Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asam Mefenamat

Rumus Molekul : C15H15NO2

Berat Molekul : 241,29

Nama Kimia : Asam N-2,3-xililantranilat [61-68-7]

Pemeriaan : Serbuk hablur, putih atau hampir putih; melebur pada

suhu lebih kurang 2300 disertai peruraian

Kelarutan : Larut dalam larutan alkali hidroksida; agak sukar larut

dalam kloroform; sukar larut dalam etanol dan

metanol; praktis tidak larut dalam air.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus

cahaya

(Depkes RI,1995).

Universitas Sumatera Utara


2.1.1 Farmakologi asam mefenamat

Asam mefenamat adalah salah satu obat dari golongan AINS (Anti

Inflamasi Non Steroid) yang merupakan turunan dari asam N-

phenylanthranilic. Asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat enzim

siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin

terganggu (Gilman, et al., 1996).

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik dan sebagai anti

inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. Asam

mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Dengan demikian interaksi

terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan (Wilmana dan Gan, 2007).

Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Asam

mefenamat mencapai kadar puncak dalam plasma dalam 2 4 jam setelah

penggunaan dosis tunggal. Rata-rata 50% dari dosis asam mefenamat

diekskresikan di urin, umumnya sebagai metabolit terkonjugasi 3- hidroksi

metil dan metabolit 3- karboksil. Sejumlah 20% asam mefenamat ditemukan di

feses, umumnya sebagai metabolit tak terkonjugasi 3- karboksil (Gilman, et al.,

1996).

Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia,

diare, sampai diare berdarah dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.

Pada orang lanjut usia efek samping diare hebat lebih sering dilaporkan. Efek

samping lain yang berdasarkan hipersensitivitas ialah eritema kulit dan

Universitas Sumatera Utara


bronkokonstriksi dan anemia hemolitik juga pernah dilaporkan(Wilmana dan

Gan, 2007).

2.2 Kapsul

Kapsul dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu

macam obat atau lebih dan/ atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke

dalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air. Pada umumnya,

cangkang kapsul terbuat dari gelatin. Tergantung pada formulasinya, kapsul

dapat berupa kapsul gelatin lunak atau keras. Bagaimanapun, gelatin

mempunyai beberapa kekurangan, seperti mudah mengalami peruraian oleh

mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair (Ansel,

2005).

Mothes dan Dublanc, dua orang prancis biasa dihubungkan dengan

penemuan kapsul gelatin. Kapsul ditemukan oleh James Murdock dari London

(1484), dan dipatenkan di Inggris pada tahun 1865. Selain mempunyai

kelebihan-kelebihan seperti keindahan, kemudahan pemakaian dan kemudahan

dibawa, kapsul telah menjadi bentuk takaran obat yang populer karena

memberikan penyalutan obat yang halus, licin, mudah ditelan, dan tidak

memiliki rasa, terutama menguntungkan untuk obat-obat yang mempunyai rasa

dan bau yang tidak enak (Lachman, et al., 2008).

Belakangan ini, beberapa bahan telah diuji untuk menggantikan gelatin

sebagai bahan untuk pembuatan cangkang kapsul, salah satunya dengan

alginat. Masalah-masalah dari kapsul gelatin mungkin dapat diatasi oleh kapsul

Universitas Sumatera Utara


alginat. Alginat merupakan polimer -D-mannuronat (M) dan -L-asam

guluronat (G) yang diperoleh dari alga cokelat (Phaeophyceae) (Belitz, dkk.,

1987).

2.2.1 Kapsul delayed-release

Kapsul dapat disalut, atau, lebih umumnya, granul yang dienkapsulasi

dapat disalut untuk menahan pelepasan obat dalam cairan lambung dimana

suatu penundaan penting untuk mengurangi masalah yang mungkin terjadi

pada inaktifasi obat ataupun iritasi mukosa lambung. Istilah delayed-release

digunakan pada monografi Farmakope pada kapsul salut enterik yang ditujukan

untuk menunda pelepasan dari bahan obat hingga kapsul melewati lambung.

(USP XXX, 2007).

Menurut USP Ed. 30, syarat sediaan lepas tunda (delayed release)

adalah jumlah obat yang terlepas di cairan lambung buatan tidak lebih dari

10% selama 2 jam dan tidak kurang dari 75% di cairan usus buatan selama 45

menit untuk asam mefenamat.

Beberapa contoh sediaan kapsul lepas tunda (delayed release):

a. kapsul lepas tunda aspirin

Medium asam : HCl 0,1 N

Medium basa : campuran larutan HCl 0,1N dan 0,02 M tribasic

natrium fosfat pH 6,8

Universitas Sumatera Utara


Waktu : 90 menit, untuk tahap dapar

Toleransi : Tidak kurang dari 75% (Q) aspirin yang terlepas

selama 90 menit

b. kapsul lepas tunda doksisiklin hyclat

Medium asam : HCl 0,06 N

Medium basa : dapar ftalat pH 5,5

Waktu : 20 menit untuk tahap asam

30 menit untuk tahap dapar

Toleransi : Tidak kurang dari 85% (Q) doksisiklin hyclat yang

terlepas selama 30 menit

c. kapsul lepas tunda eritromisin

Medium asam : HCl 0,06 N

Medium basa : dapar fosfat pH 6,8

Waktu : 60 menit untuk tahap asam

60 menit untuk tahap dapar

Toleransi : Tidak kurang dari 85% (Q) eritromisin yang

terlepas selama 120 menit

Universitas Sumatera Utara


d. kapsul lepas tunda fluoxentin

Medium asam : HCl 0,1N

Medium basa : dapar fosfat pH 6,8

Waktu : 120 menit untuk tahap asam

45 menit untuk tahap dapar

Toleransi : Tidak kurang dari 10% (Q) fluoxentine yang

terlepas selama 120 menit di tahap asam dan tidak

kurang dari 75% (Q) fluoxentine yang terlepas

selama 45 menit di tahap dapar

e. kapsul lepas tunda lansoprazole

Medium asam : HCl 0,1 N

Medium basa : Campuran 65,4 gram monobasic natrium fosfat,

28,2 gram natrium hidroksida, dan 12 gram

natrium deodesil sulfat

Waktu : 60 menit untuk tahap asam

60 menit untuk tahap dapar

Toleransi : Tidak kurang dari 10% (Q) lansoprazole yang

Universitas Sumatera Utara


terlepas selama 60 menit di tahap asam dan tidak

kurang dari 80% (Q) fluoxentine yang terlepas

selama 60 menit di tahap dapar

f. kapsul lepas tunda pancrelipase

Medium asam : Cairam lambung yang distimulasi tanpa enzim

Medium basa : dapar fosfat pH 6,0

Waktu : 60 menit untuk tahap asam

30 menit untuk tahap dapar

Toleransi : Tidak kurang dari 75% (Q) unit lipase yang

terlepas tiap kapsul

2.3 Natrium Alginat

Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang

diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah

Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental,

tidak larut dalam etanol dan eter. Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis

pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz, dkk., 1987).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3.1 Struktur M: - D asam mannuronat dan G: - L asam
guluronat

Gambar 2.3.2 Struktur Alginat

Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu -D-

mannuronat (M) dan -L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok

yang membentuk rantai linear (Grasdalen, dkk., 1979). Kedua unit tersebut

berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-

masing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu

(MG) (Thom, dkk., 1980).

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam

industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat

dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan

penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium

tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat

antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom, dkk., 1980).

Universitas Sumatera Utara


Untuk kepentingan farmasetik digunakan natrium alginat, dimana

larutannya dalam air bereaksi netral sampai asam lemah. Sediaan alginat paling

stabil pada daerah pH 6-7, pada pH 4,5 asam bebasnya akan mengendap.

Pemanasan yang kuat dan lama, terutama > 70oC dihindari, karena akan

mengalami kehilangan viskositas akibat terjadinya polimerisasi. Sediaan

disimpan dingin dan dilindungi dari cahaya dalam wadah tertutup baik (Voight,

1995).

Di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa

tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung.

Cangkang kapsul ini dibuat dari natrium alginat dengan kalsium klorida

menggunakan cetakan. Telah terbukti bahwa cangkang kapsul alginat tahan

atau tidak pecah dalam cairan lambung buatan (pH 1,2). Kapsul mengembang

dan pecah dalam cairan usus buatan (pH 4,5 dan pH 6,8).

Utuhnya cangkang kapsul kalsium alginat di dalam medium pH 1,2

disebabkan komponen penyusun cangkang alginat yaitu kalsium guluronat

masih utuh, sedangkan pelepasan kalsium kemungkinan berasal dari kalsium

yang terperangkap dalam kapsul dan terikat dengan manuronat saja. Hal itu

berarti kalsium guluronat yang bertanggung jawab terhadap keutuhan kapsul di

dalam medium pH 1,2 (Bangun, dkk., 2005).

Cangkang kapsul kalsium alginat dapat mengembang dan pecah di

dalam medium pH 4,5 dan 6,8 (cairan usus buatan). Hal ini disebabkan terjadi

pertukaran ion kalsium dari kalsium alginat (kalsium guluronat) dengan ion

natrium yang terdapat pada cairan usus buatan, sehingga terbentuk natrium

Universitas Sumatera Utara


alginat (natrium guluronat). Pembentukan natrium alginat pada kapsul dapat

menyebabkan kapsul bersifat hidrofilik, sehingga mudah menyerap air,

mengembang dan pecah (Bangun, dkk., 2005).

2.4 Natrium Lauril Sulfat

Natrium lauril sulfat adalah campuran dari natrium alkil sulfat,

sebagaian besar mengandung natrium lauril sulfat, CH3(CH2)10CH2OSO3Na.

Kandungan campuran natrium klorida dan natrium sulfat tidak lebih dari 8,0%

(Depkes RI, 1995).

Natrium lauril sulfat adalah surfaktan anionik yang digunakan secara

luas dalam pembuatan sediaan non parenteral dan kosmetik. Natrium lauril

sulfat bekerja sebagai detergen dan zat pembasah di dalam kondisi asam dan

basa dengan cara menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat

membentuk misel untuk melarutkan obat- obat yang sukar larut (Rowe, et al.,

2009).

2.5 Viskositas

Viskositas adalah suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk

mengalir. Viskositas dapat dianggap sebagai suatu sifat yang relatif dengan air

sebagai bahan rujukan dan semua viskositas dinyatakan dalam istilah-istilah

viskositas air murni pada suhu 20oC. Viskositas air dianggap satu centipoise

(sebenarnya 1,008 centipoise). Suatu bahan cair yang 10 kali kental (viscous)

dengan suhu yang sama viskositasnya sama dengan 10 centipoise. Singkatan

centipoise cP (dan jamaknya cPs) merupakan istilah yang lebih sesuai dari

Universitas Sumatera Utara


pada unit dasar satu poise sama dengan 100 centipoise (Ansel, 2005). Makin

kental suatu cairan, makin besar kekuatan yang diperlukan agar cairan tersebut

mengalir dengan laju tertentu (Martin, 1993).

2.6 Kerapuhan

Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban

dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan

kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai

akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, dkk., 2009).

Lama pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan

kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama

lain. Kadar uap air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan

mikroba. Jika kadar uap air pada kapsul gelatin kurang dari 10%, kapsul

cenderung menjadi rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18%

kapsul gelatin melunak. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk

bentuk sediaan kapsul gelatin berkisar 15-30C dan 30%-60% kelembaban

relatif (RH) (Margareth, dkk., 2009).

2.7 Disolusi

Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1989). Uji

disolusi yaitu uji pelarutan invitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat

dalam suatu media aqueous dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan

yang terkandung dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting

sebelum kondisi absorbsi sistemik (Shargel dan Yu, 1988).

Universitas Sumatera Utara


Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu:

a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat,

meliputi:

i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama

dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju

disolusi yang cepat.

ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar

luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi

meningkat.

b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:

i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila

dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur

yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang

hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang

hidrofob dapat mengurangi laju disolusi.

ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat

mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan

pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah sifat hidrofilik

bahan aktif dan menambah laju disolusi.

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi:

i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan

mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat

Universitas Sumatera Utara


menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi

medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga

menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan

penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.

ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil

laju disolusi bahan obat.

iii. pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet

sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju

disolusi (Gennaro, 2000). Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam

medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar pada medium

basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin, dkk.,

1993).

United States Pharmacopeia (USP) XXX memberi beberapa metode

resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu:

a. Metode Keranjang (Basket )

Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh

tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu

bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak

yang bersuhu konstan 37oC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus

memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia

standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan

syarat operasi telah dipenuhi.

Universitas Sumatera Utara


b. Metode Dayung (Paddle)

Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang

berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung

diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan

yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang

beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media

pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti

pada metode basket dipertahankan pada 37oC. Posisi dan kesejajaran dayung

ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan

dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara

drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang

sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan.

c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi

Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP basket and rack

dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram

dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan

partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan

dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan

dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat

(Shargel dan Yu, 1988).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai