Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kejadian penyakit kanker usus besar (kolon) dan rektum cukup tinggi di dunia
termasuk di Indonesia. Sayangnya perhatian masyarakat awam terhadap kanker ini masih
minim. Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki dan
perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health Organization pada April 2003
melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan hampir 500.000
kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya.
Dibandingkan penyakit jantung koroner, penyakit keganasan atau kanker usus besar
(kolon) dan rektum kurang populer dan kurang menjadi perhatian masyarakat awam. Padahal
angka kejadiaanya cukup tinggi. Apalagi diikuti dengan makin bertambahnya usia harapan
hidup, penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker juga akan semakin meningkat.
Penderita karsinoma kolorektal biasanya datang pada dokter sudah dalam keadaan
lanjut, oleh karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi karsinoma kolon-rektum
dalam stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi lebih baik. Manifestasi klinis
dari keganasan kolorektal sangat bervariasi tergantung dari tempat dimana lesi berada,
apakah di kanan atau kiri kolon. Namun yang paling sering terjadi adalah perubahan
kebiasaan pola buang air besar. Karena banyak kanker adalah asimptomatik sampai mencapai
stadium yang lanjut, jelas bermanfaat untuk mendiagnosis kanker tersebut dangan
menggunakan pengujian diagnostik skrining dan spesifik untuk pasien yang dicurigai
menderita kanker kolon-rektum atau mereka yang berada dalam risiko tinggi karena kondisi
predisposisi atau riwayat keluarga.

Page | 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kanker kolorektal atau dikenal sebagai ca colon atau kanker usus besar adalah tumor
ganas epitelial pada usus besar yang memanjang dari sekum hingga rektum.1

2.2 Anatomi
Kolon mempunyai panjang 1,5 meter dan terbentang dari ileum terminalis sampai
dengan anus. Diameter terbesarnya 8,5 cm dalam sekum, berkurang menjadi 2,5 cm
dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum. Bagian
asendens dan desendens terutama retroperitoneum,sedangkan kolon sigmoideum dan
transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di intraperitoneum.2,3
Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia koli.
Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra.2,3
Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri
sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens,
transversum, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada
abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis.
Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S.3
Dalam perkembangan embriologi kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional
sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang lengkap. Keadaan ini
memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat
terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang
sempit.2

Page | 2
Gambar 1. Anatomi Kolon2

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu : tunika serosa,
tunika muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa membentuk
apendises epiploika, sedangkan tunika mukosa yang terdiri dari epitel selapis toraks dan
tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga bawahnya mempunyai sel
goblet pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon. Pada tunika muskularis terdapat sel
ganglion pleksus mienterikus (Auerbach) terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum
sirkulasi.3

Gambar 2. Lapisan Dinding Kolon4

Page | 3
Suplai darah kolon terutama melalui arteria mesenterika superior dan inferior dan
inferior. Arteria mesenterika superior ada tiga cabang utama :(1) arteri ileokolika, (2) kolika
dekstra dan (3) kolila media. Arteria mesenterika inferior bercabang ke arteria kolika sinistra,
hemoroidalis superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-masing mempunyai anatomis dengan
arteria terdekat, yang membentuk pembuluh darah kontinyu di sekeliling keselurahan kolon.
Drainase vena kolon sejajar sistem arteria, tetapi tidak memasuki sistem vena kava interior.
Vena mesenterika superior dan inferior bergabung dengan vena splenika untuk membentuk
vena porta dan berdrainase ke hati.3
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan
melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v.
mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Keduanya bermuara ke
dalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis
analis menuju ke v. kava inferior. Karena itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum
dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada
batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran
hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.2,3
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke nodi
limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini penting
diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi
keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu
keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada
metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan
retroperitoneal pada a. kolika sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di
regio inguinalis.3
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan pleksus
presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena distribusi persarafan
usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda.
Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada
epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada apendisitis akut mula-mula terasa pada
epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dari lesi pada kolon
desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium
atau di bawah pusat dan nyeri perut.3

Page | 4
2.3 Fisiologi
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus, serta
menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Fisiologi usus besar meliputi:3,5
1. penyerapan H2O (700-1000 ml menjadi 180-200)
2. penyimpanan feses untuk sementara waktu
3. ekskresi mukus
4. aktivitas bakteria
Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari
dikeluarkan sebagai feses. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan kolon
transversum. Bila jumlah air melampaui batas misal karena ada kiriman yang berlebihan dari
ileum maka akan terjadi diare.3
Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebnyak 90 %
kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium diabsorpsi secara aktif
melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap
secara pasif mengikuti dengan natrium melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif
disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif
melalui pertukaran klorida-bikarbonat.5
Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh
bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih sederhana seperti
peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2,
H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon. Beberapa substansi ini
dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-
zat ini akan diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.5
Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri. Mikroorganisme yang
terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah Bacteroides. Escherichia coli merupakan
bakteri aerob terbanyak. Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan karbohidrat dan
protein di kolon dan berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan
kolesterol. Bakteri ini juga diperlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat
pertunbuhan bakteri patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi tingginya jumlah bakteri
pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses dan infeksi.5
Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan produksi
intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen
dan methan. Nitrogen dan oksigen dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida
diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi
Page | 5
asam lemak. Hidrogen dan methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi
sekitar 100-200 mL dan dikeluarkan melalui flatus.5
Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di
dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil
pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500
ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas
tertimbun di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi (gembung karena kelebihan gas di
lambung dan usus). Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan
mengandung karbohidrat yang tidak dapat dicerna.5
Sekresi di kolon ialah cairan kental yang banyak, terjadi di dalam mukus dengan PH
8,4. cairan mukus terdiri atas 98% air dan mengandung 85-93 mEq/l baik bikarbonat maupun
amilase, maltase, invertase, peptidase dan musin. Pada keadaan normal tidak ada laktase,
protease, dan enterokinase. Gunanya untuk pelicin dan melindungi mukosa kolon.5
Rangsangan untuk sekresi ialah rangsangan mekanik sisa makanan. Rangsangan pada
nervus pelvikus serta pemberian pilokarpin akan memperbesar sekresi. Rangsangan
simpatikus serta pemberian atropin akan mengurangi sekresi. Usus besar juga mempunyai
fungsi ekskresi mineral misal Ca, Mg, Hg, As, dan Fe.5
Selain melakukan ekskresi mineral tersebut juga bahan makanan lain yang tidak dapat
dicernakan misalnya selulosa, sebagian zat lemak, sebagian kecil protein dan lain-lainnya.
Zat-zat tersebut berupa tinja yang dalam kolon asendens seperti bubur. Pada kolon desendens
mulai menjadi padat, kemudian dikumpulkan di kolon sigmoideum dan sampai di ampula
rekti sehingga pada suatu waktu terjadi rangsangan pada rektum dan terjadilah defekasi.
Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air sisanya
terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan
mineral yang tidak diabsorbsi.5
Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yang
khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang dan dari
waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Pergerakannya
tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas
sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi.5
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak teratur,
berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra dan (2)
peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik
ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul
Page | 6
dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya
setelah makan pertama masuk pada hari itu.3
Secara umum, aktivitas fisik seperti postur, cara berjalan berperan penting dalam
stimulus pergerakan isi kolon. Selain itu juga dipengaruhi oleh keadaan emosi. Waktu transit
di kolon dipercepat oleh makan makanan yang mengandung serat. Serat ialah matrix sel
tumbuhan yang tidak larut dan terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lilgnin. Pergerakan
kolon normal lambat, kompleks dan bervariasi. Pada kebanyakan, makanan mencapai sekum
dalam 4 jam dan 24 pada rektosigmoid. Kolon transversum merupakan tempat penyimpanan
feses.5
Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus. Faktor yang
mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah kegiatan dan tidur, jumlah distensi
kolon dan variasi hormonal. Jenis- jenis gerakan :5
- Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini memperpanjang
lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan meningkatkan absorpsi air dan
elektrolit
- Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot longitudinal dan sirkular.
- Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan dengan kontraksi
antegrade dan propulsif.

2.4 Etiologi
Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan kanker kolon dan rektum
merupakan interaksi berbagai faktor yakni faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor
lingkungan yang multipel bereaksi terhadap predisposisi gentik atau defek yang didapat dan
berkembang kanker kolon dan rektum. Terdapat 3 kelompok kanker kolon dan rektum
berdasarkan perkembangannya, yaitu:6
1. Kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari kasus
kolon dan rektum. Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan
kolorektal. Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini.
Kelompok yang diturunkan adalah pasien yang pada waktu dilahirkan sudah dengan
mutasi sel germinativum pada salah satu alel dan terjadi mutasi somatik pada alel
yang lain.

Page | 7
2. Kelompok sporadik. Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85%
dari seluruh keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat
diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertama dari pasien kanker kolorektal
memiliki peningkatan resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.
3. Faktor lingkungan. Yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak
jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan resiko ini untuk
individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa
orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini. Dari bukti-bukti
eksperimental dan survei makanan, ditunjukkan bahwa faktor berikut ini sangat
berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma kolon yaitu : tingginya konsumsi daging
sapi dan lemak hewani, meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon, tumor
yang memproduksi asam empedu sekunder, diet rendah serat, dan kemungkinan
defisiensi bahan makanan protektif (yang mencegah timbulnya kanker) dalam diet.
Teori yang pernah dikemukakan adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan dapat
meningkatkan pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis
clostridium dan bakteroides. Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan empedu
sekunder, yang dapat merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya dan secara
simultan berperan sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang potensial
karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen) dari amin
dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak hewani.
Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan memperkecil
volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini mengurangi
proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah serat sering
disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran yang
mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker.

2.5 Epidemiologi
Insidens karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda.
Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat, perbandingan insidend laki-laki
dengan perempuan adalah 3:1. Kurang dari 50% karsinoma kolon dan rektum ditemukan di
rektosigmoid, dan merupakan penyakit pada usia lanjut. Pemeriksaan colok dubur merupakan
penentu karsinoma rektum.3

Page | 8
Gambar 3. Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi (data unit endoskopi, Divisi Departemen Ilmu penyakit
Dalam FKUI/RSCM, Jakarta 2005)

2.6 Patofisiologi
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa
yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan
genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan
sporadik) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan
pada mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma).3,5
Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang
mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa
dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat
pertumbuhan sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung
pada kanker kolorektal yaitu : instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan
instabilitas mikrosatelit (Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya sel kanker kolon
melalui mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang
kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan
oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatch repair (MMR) dan merupakan
terbentuknya kanker pada sindrom Lynch.5
Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari
adenoma kolon menjadi kanker kolon.3,5

Page | 9
Gambar 4. Progresi Mutasi Gen dari Adenoma Colorectal jadi Carcinoma6

Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi somatik terjadi
pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi
pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya berkembang menjadi
adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma kolon yang
berukuran besar akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.5
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor
tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel
yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA
tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilkan sel-sel dengan kerusakan DNA yang
lebih parah.5
Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang berisi
beberapa alele (misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen
supresor tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan
transformasi akhir menuju keganasan. Perubahan genetik yang terjadi selama evolusi kanker
kolorektal dapat dilihat pada gambar di bawah ini :5

Page | 10
Gambar 5. Progresi Mutasi Gen5

2.6.1 Penyebaran Tumor


Penyebaran tumor dapat terjadi melalui:1,5
Penyebaran langsung.
Karsinoma tumbuh secara melingkari usus sebelum terdiagnosa, khususnya bagi
kolon kiri yang memiliki kaliber lebih kecil dibanding dengan kanan. Membutuhkan
waktu 1 tahun bagi tumor untuk melingkari bagian usus. Lesi menyebar secara
radial dan berpenetrasi ke lapisan luar dinding usus dan dapat mengenai struktur di
dekatnya seperti hati, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halis, pankreas,
limpa, kandung kemih, vagina, ginjal, ureter dan dinding abdomen. Kanker rektum
dapat menginvasi dinding vagina, kandung kemih, prostat atau sakrum.
Metastasis hematogen
Invasi melalui pembuluh darah dapat menyebabkan tumor terbawa melalui sistem
vena porta yang menyebabkan metastasi ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui
vena lumbal atau vertebral ke paru. Kanker rektum menyebar melalui vena
hipogastrik. Penyebaran ke ovarium terutama melalui hematogen yaitu terlihat pada
10.3% pasien wanita dengankanker kolorektal. Untuk mencegah metastase melalui
hematogen sewaktu operasi dilakukan manipulasi minimal dengan ligasi pembuluh
darah.

Page | 11
Metastasis kelenjar getah bening regional
Ini merupakan tipe penyebaran yang paling umum. Kanker rektum bermetastase
proksimal melalui kelenjar getah bening mesorectalm iliac dan mesenterika inferior.
Serta bermetastase secara radial sepanjang dinding pelvis. Kelenjar getah bening
harus diangkat sewaktu operasi.
Metastasis transperitoneal
Terjadi sewaktu tumor berektensi melalui lapisan serosa dan memasuki kavitas
peritoenal.
Metastasis intraluminal
Sel ganas dari lapisan tumor dapat tersapu sepanjang usus melalui isi feses.

2.7 Manifestasi Klinis


Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan
umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang
paling sering dirasakan pasien adalah perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus
(hematosezia dan konstipasi). Kanker ini umumnya berjalan lamban, keluhan dan tanda-tanda
fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi.5-7
Perdarahan invasi lokal. Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum. Kolon
desendens dan kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih sempit daripada kolon yang
proksimal. Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen, namun bila obstruksi
total terjadi akan menimbulkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi. Kanker kolon dapat
berdarah sebagai bagian dari tumor yang rapuh dan mengalami ulserasi. Meskipun
perdarahan umumnya tersamar namun hematochesia timbul pada sebagian kasus.5-7
Tumor yang terletak lebih distal umumnya disertai hematoseczhia atau darah tumor
dalam feses, tapi tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia defisiensi besi. Invasi
lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang dan
obstruksi uretra. Gejala nyeri abdomen akut dapat terjadi bilamana tumor tersebut
menimbulkan perforasi. Kadang timbul fistula antara kolon dengan lambung atau usus halus.
Asites maligna dapat terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal.
Metastasis jauh ke hati dapat menimbulkan nyeri perut, ikhterus dan hipertensi portal.5-7

Page | 12
Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi kanker di dalam
usus besar. Ukuran dan ekstenbilitas ukuran usus kanan kira-kira enam kali lebih besar
daripada daerah sigmoid dan mengandung aliran fekal yang cair. Tumor yang terletak di usus
bagian kanan walaupun besar cenderung menggantung (fungating) dan lunak, yang tidak
tumbuh mengelilingi usus.5-7
Sebagai salah satu akibatnya gejala dari tumor yang timbul di kolon kanan tidak
disebabkan oleh obstruksi walaupun pasien dapat mengalami rasa yang tidak enak atau kolik
di abdomen yang samar-samar. Lebih sering, penyakit disertai dengan kehilangan darah
kronis yang dideteksi dengan tes darah samar.5
Sebaliknya tumor di daerah kiri cenderung keras dan tumbuh mengelilingi usus, dan
fungsi normal dalam daerah ini adalah sebagai penyimpan massa feses yang keras. Gejala
obstruksi akut atau kronis adalah gambaran klinis yang penting. Di samping itu pasien dapat
mengalami perubahan dalam pola defekasi (bowel habits), memerlukan laksatif, atau
penurunan kaliber feses. Perdarahan adalah lebih jelas, dengan darah gelap atau darah merah
yang melapisi permukaan feses.5-7
Dengan kata lain, gambaran klinis kanker kolorektal tergantung pada tempat tumor.
Sekitar seperempat tumor usus besar terletak pada kolon kanan. Kolon transversal dan kolon
desenden relatif jarang terkena, sehingga kebanyakan tumor terletak pada kolon sigmoid dan
rektum. Gejala berdasarkan lokasi kanker dibagi menjadi:1,7
Kolon kanan
a. Pasien dengan obstruksi : sekitar seperempat pasien datang dengan tanda obstruksi
usus kecil di bagian bawah yaitu kolik, muntah, konstipasi dan distensi. Foto polos
abdomen memperlihatkan dilatasi usus kecil.
b. Tanpa obstruksi : banyak pasien yang datang tanpa obstruksi tidak mempunyai
gejala yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Mereka memberikan
riwayat anemia dan penurunan berat badan akibat perdarahan gastrointestinal samar.
Gejala yang kompleks ini memberikan kemungkinan karsinoma lambung, tetapi
karsinoma kolon kanan (yang seharusnya lebih membutuhkan terapi) seringkali
terlewatkan. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya massa yang dapat dipalpasi
dalam fossa iliaka kanan. Apakah ini ada atau tidak, seluruh kolon harus diperiksa
dengan kolonoskopi atau pada pemeriksaan barium enema.

Page | 13
Kolon kiri
a. Pasien dengan obstruksi : pada semua 25-30% pasien datang dengan lesi pada
kolon kiri datang sebagai pasien gawat darurat. Pasien dapat menderita perforasi
dengan abses perikolik atau bahkan peritonitis umum tetapi lebih sering obstruksi
usus besar. Sejauh ini penyebab paling umum dari obstruksi usus besar adalah
karsinoma, penting untuk menyingkirkan penyebab lain yang mungkin dapat
ditangani dengan terapi konservatif. Pemeriksaan barium enema darurat
diindikasikan pada semua kasus obstruksi usus besar untuk mengkonfirmasi derajat
obstruksi dan untuk mendiagnosis pseudo-obstruksi yang tidak membutuhkan
pembedahan. Kolonoskopi darurat telah dianjurkan sebagai alternatif dari
pemeriksaan barium enema.
b. Pasien tanpa obstruksi : gangguan kebiasaan defekasi merupakan keluhan pasien
yang datang tanpa obstruksi. Hal ini bisa berupa konstipasi yang meningkat, diare
atau berubah-ubah antara kedua hal tersebut, pasien biasanya menemukan darah
bersama feses dan mengeluh nyeri atau rasa tidak enak pada abdomen bawah.
Penurunan berat badan umum ditemukan dan pada umumnya merupakan tanda yang
buruk. Karsinoma kadang-kadang bisa diraba dengan palpasi abdomen.

Karsinoma rektum
Pasien dengan karsinoma rektum hampir tidak pernah datang sebagai pasien gawat
darurat. Pasien mengalami perdarahan yang jelas melalui rektum. Mungkin terdapat
perubahan kebiasaan defekasi dan sering tenesmus, perasaan defekasi yang belum
selesai dengan keinginan defekasi yang berulang-ulang, tetapi yang keluar hanya
lendir dan darah. Tumor sampai 10 cm dari anal biasanya dapat dilihat dengan
sigmoidoskopi.

Page | 14
Tabel 1. Manifestasi Klinis8

KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM


ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis
NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi
DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus
menerus
OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu
DARAH PADA Samar Samar/makroskopik Makroskopik
FESES
FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk
DISPEPSIA Sering Jarang Jarang
ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat
MEMBURUKNYA Hampir selalu Lambat Lambat
KEADAAN UMUM

2.8 Pendekatan Diagnosis


Pada pasien dengan gejala keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa
tanda seperti : anemia mikrositik, hematozesia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan
defekasi oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi.
Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasma namun bila tidak ada darah
samar tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.8
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang yang mendukung diagnosis karsinoma kolon.8

2.8.1 Anamnesis
Dari anamnesis kita dapat menduga seseorang menderita karsinoma kolorektal, pada
mereka yang usia lanjut yang mempunyai keluhan fungsi buang air besar terganggu yaitu bila
buang air besar sulit, disertai darah lendir, atau buang air besar disertai darah segar. Dapat
juga untuk menggali riwayat :1,5,8
Perubahan kebiasaan defekasi seperti diarea, konstipasi, frekuensi, konsistensi
Perdarahan rectal atau occult bleeding (meskipun demikian, feses sering normal)
Kram atau nyeri perut
Kelelahan dan fatigue

Page | 15
Riwayat kanker kolorektal pada keluarga
Riwayat menderita polip kolorektal
Riwayat menderita Chronic Inflammatory Bowel Desease
Diet kurang serat

2.8.2 Pemeriksaan fisik


Karsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor
sigmoid sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah metastase ke hati, akan
teraba hati yang nodular dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Dapat ditemukan massa
di abdomen, apabila ada gejala-gejala obstruksi dari inspeksi dapat ditemukan dinding
abdomen distensi, dumb countur, dumb steifung.1,8
Dari palpasi ditemukan massa abdomen, dan hipertympani pada perkusi abdomen,
auskultasi usus bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti dengan
burburigmi, metalik sound dan penurunan serta menghilangnya peristaltik Bisa juga
ditemukan nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.1,8
Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa maligna
(massa berbenjol-benjol dengan striktura) di rektum dan rektosigmoid teraba keras kenyal
dan lendir darah pada sarung tangan. Diagnosis pada pasien dapat dilakukan sesuai bagan di
bawah ini:1-8

Page | 16
Gambar 6. Pendekatan Diagnosa Kanker Kolorektal9

Page | 17
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
2.8.3.1 Pemeriksaan laboratorium
Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil
normal. Perdarahan intermitten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui darah samar
feses atau anemia defisiensi besi.8
Pada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan kesimpulan bahwa
tes darah samar sebagai tes penyaring dapat mengurangi mortalitas CRC sebanyak 33% dan
metastasis sebanyak 50%. Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai
50% kasus. Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak
memiliki CRC. Tes ini baru signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelah tes darah samar
positif. Jadi, tes darah samar dilakukan dan direkomendasikan bagi pasien asimptomatik.8
Pada pasien dengan gejala-gejala yang dicurigai karsinoma kolon, diagnosis definitif
biasanya ditegakkan dengan endoskopi (fleksibel sigmoidoskopi dan colonoscopy) atau
barium enema. Pemeriksaan lain diperlukan untuk pemeriksaan derajat penyakit dan mencari
metastase. Ada berbagai pilihan penyaringan tersedia mencakup Fecal occult bleeding
(FOBT), fleksibel sigmoidoskopi (FS), sinar-x enema barium, dan kolonoskopi dan fecal
immunochemical test (FIT).8
Fecal Occult Bleeding Test
FOBT menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah terbukti
efektif dalam percobaan secara random, yang non-invasive, dan hemat biaya. Akan
tetapi, penurunan angka kematian termasuk rendah (1533%).
Fecal Immunochemical Test (FIT)
Merupakan pemeriksaan feses-darah terbaru, dikenal sebagai fecal immunochemical test
(FIT), mendeteksi porsi spesifik dari protein darah manusia. Test ini dilakukan sama
seperti FOBT yang konvensional, tetapi lebih spesifik dan dapat mengurangi hasil positif
palsu. Vitamin atau makanan tidak mempengaruhi fecal immunochemical test, dan
formatnya hanya memerlukan 2 spesimen feses (FOBT konvensional membutuhkan 3),
jadi lebih mudah untuk digunakan. Fecal immunochemical test mempunyai beberapa
kelemahan sama seperti FOBT konvensional, seperti tidak bisa untuk mendeteksi tumor
yang tidak berdarah.

Page | 18
Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan kolorektal ialah
carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein yang ditemukan pada sel
membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC. Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi
dan dideteksi dengan radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan
tubuh, urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan dengan kanker
kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70% pasien dengan kanker usus besar. CEA tidak dapat
digunakan sebagai prosedur screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.5

2.8.3.2 Pemeriksaan non Laboratorium


Barium Enema
Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon
dengan spesifitas 85%. Bagian rektosigmoid sering untuk divisualisasi oleh karena itu
pemeriksaan rektosigmoideskopi masih diperlukan. Bilamana ada lesi yang mencurigakan
pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaaan lumen barium teknik
kontras ganda merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tak
bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa
memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan
kolonoskopi.1
Pemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost effective dan
memeriksa keseluruhan kolon. Barium enema sebaiknya menggunakan kontras ganda dan
usahakan melakukan pemotretan pada berbagai posisi bila ditemukan kelainan. Pada foto
kolon dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura. Selain itu dapat
ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut.1

Gambar 7. Pemeriksaan kontras barium enema radiograf4

Page | 19
Persiapan dan pemeriksaan barium enema
Persiapan:
Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya
10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans
Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans
Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat.
Gambaran normal:
Pasase lancar (gambaran haustre)
Refluks kontras ke dalam ileum
Post evakuasi: feather like appereance

Gambar 8. Radiografi menggunakan Barium4

Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat akurat dan
dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Pemeriksaan kolon yang
lengkap dapat mencapai >95% pasien. Rasa tidak nyaman yang timbul dapat dikurangi
dengan pemberian obat penenang intravena meskipun ada risiko perforasi dan perdarahan.
Kolonoskopi dengan enema barium terutama untuk mendeteksi lesi kecil seperti adenoma.
Kolonoskopi merupakan prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan menderita polip
kolon. Kolonskopi mempunyai sensitivitas 95% dan spesitivitas 99% paling tinggi untuk
mendeteksi polip adenomatous, di samping itu dapat melakukan biopsi untuk menegakkan
diagnosis secara histologis dan tindakan polipektomi penting untuk mengangkat polip.1,5

Page | 20
Kolonoskopi dapat membantu mencegah kanker colon dengan pendeteksian polyp
adenomatosa dan polypectomy. Kolonoskopi memberikan gambaran keseluruhan colon yang
dapat mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi distal. Kolonoskopi mempunyai
sensitifitas terbaik pada metoda screening yang ada saat ini. Kerugian kolonoskopi adalah
biaya, resiko yang ditingkatkan seperti pendarahan dan perforasi, persiapan pasien yang sulit,
dan membutuhkan pemberian obat sedasi.1,5
Secara endoskopi umumnya bentuk kanker kolorektal ialah polipoid yang ireguler,
anular seperti bunga kool yang ulseratif, striktura, sirkular, dan dapat menemukan letak
obstruksi. Apabila dibandingkan, kolonoskopi menjadi suatu metoda surveilen yang lebih
efektif dibanding dengan kontras barium enema ganda. Setelah melakukan pemeriksaan
kolonoskopi dengan disertai polypectomy, 580 pasien dilakukan surveilen dengan
kolonoskopi dan kontrol barium enema ganda (DCBE). Hasil kolonoskopi menemukan 392
polyp, DCBE menemukan polyp sebanyak 139 (35%) pada kasus yang sama.1,5

Gambar 9. Kolonoskopi

Rigid Proctoscopy
Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan kolon sigmoid.
Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan biasanya terdapat cahaya diatasnya.
Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum,
kemudian obturator disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur ini biasa
digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum.8

Page | 21
Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko kematian pada kanker
rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi walaupun resiko kematian kanker kolon
tidak dipengaruhi. Akan tetapi, dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini
hanya sedikit dicantumkan dalam program skrining modern ini.8

Gambar 10. Proctoscopy5

CT Colonografi
Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak invasif tetapi
akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan rekonstruksi 3 dimensi
untuk menggabarkan kolon intraluminal. Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi
dengan udara lalu dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdeteksi lesi.6
CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah Virtual Colonography
merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical (multi-slice) CT Scan yang dapat
menghasilkan gambaran interior kolon dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi
exposure yang rendah dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi.
Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu membersihkan usus
besar dengan bahan laksan, ditambah memasukkan udara ke dalam kolon melalui kateter
rektal. Pemeriksaan dilakukan pada posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan
sedasi. Penelitian meta-analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan spesifisitas
yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan 95%. Penelitian lainnya
CTC dengan 4-detector-row scanners menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas
90%-98% untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya
perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan.8

Page | 22
Evaluasi histologis
Adenoma diklasifikasikan sesuai dengan gambaran histologi yang dominan, yang
paling sering adalah adenoma tubular 85%, adenoma tubulovisum 10% dan adenoma serrata
1%. Temuan sel atipik pada adenoma dikelompokkan menjadi ringan, sedang dan berat.
Gambaran atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatosus namun belum menyentuh
membran basalis.6
Bilamana sel ganas menembus membran basalis tapi tidak melewati muskularis
mukosa disebut karsinoma intramukosa. Secara umum displasi bearat atau adenokarsinoma
berhubungan dengan dengan ukuran polip dan dominasi jenis vilosum. Gambaran histologis
kanker kolon bisa dilihat pada gambar di bawah ini :6

Gambar 11. (A) polip adenomatous, (B) karsinoma dengan diferensiasi baik, (c) karsinoma dengan
diferensiasi kurang baik5

Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian masing-masing Pemeriksaan Penunjang5

Page | 23
Adapun pemeriksaan penunjang yang disebutkan diatas dapat digunakan sebagai
pemeriksaan penyaring. Pada populasi dengan resiko rata-rata antara lain: asimptomatik,
tidak ada riwayat kanker kolorektal dalam keluarga, tidak ada sindroma familial, dimulai saat
usia diatas 50 tahun.
Prosedur yang dianjurkan antara lain: FOBT, flexibel sigmoidoscopy setiap 5 tahun,
FOBT dan flexibel sigmidoscopy yang dikombinasikan dengan barium enema dengan kontras
udara setiap 5 tahun atau kolonoskopi setiap 10 tahun. Pasien dengan faktor resiko lain
seharusnya dilakukan pemeriksaan screening lebih dini dan lebih sering, seperti yang tertera
pada tabel dibawah ini:5
Tabel 3. Pemeriksaan Screening5

2.8.4 Diagnosa banding


Perlu dipikirkannya beberapa diagnosa banding sesuai dengan lokasi anatomis yang
ditemukan. Adapun beberapa diagnosa banding yang ada antara lain seperti tertera dalam
tabel dibawah ini:2

Page | 24
Tabel 4. Berbagai Diagnosa Banding5
Kolon kanan Kolon tengah Kolon kiri Rektum
Abses apendiks Tukak peptik Kolitis ulserosa Polip
Massa apendiks Karsinoma lambung Polip Prokitis
Amuboma Abses hati Divertikulitis Fisura anus hemoroid
Enteritis regionalis Karsinoma hati Endometriosis Karsinoma anus
Kolesistitis
Kelainan pankreas
Kelainan sal empedu

2.9 Staging Tumor


Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan dalamnya
penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau metastasis
jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang awalnya
diperhatikan oleh Dukes.5
Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan
kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M ada
tidaknya metastase jauh.5
Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah bening
(KGB) dianggap sebagai stadium A (T1N0M0). Bila tumor yang masuk lebih dalam namun
tidak menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0). Bila tumor terbatas
sampai lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila tumor menginfiltrasi serosa
dan KGB disebut stadium C (TXN1M0), bila terdapat status anak sebar di hati, paru, atau
tulang mempertegas stadium D (TXNXM1). Bila status metastasis belum dapat dipastikan
maka sulit menentukan stadium.5
Oleh karena itu, pemeriksaan mikroskopik terhadap spesimen bedah sangat penting
dalam menentukan stadium. Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun
setelah pembedahan sehingga harapan hidup rata-rata 5 tahun dapat menjadi indikator
kesembuhan. Indikator buruknya prognosis prognosis kanker kolorektal setelah menjalani
operasi.5
Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau ke hati
melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering mendapat anak sebar
kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker kolorektal yang rekuren disertai metastase ke
hati dan duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan metastase ke hati pada waktu
meninggal.5 Kanker kolorektal jarang bermetastasis ke paru. KGB superklavikula tulang

Page | 25
atau otak tanpa ditemukan anak sebar di hati terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana
tumor dapat terletak di distal rektum, sel tumor dapat menyebar melalui pleksus vena
paravertebra kemudian dapat mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa melalui sistem
vena porta. Rata-rata harapan hidup setelah ditemukan metastase berkisar 6 9 bulan
(hepatomegali dan gangguan pada hati) atau 20-30 bulan (nodul kecil di hati yang ditandai
oleh peningkatan CEA dan gambaran CT-scan).5
T Tumor primer
Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai
T0: Tidak ada tumor primer
Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial
T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa
T2: Invasi tumor di lapisan otot propria
T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik
yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal
T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau peritoneum
viseral.

Gambar 12. Gambaran Kedalaman Tumor2

N Kelenjar limfe regional


Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional
N1: Metastase di 1 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal
N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal
N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan atau pada
kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).

Page | 26
M Metastase jauh
Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai
M0: Tidak ada metastase jauh
M1: Terdapat metastase jauh

Tabel 5. Stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal6,7


Stadium Deskripsi Bertahan 5
Dukes TNM Derajat histopatologis tahun (%)

A T1N0M0 I Kanker terbatas >90


pada
mukosa/submukosa
B1 T2N0M0 I Kanker mencapai 85
muskularis
B2 T3N0M0 II Kanker cenderung 70-80
masuk atau
melewati lapisan
serosa
C TxN1M0 III Tumor melibatkan 35-65
kgb regional
D TxNxM1 IV Metastasis 5

Harapan hidup pasien dengan kanker kolon bergantung pada derajat penyebaran saat
pasien datang. Prognosis pasien berhubungan dengan dalamnya penetrasi tumor ke dinding
kolon, keterlibatan KGB regional atau metastasis jauh, penyebaran lokal yang dapat
menyebabkan perlekatan dengan struktur yang tak dapat diangkat, dan derajat histologi yang
tinggi. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang
dimodifikasi dari skala Dukes-Turnbull.6,7
Untuk semua pasien hasil kelangsungan hidup adalah sekitar 25% tetapi pada pasien
yang bisa diobati dengan reseksi meningkat menjadi 50% dan jika tidak menembus seluruh
ketebalan dinding kolon maka harapan hidupnya hampir normal. Kriteria terpenting adalah
keterlibatan KGB regional saat dilakukan reseksi primer, pasien dengan tumor yang belum
menembus dinding kolon dan belum terdapat keterlibatan KGB regional mempunyai harapan
hidup 90%, tapi bila KGB regional sudah terlibat angka harapan hidup menurun tinggal 40%.

Page | 27
Jumlah KGB regional yang terlibat juga penting, karena apabila lebih dari 3 KGB
regional terlibat angka harapan hidup menjadi lebih rendah yaitu 15-26%. Pada intinya
kanker yang sudah menunjukkan gejala biasanya pada stadium yang sudah parah dan angka
harapan hidup secara keseluruhan ahanya berkisar 50%. Prognosis yang buruk juga terjadi
pada pasien dengan usia muda, menderita kanker koloid, dan menunjukkan gejala obstruksi
atau perforasi. Klasifikasi kanker kolorektal menurut Dukes-turnbull dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :5

Tabel 6. Klasifikasi Kanker Kolorektal menurut Dukes-turnbull.2

Diagnosis kanker kolon melalui sigmoidoskopi, barium enema atau kolonoskopi


dengan biopsi harus diikuti dengan prosedur penentuan stadium untuk menentukan luasnya
tumor. Pemeriksaan CT scan abdomen dan radiografi dada harus dilakukan, adanya tumor
yang terloksalisir biasanya mengharuskan pembedahan radikal untuk mengeksisi tumor
secara total dengan tepi minimal 6 cm dan dengan reseksi en bloc pada semua kelenjar getah
bening di akar mesenterium.10

Page | 28
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Operatif
2.10.1.1 Reseksi Kolon
Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan drainase
regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun telah terjadi
metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma
kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari
pembuluh darah yang mengaliri bagian kanker tersebut.5
Organ atau jaringan penyokong seperti omentumnya harus direseksi en blok dengan
tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif.
Anastomosis dilakukan diawali dengan irigasi usus dengan normal solusio saline atau
povidon idodin yang diharapkan sel tumor dalam lumen dapat tercuci atau dihancurkan.5
Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap
CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma (field defect) dan harus
dilakukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker
secara bersamaan. Metachronous tumor (reseksi baru pada pasien yang telah direseksi
sebelumnya) juga diterapi serupa.5
Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan laparotomi,
maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman. Selanjutkan dilakukan
anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan
membutuhkan proksimal stoma atau bypass.5
Stage 0 ( Tis, N0,M0)
Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia tidak memiliki resiko
metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade dysplasia meningkatkan resiko
karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas
dari displasia. Polip bertangkai harus dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada
pasien ini, diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip tidak rekuren
dan tidak terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip tidak dapat diangkat seluruhnya, maka
dilakukan reseksi segmental.5

Page | 29
Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)
Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan metastasis ke
kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening berdasarkan kedalaman invasi
polip. Pada invasi limfovaskular, histologi diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental
kolektomi.5
Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)
Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan dengan operasi reseksi.
Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat berkembang rekurensi lokal atau
jauh dan kemoterapi tidak meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan
reseksi komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi ajuvan
disarankan untuk beberapa pasien ( pasien muda dan resiko tinggi).5
Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)
Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko yang tinggi
terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan ajuvan kemoterapi rutin pada pasien
ini. Regimen yang digunakan ialah 5- Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin
mengurangi rekurensi dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi yang baru
ialah as capecitabine, irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis inhibitors, dan immunotherapy.5
Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)
Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit sistemik,
sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini, sebanyak 20% potensial reseksi
untuk sembuh. Angka survival pada pasien reseksi ini meningkat bila dibandingkan dengan
pasien yang tidak direseksi. Semua pasien membutuhkan kemoterapi ajuvan. Pasien yang
tidak dioperasi difokuskan untuk paliatif terapi. Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting
untuk lesi obstruksi kolon kiri.5
Kanker kolon kanan. Kanker kolon kanan dengan atau tanpa obstruksi diterapi
dengan hemikolektomi kanan dan anstomosis primer. Reseksi diindikasikan meskipun ada
metastasis hepatik, karena reseksi merupakan paliasi terbaik. Pada pasien dengan obstruksi
yang nyata, operasi harus dilakukan sebagai tindakan darurat. Kadang-kadang reseksi tidak
mungkin dilakukan, dan ahli bedah harus memintas tumor dengan menganastomosis ileum ke
kolon transversal. Pengangkatan usus kanan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :3,5

Page | 30
Gambar 13. Hemikolektomi Kanan. A dianastomosis ke B

Kanker kolon kiri. Jika tidak ada obstruksi usus, maka terapi pilihan untuk kanker
kolon kiri adalah eksisi luas dengan hemikolektomi kiri atau kolektomi sigmoid dengan
anstomosis primer. Reseksi dilakukan meskipun ada tumor sekunder dari hepar, karena
reseksi memberikan paliasi terbaik. Kolostomi saja tidak pernah dipertimbangkan bila tidak
ada obstruksi, karena mempunyai nilai paliatif yang kecil. Hemikolektomi kiri dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:1,3,5

Gambar 14. Hemikolektomi Kiri. A dianastomosis ke B.

Page | 31
Pada kasus dengan obstruksi kolon kiri, metode tradisional yang digunakan adalah
prosedur 3 tahap:3
1. Kolostomi saja
2. Reseksi dengan anastomosis
3. Penutupan kolostomi
Perkembangan selanjutnya menunjukkan adanya kecenderungan ke arah reseksi
sebagai prosedur primer. Seringkali tidak dilakukan anastomosis pada operasi darurat. Kolon
atas yang tersisa dikeluarkan seperti pada kolostomi, dan kolon bawah dikeluarkan (dengan
menghasilkan fistula mukus) atau ditutup (dengan prosedur Hartmann). Operasi kedua dapat
dilakukan jika pasien sudah benar-benar pulih dan kesinambungan usus dapat dipertahankan.3
Tindakan lebih lanjut dapat dilakukan dengan cara tidak hanya mereseksi tumor tetapi
juga melakukan anastomosis primer. Hal ini dibantu dengan pembilasan kolon di atas meja
operasi, yang membersihkan kolon dari feses dan mengurangi disproporsi ukuran antara usus
yang di atas dan di bawah karsinoma yang direseksi. Pilihan lebih lanjut adalah melakukan
kolektomi subtotal dan anastomosis usus kecil ke sisa kolon distal atau rektum.3

Kolostomi
Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding dengan loop
kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding abdomen dibuat dan
akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui
dinding abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmanns pouch.
Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan
identifikasi usus distal, kemudian dilakukan anastomosis end to end.

Gambar 15. Kolostomi. (1) Massa pada kolon sigmoid dan rektum telah diangkat, (2) lubang dibuat di perut,
bagian bebas dari ujung kolon ditarik menuju lubang dan dikaitkan ke abdomen membentuk kolostomi1

Page | 32
Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi dikarenakan
terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi lebih sedikit beresiko.6

2.10.1.2 Reseksi Kolorektal


Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma ( jinak dan
ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain.5
Reseksi
Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengeliminasi aliran darah pada bagian
kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kuratif dari CRC dicapai dengan
ligasi PD mesenterika proksimal dan pembersihan kelenjar getah bening mesenterika
secara radikal. Pada reseksi proses benign, tidak diperlukan reseksi mesenterika dan
omentum dapat tetap dipertahankan.
Emergensi reseksi
Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi. Pada keadaan
ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan
atau proksimal tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat dilakukan.
Reseksi laparoskopik
Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi nyeri post operasi
dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar secara laparoskopik
membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi secara terbuka.

2.10.1.3 Reseksi Rektum


Biologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma kolon dan prinsip
operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar getah bening dan organ apapun yang
terkena. Akan tetapi dikarenakan struktur dari pelvis maka reseksi lebih sulit dan
membutuhkan pendekatan lain. Rekurensi lebih tinggi dibanding dengan kanker kolon
dengan stadium yang sama. Akan tetapi, tumor rektum lebih sensitif dengan radiasi.5
Karsinoma setengah bagian atas rektum yang dioperasi dapat dieksisi secara adekuat
dan dianastomosis dengan baik. Prosedur ini disebut reseksi anterior dan rektum.
Anastomosis dapat dilakukan dengan penjahitan manual, tetapi dengan adanya alat stapler
sirkuler secara teknik mempermudah untuk dilakukannya beberapa reseksi anterior. Prosedur
reseksi pada kaarsinoma rektum dapat dilihat pada gambar di bawah ini :1,3,5

Page | 33
Gambar 16. Prosedur Reseksi Anterior. A dianastomosis ke B. Prosedur reseksi abdominoperineal. A
dieksteriosasi sebagi Ujung Kolostomi

Jenis Anastomosis
Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segmen usus. Teknik yang digunakan dapat
berupa handsewn atau stapled.5
Jenis anastomosis :
1. End to end
Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini terutama
dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam kolostomi atau anastomosis
usus kecil.
2. End to side
Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik ini dilakukan
pada obstruksi kronik.
3. Side to end
Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.
4. Side to side
Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah atau segmens
usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

Page | 34
End to end End to side

Side to side
Gambar 17. Anastomosis

2.10.2 Penatalaksanaan Non Operatif


Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi.
Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker kolon setelah
operasi. Pasien dengan kriteria Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan
meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor. Kemoterapi ajuvan tidak
berpengaruh pada pasien dengan kriteria Dukes B. Irinotecan (CPT11) inhibitor topoisomer
dapat memperpanjang masa harapan hidup. Manajemen kanker kolon yang tidak reseksibel
meliputi : Nd-YAG foto koagulasi laser. Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah
dilakukan berdasarkan stadium kanker pasien, seperti bagan bawah ini:1,5,7

Penentuan stadium

A B C

Tumor metastasis
Tumor Dukes A dan B1 Tumor Dukes B2 dan C

Pembedahan
paliatif
Pembedahan radikal Pembedahan radikal

Observasi Observasi

Percobaan klinis Kemoterapi


dengan terapi ajuvan

Page | 35
Keterangan :
A. Tumor dengan klasifikasi Dukes A atau B1, dimana tumor belum mempenetrasi
keseluruhan tebal dinding usus, bentuk kemoterapi ajuvan tidak diperlukan, tetapi
rencana pengawasan ketat untuk dteksi dini adanya rekurensi harus dilakukan. Tindakan
tersebut harus termasuk adanya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan carciniembryogenik
antigen (CEA) tiap 3 bulan dan foto dada dengan interval 6 bulan. Kolonoskopi harus
diulangi dalam waktu 1 tahun untuk mendeteksi secara dini adanya pembentukan polip
dan, jika negatif selanjutnya harus diulangi dengan interval 3 tahun. Follow-up yang
lebih ketat diperlukan pada pasien dengan tumor yang timbul pada keadaan peradangan
usus (inflammatory bowel disease) atau sindroma poliposis herediter. Pada kasus
tersebut, harus diambil pertimbangan untuk melakukan kolektomi profilaksis.
B. Bagi pasien dengan lesi dukes B2 dan C, dengan penetrasi melalui lapisan muskularis
dan/metastasis kelenjar getah bening regional, harus diambil pertimbangan untuk
memasukkan pasien ke dalam percobaan terapi klinis terapi ajuvan. Pada saat ini, data
dari percobaan terkontrol tidak mengharuskan pemakaian rutin kemoterapi ajuvan.
C. Pada keadaan metastasis, pertimbangan pertama harus diberikan terhadap reseksi paliatif
tumor primer. Komplikasi berupa obstruksi, perdarahan, dan perforasi mungkin
ditemukan. Metastasis simptomati harus dihilangkan dengan kemoterapi. Bagi pasien
dengan metastasis ke hepar, pasien tertentu dengan nodul tumor tunggal mungkin
merupakan calon untuk reseksi hepar parsial yang dalam beberapa penelitian telah
menyebabkan kemungkinan hidup yang lama dan bebas dari penyakit pada 25% kasus.
Stage I: Operasi yang adekuat, tidak dibutuhkan terapi adjuvant. Stage II: Operasi yang
adekuat, penggunaan kemoterapi masih kontroversial, akan tetapi penelitian terkini
menyebutkan dapat diberikannya adjuvant kemoterapi pada stage II. Regimen dari
kemoterapi yang diberikan adalah 5FU+ Leucovorin atau 5FU + Leucovorin dan Oxaloplatin.
Stage III: Diketahui adanya manfaat jika memberikan kemoterapi. Dengan menambahkan
oxaloplatin dengan 5FU dan leucovorin memberikan hasil yang lebih baik dengan angka
survival 3 tahun.10

Page | 36
2.11 Komplikasi
Obstruksi kolon kiri sering merupakan tanda pertama karsinoma kolon. Kolon bisa
menjadi sangat besar, terutama sekum dan kolon ascenden. Tipe obstruksi ini disebut tipe
dileptik. Perforasi terjadi di sekitar tumor akibat nekrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang
menyebabkan semakin meningkatnya tekanan dalam rongga kolon. Biasanya, perforasi
mengakibatkan peritonitis umum disertai gejala sepsis. Perforasi berakibat fatal bila tidak
segera ditolong.5
Kadang terjadi perforasi dengan pembentukkan abses sekitar tumor sebagai reaksi
peritoneum. Peritoneum dan jaringan sekitarnya menyelubungi perforasi tersebut sehingga
pencemaran terbatas dan membentuk abses. Tumor yang terletak di dekat lambung dapat
mengakibatkan fistel gastrokolika dengan gejala mual dan muntah fekal. Tumor yang terletak
di dekat kandung kemih dapat mengakibatkan fistel vesikokolika dengan tanda pneumaturia.5

2.12 Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi penyebaran
tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa
penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding
tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu
persen. Bila disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.5,9
Lebih dari 90% pasien dengan keganasan kolorektal yang dilakukan operasi reseksi
secara kuratif atau paliatif, angka kematiannya sekitar 3-6%. Persentase jangka hidup 5 tahun
sesudah reseksi tergantung dari stadium lesi.5,9
Dukes A (terbatas pada dinding usus) : 90-100 %
Dukes B (melalui seluruh dinding) : 75-85 %
Dukes C (kelenjar getah bening positif) : 30-40 %
Dukes D (metastasis ke tempat yang jauh atau penyebaran lokal tidak dapat direseksi
lagi) : <5 %
Insiden atau kejadian kekambuhan lokal dapat dikurangi jika saat operasi dilakukan
tindakan pencegahan semaksimal mungkin untuk menghindari implantasi dari sel-sel ganas.
Sekitar 5 % pasien dengan kanker kolorektal penyakitnya akan berkembang ke arah
keganasan.5

Page | 37
Diperlukan tindakan lanjut (follow up) yang lama agar dapat mengetahui apakah
kanker itu rekuren dan metakromatik. Dilakukan sigmoidoskopi, pemeriksaan feses untuk
mengetahui adanya darah, barium enema, kolonoskopi fiiber optik dan serangkaian nilai CEA
sebagai marker untuk deteksi dari kekambuhan tumor. Bila kadar CEA tetap normal sesudah
dilakukan reseksi kuratif, maka peningkatan dikemudian hari dengan sendirinya merupakan
bukti kemungkinan adanya rekurensi.5

2.13 Follow Up
Pasien yang sudah dioperasi dengan satu kanker kolorektal memiliki resiko untuk
kambuh kembali (baik lokal maupun sistemik) atau metachronous (sekunder dari tumor
primer). Pada teori, kanker metachronous seharusnya dicegah dengan melakukan pemantauan
dengan kolonoskopi untuk mendeteksi dan menghilangkan polip sebelum mereka
berkembang menjadi kanker yang invasif. Tujuan dari follow up adalah untuk mendeteksi
kanker yang rekuren dan meningkatkan angka survival. Karena kebanyakan, kanker kembali
tumbuh dalam 2 tahun setelah diagnosis utama ditegakkan.5
Kolonoskopi wajib dilakukan pada semua pasien untuk mendokumentasi tidak adanya
tumor tambahan atau polip. Kolonoskopi dilakukan setelah operasi tiap 3-6 bulan kemudian
dan kemudian tiap tahun sampai 3 tahun kemudian. Bila normal, diulang setiap 3-5 tahun.
Bila tidak tersedia sarana kolonoskopi, maka dapat dilakukan barium enema dan
sigmoidoskopi.
Pemeriksaan CEA ini masih menjadi kontroversial tetapi berguna walaupun ada
kekurangannya. Kadar CEA serum diperiksa setiap 2-3 bulan pada pasien selama 2 tahun dan
setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Pemeriksaan CT-Scan tidak rutin dilakukan,
tetapi dapat berguna jika ditemukan adanya peningkatan CEA.5

Page | 38
BAB III
KESIMPULAN

Insidens karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Maka dari itu, penegakkan diagnosis dini sangatlah penting. Diagnosa
karsinoma kolon dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur,
rektosigmoidoskopi, foto kolon dengan kontras ganda. Kepastian diagnosa ditentukan
berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah
tindakan bedah. Tujuan utama tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna, baik
bersifat kuratif maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak
memberi manfaat kuratif.

Page | 39
DAFTAR PUSTAKA

1. Townsend C, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston textbook of surgery.
19th ed. Philadelphia : Elsevier Saunders; 2012. p. 348-50.
2. Drake RL, Vogl AW, Mitchel AW, Tibbits RM, Richardson PW. Gray's atlas of
anatomy.2nd ed. Philadelphia: Churchil livingstone elsevier;2014. p. 150-1.
3. Sjamsuhidajat W, Jong WD. Buku ajar bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2013. h. 762-
88.
4. Olson TD, Pawlina W. A.D.A.M student atlas of anatomy. 3nd ed. New York: Mayo
Clinic; 2010.
5. Burnicardi F C, Anderson D K, Bizliar T R, Durin D L, Hunter J G, Pollock M E.
Schwartzs manual of surgery.9th edition. New York; McGrawhill; 2010. p. 749-65.
6. Grace PA, Borley NR. Surgery at a glance. 2nd ed. Oxford: Blackweel science ltd;
2012. p.102-3.
7. Abdullah, Murdani. Tumor kolorektal dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-
8. Jakarta:FKUI; 2011.p. 373-8.
8. Diunduh dari : http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/C/Cancer.html
pada tanggal 8 September 2015.
9. Winawer SJ, Fletcher RH, Miller L, Godlee F, Stolar MH, Mulrow CD, et al.
Colorectal cancer screening: clinical guidelines and rationale. Gastroenterology
2007;112:594-97.
10. Saha ML. Bedside clinical in surgery. New Delhi: Jaypee medical brother publisher;
2013. p.177-9.

Page | 40

Anda mungkin juga menyukai