Anda di halaman 1dari 15

Leukemia Limfositik Akut

Mega Julia Thio


102010028
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
Mthio92@yahoo.com

PENDAHULUAN
Leukemia merupakan suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplastik
dari sel-sel organ hemopoetik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem cell)
yang akan membentuk suatu klon sel leukemia. Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik.
Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia
dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia
mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi menjadi: Leukemia limfositik kronik/LLK
(mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia
mieloid kronik / LMK (mengenai orang dewasa), leukemia limfositik akut/LLA (mengenai anak-
anak, tetapi dapat juga mengenai dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun
orang dewasa dan merupakan 20 % leukemia pada anak).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 14
tahun, ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak normal sehingga menyebabkan
pucat, pusing, pembesaran kelenjar getah bening, demam, nyeri, dan perdarahan sebagai
manifestasi klinis. LLA merupakan salah satu masalah penting pada kanker anak.Sebagai strategi
untuk meningkatkan manajemen masalah kanker anak, khususnya LLA, diperlukan gambaran
epidemiologi dan hasil pengobatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais
(2000-2008), LLA banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1 dengan
risiko biasa adalah jenis LLA terbanyak.Dari penelitian, 44,9% pasien meninggal dan 27,5 %
hidup.

ANAMNESIS
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien akan lebih baik melakukan anamnesis
terlebih dahulu karena anamnesis mempunyai peran yang sangat penting untuk mengetahui

1
diagnosis awal suatu penyakit. Anamnesis yang dilakukan dapat berupa autoanamnesis maupun
alloanamnesis 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis. Pertanyaan
mencakup identitas pasien, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekrang, faktor
resiko mencakup riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penggunaan obat,
riwayat sosial.2
Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau
dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak
penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien. Keluhan utama yang didapatkan
anak pucat sejak 1 bulan yang lalu. Pucat paling baik dinilai pada telapak tangan atau kaki, kuku,
mukosa mulut, dan konjungtiva.3Keluhan penyerta anak juga mengalami demam tidak terlalu
tinggi dan hilang timbul sejak 1-2 bulan yang lalu, disertai adanya pendarahan gusi dan mimisan.
Riwayat penyakit sekarang adalah perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan
kapan dimulainya perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat.
Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan
utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan dengan
munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya. Demam, misalnya, akan dikeluhkan setelah
dirasakan meninggi, karenanya untuk keluhan demam seorang dokter harus menggali informasi
kapan saat pertama pasien merasa suhu tubuhnya meningkat, walaupun belum dirasakan cukup
mengganggu. Khusus untuk demam kurang dari satu minggu, bahkan dokter harus mampu
menentukan pernyataan yang meyakinkan dan tajam dengan menyebut demam hari ke berapa
dan bukannya demam sekian hari.Penting ditanyakan pada pasien, gejala apa lagi yang
dirasakan selain dari keluhan utama. Misalnya apakah cepat merasa cepat lelah? Atau gejala lain
seperti demam, perdarahan ataukah nyeri tulang dll. Apabila terdapat keluhan keluhan lain
seperti itu, perlu ditanyakan lagi apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap.
Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu
penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu
penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal dari
pasien, keluarganya maupun lingkungan.Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan
melakukan anamnesis riwayat pribadi seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat
pertumbuhan dan perkembangan serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi

2
juga perlu dieksplorasi, untuk menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga
diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang diturunkan atau ditularkan.3

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai
splenomegaly, dan kadang-kadang hepatomegaly serta limfadenopati. Penderita yang
menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia.
Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak
dan penyebabnya tidak diketahui, hati-hati leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia,
epistaksis, perdarahan gusi, dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat
splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-
tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel
leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia
serebral dan sebagainya.4
Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada scenario adalah suhu 390C, napas
24x/menit, denyut nadi 100x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg, Konjungtiva anemis, (+), sklera
ikterik (+), limfadenopati pada servikal, aksila, dan inguinal, hepatomegali (+), hematoma (+)
pada kulit ekstremitas atas dan bawah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung Darah Lengkap (Complete Blood Count), dan Apus Darah Tepi
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis
(lebih 100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm4. Pada
umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi
dari 0-100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000/mm4.

Aspirasi Sumsum Tulang


Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua
pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Specimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis
histologi, sitogenetik, dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperseluler
dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum

3
tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang tidak dapat
berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsy penting untuk evaluasi gambaran sitology.

Sitokimia
Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak
dapat membedakan LLA dari leukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan sudden
black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negative. Mieloperoksidase adalah
enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari precursor granulositik, yang dapat
dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-
ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan
sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid shift (PAS). TdT yang
diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow
cytometry.5

Imunofenotip (dengan flow cytometry)


Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai untuk
diagnosis dan identifikasi subtype imunologi adalah antibody terhadap:
1. Untuk precursor B
CD 10 (common ALL antigen), CD19, CD79A, CD22, cytoplasmic m-heavy chain, dan TdT
2. Untuk sel T
CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT
3. Untuk sel B
Kappa atau lambda, CD19, CD20, dan CD22
Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen myeloid. Antigen myeloid
yang biasa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari antigen
limfoid dan myeloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang, dan
perjalanan penyakitnya buruk.

4
DIAGNOSIS KERJA
Leukemia Limfositik Akut (LLA)

Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari
keganasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira kira 75% dari semua
kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia myeloid akut (LMA) berjumlah
kira kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun,
meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis; leukemia
limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari
leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh
rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh
pemeriksaan sumsum tulang atau limpa.Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar,
bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak
dengan atau tanpa trombositopenia.Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat
memastikan diagnosis.Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum
tulang dapat memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal
anemia aplastik, ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron
sebenarnya telah dapat dilihat adanya sel patologis.
Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia
(ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan
splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut.ATP dan trombositopenia biasa
tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi, kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila
darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan retikulositopenia (terdapat pansitopenia),
diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau leukemia.6

EPIDEMIOLOGI

Setiap tahunnya 2.500-3.000 kasus baru leukemia anak terjadi di Amerika Serikat. Penyakit ini
menyerang 40 dari 1 juta anak di bawah usia 15 tahun. Leukemia limfositik akut mencakup
sekitar 75% kasus. Puncak insidens LLA adalah pada usia 2-5 tahun dan lebih tinggi pada anak

5
lelaki dibandingkan perempuan. LLA sel T pada khususnya, dihubungkan dengan predominasi
lelaki juga dengan usia yang lebih tua pada puncak insidens. 6

ETIOLOGI

Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus
onkogenik). Faktor lain yang turut berperan ialah:

1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormone, bahan kimia (benzol, Arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras (orang Yahudi mudah menderita LLK), faktor konstitusi seperti
kelainan kromosom (angka kejadian LMK lebih tinggi dari Sindrom Down), herediter
(kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-beradik atau kembar satu telur), angka
kejadian pada anak lebih tinggi sesuai dengan usia maternal.
Secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut: bila virus dianggap
sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus
tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia seandainya struktur antigen
manusia itu. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus
tersebut akan ditolaknya, sama kejadiannya dengan penolakan terhadap benda asing. Struktur
antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan
selaput lendir yang terketak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan). Oleh WHO
terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HLA (Human Leucocyte locus A). Sistem HLA
individu ini diturunkan menurut hukum genetika, sehingga agaknya peranan factor ras dan
keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.7

Faktor predisposisi:

1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell
leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
anti neoplastik
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol

6
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6. Kelainan kromosom

PATOFISIOLOGI

KLASIFIKASI

Klasifikasi dibagi berdasarkan maturitas sel akut, kronik. Berdasarkan jenis sel myeloid,
limfoid. Berdasarkan maturasi dan jenis sel leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia
mieloblastik kronik (LMK), leukemia limfositik akut (LLA), leukemia limfositik kronik (LLK).
Berdasarkan morfologi dan pewarnaan sitokimia (FAB) acute non lymphocytic leukemia
(ANLL) dibagi menjadi:

M0 : undifferentiated LMA. Mieloperoksidase (-) sulit dibedakan dengan LLA


M1 : LMA tanpa maturasi. Dominasi sel blas, blas tanpa granula, sejumlah kecil granula
azurofil, Auer bodies. Tipe ini paling sering
M2 : LMA dengan maturasi. Terjadi diferensiasi, promielosit dan seterusnya.
M3 :APL (acute promyelocytic leukemia). Granula azurofil besar, Auer bodies bundle
(Faggot cell), sering disertai DIC.

7
M4 : AMMoL (acute myelomonocytic leukemia)
M5a : AMoL (acute monoblastic leukemia) poor differentiation
M5b : AMoL good differentiation
M6 : Erythroleukemia. Eritroblas sering PAS (+)
M7 : AMgL (acute megakaryoblastic leukemia)
Leukemia limfositik akut (LLA) dibagi menjadi:

L1 : sel blas berukuran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nukleoli yang tidak
jelas.

Gambar.3.Morfologi sel LLA tipe L1.8

L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio inti
sitoplasma yang rendah.

Gambar.4.Morfologi sel LLA tipe L2.8

L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofilik.

8
Gambar.5.Morfologi sel LLA tipe L3.8

Kebanyakan LLA pada anak mempunyai morfologi L1 sedangkan dewasa L2. LLA
adalah bentuk leukemia yang paling lazim dijumpai pada anak. Insiden tertinggi terdapat pada
usia 3-7tahun, dan menurun pada usia 10 tahun. Tipe prekusor B yang lazim dijumpai (CD10+),
paling sering ditemukan pada anak dan mempunyai insidensi yang sama untuk kedua jenis
kelamin. Terdapat predominasi pria yang menderita ALL-T. Frekuensi kejadian ALL lebih
rendah setelah usia 10 tahun dengan peningkatan sekunder usia 40 tahun.9

DIAGNOSIS BANDING

Thalassemia

Thalassemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orang tua kepada
anaknya sejak masih dalam kandungan. Jika pasangan suami istri adalah pembawah gen
thalassemia, maka kemungkinan anaknya akan menderita thalassemia sebesar 25%, pembawa
gen thalassemia 50% dan normal 25%. Thalassemia terjadi karena kelainan atau perubahan pada
gen globin dan yang mengatur produksi rantai globin dan . Keadaan ini menyebabkan
produksi hemoglobin terganggu dan umur eritrosit memendek. Dalam keadaan normal, umur
eritrosit berkisar 120 hari.10

Leukemia Mielositik Akut (LMA)

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi
neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila tidak diobati,
penyakit ini akan mengakihatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa minggu, sampai
bulan sesudah diagnosis. Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui.
Meskipun demikian ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya
menjadi faktor predisposisi LMA pada populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa kimia yang
banyak digunakan pada industri penyamakan kulit di negara sedang berkembang, diketahui
merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi ionik juga diketahui dapat
menyebabkan LMA. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya insidensi kasus leukemia,

9
termasuk LMA, pada orang-orang yang selamat dari serangan bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki pada tahun 1945.6,7

Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun
sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman. Faktor lain
yang diketahui merupakan predisposisi untuk LMA adalah trisomi kromosom 21 yang dijumpai
pada penyakit herediter sindrom Down. Pasien sindrom Down dengan trisomi kromosom 21
mempunyai risiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia, khususnya LMA tipe
M7. Selain itu pasien beberapa sindrom genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga
diketahui mempunyai risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk
menderita LMA.6,7

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan


tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum
tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi
utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia.

Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:

Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada


Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanay terjadi
pada anak
Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme). Disebabkan oleh
hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel leukemia. Semua cadangan
energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik yang ganas, sehingga semakin
lama cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakin berkurang, akibatnya gizi pasien
terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi
pasien adalah anemia dan gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas seluler yang

10
terjadi mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan mekanisme
pengaturan suhu sehingga terjadi demam. Kemungkinan lain akibat terjadinya demam adalah
adanya infeksi. Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem imunitas meningkat,
tetapi sel yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis apapun, sehingga tidak
fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini disebut dengan leukopenia
fungsional.
Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gram negatif
usus, stafilokokus, streptokokus, serta jamur
Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
Limfadenopati. Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihan dalam
memproduksi limfosit. Sehingga sel-sel limfonodus yang berlebihan menyebabkan timbulnya
rasa sakit.
Hepatomegali. Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2) akibat anemia
hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini, kaitan yang paling mungkin
adalah hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan hepar.
Splenomegali. Splenomegali yang terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1)
infiltrasi; 2) infeksi; atau 3) sumbatan/gangguan aliran darah. Namun, dalam kasus ini,
kemungkinan yang paling besar splenomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke
dalam limpa/spleen.
Massa di mediastinum (T-ALL).
Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah,
kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status
mental.7

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia
limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut : 7,11

Induksi

11
Sistemik :
a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
b. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga
pengobatan
c. Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off selama 1
minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai


bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid) 9

Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam,
kemudian dilanjutkan dengan:
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi.9
Maintenance:
Terapi fase pemeliharaan berkelanjutan dengan total durasi terapi 2-3 tahun. Terapi ini
umumnya meliputi vinkristin bulanan dan terapi kortikosteroid oral jangka pendek (5-7 hari),
ditambah 6-merkaptopurin oral harian, dan metotreksat mingguan (secara oral atau
intramuscular).7
Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali
dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat obat rumat diteruskan. 9
Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu) .
Terapi lain yang dapat diberikan yaitu dengan pemberian antibiotic IV spectrum luas
(ceftazidime dan gentamisin), dengan tujuan untuk mencegah pasien LLA tekena infeksi.

Non Medikamentosa

12
Terapi yang dapat diberikan adalah:7

Transfusi darah, diberikan untuk mempertahakan Hb>10 g/dL. Transfusi trombosit dilakukan
bila terjadi tanda-tanda perdarahan.
Mencegah atau mengatasi infeksi, hal ini perlu dilakukan karena pasien-pasien LLA
memiliki sistem imun yang rendah sehingga rentan unuk terkena infeksi. Pada pasien LLA,
perlu dijaga kebersihan kulit, mulut, gigi dan pasien perlu diisolasi.
Diet makan lunak dengan gizi seimbang.

KOMPLIKASI

Komplikasi jangka pendek terutama disebabkan oleh supresi sumsum tulang tulang
akibat kemoterapi. Pasien dapat mengalami perdarahan dan anemia yang bermakna memerlukan
transfuse trombosit atau darah. Neutropenia dengan jumlah neutrophil di bawah 500/mm3,
terutama di bawah 100/mm3, merupakan predisposisi terjadinya infeksi bakteri bermakna pada
pasien. Immunosupresi meningkatkan risiko pneumocystis carinii. Pasien yang belum pernah
terkena varisela atau belum mendapatkan vaksin varisela berisiko untuk mendapat infeksi berat.
Bila terpapar, seorang pasien non-imun sebaiknya mendapatkan immunoglobulin varisela-
zoster.7

PROGNOSIS

Karena onset biasanya mendadak, maka dapat disertai perkembangan dan kematian yang cepat
bila tidak diobati. 60% pasien yang diobati menjadi sembuh dan mengalami harapan hidup yang
meningkat dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang serta SSP. Harapan
sembuh pasien dewasa tergantung dari intensifnya terapi. Secara umum, overall disease free
survival rate kira-kira 30%.11

13
KESIMPULAN

Leukemia merupakan penyakit keganasan yang berasal dari sumsum tulang dengan
manifestasi sel-sel abnormal dalam darah tepi. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak
teratur dan tdk terkendali serta fungsinya sehingga menganggu sel darah normal dan memberikan
gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang pada scenario diatas diketahui seorang anak laki-laki berusia 10 tahun
dibawa ke puskesmas dengan keluhan utama pucat sejak 1 bulan yang lalu menderita penyakit
leukemia limfositik akut.

14
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta:
ECG;2005.h.150-153.

2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.
3. Matondang, S. Corry dkk. Anamnesis dan pemeriksaan fisik: diagnosis fisis pada anak. Edisi
2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007.

4. Panji IF. Buku ajar ilmu penyakit dalam leukemia limfoblastik akut buku ajar ilmu penyakit
dalam. jilid 2. Edisi 5. Jakarta: ECG;2009. Hal.1266-75.

5. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: Buku kedokteran EGC; 2009.h. 441-42.
6. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit erlangga; 2006.h. 159-61.
7. Marcdante R, Kliegman R dkk. Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Edisi ke-6.
Diterjemahkan oleh IDAI. Jakarta: 2011.h.597-643
8. Rudolph, M. Abraham. Buku ajar pediatrik Rudolph. Edisi 20. EGC, Jakarta: 2006.
9. Fianza, PI. Leukemia limfoblastik akut. Sudoyo, AR, editors. In: Ilmu Penyakit Dalam. 4 th
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. h.728-34.
10. Wirawan R. Thalassemia. Diunduh dari
www.biomedika.co.id/downlot.php?...828183BrochureTHALASSEMIA, 2017
11. Hassan, et al. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ke-1. Cetakan ke-11. Jakarta:
Percetakan Infomedika; 2007.

15

Anda mungkin juga menyukai