Obyektif Presentasi:
1. Diagnosis:
Diagnosis Banding
2. Riwayat Pengobatan:
Ibu hanya memberikan obat demam yaitu parasetamol namun demam pasien belum turun.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Pasien mengalami buang air besar cair sebanyak lebih dari 5 sampai 6 kali sehari sejak 2 hari yang lalu. Buang air besar cair tanpa ampas
berwarna kuning dengan darah berwarna gelap, lendir dan agak berbau busuk dengan jumlah kira-kira 1/5 gelas aqua setiap kali buang air
besar. Sejak mengalami buang air besar cair, pasien tampak rewel dan lemas. Menurut ibu pasien, dia memberi banyak asi dan air pada
anaknya supaya tidak lemas. Ibu pasien tidak mengukur suhu tubuh pasien tetapi dirasakan lebih hangat dari biasanya. Ibu pasien tidak
ingat berat badan pasien karena tidak mengukur berat pasien sehingga tidak diketahui apakah terdapat penurunan berat badan.
Ibu pasien menyangkal adanya riwayat muntah, penurunan kesadaran, sesak, maupun kejang. Selama diare, ibu pasien tidak terlalu
memperhatikan pola buang air kecil pasien namun sempat dilihat sama seperti biasanya. Sejak mengalami BAB cair, pasien mengalami
penurunan nafsu makan dan minum. Namun pasien masih mau minum dengan jumlah 600ml sehari ditambah dengan ASI, dan masih mau
makan namun hanya 2-3 sendok. Menurut ibu pasien, pasien sejak 2 hari yang lalu juga batuk, batuk berdahak namun tidak dapat
Pasien menyangkal mempunyai keluhan yang serupa seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan dan asma
disangkal.
6. Riwayat Sosial/Kebiasaan:
Pasien masih mengkonsumsi ASI sejak lahir sampai sekarang namun ketika usia 6 bulan ditambah dengan susu formula dan makanan
pendamping. Biasanya ibu pasien sendiri yang selalu membersihkan dan menyiapkan makanan dan minuman pasien, botol susu dicuci
dengan air kran, dan ibu mengaku tidak selalu mencuci tangan sebelum memegang pasien atau ketika menyiapkan makanan. Sewaktu
pasien sudah diberikan makanan pendamping ASI berupa susu, tidak pernah ada keluhan diare. Hasil tinja pasien selalu langsung dibuang
1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting.
2. Behrman, R.E et.all. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. International Edition. Saunders 2004. p 1239-1241
3. Budiarso, Aswita.dkk. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare . Jakarta: Departement Kesehatan R.I PPM & PLP. 2009
5. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, SoenartoSSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting.
6. Gorelick MH, Shaw KN, Murphy KO. Validity and reliability of clinical signs in the diagnosis of dehydration in children. Pediatrics. 1997;
99(5): 66-69.
7. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis. In Behrman, Kliegman, Jenson. eds. Nelson textbook of Pediatrics. 17th ed. St. Louis: Saunders
8. Dennehy PH. Acute diarrheal disease in children: epidemiology, prevention, and treatment. Infect Dis Clin North Am. 2005; 12(3):585-602.
9. Diare. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/ Kota. Jilid 1.
a.
Hasil Pembelajaran:
Pasien mengalami buang air besar cair sebanyak lebih dari 5 sampai 6 kali sehari. Buang air besar cair tanpa ampas berwarna kuning
dengan darah berwarna gelap, lendir dan agak berbau busuk dengan jumlah kira-kira 1/5 gelas aqua setiap kali buang air besar. Sejak
mengalami buang air besar cair, pasien tampak rewel dan lemas. Menurut ibu pasien, pasien sejak 2 hari yang lalu juga batuk, batuk
2. Objektif
Pada pemeriksaan keadaan umum pasien tampak sakit ringan dan rewel. Tanda vital didapatkan ada peningkatkan suhu tubuh.
Pada pemeriksaan kepala, didapatkan ubun-ubun besar tidak cekung. Mata tampak palpebra tidak cekung namun mukosa bibir kering.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan turgor kulit kembali segera namun bising usus masih dalam batas normal yaitu 8 kali/menit.
Pasien juga dapat dikatakan tanpa dehidrasi karena tidak adanya tanda-tanda dehidrasi yang ditentukan berdasarkan kriteria WHO 1995,
dimana kriteria tersebut memiliki beberapa aspek dari lihat dan periksa.
Dari inspeksi, keadaan umum pasien baik dan sadar, matanya normal namun mukosa bibir kering, tetapi air mata masih ada dan
pasien minum biasa. Dari pemeriksaan, turgor pasien segera kembalinya. Oleh karena adanya beberapa tanda-tanda, pasien dapat
dikategorikan mengalami tanpa dehidrasi. Skoring dehidrasi juga dapat ditentukan dari klasifikasi yang lain yaitu MMWR 2003 dan skor
Maurice King. Dari skor Maurice King, skor pasien adalah 1 yang mana, dengan skor tersebut, pasien tidak masuk dalam klasifikasi
dehidrasi. Dari kriteria MMWR 2003, pasien juga dapat dikategorikan tanpa dehidrasi karena keadaan klinis pasien yang sesuai dengan
kriteria tersebut, yaitu adanya kesadaran yang baik, mata yang tidak cekung namun mulut yang kering, turgor kulit yang kembali segera,
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan kesimpulan spesifik bahwa pasien mengalami infeksi bakteri atau parasit atau virus
namun tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien karena tidak ada pemeriksaan feces, namun apabila dilakukan pemeriksaan
penunjang, infeksi virus dapat disingkirkan karena tidak adanya leukositosis. Jika curiga infeksi bakteri maupun parasit, pemeriksaan tinja
rutin juga dapat dilakukan. Pada pasien dengan diare sebenarnya dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti diare
karena bakteri maupun parasit. Pada pasien, tidak dilakukan pemeriksaan tinjanya sehingga diagnosis diare akut dengan etiologi bakteri
3. Assessment
Pada pasien ini diagnosis kerja diare tanpa dehidrasi ec Shigella dysenteriae, ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. pemeriksaan penunjang tidak dilakukan pada pasien ini karena tidak tersedia pemeriksaan feces.
Pasien mengalami buang air besar cair sebanyak lebih dari 5 sampai 6 kali sehari. Buang air besar cair tanpa ampas berwarna
kuning dengan darah berwarna gelap, lendir dan agak berbau busuk dengan jumlah kira-kira 1/5 gelas aqua setiap kali buang air besar.
Sejak mengalami buang air besar cair, pasien tampak rewel dan lemas. Dari anamnesis ini, dapat dicurigai bahwa pasien kemungkinan
besar mengalami diare karena sesuai dengan definisi diare, yaitu buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair. Kemungkinan etiologi yang dapat disimpulkan dari anamnesis yang didapatkan adalah pasien
kemungkinan mengalami infeksi bakteri atau parasit.1
Dari segi teori, infeksi virus tidak mengakibatkan adanya darah, namun lendir bisa ada maupun tidak. Juga, dari teorinya infeksi virus
lebih bersifat cair dengan warna tinja kekuningan. Sedangkan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan parasit tinja dapat bercampur
darah pada infeksi bakteri tinja berwarna merah segar sedangkan pada infeksi yang disebabkan parasi tinja berwarna merah gelap dan
berlendir. Selain itu berdasarkan frekuensinya diare yang disebabkan parasit sebanyak 6-8x/hari berbeda dibandingkan infeksi bakteri yang
bisa sampai 10x/hari. Sehingga dapat kita kita kuatkan diagnosis kerja pada diare yang disebabkan parasit.1,5,6
Pasien juga tidak mengalami dehidrasi akibat dari banyaknya cairan yang masuk dari asi dan air yang diberikan ibu. Pasien masih mau
minum sehingga dapat dikatakan dehidrasi tidak dialami pasien. Untuk lebih jelas dehidrasi atau tidak nantinya akan dapat ditentukan dari
pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis juga dikatakan bahwa pasien masih mengkonsumsi ASI sejak lahir sampai sekarang namun ketika usia 6 bulan
ditambah dengan susu formula dan makanan pendamping. Biasanya ibu pasien sendiri yang selalu membersihkan dan menyiapkan
makanan dan minuman pasien, botol susu dicuci dengan air kran, dan ibu mengaku tidak selalu mencuci tangan sebelum memegang
pasien atau ketika menyiapkan makanan. Sewaktu pasien sudah diberikan makanan pendamping ASI berupa susu, tidak pernah ada
keluhan diare. Hasil tinja pasien selalu langsung dibuang dan ibu pasien selalu rutin membersihkan. Hal tersebut ditanyakan untuk
mengetahui faktor resiko lain yang dapat menyebabkan diare karena cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang
telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui 4F yakni finger (jari), flies (lalat), fluid
(cairan), dan field (lingkungan). Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain tidak memberikan ASI secara
penuh untuk 46 bulan pertama kehidupan, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan
(MCK) , kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis, gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya asam lambung menurunnya motilitas usus, dan menderita campak dalam 4 minggu terakhir. 5,7
Ditanyakan juga faktor resiko lain yang dapat menyebabkan diare yaitu penggunaan antibiotik jangka panjang karena dapat
mengganggu keseimbangan flora usus. Juga apakah diare terjadi saat pemberian susu karena terdapat kemungkinan adanya intoleransi laktosa.
Namun pada pasien tidak didapatkan anamnesis yang menunjang, sehingga diagnosis banding yang lain dapat disingkirkan.1
4. Plan
Farmakologis
Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah larut 30 detik), segera berikan kepada anak. Bila anak muntah
sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa
kali hingga satu dosis penuh.
Oralit 6 sach
Satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc) Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan oralit
KIE :
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian Oralit dan Zinc.
Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup.
Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar.
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan/minum sedikit
e. Timbul demam
f. Tinja berdarah
Pasien tidak dirawat dan dapat berobat jalan. Menurut literatur yang ada, pasien tanpa dehidrasi masuk ke dalam tatalaksana
rencana terapi A, di mana pasien dapat dirawat di rumah setelah orang tua pasien mendapatkan edukasi tentang cara pembuatan dan
pemberian oralit. Satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc) untuk anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100
dengan dosis 1x20 mg peroral karena pasien sudah di atas 6 bulan. Oralit juga diberikan setiap kali BAB cair yang bertujuan untuk Zinc
diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3
bulan.1,5,9
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Efek pemberian zinc terhadap diare adalah dengan menjaga integritas usus
melalui pengaktivan enzim superoxide dismutase (SOD) Zinc juga berperan sebagai antioksidan yang merupakan stabilisator
intramolekular, mencegah pembentukan ikatan disulfida, dan berkompetisi dengan Cu dan Fe. Selain itu, Zinc juga mampu untuk
menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Zinc juga berperan dalam penguatan sistem imun, yaitu dalam modulasi sel T dan sel B. Peranan
zinc juga terlihat dalam aktivasi limfosit T dan menjaga keutuhan epitel. Semua kegunaan inilah yang mendukung dilakukannya
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare infeksi disebabkan oleh rotavirus yang bersifat
self limited dan tidak dapat dibunuh oleh antibiotik.1,5 Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan
kolera.1,5,9
Terapi non-medikamentosa berupa tetap dilanjutkannya pemberian ASI dan susu formula yang bertujuan untuk mencegah
kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Dilakukan diet makanan lunak sebanyak 3 kali sehari. Pada pasien ini
diberikan makanan yang lunak dan makanan dengan rendah serat bertujuan untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang
sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang saluran cerna.5
Dalam tata laksana diare, terdapat prinsip lintas diare yang meliputi rehidrasi, pemberian tablet zinc, antibiotik yang sesuai,
lanjutkan pemberian makanan, dan edukasi pada pasien. Dalam perencanaan pulang pasien, harus diedukasikan kapan pasien harus
kembali seperti contoh jika terdapat perburukan atau keadaan yang tidak membaik selama 3 hari. Juga diedukasikan kepada orang tua
tentang rehidrasi cairan dan intake makanan yang cukup. Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia
kurang dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi.1
Diare akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat dibedakan dari perbedaan gejala klinis dengan diare yang disebabkan oleh
infeksi virus. Diare yang disebabkan karena infeksi virus disertai dengan gelaja demam yang tidak terlalu tinggi dan pada pemeriksaan
darah tidak didapatkan peningkatan leukosit.Sedangkan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri biasanya disertai demam yang tinggi
serta pemeriksaan darah didapatkan peningkatan leukosit dan limfosit. Diare yang disebabkan oleh infeksi virus mempunyai karakter feses
yang berbeda dengan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri maupun parasit. Dari pemeriksaan tinja juga dapat membantu
menghilangkan diagnosis banding etiologi lain. Berikut adalah tabel perbandingan akan infeksi virus, bakteri dan parasit.1,5,9