terdapat juga yang memiliki
komplikasi. Alasan penggunaan narkoba yang diungkapkan residen sebagian besar pada awalnya
coba-coba (43.64%), stres dan ada masalah (20%), pengaruh teman (14.5%), rasa nikmat dan
kebutuhan (12.73%), serta sebagai penyemangat kerja (9.09%). Penderita kokain dan narkoba
serta alkohol memiliki Indeks Masa Tubuh (IMT) dan lingkar pinggang yang lebih rendah serta
konsumsi protein dan lemak lebih rendah bila dibandingkan dengan non penderita narkoba dari
kokain. Dibutuhkan informasi dan pendidikan tentang pola makan yang tepat dan dapat
meningkatkan pemulihan bagi para pecandu narkoba. Bagian penting adalah melengkapi gizi
yang hilang melalui makanan dan suplemen. Gizi yang baik dapat terpenuhi melalui pangan.
25.5%, memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Pangan merupakan kebutuhan yang esensial
dalam kehidupan manusia. Pemenuhan pangan sesuai kuantitas dan kualitasnya dapat
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi pecandu dan pada perkembangan baik fisik maupun
psikis. Seleksi pangan yang baik, yang dapat diterima. Beragam bahan pangan yang dikonsumsi
maka semakin beragam zat gizi yang diperoleh dan meningkatkan mutu gizi. Zat gizi tersebut
dapat menyediakan tenaga bagi tubuh, proses metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan
tubuh serta pertumbuhan. ( Herper,dkk, 1986).
Asupan makanan rendah dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang,
seseorang akan mengalami defisiensi zat gizi yang berakibat pada penurunan status gizi. Pada
pecandu narkoba akan berdampak pada proses pemulihannya dari ketergantungan narkoba.
narkoba berpengaruh nyata menurunkan indeks massa tubuh (IMT), hemoglobin, protein total
serum, dan tingkat albumin. Selain itu, sekitar 78% pecandu narkoba mengalami defisiensi gizi,
sehingga sangat diperlukan peran gizi dalam proses pemulihan narkoba.

Panti rehabilitasi narkoba harus memberikan pola konsumsi makanan yang baik pada pasien
rehabilitasi narkoba yang bertujuan untuk mempertahankan status gizi , sehingga daya tahan
tubuh menjadi lebih baik. Ketika asupan makanan dari luar tidak mencukupi kebutuhan energi,
maka tubuh akan memecah protein pada jaringan otot serta lemak pada jaringan adiposa untuk
memproduksi energi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
status gizi dan bagaiamana pola konsumsi pangan pada pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi
Putra Insyaf Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pola konsumsi pangan dan status gizi pada pecandu narkoba
di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf.
1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui karakteristik pecandu narkoba (umur dan lamanya rehabilitasi) di


Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf.
Untuk mengetahui kecukupan energi pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra
Insyaf.
Untuk mengetahui kecukupan protein pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra
Insyaf.
Untuk mengetahui jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi pecandu
narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf.

1.4. Manfaat Penelitian

Sebagai masukan dan informasi bagi pegawai Panti untuk lebih memperhatikan
pola makan dan status gizi kelayannya.
Sebagai masukan bagi pihak Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam
pengembangan ilmu gizi dan kesehatan masyarakat pada umumnya.
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam melakukan
penelitian.

Anda mungkin juga menyukai