Anda di halaman 1dari 13

Nama Peserta: Winna Ekaputri

Nama Wahana: PKM Pulo Gadung

Topik: Diare tanpa dehidrasi

Tanggal (kasus): 10 Mei 2017


Nama Pasien: An. F N No. RM : P317209017109256

Tanggal Presentasi: - Nama Pendamping: dr. Lida Nurhisan

Tempat Presentasi: PKM Pulo Gadung

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Lansia Bumil


Dewasa
Deskripsi: Bayi Laki-laki usia 7 bulan 18 hari, keluhan buang air besar cair berdarah >5x/hari, batuk

Tujuan: Melakukan diagnosis, menatalaksana, serta mencegah terjadinya komplikasi

Bahan bahasan: Tinjauan Riset Kasus Audit


Pustaka
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan Email Pos

Data utama untuk bahan diskusi: diskusi

1. Diagnosis:

Diare tanpa dehidrasi ec Entamoeba histolytica

Diagnosis Banding

Diare tanpa dehidrasi ec Shigella dysenteriae

Diare tanpa dehidrasi ec Escherichia coli (EIEC)

2. Riwayat Pengobatan:

Ibu hanya memberikan obat demam yaitu parasetamol namun demam pasien belum turun.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:

Pasien mengalami buang air besar cair sebanyak lebih dari 5 sampai 6 kali sehari sejak 2 hari yang lalu. Buang air besar cair tanpa ampas

berwarna kuning dengan darah berwarna gelap, lendir dan agak berbau busuk dengan jumlah kira-kira 1/5 gelas aqua setiap kali buang air

besar. Sejak mengalami buang air besar cair, pasien tampak rewel dan lemas. Menurut ibu pasien, dia memberi banyak asi dan air pada

anaknya supaya tidak lemas. Ibu pasien tidak mengukur suhu tubuh pasien tetapi dirasakan lebih hangat dari biasanya. Ibu pasien tidak

ingat berat badan pasien karena tidak mengukur berat pasien sehingga tidak diketahui apakah terdapat penurunan berat badan.
Ibu pasien menyangkal adanya riwayat muntah, penurunan kesadaran, sesak, maupun kejang. Selama diare, ibu pasien tidak terlalu

memperhatikan pola buang air kecil pasien namun sempat dilihat sama seperti biasanya. Sejak mengalami BAB cair, pasien mengalami

penurunan nafsu makan dan minum. Namun pasien masih mau minum dengan jumlah 600ml sehari ditambah dengan ASI, dan masih mau

makan namun hanya 2-3 sendok. Menurut ibu pasien, pasien sejak 2 hari yang lalu juga batuk, batuk berdahak namun tidak dapat

dikeluarkan, pilek disangkal pasien.

4. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien menyangkal mempunyai keluhan yang serupa seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan dan asma

disangkal.

5. Riwayat Keluarga dan Lingkungan:

Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan dan asma disangkal.

6. Riwayat Sosial/Kebiasaan:

Pasien masih mengkonsumsi ASI sejak lahir sampai sekarang namun ketika usia 6 bulan ditambah dengan susu formula dan makanan

pendamping. Biasanya ibu pasien sendiri yang selalu membersihkan dan menyiapkan makanan dan minuman pasien, botol susu dicuci

dengan air kran, dan ibu mengaku tidak selalu mencuci tangan sebelum memegang pasien atau ketika menyiapkan makanan. Sewaktu

pasien sudah diberikan makanan pendamping ASI berupa susu, tidak pernah ada keluhan diare. Hasil tinja pasien selalu langsung dibuang

dan ibu pasien selalu rutin membersihkan.


7. Lain-lain: -
Daftar Pustaka:

1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting.

Buku ajarGastroentero-hepatologi. Jilid1. Jakarta: UKK GastroenterohepatologiIDAI; 2011. p. 87-120.

2. Behrman, R.E et.all. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. International Edition. Saunders 2004. p 1239-1241

3. Budiarso, Aswita.dkk. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare . Jakarta: Departement Kesehatan R.I PPM & PLP. 2009

4. Depatemen Kesehatan. Diare Pada Anak . Kamis, 31 September 2010 www.depkes.go.id

5. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, SoenartoSSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting.

Buku ajarGastroentero-hepatologi. Jjilid1. Jakarta: UKK GastroenterohepatologiIDAI; 201. p. 121-136.

6. Gorelick MH, Shaw KN, Murphy KO. Validity and reliability of clinical signs in the diagnosis of dehydration in children. Pediatrics. 1997;

99(5): 66-69.

7. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis. In Behrman, Kliegman, Jenson. eds. Nelson textbook of Pediatrics. 17th ed. St. Louis: Saunders

Elsevier; 2004. p. 1272-6.

8. Dennehy PH. Acute diarrheal disease in children: epidemiology, prevention, and treatment. Infect Dis Clin North Am. 2005; 12(3):585-602.

9. Diare. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/ Kota. Jilid 1.

Jakarta: WHO; 2009. p. 131-156.

a.
Hasil Pembelajaran:

a. Diagnosis Diare berdasarkan penyebabnya.

b. Penilaian anak diare.

c. Penentuan derajat dehidrasi.

d. Penatalaksanaan diare menurut rencana terapi berdasarkan derajat dehidrasi.

e. Edukasi untuk lima langkah tuntaskan diare.

f. Edukasi tentang penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi.

g. Edukasi keluarga untuk pencegahan diare yang benar dan efektif.


1. Subyektif

Pasien mengalami buang air besar cair sebanyak lebih dari 5 sampai 6 kali sehari. Buang air besar cair tanpa ampas berwarna kuning

dengan darah berwarna gelap, lendir dan agak berbau busuk dengan jumlah kira-kira 1/5 gelas aqua setiap kali buang air besar. Sejak

mengalami buang air besar cair, pasien tampak rewel dan lemas. Menurut ibu pasien, pasien sejak 2 hari yang lalu juga batuk, batuk

berdahak namun tidak dapat dikeluarkan, pilek disangkal pasien.

2. Objektif

Pada pemeriksaan keadaan umum pasien tampak sakit ringan dan rewel. Tanda vital didapatkan ada peningkatkan suhu tubuh.

Pada pemeriksaan kepala, didapatkan ubun-ubun besar tidak cekung. Mata tampak palpebra tidak cekung namun mukosa bibir kering.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan turgor kulit kembali segera namun bising usus masih dalam batas normal yaitu 8 kali/menit.

Pasien juga dapat dikatakan tanpa dehidrasi karena tidak adanya tanda-tanda dehidrasi yang ditentukan berdasarkan kriteria WHO 1995,

dimana kriteria tersebut memiliki beberapa aspek dari lihat dan periksa.

Dari inspeksi, keadaan umum pasien baik dan sadar, matanya normal namun mukosa bibir kering, tetapi air mata masih ada dan

pasien minum biasa. Dari pemeriksaan, turgor pasien segera kembalinya. Oleh karena adanya beberapa tanda-tanda, pasien dapat

dikategorikan mengalami tanpa dehidrasi. Skoring dehidrasi juga dapat ditentukan dari klasifikasi yang lain yaitu MMWR 2003 dan skor

Maurice King. Dari skor Maurice King, skor pasien adalah 1 yang mana, dengan skor tersebut, pasien tidak masuk dalam klasifikasi

dehidrasi. Dari kriteria MMWR 2003, pasien juga dapat dikategorikan tanpa dehidrasi karena keadaan klinis pasien yang sesuai dengan
kriteria tersebut, yaitu adanya kesadaran yang baik, mata yang tidak cekung namun mulut yang kering, turgor kulit yang kembali segera,

dan kencing normal.8

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan kesimpulan spesifik bahwa pasien mengalami infeksi bakteri atau parasit atau virus

namun tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien karena tidak ada pemeriksaan feces, namun apabila dilakukan pemeriksaan

penunjang, infeksi virus dapat disingkirkan karena tidak adanya leukositosis. Jika curiga infeksi bakteri maupun parasit, pemeriksaan tinja

rutin juga dapat dilakukan. Pada pasien dengan diare sebenarnya dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti diare

karena bakteri maupun parasit. Pada pasien, tidak dilakukan pemeriksaan tinjanya sehingga diagnosis diare akut dengan etiologi bakteri

atau parasit belum dapat ditegakkan secara lebih pasti.1,5,8

3. Assessment

Pada pasien ini diagnosis kerja diare tanpa dehidrasi ec Shigella dysenteriae, ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. pemeriksaan penunjang tidak dilakukan pada pasien ini karena tidak tersedia pemeriksaan feces.

Pasien mengalami buang air besar cair sebanyak lebih dari 5 sampai 6 kali sehari. Buang air besar cair tanpa ampas berwarna

kuning dengan darah berwarna gelap, lendir dan agak berbau busuk dengan jumlah kira-kira 1/5 gelas aqua setiap kali buang air besar.

Sejak mengalami buang air besar cair, pasien tampak rewel dan lemas. Dari anamnesis ini, dapat dicurigai bahwa pasien kemungkinan

besar mengalami diare karena sesuai dengan definisi diare, yaitu buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai

perubahan konsistensi tinja menjadi cair. Kemungkinan etiologi yang dapat disimpulkan dari anamnesis yang didapatkan adalah pasien
kemungkinan mengalami infeksi bakteri atau parasit.1

Dari segi teori, infeksi virus tidak mengakibatkan adanya darah, namun lendir bisa ada maupun tidak. Juga, dari teorinya infeksi virus

lebih bersifat cair dengan warna tinja kekuningan. Sedangkan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan parasit tinja dapat bercampur

darah pada infeksi bakteri tinja berwarna merah segar sedangkan pada infeksi yang disebabkan parasi tinja berwarna merah gelap dan

berlendir. Selain itu berdasarkan frekuensinya diare yang disebabkan parasit sebanyak 6-8x/hari berbeda dibandingkan infeksi bakteri yang

bisa sampai 10x/hari. Sehingga dapat kita kita kuatkan diagnosis kerja pada diare yang disebabkan parasit.1,5,6

Pasien juga tidak mengalami dehidrasi akibat dari banyaknya cairan yang masuk dari asi dan air yang diberikan ibu. Pasien masih mau

minum sehingga dapat dikatakan dehidrasi tidak dialami pasien. Untuk lebih jelas dehidrasi atau tidak nantinya akan dapat ditentukan dari

pemeriksaan fisik.

Pada anamnesis juga dikatakan bahwa pasien masih mengkonsumsi ASI sejak lahir sampai sekarang namun ketika usia 6 bulan

ditambah dengan susu formula dan makanan pendamping. Biasanya ibu pasien sendiri yang selalu membersihkan dan menyiapkan

makanan dan minuman pasien, botol susu dicuci dengan air kran, dan ibu mengaku tidak selalu mencuci tangan sebelum memegang

pasien atau ketika menyiapkan makanan. Sewaktu pasien sudah diberikan makanan pendamping ASI berupa susu, tidak pernah ada

keluhan diare. Hasil tinja pasien selalu langsung dibuang dan ibu pasien selalu rutin membersihkan. Hal tersebut ditanyakan untuk

mengetahui faktor resiko lain yang dapat menyebabkan diare karena cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu

melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang
telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui 4F yakni finger (jari), flies (lalat), fluid

(cairan), dan field (lingkungan). Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain tidak memberikan ASI secara

penuh untuk 46 bulan pertama kehidupan, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan

(MCK) , kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis, gizi buruk,

imunodefisiensi, berkurangnya asam lambung menurunnya motilitas usus, dan menderita campak dalam 4 minggu terakhir. 5,7

Ditanyakan juga faktor resiko lain yang dapat menyebabkan diare yaitu penggunaan antibiotik jangka panjang karena dapat

mengganggu keseimbangan flora usus. Juga apakah diare terjadi saat pemberian susu karena terdapat kemungkinan adanya intoleransi laktosa.

Namun pada pasien tidak didapatkan anamnesis yang menunjang, sehingga diagnosis banding yang lain dapat disingkirkan.1

4. Plan

Farmakologis

Kotrimosazol sirup 240mg/5ml 2x1cth selama 5 hari.

Paracetamol sirup 3-4 x 70mg (p.r.n).

Tablet Zinc 1x20 mg (p.o) selama 10 hari.

Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah larut 30 detik), segera berikan kepada anak. Bila anak muntah

sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa
kali hingga satu dosis penuh.

Oralit 6 sach

Satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc) Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan oralit

setiap kali buang air besar

Puyer Ambroxol tab 30 mg 1/5 tab/x,

CTM tab 4 mg 1/5 tab/x

Vitamin B6 (piridoksin) tab 10 mg 1/5 tab/x

Puyer tersebut diberikan 3x1 sehari selama 4 hari.

KIE :

ASI dan susu formula dilanjutkan.

Memberikan makanan pendamping 3 kali sehari.

Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian Oralit dan Zinc.

Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup.

Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar.

Buang air besar di jamban.


Membuang tinja bayi dengan benar.

Memberikan imunisasi campak.

Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

a. Diare lebih sering

b. Muntah berulang

c. Sangat haus

d. Makan/minum sedikit

e. Timbul demam

f. Tinja berdarah

g. Tidak membaik dalam 3 hari.

Pasien tidak dirawat dan dapat berobat jalan. Menurut literatur yang ada, pasien tanpa dehidrasi masuk ke dalam tatalaksana

rencana terapi A, di mana pasien dapat dirawat di rumah setelah orang tua pasien mendapatkan edukasi tentang cara pembuatan dan

pemberian oralit. Satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc) untuk anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100

cc cairan oralit setiap kali buang air besar.1


Pemberian tablet zinc yang merupakan salah satu dari Lima Lintas Tatalaksana diare, diberikan selama 10 hari berturut-turut

dengan dosis 1x20 mg peroral karena pasien sudah di atas 6 bulan. Oralit juga diberikan setiap kali BAB cair yang bertujuan untuk Zinc

diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3

bulan.1,5,9

Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Efek pemberian zinc terhadap diare adalah dengan menjaga integritas usus

melalui pengaktivan enzim superoxide dismutase (SOD) Zinc juga berperan sebagai antioksidan yang merupakan stabilisator

intramolekular, mencegah pembentukan ikatan disulfida, dan berkompetisi dengan Cu dan Fe. Selain itu, Zinc juga mampu untuk

menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Zinc juga berperan dalam penguatan sistem imun, yaitu dalam modulasi sel T dan sel B. Peranan

zinc juga terlihat dalam aktivasi limfosit T dan menjaga keutuhan epitel. Semua kegunaan inilah yang mendukung dilakukannya

pemberian zinc dalam tatalaksana diare akut.1,9

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare infeksi disebabkan oleh rotavirus yang bersifat

self limited dan tidak dapat dibunuh oleh antibiotik.1,5 Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan

kolera.1,5,9

Terapi non-medikamentosa berupa tetap dilanjutkannya pemberian ASI dan susu formula yang bertujuan untuk mencegah

kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Dilakukan diet makanan lunak sebanyak 3 kali sehari. Pada pasien ini

diberikan makanan yang lunak dan makanan dengan rendah serat bertujuan untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang
sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang saluran cerna.5

Dalam tata laksana diare, terdapat prinsip lintas diare yang meliputi rehidrasi, pemberian tablet zinc, antibiotik yang sesuai,

lanjutkan pemberian makanan, dan edukasi pada pasien. Dalam perencanaan pulang pasien, harus diedukasikan kapan pasien harus

kembali seperti contoh jika terdapat perburukan atau keadaan yang tidak membaik selama 3 hari. Juga diedukasikan kepada orang tua

tentang rehidrasi cairan dan intake makanan yang cukup. Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia

kurang dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi.1

Diare akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat dibedakan dari perbedaan gejala klinis dengan diare yang disebabkan oleh

infeksi virus. Diare yang disebabkan karena infeksi virus disertai dengan gelaja demam yang tidak terlalu tinggi dan pada pemeriksaan

darah tidak didapatkan peningkatan leukosit.Sedangkan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri biasanya disertai demam yang tinggi

serta pemeriksaan darah didapatkan peningkatan leukosit dan limfosit. Diare yang disebabkan oleh infeksi virus mempunyai karakter feses

yang berbeda dengan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri maupun parasit. Dari pemeriksaan tinja juga dapat membantu

menghilangkan diagnosis banding etiologi lain. Berikut adalah tabel perbandingan akan infeksi virus, bakteri dan parasit.1,5,9

Anda mungkin juga menyukai