Anda di halaman 1dari 4

Surat Berharga dalam Dunia Bisnis

hukumprodeo | September 25, 2014 | Hukum Bisinis, Hukum Dagang, Hukum Perdata,
Hukum Perusahaan | No Comments

A. Pengertian surat berharga

Surat berharga dapat diartikan sebagai surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu
kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan
pasar uang. Pengertian ini didasarkan pada undang-undang perbankkan UU No. 7 Tahun 1992
tentang perbankkan pasal 1 butir 11.

Secara etimologis Surat berharga bisa diartikan sebagai surat yang mempunyai Ha harga Istilah
surat yang mempunyai harga atau nilai merupakan terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa
Belanda Papier Van Waarde. Terhadap surat yang mempunyai harga, Abdulkadir
Muhammad memberikan pendapatnya sebagai berikut[1] :

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan
pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang, tetapi pembayaran itu tidak
dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alai bayar lain.
Alit bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga
atau pemyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.

Sedangkan Purwosutjipto memberikan pendapanya sebagai surat yang berharga adalah surat
bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan.[2]

Dari dua pendapat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yangdimaksudkan dengan
surat yang mempunyai harga adalah surat yang diterbitkan bukan sebagai alat pembayaran
melainkan sekedar alat bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang
tersebut di dalamnya dan surat tersebut tidak untuk diperjualbelikan.

Berdasar pada batasan tentang surat berharga yang diberikan oleh pendapat Sarjana tersebut di
atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan surat berharga adalah
surat yang mempunyai sifat seperti uang tunai sehingga dapat digunakan sebagai alat
pembayaran, dapat dipindahtangankan, diperjualbelikan dan surat tersebut merupakan alat
bukti untuk menagih pembayaran sejumlah uang bagi pemegangnya.

Dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran, berarti surat tersebut dapat dipindahtangankan
oleh pemegangnya setiap saat apabila dikehendaki. Sifat dapat dipindahtangankan dari surat
berharga dapat diketahui dari klausul yang dibubuhkan dalam surat itu sehingga dapat
dipindahtangankan, sedangkan surat berharga sebagai pembawa hak berarti untuk memperoleh
pembayaran pemegang yang bersangkutan harus menyerahkan dan menunjukkan suratnya.
Apabila surat tersebut hilang atau musnah maka pemegang akan mengalami kesulitan untuk
memperoleh pembayaran bahkan sangat tidak mungkin untuk memperoleh pembayaran.

Dengan mempunyai sifat seperti uang tunai itulah yang dapat membedakan surat berharga
dengan surat lainnya. Sifat seperti uang tunai ini terletak pada nilai yang terkandung di
dalamnya. Jadi surat itu mempunyai nilai uang artinya antara nilai yang tercantum dalam surat
itu senilai atau sama dengan nilai penerbitan dasarnya. Oleh karena itu surat berharga tidak
hanya dapat ditukarkan dengan uang tunai melainkan dapat juga digunakan sebagai alat
pembayaran.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa surat berharga mempunyai tiga ciri utama
sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad sebagai berikut :

1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)


2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah dan
sederhana).
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).

Dan tujuan penerbitan surat berharga itu ialah sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran
sejumlah uang.[3] Jadi apabila suatu surat telah memenuhi tiga ciri tersebut, maka surat itu
dapat digolongkan sebagai surat berharga. Dan dalam kenyataannya memanglah demikian
bahwa untuk dapat dikatakan sebagai surat berharga haruslah dipenuhi ciri-ciri tersebut di atas.
Karena hal ini sesuai dengan ciriciri surat berharga yang ditetapkan dalam pasal Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang.

B. Fungsi Utama Surat Berharga

Fungsi utama surat berharga adalah sebagai berikut :

1. Sebagai alat pembayaran atau alat tukar uang


2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih yakni dapat diperjualbelikan dengan
mudah.
3. Sebagai surat bukti hak tagih atau surat Legitimasi: adalah surat bukti diri bagi
pemegangnya sebagai orang yang berhak.
4. Tujuan penerbitan Surat Berharga ini sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran
sejumlah uang.

C. Latar belakang Penerbitan Surat Berharga

Timbulnya kewajiban membayar dengan menerbitkan Surat Berharga karena adanya perjanjian
lebih dahulu antar pihak-pihak, perjanjian mana menerbitkan kewajiban untuk membayar
sejumlah uang. Penerbitan Surat Berharga adalah sebagai pelaksanaan dari kewajiban
membayar dengan kata lain, perjanjian adalah perikatan dasar, tanpa ada perikatan dasar tidak
mungkin diterbitkan Surat Berharga. Jadi, penerbitan Surat Berharga, bukan perbuatan yang
berdiri sendiri lepas dari perikatan dasarnya.

Surat Berharga sebagai Surat Legitimasi

Surat Legitimasi maksudnya sebagai bukti diri bagi pemegangnya yang sah/ orang yang berhak
atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Asas Legitimasi: untuk memperlancar peredarannya
dalam lalu lintas pembayaran sesuai dengan fungsi dan penerbitan Surat Berharga. Ada 2 jenis
Surat Legitimasi menurut KUHD:

1. Legitimasi Formil
Adalah bukti bahwa SuratBerharga itu dianggap sebagai orang yang berhak atas tagihan yang
tersebut di dalamnya.Dianggap ,karena bila pemegang tidak dapat menunjukkan bukti secara
formil diatur oleh UU maka ia tidak dapat dikatakan sebagai pemegang sah.

2. Legitimasi Materiil

Adalah bukti pemegang Surat Berharga itu sesungguhnya adalah orang yang berhak atas
tagihan yang tersebut di dalamnya.

Dengan adanya legitasi formil ini , maka :

Pemegang Surat Berharga secara formil adalah orang yang mempunyai hak tagih yang
sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materiilnya.
Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang Surat Berharga itu benar-benar
orang yang berhak.
Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada Surat Berharga yang
disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.
Undang-undang mengutamakan legitimasi formal untuk menjamin fungsi dan tujuan
Surat Berharga.

C. Upaya Tangkisan Pada Surat Berharga

1. Upaya Tangkisan Absolute / Execption In Rem

Digunakan terhadap debitur semua pemegang baik pertama maupum berikutnya. Upaya ini
timbul dari surat berharga itu sendiri yaitu:

Cacat bentuk Surat Berharga (tentang syarat formil; misal tidak ada tanda tangan penerbit,
tanggal penerbitan, tanda tangan palsu, dll, tentang ketidakcakapan penerbit pakasaan badan)

Lampau waktu dari surat berharga, tentang ini diatur dalam pasal 169 KUHD untuk wesel
dan surat sanggup, pasal 229 KUHD untuk cek.

Kelainan formalitas dalam regres (kewajiban setiap pemegang surat wesel untuk
memindahkan surat wesel itu kepada orang lain untuk menanggung pembayaran)

Jika surat berharga mendapat penolakan aseptansi / pembayaran pada hari tagih / hari bayar
maka pemegang dapat melakukan hak regresnya untuk memperoleh pembayaran kepada
penerbit/ debitur lainnya.

2. Upaya Tangkisan Relatif

Dapat diketahui dari hubungan hukum yang terjadi antara penerbit dan salah seorang endosan
yang mendahului pemegang terakhir, khususnya pemegang I yang lazim disebut perikatan
dasar. Upaya ini diatur dalam pasal 109 KUHD dan pasal 116 KUHD untuk wesel, pasal 199
untuk cek.

[1] Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Bandung: PT


Citra Aditya Bakti, 1998, hal. 4
[2] Purwosutjipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum Jual Beli
Perusahaan, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003, Hal. 6

[3] Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 5

Anda mungkin juga menyukai