Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subyektif
pruritus. Obyektif tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi, dan
pembentukan sisik. Tanda-tanda polimorfik tersebut tidak selalu timbul pada
saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan menjadi kronis. Penyebab
dermatitis kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. Namun, sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein,
bakteri, dan fungus. Respons tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi
ialah perubahan kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang dapat kami angkat dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah konsep dasar penyakit dermatitis alergi ?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dermatitis alergi ?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit dermatitis,
dan sebagai bahan literatur bagi mahasiswa keperawatan.
Tujuan Khusus :
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dan mahasiswa
keperawatan dalam :
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala dermatitis.
b. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada penderita dermatitis.
c. Mencegah untuk tidak terjadinya komplikasi pada penderita dermatitis.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit


a. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai
respon terhadap pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema,
edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi,
2007).
b. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak
iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit
diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan
kelainan ringan tidak datang berobat. Bila dibandingkan dengan dermatitis
kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit,
karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di
masyarakat.
c. Etiologi
Penyebabnya secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik (
sinar matahari, suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
b. Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.
d. Faktor Predisposisi
a. Keringnya kulit.
b. Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.
c. Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya
membungkus anak dengan pakaian berlapis.
d. Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.

2
e. Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.
f. Virus dan infeksi lain.
g. Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.
e. Gejala klinis
Pada umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala
klinis lainnya bergantung pada stradium penyakitnya.
a. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau
bula, erosi dan eksudasi sehingga tampak basah.
b. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering
menjadi kusta.
c. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul
dan likenefikasi.Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja
sejak awal suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis
berupa kelainan kulit stadium kronis.
D. Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan
melalui kerja kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah
daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel epidermis.Ada 2 jenis
bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua
orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau
mengalami kontak berulang-ulang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil pada
terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas dapat
menimbulkan rasa nyeri yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal.
Selain itu, dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan gangguan
citra tubuh yang timbul karena vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan
kulit bersisik.

3
E. Pathway
Alergen
(Luar / eksogen : misalnya bahan kimia : deterjen, oli, semen :, fisik : sinar matahari,
suhu , mikroorganisme : mikroorganisme, jamur, dalam /endogen : misalnya dermatitis
atopik.)

Ditangkap oleh APC

MHC-II

complex peptide-MHCII

Dipresentasikan pd sel TH2 dilepas sitokin (IL-4 & IL-13) proliferasi sel B
sekresi IgE.

IgE berikatan pd mast cell melalui FcE receptors (FcERI)

Sensitivitas

Vesikel atau bula, erosi , papula Pruritus


Eritema,edema,
hiperpigmentasi,
skuama
Nyeri
Garukan lichenifikasi
Gangguan citra
tubuh
Gangguan Kerusakan
pola tidur Tindakan terapi integritas kulit

Kurang pengetahuan

4
F. Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a. Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )
Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan yang
menempel pada kulit atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi
hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi
yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit
terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik.
Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :
a) Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara
kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik.
Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang
dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini
terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama kontak,
kekerapan, gesekan dan trauma fisis, shu serta kelembaban.
Selain faktor diatas faktor lain yang mendukung terjadinya
dermatitis kontak alergik adalah faktor individu misalnya
perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak dibawah umur 8 tahun
dan usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam lebih
rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih
banyak pad wanita ). Gejala klinis yamg terjadi adalah
kekeringan kulit yang berlangsung beberapa hari hingga bulan.
Vesikulasi, fisura dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah
merupakan bagian yang paling sering terkena.
b) Dermatitis kontak alergik.
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat
kontak kulit dengan bahan alergik ( bahan pelarut, deterjen,
minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 14

5
hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase
yaitu:
- Fase sensitisasi
Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan
ditangkap oleh sel langerhans denagn cara pinositosis dan diproses
secara kimiawi oleh enzim lisosom. Pada awalnya sel langerhans
dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag
dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi
kontak tergantung pada sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen
kontak sendiri dari ambang rangsang yang rendah terhadap respon
iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang meradang. Jadi
sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal
antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu
tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
- Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan
ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan
diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR,
kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-
DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah
tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi
proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.
Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat
perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada
permukaan dorsal tangan.
c) Dermatitis kontak fototoksik
Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi
memerlukan kombinasi sinar matahari dan bahan kimia yang
merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi serupa
dengan dermatitis iritan.
d) Dermatitis kontak fotoalergik

6
Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan
cahaya disamping kontak alergen untuk menimbulkan
reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa dengan
dermatitis iritan.
e) Dermatitis Atopi
Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan
berlebihan limfosit T dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang
sering timbul, dalam keadaan yang sering disebut eksema.
Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam
keadaan akut, yang pertama tampak kemerahan dan banyak
kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong.
Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih
sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat
siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat menyebabkan
berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan
keluahan utama mencari bantuan.
f) Dermatitis medikamentosa
Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang
digunakan untuk ruang kulit karen pemakaian internal obat-
obatan atau medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat
timbul mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik
atau menyeluruh.

G. Pemeriksaan fisik
Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi.
1.Inspeksi
a. Higiene kulit
Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan
seseorang.
b. Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:

7
Makula: suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan
kulit datar dan ukurannya kueang dari 1 cm, misalnya pada morbili
atau campak.
Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari
makula, misalnya: crysipelas
Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada
sekitarnya, misalnya gigitan.
Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang
jernih, misalnya cacar air , herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-
besar lebih dari 1 cm disebut bula, misalnya luka bakar.
Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo,
jerawat, infeksi kuman staphilococcus (bisul ).
Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula
dan pustula.
Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah
dsb.
Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi.
Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah
retakan. Hal ini diakibatkan penurunan elastisitas jaringan kulit.
Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan
luka. Hal ini bisa karena bakat ( mempunyai kecenderungan untuk itu)
ada pula yang spesifik, yaitu cicatrix bekas irisan kulit pada seseorang
mofinis dan bekas suntikan BCG.
Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di
epidermis kulit berukuran kurang dari 1 cm.
Hematoma: pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran
lebih besar dan berwarna merah, biru, ungu sampai biru.
Naevus pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi
pada suatu daerah kulit dengan batas tegas.
Hiperpigmentasi: suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari
kulit sekitarnya.
8
Vitiligo/hipopigmentasi: daerah kulit yang tidak berpigmen/ kurang
pigmen daripada kulit sekitarnya.
Tatttoo: hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna.
Hemangioma: suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh-
pembuluh darah setempat yang biasanya kongenital.
Spider naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di
kulit yang khas bentuk dan arah aliran darahnya ( keluar) misalnya
pada penderita sirosis hepatis.
Lichenifikasi: penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
Striae: suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut
wanita hamil, orang- orang yang sangat gemuk ( daerah gluteal, lipat
bahu, ketiak ini karena regangan kulit yang melebihi ekstisitisitasnya
).
Mongolian spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di daerah
gluteal sampai lumbal, bayi-bayi dari ras oriental, Indian, Amerika,
dan Negro.
Uremie frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal
halus ureum yang terjadi akibat menguapnya keringat pasien uremia
sehingga di kulit tertinggal bedak ureum.
Anemi: pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir,
konjungtiva, warna dasar kuku karena kurangnya Hb.
Cyanosis: tampak kulit warna kebiruan akibat jumlah reduced Hb
melebihi kadar 5 % akibat kegagalan transport oksigen atau
menumpuknya CO2 di jaringan.
Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit,
telapak tangan, dan sklera mata karena bilirubin yang tinggi pada
penyakit-penyakit hati.
2.Palpasi
Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin, hangat, deman )
kemudian kelembabannya, psien dehidrasi terasa kering dan pasien
hipertiroidisme berkeringat terlalu banyak.

9
1. Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba ksar
pada defisiensi vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak
ketombe, diaper-rash (di selangkangan bayi ) akibat popok bayi.
2. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali
ke keadaan semula menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
3. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit akibat
fraktura tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga
udara paru-paru bisa berada di bawah kulit dada.
4. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih daripada
jumlah semestinya.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Tempel Terbuka.
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang
telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu
dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen
yang menguap.
b.Tes Tempel Tertutup.
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam
plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut
diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas
penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.
c. Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai
fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu
bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen.
Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua
baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan
pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan
24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada
sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik
kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan

10
tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita
sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan
akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab
dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi
dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat
mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam
sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan
kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya
telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji
tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit
penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari
penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin
akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis
penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk
menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu,
tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh
ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji
tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan
berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transformasi
limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak
alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan
secara klinis belum bernilai diagnosis.

I. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik
yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk
menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan
perlindungan pada kulit.
a. Pencegahan

11
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak
iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat
dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung
tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan
deterjen.
b. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
Pengobatan topical Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-
prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah
(kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit,
makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik
berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi
bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-
jenisnya adalah :
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian
topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak
alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini
mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel
T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan
fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T,
dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini
meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak
dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah
hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara
pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan
penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara
tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu

12
diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan
erupsi akneiformis.
b. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak
melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan
hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji
antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan
fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA
(PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan
infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari
sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans
menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans.
c. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya
memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi
atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
d. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa
hemolitikus, E. coli, Proteus dan Candida sp. Pada keadaan superinfeksi
tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan
antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
e. Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan

13
menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti
IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain.
Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan
atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat
askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada
konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-
17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan
betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit.
Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak
mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama
efektifnya dengan pemakaian secara oral.
Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema,
juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-
jenisnya adalah :
1).Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya.
Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan
histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-
antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan
asetilkolin.
2).Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular
atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid
lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila
diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu
perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi.
Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans,

14
menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1,
TNF-a dan MCAF.
3).Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong
dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8.
Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta
menghambat ekspresi ICAM-1.
4).Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi
ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat
teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5).FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular.
Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis
leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga
diberikan secara topikal.
6).Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti
nifedipin dan amilorid.
7).Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan
INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan.
Contohnya adalah kalsitriol.
8).SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi.
Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik
daripada siklosporin

15
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan
anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji
tempel.Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk
mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak
lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian,
pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga
ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan
dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri,
obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika,
kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan
mungkin faktor psikologik.Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema
dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk
dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak
berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian
tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka
predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan
diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
a. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama,
beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering
kontak dengan bahan serupa.
b. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
c. Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain
tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta
timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
d. Rasa gatal.
e. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

16
Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat
tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas
seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk
memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya
jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak
menurun.
Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan
lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor
ekstremitas.
Dermatitis medikamentosa: adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah itu
timbul reaksi obat mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau
menyeluruh.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi,
penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
2. Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula,
garukan berulang
3. Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.
4. Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis.
5. Kurang pengetahuan b/d program terapi.

C. Intervensi dan Rasionalisasi


Dx 1: Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi,
penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam kondisi kulit klien
menunjukkan perbaikan.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan
turunnya peradangan, ditandai dengan:

17
a. Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
b. Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,
berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah
rusak.
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 20 menit. Segera oleskan salep
atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda
dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan
krim pelembab selama 2 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan
air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan
pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive.
Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin
dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga
kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Dx 2: Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan
berulang.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat
berkurang
Kriteria Hasil:
a. Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
b. Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
c. Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.

18
Intervensi:
Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala
nyeri (0-10 )
Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi
selanjutnya.
Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan
perhatian klien dari nyeri.
Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik;
pentoksifilin
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.

Dx 3: Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.


Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x 24 jam klien bisa beristirahat
secara optimal.
Kriteria Hasil :
a. Mencapai tidur yang nyenyak.
b. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
c. Menghindari konsumsi kafein.
d. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
e. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan
kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang
nyaman meningkatkan relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.

19
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Dx 4: Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis


Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam pengembangan
peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai.
Kriteria Hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan
diri.
b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
c. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
e. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
f. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan
menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan.
Intervensi :
Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan
merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan
yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh
terhadap konsep diri.
Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan
reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya.

20
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan
kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi,
ketakutan merusak adaptasi klien .
Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Dx 5: Kurang pengetahuan b/d program terapi


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x 24 jam terapi dapat dipahami
dan dijalankan
Kriteria Hasil :
a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
c. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai
program.
d. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
e. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana
penyuluhan.
Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki
kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka
lakukan, kebanyakan klien merasakan manfaat.
Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan
lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk
melakukan terapi.

21
Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan.
Rasional: dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk
kambuh kembali.
D. Implementasi
Implementasi yang dimaksud merupakan pengolahan dari perwujudan rencana
tindakan yang meliputi kegiatan yaitu : validasi, rencana keperawatan,
mendokumentasikan, memberikan asuahan keperawatan dalam mengumpulkan
data serta melaksanakan advis dokter dan ketentuan
E. Evaluasi
Dx 1:
a. Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
b. Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,
berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang
telah rusak.
Dx 2:
a. Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
b. Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
c. Berpartisipasi dalam aktivitas dan tiduratau istirahat dengan tepat.
Dx 3:
a. Mencapai tidur yang nyenyak.
b. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
c. Menghindari konsumsi kafein.
d. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
e. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Dx 4:
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
c. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
e. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.

22
f. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan
teknik untuk meningkatkan penampilan.

Dx 5:
a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
c. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
d. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
e. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subyektif pruritus.
Obyektif tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi, dan pembentukan sisik.
Tanda tanda polimorfik tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit
bertendensi residif dan menjadi kronis. Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak
diketahui penyebabnya.
Dermatitis kontak Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan yang
menempel pada kulit atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi
hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering
bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan
yang iritatif atau alergenik
3.1 Saran
Diharapkan perawat mampu melakukan tindakan seperti pada teori dan bisa
langsung mengaplikasikan nya dengan semaksimal mungkin.

24
Daftar Pustaka

Carpenito-moyet,Lynda Juall,2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta:Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

Doenges, Marlynn E dkk.2005. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan pasien, Ed III. Jakarta: EGC

Santosa,Budi,2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda.Prima Medika

25

Anda mungkin juga menyukai