Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam tifoid atau typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi
sistemik terutama mengenai sistem retikuloendotelial, jaringan limfoid
intestinal, dan kantung empedu, yang disebabkan oleh kuman basil gram
negatif Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi.3

Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam


tifoid adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh
Salmonella typhi, biasanya menyebar melalui ingesti makanan dan air yang
terkontaminasi, ditandai dengan bakteremia berkepanjangan serta invasi oleh
patogen dan multifikasinya dalam sel-sel fagosit mononuklear pada hati, limpa,
kelenjar getah bening, dan plak Peyeri di ileum 4

B. Epidemiologi
Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid jarang terjadi di negara
industri. Namun, tetap menjadi masalah kesehatan serius di sebagian wilayah
dunia seperti Uni Soviet, India, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika.
Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu
berakhir kematian. Sekitar 70% dari seluruh kasus kematian itu menimpa
penderita demam tifoid di Asia. 5
Pada tahun 2000 insidensi demam tifoid di Amerika Latin sebesar 53
per 100 ribu penduduk dan di Asia Tenggara sebesar 110 per 100 ribu
penduduk. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun.
Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella subspesies enterika serovar
typhi dan paratyphi A. CDC Indonesia melaporkan insidensi demam tifoid
mencapai 358-810 per 100 ribu populasi pada tahun 2007 dengan 64%
ditemukan pada usia 3-19 tahun dan angka mortalitas antara 3,1-10,4% pada
pasien rawat inap. 5, 6

2
3

Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan
nyata antara insidensi pada laki-laki maupun perempuan. Insidensi penderita
demam tifoid dengan usia 12-30 tahun sekitar 70-80%, usia 31-40 tahun
sekitar 10-20%, dan usia > 40 tahun sekitar 5-10%. 6

C. Etiologi
Demam tifoid disebabkan bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi dari genus Salmonella. Kuman ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul, dan mempunyai flagela (rambut
getar). Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob pada
suhu 15-41o C (suhu pertumbuhan optimal 37o C) serta pH pertumbuhan 6-8.
Kuman ini bertahan hidup beberapa minggu di alam bebas seperti di air, es,
sampah, dan debu serta hidup subur pada medium yang mengandung garam
empedu. Kuman ini mati dengan pemanasan (suhu 60o C) selama 15-20 menit,
pasteurisasi, pendidihan, dan khlorinisasi. 7
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu:
1. Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian ini
mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau endotoksin. Antigen ini
tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (antigen flagela) terletak pada flagela, fimbria, atau fili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis.
Antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pembentukan 3
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 6, 8

D. Patofisiologi
Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran
cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dan
seterusnya). S typhi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau
4

minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan


kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-
kaki lalat). Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun
buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia,
sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus
halus.
Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa menjebol usus
halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah
bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati,
empedu, dan lain-lain).Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni
penderita bisa mengandung kuman S typhi yang siap menginfeksi manusia
lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari. Pada penderita yang
tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala
sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni
sampai bertahun-tahun. S. typhi hanya dapat tinggal di dalam tubuh manusia.
Oleh karena itu, demam tifoid sering ditemui di tempat-tempat di mana
penduduknya kurang mencuci tangan dimana airnya mungkin tercemar
dengan sisa limbah.
Sekali bakteri S. typhi dimakan atau diminum, ia akan memperbanyak
diri dan menyebar ke dalam saluran darah dan badan akan memberi respon
dengan menunjukkan beberapa gejala seperti demam. Pembuangan kotoran
yang disembarang tempat dan dihinggapi lalat (lipas dan tikus) yang akan
menyebabkan demam tifoid.9
5

Bakteri S.typhi masuk ke dalam tubuh melalui mulut

Banyak bakteri mati saat melewati lambung suasana asam

aklorhidia, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor


histamin H2, inhibitor pompa
proton, atau antasida

bakteri yang masih hidup capai usus halus

melekat pada sel-sel mukosa dan invasi mukosa

menembus dinding usus-ileum dan yeyunum (Peyers patch)

mencapai folikel limfe usus halus

duktus torasikus

kelenjar limfe mesenterika sirkulasi sistemik

multiplikasi di jaringan RES- hati, limpa sumsum tulang invasi kandung


empedu

E. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi demam tifoid sekitar 10-14 hari, rata-rata 2 minggu.
Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dari asimtomatik atau ringan seperti
panas disertai diare sampai dengan klinis yang berat seperti panas tinggi, gejala
septik, ensefalopati, atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perdarahan
dan perforasi usus. Hal ini mempersulit penegakkan diagnosis jika hanya
berdasarkan gambaran klinisnya. 3,10
6

Demam merupakan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua


penderita demam tifoid. Demam dapat muncul tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi
parah dengan gejala yang menyerupai septikemia karena Streptococcus atau
Pneumococcus daripada Salmonella typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada
demam tifoid tetapi pada malaria. Namun, demam tifoid dan malaria dapat timbul
bersamaan pada 1 penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi
dapat menyerupai gejala meningitis. Nyeri perut kadang tidak dapat dibedakan
dengan apendiksitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala peritonitis akibat
perforasi usus. 3
o
Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 C),
nyeri kepala, epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare,
nyeri perut, nyeri otot, dan malaise. Minggu ke-2 pasien mengalami demam,
lidah khas berwarna putih (lidah kotor), bradikardia relatif, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, dan bahkan gangguan kesadaran (delirium, stupor,
koma, atau psikosis). 3,
Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama
minggu ke-1, terutama sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu
ke-2 dan ke-3 demam terus-menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun
secara lisis. Demam tidak hilang dengan antipiretik, tidak menggigil, tidak
berkeringat, dan kadang disertai epistaksis. Gangguan gastrointestinal meliputi
bibir kering dan pecah-pecah disertai lidah kotor, berselaput putih, dan tepi
hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Lien membesar,
lunak, dan nyeri tekan. Pada awal penyakit umumnya terjadi diare kemudian
menjadi obstipasi. 3,

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk demam tifoid meliputi pemeriksaan
hematologi, urinalisis, kimia klinis, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi
molekuler. Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis,
menentukan prognosis, serta memantau perjalanan penyakit, hasil pengobatan,
dan timbulnya komplikasi.
7

1. Hematologi
a. Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun jika terjadi komplikasi
perdarahan atau perforasi usus.
b. Hitung leukosit rendah (leukopenia) tetapi dapat normal atau tinggi.
c. Hitung jenis neutrofil rendah (neutropenia) dengan limfositosis relatif.
d. Laju endap darah (LED) meningkat.
e. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

2. Urinalisis
a. Protein bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).
b. Leukosit dan eritrosit normal tetapi meningkat jika terjadi komplikasi. 7
3. Kimia klinis
Enzim hati (SGOT dan SGPT) sering meningkat dengan gambaran radang
sampai hepatitis akut. 7
4. Imunoserologi
a. Widal
Widal digunakan untuk mendeteksi antibodi di dalam darah
terhadap antigen bakteri Salmonella typhi atau paratyphi (reagen).
Pada uji ini hasil positif jika terjadi reaksi aglutinasi antara antigen
dengan antibodi yang disebut aglutinin. Oleh karena itu, antibodi jenis
ini dikenal sebagai febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh
banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau
negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan pernah vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi
anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor reumatoid (RF). Hasil
negatif palsu dapat disebabkan sudah mendapatkan terapi antibiotik,
waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum
buruk, dan adanya penyakit imun lain. 3, 13
Aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam
tifoid. Makin tinggi titer, makin besar kemungkinan menderita demam
tifoid. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu ke-1
8

demam kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada


minggu ke-4 serta tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut
mula-mula timbul aglutinin O dan diikuti aglutinin H. Orang yang
sembuh, aglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan sedangkan
aglutinin H menetap lebih lama 9-12 bulan. 3, 13
Jika titer O sekali periksa 1/200 atau terjadi kenaikan titer 4
kali, diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H dikaitkan
dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau sedangkan Vi untuk
deteksi pembawa kuman (karier). 13

b. Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM


Uji ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji widal untuk
mendiagnosis demam tifoid. lgM positif menandakan infeksi akut
sedangkan lgG positif menandakan pernah kontak, terinfeksi, reinfeksi,
atau di daerah endemik. 6
5. Mikrobiologi (kultur)
Gall culture atau biakan empedu merupakan gold standard untuk
demam tifoid. Jika hasil positif, diagnosis pasti untuk demam tifoid. Jika
hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid karena hasil biakan negatif
palsu dapat disebabkan jumlah darah terlalu sedikit (< dari 2 ml), darah
tidak segera dimasukkan ke media gall (darah membeku dalam spuit
sehingga kuman terperangkap dalam bekuan), saat pengambilan darah
masih dalam minggu ke-1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotik, dan
sudah vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera
diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (positif antara 2-
7 hari, jika belum ada ditunggu 7 hari lagi). Spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah kemudian untuk stadium lanjut atau carrier
digunakan urin dan feses. , 11, 10,9

6. Biologi molekular
9

PCR (polymerase chain reaction) mulai banyak digunakan. Cara


ini dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman kemudian diindentifikasi
dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi
kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitivitas) dan spesifisitas
tinggi. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh
lain, dan jaringan biopsi. 5

G. Diagnosis
Diagnosis demam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dilakukan dengan cara menguji
sampel feses atau darah untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella sp
dengan membiakkan pada 14 hari awal setelah terinfeksi. 6
Selain itu, tes widal (aglutinin O dan H) mulai positif pada hari ke-10
dan titer akan meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal
selang 2 hari jika peningkatan aglutinin progresif (di atas 1/200) menunjukkan
diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan feses dilakukan pada
minggu ke-2 dan ke-3 serta biakan urin pada minggu ke-3 dan ke-4 dapat
mendukung diagnosis dengan ditemukannya bakteri Salmonella. 9, 12
Diagnosis demam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dilakukan dengan cara menguji
sampel feses atau darah untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella sp
dengan membiakkan pada 14 hari awal setelah terinfeksi. 6
Selain itu, tes widal (aglutinin O dan H) mulai positif pada hari ke-10
dan titer akan meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal
selang 2 hari jika peningkatan aglutinin progresif (di atas 1/200) menunjukkan
diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan feses dilakukan pada
minggu ke-2 dan ke-3 serta biakan urin pada minggu ke-3 dan ke-4 dapat
mendukung diagnosis dengan ditemukannya bakteri Salmonella. 9, 12
Diagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang tepat
bermanfaat untuk mendapatkanhasil yang cepat dan optimal sehingga dapat
mencegah terjadinya komplikasi.2 Pengetahuan mengenai gambaran klinis
10

penyakit sangat penting untuk membantu mendeteksi dini penyakit ini. Pada
kasus-kasus tertentu, dibutuhkan pemeriksaan tambahan dari laboratorium
untuk membantu menegakkan diagnosis. Gambaran darah tepi pada
permulaan penyakit dapat berbeda dengan pemeriksaan pada keadaan penyakit
yang lanjut. Pada permulaan penyakit, dapat dijumpai pergeseran hitung jenis
sel darah putih ke kiri, sedangkan pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah
tepi ke kanan (limfositosis relatif ). Ciri lainakan terjadinya perforasi usus.
yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofilia
(menghilangnya eosinofil .

Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboratorium


didasarkan pada 3 prinsip, yaitu:
Isolasi bakteri
Deteksi antigen mikroba
Titrasi antibodi terhadap organisme penyebab

H. Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit secara klinis dapat
menjadi diagnosis banding seperti influenza, bronkitis, bronkopneumonia, dan
gastroenteritis. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Demam tifoid yang berat dapat
didiagnosis banding dengan sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit hodgkin.
6, 12

I. Penatalaksanaan
1. Tirah baring
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur seperti
makan, minum, mandi, buang air kecil, maupun buang air besar dapat
mempercepat penyembuhan. Kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan yang dipakai juga perlu dijaga. 4
11

Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,


observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari. Tirah baring bertujuan untuk
mencegah terjadinya komplikasi perdarahan atau perforasi usus.
Mobilisasi pasien dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien. 4
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuh harus diubah pada
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang
terjadi obstipasi dan retensi urin. 4

2. Managemen nutrisi
Penderita demam tifoid selama menjalani perawatan dianjurkan
mengikuti petunjuk diet berikut:
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin, dan protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Makanan rendah serat bertujuan untuk membatasi volume feses dan tidak
merangsang saluran cerna. Pemberian bubur ditujukan untuk menghindari
terjadinya komplikasi perdarahan atau perforasi usus. 12

3. Managemen medis
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala seperti
demam, diare, obstipasi, mual, muntah, dan meteorismus. Jika obstipasi > 3
hari, perlu dibantu dengan parafin atau lavase dengan glistering. Obat
laksansia atau enema tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan
perdarahan maupun perforasi usus. 11
Pengobatan suportif diberikan untuk memperbaiki keadaan
penderita seperti pemberian cairan dan elektrolit jika terjadi gangguan
keseimbangan cairan. Penggunaan kortikosteroid hanya diindikasikan
12

pada toksik tifoid (disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan
neurologis dan hasil pemeriksaan CSF dalam batas normal) atau demam
tifoid yang mengalami syok septik. Regimen yang digunakan adalah
deksametason dengan dosis 3 x 5 mg. Pada anak digunakan deksametason
intravena dengan dosis 3 mg/kg BB dalam 30 menit sebagai dosis awal
dilanjutkan dengan 1 mg/kg BB tiap 6 jam hingga 48 jam. 11, 10, 9
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya penyebaran
kuman. Antibiotik yang dapat digunakan dalam demam tifoid yaitu:

a. Kloramfenikol.
Dosis orang dewasa 4 x 500 mg per hari oral atau intravena
sampai 7 hari bebas demam. Suntik intramuskuler tidak dianjurkan
karena dapat terjadi hidrolisis ester dan tempat suntikan terasa nyeri.
Tingginya angka kekambuhan (10-25%), masa penyakit memanjang,
karier kronis, depresi sumsum tulang (anemia aplastik), dan angka
mortalitas yang tinggi merupakan perhatian yang perlu terhadap
kloramfenikol. Kekambuhan dapat diobati dengan obat yang sama.
Penurunan demam terjadi pada hari ke-5. 10, 11

b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir
sama dengan kloramfenikol tetapi komplikasi hematologi seperti
anemia aplastik lebih rendah dibandingkan kloramfenikol. Dosis
tiamfenikol 4 x 500 mg. Demam menurun pada hari ke-6. 10, 11

c. Ampisilin dan kotrimoksazol


Efektivitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis
orang dewasa 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400
mg dan trimetoprin 80 mg) diberikan selama 2 minggu. Diberikan
karena meningkatnya angka mortalitas akibat resistensi kloramfenikol.
13

Munculnya strain Salmonella typhi MDR menjadikan ampisilin dan


kotrimoksazol resisten. 10, 11

d. Kuinolon
Kuinolon mempunyai aktivitas tinggi terhadap Salmonella in
vitro serta mencapai konsentrasi tinggi di usus dan lumen empedu.
Siprofloksasin mempunyai efektivitas tinggi terhadap strain Salmonella
typhi MDR dan tidak menyebabkan karier. Kuinolon yang dapat
digunakan untuk demam tifoid meliputi:
1) Norfloksasin dosis 2 x 400 mg per hari selama 14 hari.
2) Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg per hari selama 6 hari.
3) Ofloksasin dosis 2 x 400 mg per hari selama 7 hari.
4) Pefloksasin dosis 400 mg per hari selama 7 hari.
5) Fleroksasin dosis 400 mg per hari selama 7 hari.
Demam umumnya lisis pada hari ke-3 atau ke-4. Penurunan demam
sedikit lambat pada penggunaan norfloksasin. 10, 11

e. Sefalosporin generasi III


Sefotaksim, seftriakson, dan sefoperazon digunakan selama 3
hari dan memberi efek terapi sama dengan obat yang diberikan 10-14
hari. Respon baik juga dilaporkan dengan pemberian seftriakson dosis
3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama 30 menit per infus 1 x
diberikan 3-5 hari. 10, 11

f. Antibiotik lainnya
Beberapa studi melaporkan keberhasilan pengobatan demam
tifoid dengan aztreonam (monobaktam). Antibiotik ini lebih efektif
daripada kloramfenikol. Azitromisin (makrolid) diberikan dengan
dosis 1 x 1 gram per hari selama 5 hari. Aztreonam dan azitromisin
dapat digunakan anak-anak, ibu hamil, dan menyusui. 10, 11
g. Kombinasi antibiotik
14

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada


keadaan tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis, perforasi, dan syok
septik di mana pernah terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam
kultur darah selain bakteri Salmonella typhi. Kepekaan kuman
terhadap antibiotik yaitu:
1) Ampisilin, amoksisilin, sulfametoksazol, dan trimetoprin
mempunyai kepekaan 95,12%.
2) Sisanya seperti kloramfenikol mempunyai kepekaan 100%. 10,11

Tabel 3. Obat dan Dosis Antibiotik untuk Demam Tifoid


15

Tabel 4. Rekomendasi DOC Pengobatan Antibiotik untuk Demam Tifoid

sensitif fluorokuinolon (ofloksasin, siprofloksasin) 5-7 hari


demam tifoid tanpa
MDR fluorokuinolon 5-7 hari atau sefiksim 7-14 hari
komplikasi
resisten kuinolon azitromisin 7 hari atau seftriakson 10-14 hari

sensitif fluorokuinolon (ofloksasin) 10-14 hari


demam tifoid
MDR fluorokuinolon (ofloksasin) 10-14 hari
dengan komplikasi
resisten kuinolon azitromisin 7 hari atau seftriakson 10-14 hari

J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat demam tifoid yaitu:
1. Intestinal
a. Perdarahan usus
Pada plaque peyeri yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak. Jika tukak menembus lumen usus dan mengenai
16

pembuluh darah, terjadi perdarahan. Jika tukak menembus dinding


usus, terjadi perforasi. Perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan
koagulasi darah (DIC). Sekitar 25% penderita mengalami perdarahan
minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Namun, perdarahan
hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Jika transfusi
dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, biasanya perdarahan ini
merupakan suatu proses self limiting yang tidak perlu bedah. 11, 12,13

b. Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ke-3 tetapi dapat juga terjadi pada minggu ke-1.
Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut hebat
terutama di kuadran kanan bawah yang menyebar ke seluruh perut dan
disertai tanda ileus. Peristaltik melemah pada 50% penderita dan pekak
hepar kadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen.
Tanda perforasi lain adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan
bahkan syok. 11, 12, 13
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong
adanya perforasi. Jika pada foto polos abdomen 3 posisi ditemukan
udara pada rongga peritoneum, hal ini merupakan nilai yang cukup
menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. 12,1 3, 9
c. Ileus paralitik
d. Pankreatitis

2. Ekstraintestinal
a. Kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis,
dan tromboflebitis.
b. Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, dan DIC.
c. Paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Hepatobilier: hepatitis dan kolesistitis.
e. Ginjal: glomerulonefritis dan pielonefritis.
17

f. Neuropsikiatrik atau toksik tifoid. 11, 12, 9

K. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung dari usia, keadaan umum, status
imunitas, jumlah dan virulensi kuman, serta cepat dan tepatnya pengobatan.
Prognosis buruk jika terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia
atau febris kontinyu, kesadaran menurun, malnutrisi, dehidrasi, asidosis,
peritonitis, bronkopneumonia, dan komplikasi lain. Di negara maju dengan
terapi antibiotik yang adekuat angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang
angka mortalitas > 10%, biasanya disebabkan keterlambatan diagnosis dan
pengobatan. Angka mortalitas pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa
7,4% dengan rata-rata 5,7%. 5, 6
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan
bakteri Salmonella typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier
kronis. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai
usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid.
Insidensi penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan
dengan populasi umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini
jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis. 6, 12

Anda mungkin juga menyukai