Anda di halaman 1dari 50

CASE BASED DISCUSSION

ISCHIALGIA

Diajukan untuk
memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat menempuh
program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD dr. Soewondo
Kendal

Disusun oleh :
Tanty Febriantini
30101206804

Pembimbing Klinik:
dr. Rr. Emmy Kusumawati, Sp. S.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang

umumnya menyebabkan nyeri pinggang adalah strain lumbal, iritasi saraf, radiculopaty

lumbar, gangguan pada tulang, kondisi kondisi pada sendi dan tulang, dan kondisi-kondisi

kongenital. Daerah lumbal adalah tempat menerima beban paling tinggi sehingga menerima

gaya dan stress mekanikal yang begitu tinggi. Membuat daerah lumbal menjadi tempat paling

peka untuk peka terhaadap nyeri pinggang. Selain itu kegiatan menganggat dan membawa

dapat menimbulkan cidera pada lumbar spine. Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang

berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang

belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti

perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari

tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang

posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). diantara kondisi-kondisi

yang dapat menyebabkan nyeri pinggang spondilosis lumbalis menduduki peringkat kedua

dengan presentasi 10% dengan peringkat pertama dipegangoleh lumbar strain dengan 70%.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

I. Spondilosis

Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang.

Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang

dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti

perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan

berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior,

lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra

centralis (corpus).

II. Spondilolistesis

Spondilolistesis adalah subluksasi ke depan dari satu korpus

vertebrae terhadap korpus vertebrae lain dibawahnya. Hal ini terjadi

karena adanya defek antara sendi pacet superior dan inferior (pars

interartikularis). Spondilolis adalah adanya defek pada pars

interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata. Spondilolis dan


spondilolistesis terjadi pada 5% dari populasi. Kebanyakan penderita

tidak menunjukkan gejala atau gejalanya hanya minimal, dan sebagian

besar kasus dengan tindakan konservatif memberikan hasil yang baik.

Spondilolistesis dapat terjadi pada semua tingkat vertebrae, tapi yang

paling sering terjadi pada vertebrae lumbal bagian bawah.

Curvatura normal dari tulang belakang menjaga keseimbangan

berat badan dengan mempertahankan pusat gravitasi pada kaki. Bentuk

abnormal dari curvatura tulang belakang berhubungan erat dengan

spondilolistesis. Lindholm dkk melaporkan bahwa 60% (dari 75 pasien

dengan isthmic spondilolistesis) yang mengalami peningkatan lordosis,

memerlukan tindakan operasi.

Dari studi eksperimental didapatkan bahwa gerakan fleksi,

ekstensi tidak terlalu bermakna dalam menimbulkan spondilolistesis.

Diduga bahwa gerakan puntiran (torsinal) menjadi penyebab rusaknya

pars interartikularis sehingga terjadi spondilolistesis. Konsentrasi


tertinggi dari biomekanikal terdapat lumbal, terutama di pars

interartikularis.

Ada dua metode klinis untuk mengukur derajat slip pada

spondilolistesis yakni metode Meyerding dan Taillard.

Metode Meyerding: permukaan superior sakrum dibagi empat bagian

sepanjang diameter anterior posterior. Derajat slip dihitung sesuai

dengan pembagian tersebut.

Metode Taillard: derajat slip dihitung dalam persentase, seberapa lebar

pergeserannya dalam diameter anterior posterior. Bila ada sklerosis

dan kelainan bentuk sakrum sehingga mengukur dengan cara diatas

sulit, maka digunakan modifikasi yakni dengan mengukur body L5.

Normal Meyerding Meyerding


grade I grade II

Meyerding Meyerding Meyerding grade V


grade III grade IV (Spondyloptosis)
Pengukuran derjat slip penting untuk menentukan tindakan

pengobatan. Pada anak dan dewasa muda ini juga penting untuk

melihat progresivitas. Untuk derajat slip lebih besar 50% penilaian

sudut slip juga penting. Sudut ini dibentuk oleh garis yang melalui

permukaan superior dari dua vertebrae. Bila permukaan superior

sakrum tumpul garis dibentuk sepanjang bagian belakang vertebral

body. Cara lain dapat dengan mengukur sakral inklinasi, yakni sudut

yang dibentuk antara posterior sakral body cortex dari S1 dan garis

vertikal. Semakin tinggi derjat slip semakin besar kecendrungan

slipnya dikemudian hari.

Klassifikasi

Spondilolistesis dibagi atas lima kelompok:

I. Dysplastic

II. Isthmic

a. Lytic

b. Elongated pars interarticulars

c. Acute pars fracture

III. Degenerative

IV. Traumatic

V. Pathologic
Dysplastic

Dijumpai kelainan kongenital pada sakrum bagian atas atau

neral arch L5. Permukaan sakrum superior biasanya bulat (rounded)

dan kadang disertai dengan spina bifida

Isthmic

Tipe ini disebabkan oleh karena adanya lesi pada pars

interartikularis. Tipe ini merupakan tipe spondilolistesis yang paling

sering. Tipe ini mempunyai tiga sub:

- Lytic: ditemukan pemisahan (separation) dari pars, terjadi

karena fatique fracture dan paling sering ditemukan pada usia dibawah

50 tahun

- Elongated pars interarticularis: terjadi oleh karena mikro

fraktur dan tanpa pemisahan pars

- Acute pars fracture: terjadi setelah suatu trauma yang hebat.

Degenerative

Secara patologis dijumpai proses degenerasi. Lebih sering

terjadi pada level L4-L5 daripada L5-S1. Ditemukan pada usia sesudah

40 tahun. Pada wanita terjadi empat kali lebih sering dibandingkan

pria. Pada kulit hitam terjadi tiga kali lebih sering dibandingkan kulit

putih

Traumatic

Tipe ini terjadinya bersifat sekunder terhadap suatu proses

trauma pada vertebrae yang menyebabkan fraktur pada sebagian pars


interartikularis. Tipe ini terjadi sesudah periode satu minggu atau lebih

dari trauma. Acute pars fracture tidak termasuk tipe ini.

Pathologis

Pada tipe ini terjadi penipisan atau destruksi pada pars

interartikularis, pedikel, pacet dan terjadi pergeseran vertebrae. Tipe

ini mempunyai dua sub tipe:

- Generalized: gambaran patologis bersifat umum. Beberapa

penyakit yang berhubungan dengan tipe ini: Pagets disease,

hyperthyroidism, osteopetrosis dan sifilis.

- Lokal: gambaran patologis bersifat lokal. Tipe ini terjadi oleh

karena infeksi lokal, tumor atau proses destruksi lainnya

ANATOMI

Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan

untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra cervical, 12

columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4

columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx

pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal

cord. Spinal cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting karena

menghubungkan otak dan sistem saraf perifer.

Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau corpus

vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di posterior oleh

lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral

di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.


Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir

processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari facet joint.

Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung secara

lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari

canalis spinalis di lateral, yaitu foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus

lateralis dibatasi oleh discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di

bagian inferior.

Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi oleh

processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian kecil dari lamina

dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit recessus lateralis, dinding dorsalnya

hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan perubahan degeneratif di daerah inilah

mengakibatkan kebanyakan penekanan akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis.

Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura

setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis spinalis

satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini dapat terjadi

penekanan.
Gambar 1. Columna Vertebralis

Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal


B. Epidemiologi

Sekitar 85,5% orang berusia 45-64 tahun mengalami osteofit pada daerah

lumbar tulang belakang. Rata-rata orang yang terkena spondilosis adalah mereka yang

melakukan aktivitas fisik lebih atau memiliki skor Indeks Massa Tubuh (IMT) yang

tinggi. Laki-laki lebih banyak dan lebih berat keparahannya dalam pembentukan

osteofit.

Bukti radiografis penyakit tulang belakang lumbal yang asimptomatik

ditemukan menarik. Lewat MRI, diketahui pasien asimptomatik sekitar 80%

mengalami prostusi diksus dan 20% lainnya mengalami degenerative tulang belakang

stenosis.

Degeneratif tulang belakang juga ditemui pada anak muda. Sekitar 10%

wanita berusia 20-29 tahun dibuktikan telah mengalami degeneratif diskus.

Spondilosis lumbalis, yang terjadi 80% pada orang berusia >40 tahun, ditemukan 3%

pada orang berusia 20-29 tahun.

Rasio jenis kelamin pada keadaan ini bervariasi, namun hampir sama secara

bermakna. Spondilosis lumbalis ini sendiri muncul sebagai fenomena penuaan yang

tidak spesifik. Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

spondilosis dengan gaya hidup, berat badan, tinggi badan, massa tubuh, aktivitas fisik,

merokok dan konsumsi alkohol, atau riwayat reproduksi.

C. Etiologi

Faktor usia

Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses

penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya

pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis


deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39

70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan

sekitar 98% pada usia 70 tahun.

Stress akibat aktivitas dan pekerjaan

Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian

retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh,

beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang

terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya

merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan

spondylosis.

Peran herediter

Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi

diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang

ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian

tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan

bahwa sekitar (47 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan

lingkungan, sedangkan hanya 2 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance

training.

Adaptasi fungsional

Penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa perubahan degeneratif

pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit

mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin

terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi

fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.


Etiologi spondilolistesis sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Konsep

umum masih terfokus pada faktor predisposisi yakni konginetal dan trauma.

D. Patogenesis

Diskus intervertebralis dipercaya memiliki degenerative cascade dari tiga

fase yang saling tumpang tindih selama berpuluh-puluh tahun.

Fase pertama (fase disfungsi) menjelaskan efek awal pada mikrotrauma

berulang yang menyebabkan robekan di sekeliling lapisan luar dan rasa nyeri,

diinervasi annulus, dan mulai menekan diskus. Robekan bisa bersatu dan menjadi

robekan radial, sehingga lebih mudah mengalami protusi, dan memengaruhi kapasitas

diskus untuk menjaga air, sehingga diskus menjadi lebih kering dan tinggi diskus

memendek. Fisura bisa sampai ke dalam jaringan vascular dan ujung saraf, sehingga

transmisi sinyal nyeri lebih mudah disalurkan.

Fase kedua (fase tidak stabil) ditandai dengan hilangnya integritas mekanik,

dengan perubahan progresif pada resorpsi yang progresif pada diskus, gangguan

internal dan robekan tambahan pada annulus, dikombinasikan dengan degenerasi facet

yang dapat menyebabkan subluksasi dan ketidakstabilan. Selama

Fase ketiga (fase stabil), penyempitan ruang diskus dan fibrosis terjadi

bersamaan dengan pembentukan osteofit dan transdical bridging. Osteofit adalah

terbentuknya suatu tulang baru yang sebenarnya ditujukan untuk memperbaiki

kerusakan akibat penipisan tulang rawan sendi, tetapi gagal untuk mengatasi

kerusakan tersebut dan membuat keadaan tulang semakin parah. Penyempitan

foramen intervertebralis adalah suatu keadaan dimana terjadinya degenerasi pada

facet joint akan diikuti oleh timbulnya penebalan subchondral yang kemudian terjadi

osteofit dan mengakibatkan terjadinya penyempitan pada foramen intervertebralis.


Hal ini akan akan menyebabkan terjadinya kompresi / penekanan pada isi foramen

intervertebral ketika gerakan extensi, sehingga timbul nyeri yang pada akhirnya akan

menyebabkan penurunan mobilitas / toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang

diterima menurun.

E. Gejala klinis

Spondilosis lumbalis biasanya tidak menimbulkan gejala. Ketika terdapat

keluhan nyeri punggung atau nyeri skiatika, spondilosis lumbalis biasanya merupakan

temuan yang tidak ada hubungannya. Biasanya tidak terdapat temuan apa-apa kecuali

munculnya suatu penyulit.

Pasien dengan stenosis spinalis lumbalis sebagian besar mengalami keluhan

saat berdiri atau berjalan. Gejala atau tanda yang mncul saat berjalan berkembang

menjadi claudicatio neurogenik. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan

bertambah pendek, kadang-kadang secara mendadak pasien mengurangi langkahnya.

Gejala yang muncul biasanya akan sedikit sekali bahkan pada pasien yang dengan

kasus lanjut.
Gejala dan tanda yang menetap yang tidak berhubungan dengan postur tubuh

disebabkan oleh penekanan permanen pada akar saraf. Nyeri tungkai bawah, deficit

sensorik motorik, disfungsi sistem kemih atau impotensi seringkali dapat ditemukan.

Gejala dan tanda yang intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri

pinggang bawah, nyeri alih, atau kelemahan pada punggung. Gejala-gejala ini

berhubungan dengan penyempitan recessus lateralis saat punggung meregang. Oleh

karena itu, gejala-gejala akan dipicu atau diperburuk oleh postur tubuh yang

diperburuk oleh lordosis lumbal, termasuk berdiri, berjalan terutama menuruni tangga

atau jalan menurun, dan termasuk juga memakai sepatu hak tinggi.

Nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang paling umum muncul dalam

waktu yang lama sebelum munculnya penekanan radikuler. Kelemahan punggung

merupakan keluhan spesifik dari pasien dimana seolah-olah punggung akan copot,

kemungkinan akibat sensasi proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang. Kedua

keluhan, termasuk juga nyeri alih (nyeri pseudoradikuler) disebabkan oleh instabilitas

segmental tulang belakang dan akan berkurang dengan perubahan postur yang

mengurangi posisi lordosis lumbalis : condong ke depan saat berjalan, berdiri, duduk

atau dengan berbaring.

Saat berjalan, gejala permanen dapat meluas ke daerah dermatom yang

sebelumnya tidak terkena atau ke tungkai yang lain, menandakan terlibatnya akar

saraf yang lain. Nyeri tungkai bawah dapat berkurang, yang merupakan fenomena

yang tidak dapat dibedakan. Karena pelebaran foramina secara postural, beberapa

pasien dapat mengendarai sepeda tanpa keluhan, pada saat yang sama mengalami

gejala intermiten hanya setelah berjalan dengan jarak pendek.

Claudicatio intermiten neurogenik dialami oleh 80% pasien, tergantung

kepada beratnya penyempitan canalis spinalis. Tanda dan gejala yang mengarahkan
kepada hal tersebut adalah defisit motorik, defisit sensorik, nyeri tungkai bawah, dan

kadang-kadang terdapat inkontinensia urin. Beristirahat dengan posisi vertebra

lumbalis yang terfleksikan dapat mengurangi gejala, tapi tidak dalam posisi berdiri,

berlawanan dengan claudicatio intermiten vaskuler. Claudicatio intermiten neurogenik

disebabkan oleh insufisiensi suplai vaskuler pada satu atau lebih akar saraf dari cauda

equina yang terjadi selama aktivitas motorik dan peningkatan kebutuhan oksigen yang

berhubungan dengan hal tersebut. Daerah fokal yang mengalami gangguan sirkulasi

tersebt muncul pada titik tempat terjadinya penekanan mekanik, dengan

hipereksitabilitas neuronal yang berkembang menjadi nyeri atau paresthesia

Demielinasi atau hilangnya serat saraf dalam jumlah besar akan berkembang menjadi

kelemahan atau rasa kebal. Efek lain dari penekanan mekanik adalah perlekatan

arachnoid yang akan memfiksasi akar saraf dan menganggu sirkulasi CSF di

sekitarnya dengan akibat negatif pada metabolismenya.

F. Diagnosis

Evaluasi awal untuk pasien dengan nyeri punggung bawah dimulai dengan

anamnesis yang akurat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh dengan tes

provokatif yang sesuai. Langkah-langkah pertama ini dipersulit oleh subjektivitas

pasien terhadap rasa nyeri tulang belakang dan kesulitan menentukan regio anatomi

yang terkena pada tes provokatif.

Secara radiografi, apakah film polos, CT, CT myelogram, atau MRI, dapat

memberikan bukti konfirmasi yang berguna untuk mendukung temuan pemeriksaan

dan melokalisasi lesi degeneratif atau bidang kompresi saraf. Namun, pencitraan tidak

bisa mengidentifikasi penyebab LBP. Selain itu, masih sering terdapat perbedaan
antara keparahan gejala dengan derajat perubahan radiografi. Sementara terdapat

korelasi antara tingkat keparahan osteofit dan nyeri punggung.

Gejala kompresi saraf juga dapat dikonfirmasi oleh pemeriksaan

elektromiografi (EMG) untuk mengetahui konduksi saraf motorik dan sensorik distal.

Injeksi diagnostik dapat mengetahui lokasi dengan mengisolasi dan menganestesi akar

saraf yang teriritasi (via epidural).

Anamnesis

1) Anamnesis Umum

Pada anamnesa umum yang perlu ditanyakan adalah penjelasan nama, usia, peranan,

dan menentukan tugas tugas.

2) Anamnesis Khusus

1. Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan pada klien dengan spondilosis lumbal adalah nyeri dan

spasme otot paravertebra.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada spondilosis biasanya nyeri yang datang dan pergi, kekakuan punggung bawah

pada pagi hari setelah bangun tidur dan nyeri menurun setelah beristirahat atau setelah

melakukan aktivitas.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada spondilosis riwayat dari postur yang salah, imobilisasi berkepanjangan setelah

cedera, trauma berat dan berulang.

4. Riwayat Keluarga

Pada Spondilosis lumbal perlu di tanyakan faktor genetik yang kemungkinan dapat

mempengaruhi pembentukan osteofit dan degenerasi diskus.

5. Riwayat Sosial
Kegiatan sehari-hari dan pekerjaan yang melibatkan gerakan memutar, mengangkat,

membungkuk, dan kesalahan postur yang terus menerus, dan getaran seluruh tubuh (seperti

mengemudi kendaraan) menjadi faktor yang memungkinkan peningkatan keparahan

spondilosis.

Pemeriksaan Fisik

Tanda Tanda Vital

Tanda tanda vital adalah nadi, pernapasan, suhu, dan tekanan darah. Semuanya harus

diukur dalam setiap pemeriksaan yang lengkap dan dalam banyak pertemuan singkat

(Willms, 2003).

Inspeksi

1) Inspeksi Statis

Nampak dari sisi samping lengkungan (kurva) servikal, torakal, dan lumbal. Dari

belakang kolumna vertebra yang tegak dan kesejajaran kedua bahu, krista iliaka, dan

lipatan gluteus.

2) Inspeksi Dinamis

Nampak saat berjalan pasien dengan nyeri punggung bawah memiliki pola jalan gluteus

maximus gait, trendelenburg gait, dan short leg gait.

Palpasi

Pada palpasi yang dilakukan adalah untuk mencari adanya spasme otot, skoliosis, nyeri

tekan, dan deformitas yang lain. Pada spondilosis klien biasanya merasakan nyeri

tekan, rasa tebal, atau kesemutan pada punggung bawah.

Pemeriksaan Gerak

1) Gerak Aktif

Pada pemeriksaan gerak aktif informasi yang perlu dicari adalah kualitas gerakan,

rentang gerakan (ROM), perilaku nyeri pada berbagai gerakan. Gerakan aktif dilakukan
dengan pasien berdiri. Pemeriksa mencari rentang gerak (ROM) dan kesediaan pasien

untuk melakukan gerakan. Saat pasien melakukan gerakan aktif, pemeriksa mencari

pembatasan gerak dan penyebabnya, seperti nyeri, kejang, kekakuan. Pada pasien

dengan nyeri punggung, umumnya gerakan terjadi adalah kombinasi dengan pinggul

disertai dengan fleksi lutut, dan kadang kadang dukungan dengan tangan.

2) Gerak Pasif

Gerak pasif untuk mengidentifikasi hypomobility segmental dan hipermobilitas. Dapat

dilakukan dengan pasien berbaring di sisi dengan pinggul dan lutut tertekuk atau

berdiri. Pada tulang belakang lumbal, gerakan pasif sangat sulit dilakukan karena berat

badan. Gerak pasif digunakan untuk memeriksa endfeel pada saat gerakan tulang

belakang.

3) Gerak Isometrik

Pada gerak isometrik yang perlu dicari adalah mengamati kualitas kontraksi otot untuk

menahan posisi (hal ini dapat dilakukan dengan mata pasien ditutup). Pada lumbal,

gerakan isometrik dilakukan pada posisi netral. Kontraksi harus dilawan sehingga tidak

terjadi gerakan.

Pemeriksaan Saraf

1) Tes Laseigue

Tes ini dilakukan dengan posisi telentang, dengan hip adduksi dan endorotasi, lutut

ekstensi. Tungkai diangkat secara pasif (35-75) (Trisnowiyanto, 2012: 76). Hasil

dikatakan positif bila timbul rasa nyeri sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus dan

kemungkinan penekanan akar saraf. Sebaliknya bila tes ini negatif kemungkinan

penekanan akar saraf kecil (Tjokorda, 2009: 71-72).

2) Tes Bragard
Tes ini dilakukan dengan posisi telentang, dengan hip adduksi dan endorotasi, lutut

ekstensi. Tungkai diangkat secara pasif (25-65) disertai dorsi fleksi ankle. Hasil positif

bila terdapat nyeri, nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan saraf yang

sifatnya central (Trisnowiyanto, 2012: 76).

3) Tes Neri

Tes ini dilakukan dengan posisi telentang, dengan hip adduksi dan endorotasi, lutut

ekstensi. Tungkai diangkat secara pasif (25-65) disertai dorsi fleksi ankle dan

mengangkat kepala (fleksi leher). Hasil positif bila terdapat nyeri, nyeri pertama terasa

di pantat berarti terdapat penekanan saraf yang sifatnya central (Trisnowiyanto, 2012:

76).

4) Tes Patrick

Tes ini dilakukan dengan posisi telentang. Diberikan tekanan pada lutut yang

difleksikan. Hasil positif bila terdapat nyeri pada daerah panggul (Trisnowiyanto, 2012:

78).

5) Tes Kontra Patrick

Tes ini dilakukan dengan posisi terlentang, fleksi dan endorotasi tungkai yang sakit

serta gerakan adduksi dan diberikan tekanan secara pasif pada knee. Hasil positif bila

nyeri di daerah garis sendi sacroiliac (Trisnowiyanto, 2012: 78).

Diagnosis Banding

1) Hernia nucleus pulposus (HNP)

HNP umumnya dihubungkan dengan trauma mendadak atau menahun sehingga

annulus fibrosus terutama bagian posterolateral robek secara sirkumferensial dan

radial disertai robekan bagian lateral ligamen longitudinalis posterior. Gejala utama

nyeri pinggang bawah, nyeri radikular, spasme, parestesia.


2) Stenosis kanal

Stenosis kanal atau stenosis spinal sering disebut sebagai klaudikasio neurogenik.

Stenosis kanal banyak ditemui pada orang usia lanjut akibat diameter kanalis spinalis

menyempit, umumnya akibat degenerasi sekitar diskus dan sendi faset selain

perkapuran dan penebalan ligamen flavum. Gejala berupa rasa panas pada bokong dan

kedua tungkai, kelemahan tungkai, gangguan sensibilitas, paresis, gangguan refleks

bilateral.

G. Tata Laksana

Penanganan nyeri punggung bawah kronik dilakukan dalam empat kategori:

terapi fisik, farmakoterapi, terapi injeksi, dan intervensi pembedahan.

Terapi Fisik

a) Terapi Latihan

Terapi latihan merupakan salah satu terapi konservatif pada nyeri punggung

bawah kronis. Latihan dapat berupa latihan aerobik, penguatan otot, dan latihan

peregangan. Rencana program, intensitas, dan frekuensi pada masing-masing

penderita berbeda tergantung dari berat penyakit dan kemampuan tubuh penderita.

Terapi latihan harus dipatuhi agar menghasilkan kemajuan yang optimal. Hasil yang

optimal juga harus dibantu dari jenis terapi konservatif lainnya, seperti pemberian

NSAID, terapi manual, dan penjagaan aktivitas sehari-hari.

b) TENS

TENS adalah modalitas terapeutik yang melibatkan permukaan kulit yang

menghantarkan stimulasi elektrik ke saraf perifer sebagai usaha untuk mengurang

nyeri secara noninfasif. Sepertiga penderita yang memakai TENS mengalami iritasi

kulit sedang. Sebuah penelitian mengidentifikasi reduksi nyeri yang segera setelah 1
jam memakai TENS. Penelitian lainnya tidak menemukan peningkatan signifikan

penggunaan TENS dibandingkan dengan plasebo berkaitan dengan nyeri, status

fungsional, atau jangkauan gerak.

c) Penyokong Lumbal (Korset)

Penyokong lumbal atau korset memberikan keuntungan bagi penderita nyeri

punggung bawah kronik dan juga yang mengalami proses degeneratif tulang

belakang. Korset didesain untuk membatasi gerakan tulang belakang,

menstabilkannya, mengoreksi deformitas, dan mengurangi kekuatan mekanik.

d) Traksi

Traksi lumbal telah dianjurkan untuk penanganan nyeri punggung bawah

karena HNP, penyakit degenerative diskus, dan stenosis foraminal. Traksi berguna

untuk menangani sendi yang hipomobilitas, jaringan ikat yang berkontraksi, adhesi,

pertumbukan sendi apofisis, dan spasme otot. Sedangkan, kontraindikasi dari traksi

lumbal adalah malignansi tulang belakang, infeksi tulang belakang, osteoporosis,

kompresi saraf (cord), hiatus hernia, nyeri pinggang akut, kehamilan, hipertensi tak

terkontrol, penyakit CVD, penyakit respiratori berat, aneurisma aorta, hernia

abdominal, rematoid artritis, dan hemoroid yang berat.

Farmakoterapi

Upaya pengobatan untuk mengontrol rasa sakit dan pembengkakan,

mengurangi cacat, dan meningkatkan kualitas hidup dengan lumbar spondylosis

sering membutuhkan obat untuk melengkapi intervensi nonfarmakologis. Upaya

penelitian yang luas telah meneliti efektivitas obat oral yang berbeda dalam

pengelolaan nyeri pinggang sekunder untuk proses degeneratif. Meskipun demikian,


tetap tidak ada konsensus yang jelas mengenai pendekatan standar baku untuk

manajemen farmakologis.

OAINS

OAINS secara luas dianggap sebagai langkah pertama yang tepat dalam

memberikan efek analgesik dan anti-inflamasi. Ada data yang menunjukkan

keberhasilan dalam pengurangan rasa sakit pada nyeri punggung bawah yang kronis

adalah rendah. Inhibitor COX2 berperan dalam proses analgesik pada LBP kronis dan

dapat meningkatkan fungsi dalam pengaturan jangka panjang. Sementara itu,

pemakaian OAINS harus diatur, karena akan menimbulkan komplikasi GI dan juga

terdapat bukti peningkatan risiko kardiovaskular pada penggunaan jangka panjang.

Opioid

Obat-obatan opioid dapat dianggap sebagai alternatif atau terapi augmentive

untuk pasien yang menderita efek gastrointestinal atau kontrol nyeri yang buruk pada

manajemen NSAID. Praktek resep narkotika untuk penderita nyeri punggung bawah

kronis sangat bervariasi dalam praktisi, dengan kisaran 3-66% pasien LBP kronis

mengambil beberapa bentuk opioid dalam berbagai studi literature.

Relaksan Otot

Relaksan otot, sebagai antispasmodik atau antispastik, dapat memberikan

manfaat dalam nyeri punggung bawah kronis dikaitkan pada kondisi degeneratif.

Beberapa percobaan yang membandingkan baik benzodiazepine, atau non-

benzodiazepine dengan plasebo yang relaksan otot, memberikan manfaat yang

berkaitan dengan nyeri jangka pendek dan fungsi otot secara keseluruhan.

Terapi Injeksi

Injeksi Epidural Steroid


Injeksi epidural steroid telah menjadi strategi intervensi umum dalam

pengelolaan nyeri aksial kronis dan nyeri radikuler kronis akibat degenerasi tulang

belakang lumbar. Injeksi ini dapat dilakukan melalui interlaminar, transforaminal,

atau pendekatan caudal. Biasanya dengan cara jarum dipandu dibawah fluoroscopy,

kontras, maka anestesi lokal dan steroid yang dimasukkan ke dalam ruang epidural di

tingkat vertebral target dan keluar di akar saraf. Nyeri yang berkurang terjadi melalui

mekanisme yang saling melengkapi. Anestesi lokal memberikan konfirmasi

diagnostik cepat, dan terapi dapat memendekkan sikuit siklus nyeri pada spasme dan

memblok transmisi sinyal nyeri. Kortikosteroid juga diakui untuk kemampuan mereka

untuk mengurangi peradangan melalui blokade mediator pro-inflamasi.

Injeksi Facet

Sendi facet dipersarafi dari cabang-cabang medial rami dorsal dan, melalui

studi anatomi, memiliki ujung bebas dan dikemas saraf, mechanoreceptors, dan

nociceptors. Peradangan pada sendi menciptakan sinyal rasa sakit yang terlibat dalam

15-45% dari pasien dengan nyeri punggung bawah. Blok diagnostik menyuntikkan

anestesi gabungan langsung ke ruang sendi atau berhubungan medial cabang (MBB).

Tinjauan sistematis dari kedua percobaan retrospektif dan prospektif mengungkapkan

blok segi diagnostik tunggal memiliki nilai positif-palsu dari 22% menjadi 47% [84]

dan blok cabang medial dari 17-47% di tulang belakang lumbal. Dari hasil

pendekatan didapatkan bahwa terdapat bukti sedang dalam pengurangan rasa nyeri

akut dan kronis dengan injeksi facet.

Tindakan Pembedahan

Pembedahan dilakukan pada pasien yang gagal menjalani pengobatan

konservatif. Pembedahan pada spondilosis lumbalis adalah fusi tulang belakang atau
operasi dekompresi tulang belakang. Fusi tulang belakang dipertimbangkan pada

pasien dengan keganasan atau gerakan yang berlebihan dari tulang belakang, seperti

yang terlihat pada DDD dan spondylolisthesis. Sedangkan operasi dekompresi

diindikasikan untuk pasien dengan bukti yang jelas dari tumbukan atau pergeseran

saraf, memperbaiki gangguan tulang atau diskus pada tulang belakang atau foraminal

stenosis, disk yang herniasi, osteofitosis, atau spondylolisthesis degeneratif.

H. Prognosis

Spondilosis lumbalis pada kebanyakan kasus tidak menyebabkan morbiditas

nyata. Pada beberapa penderita, terdapat penyempitan kanal akar saraf atau kanal

tulang belakang yang menyebabkan gejala serius, dan bahkan pada beberapa kasus

bisa sampai paralisis atau masalah pada sistem BAB dan BAK.
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 44 Tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : karang sari

Masuk RS : 29 mei 2017

No. CM : 378337

Anamnesis (29 mei 2017)

Auto anamnesa dari pasien

Keluhan Utama:

Nyeri boyok sampai kaki

Riwayat Penyakit Sekarang:

kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien telah merasakan nyeri di boyok yang menjalar hingga

kaki kaki pasien. Kedua kaki pasien sering merasakan tebal dan kesemutan. Jika memakai

sendal ketika berjalan sering terlepas dari telapak kaki pasien. Tidak ada keluhan yang lain

yang dirasakan oleh pasien. Pasien juga belum memeriksakan keluhan ini ke dokter. Mual

dan muntah disangkal, kepala berputas disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat keluhan serupa sebelumnya : nyeri pinggang

Riwayat jatuh pada daerah pinggang : disangkal


Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

Riwayat penyakit kencing manis : disangkal

Riwayat stroke : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat batuk lama : disangkal

Riwayat stress emosi : disangkal

Riwayat sering mengangkat beban berat : diakui mengangkat anaknya

Riwayat keganasan atau tumor : disangkal

Riwayat operasi : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit serupa dengan pasien. Disangkal adanya

riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis dan batuk lama

Riwayat Sosial Ekonomi:

Biaya pengobatan di tanggung sendiri (Umum). Kesan ekonomi cukup.

DATA OBJEKTIF

PEMERIKSAAN FISIK

a. Status present

Kesadaran : Baik/composmentis GCS: E4M6V5

Tensi : 140/80 mmHg

Nadi : 83 x/menit

RR : 22 x/menit

Suhu : 36,3 derajat celcius


Kepala : mesochepal

Leher : simetris

Thorax : simetris

Jantung : dalam batas normal

Paru-paru : dalam batas normal

Abdomen : peristaltik

b. Status Psikis

Cara berfikir : realistik

Perasaan hati : iritable

Tingkah laku : normoaktive

Ingatan : baik

Kecerdasan : cukup

c. Status neurologis

Kepala:

Bentuk : mesochepal

Nyeri tekan : (-)

Simetria : (+)

Pulsasi : (-)

Leher:

Sikap : normal simetris

Pergerakan : bebas

Kaku kuduk : (-)


d. Nervi craniales

- Nervus I : dalam batas normal

- Nervus II : dalam batas normal

- Nervus III : dalam batas normal

- Nervus IV : dalam batas normal

- Nervus V : dalam batas normal

- Nervus VI : dalam batas normal

- Nervus VII : dalam batas normal

- Nervus VIII : dalam batas normal

- Nervus IX : dalam batas normal

- Nervus X : dalam batas normal

- Nervus XI : dalam batas normal

- Nervus XII : dalam batas normal

Anggota gerak

SUPERIOR INFERIOR
PEMERIKSAAN
KANAN KIRI KANAN KIRI

Pergerakan B B B B

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus N N N N

Klonus - -

Trofi N N N N

Reflek Fisiologis N N N N

Reflek Patologis - - - -
ROM leher

ROM Kanan Kiri Nyeri

Ekstensi leher B B -

Fleksi leher B B -

Laterofleksi D-S B B +

Rotasi D-S B B +

Pemeriksaan tambahan

Tes Lhermitte : (-)

Tes Valsava : (-)

Tes Naffziger : (-)

Distraksi : (-)

Pemeriksaan Penunjang

RO vertebra lumbal sacral AP/Lat

Spondylosis lumbalis

Spondylolistesis VL4 terhadap VL 5

1. Assesment

- Diagnosis Klinis : ischialgia dextra et sinistra

- Diagnosis Topis : radix n. ischiadicus

- Diagnosis Etiologis : spondylosis lumbalis, spondylolistesis VL4 terhadap

VL 5
2. Planning

- Natrium diklofenat 1x50 mg

- Eperison 2x50mg

- Mecobalamine 1x500 mg

3. Edukasi

- Menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya.

- Memberi motivasi pada pasien untuk minum obat secara teratur dan kontrol

kembali bila keluhan masih menetap atau bertambah.

- Menghindari bekerja dengan kepala terlalu turun atau satu posisi dalam waktu

yang lama.

-. Menggunakan korset
BAB IV
DISKUSI KASUS

Pasien Yn. S, berusi 44 tahun, pada tanggal 29 mei 2017 datang ke Poli Saraf RSUD
Dr. H. Soewondo Kendal dengan nyeri boyok menjalar hingga kedua kaki kakinya.
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis dengan GCS 15, TD : 140/80 mmHg,
N: 83 x/menit, RR: 22 x/menit, Suhu: 36,30C. Untuk pengobatan farmakologi, diberikan
golongan NSAID, yaitu natrium diklofenat untuk mengurangi nyeri, mecobalamin untuk
keluhan kesemutan dan obat eperison untuk muscle relaksan. Selain itu, juga diberikan
edukasi pada pasien untuk jangan mengangkat junjung atau menggendong anak terlalu sering,
mengedukasi untuk mengenakan korset dan mengurangi aktifitas yang membuat badan
bungkuk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kushartanti, W. 2012. Penyusunan Standart Diagnosis Dan Terapi Fisik Untuk

Ischialgia Dan Low Back Pain Di Klinik Terapi Fisik FIK-UNY, P. 1-25

2. Japardi, I. 2002. Spondiloslistesis. Universitas Sumatera Utara. P. 1-4

3. Bimariotejo. 2009. Low Back Pain (LBP). Diambil Dari

Www.Backpainforum.Com

4. Hakim. 1990. Nyeri Pinggang Bawah. Diambil Dari Www.Emidicine.Com.

5. Idyan, Z. 2008. Hubungan Lama Duduk Saat Perkuliahan Dengan Keluhan Low

Back Pain. Diambil Dari Http://Inna-Ppni.Or.Id.

6. Shocker, M. 2008. Pengaruh Stimulus Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage

Terhadap Intensitas Nyeri Osteoarthritis. Diambil Dari Http://Www.Scribd.Com.

7. Shoulder Pain In Elderly Stroke Patients. Diambil Dari

Http://Www.Scincedirect.Com/Science.

8. Bruce M. 2007. Lumbar Spondylosis. Diambil Dari :

Http://Www.Emedicine.Com/Neuro/Jnl/Index.Htm

9. Thamburaj V. 2007. Lumbar Spondylosis. Diambil Dari:

Http://Www.Pubmedcentral.Nih.Gov.

10. Sidharta. 1986. Anatomi Susunan Saraf Pusat Manusia. Dian Rakyat.
Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan

Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan

Sistem respirasi : tidak ada keluhan

Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan

Sistem musculoskeletal : Nyeri pinggang kanan dan kiri menjalar sampai ke ujung kaki

Sistem integumentum : tidak ada keluhan

Sistem urogenital : tidak ada keluhan


Resume Anamnesis:
Seorang pasien usia 60 tahun, datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri
pinggang kanan dan kiri menjalar sampai ke ujung kaki sejak 2 minggu SMRS dan
memberat sejak 3 hari SMRS yang mengakibatkan pasien tidak bisa beraktivitas.
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal serupa,. Keluhan belum diobati sama
sekali, pasien hanya berbaring untuk mengurangi nyeri. Pada pasien ini terdapat faktor
resiko usia lanjut, riwayat mengangkat beban berat. Nyeri tidak disertai dengan kelemahan
anggota gerak.

DISKUSI I
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi atau
digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut (International Association for the Study of
Pain, 1994).
Pada kasus ini nyeri pinggang bawah dirasakan seperti diiris-iris dan ditusuk-tusuk yang
menjalar ke bagian ujung kaki sesuai dengan dermatom sarafnya dengan skala nyeri 8.
Nyeri sudah dirasakan 2 minggu yang lalu sehingga pada kasus ini dikategorikan sebagai
nyeri pinggang bawah akut. Dimana nyeri pinggang bawah dikatakan akut apabila kurang
dari atau sama dengan 3 bulan lamanya.

Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai berikut :

1. Skala Intensitas Nyeri Deskriptif


Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri
dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak
tertahankan. Perawat menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk
memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh
nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan.
Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri
(AHCPR, 1992).
Gambar 1. Verbal Descriptor Scale (VDS)
2. Skala Identitas Nyeri Numeriks
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
Skala biasanya digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10
cm (AHCPR, 1992).
Gambar 2. Numerical Rating Scales (NRS)
3. Skala Analog Visual
Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis
lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif
karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih
satu kata atau satu angka (Potter & Perry, 2005).
Gambar 3. Visual Analog Scale (VAS)
4. Skala Nyeri menurut Bourbanis
Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang memiliki 5 kategori
dengan menggunakan skala 0-10. Menurut AHCPR (1992), kriteria nyeri pada skala ini yaitu:
0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

Gambar 4. Skala Bourbanis


Ada beberapa etiologi nyeri pinggang bawah yang bersifat akut, salah satunya yaitu karena
trauma pada pinggang. pada diskusi I ini kita belum bisa memastikan etiologi nyeri pinggang
bawah yang terjadi pada pasien ini apa, karena harus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
lanjutan untuk menegakkan diagnosa. Tetapi jika dilihat dari faktor usia pada pasien ini yang
sudah dikategorikan masa lansia awal menurut Depkes RI 2009, faktor hormonal dan
riwayat bekerja sebagai ibu rumah tangga tetapi suka angkat angkat berat, maka dari hasil
anamnesa pada pasien ini lebih mengarah ke arah etiologi trauma kompresi.
Nyeri pinggang bawah diklasifikasikan berdasarkan perjalanan klinik dan penyebab
terjadinya :

1.1. Defenisi Low Back Pain (LBP)


Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang
rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain
seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel, 2002). LBP atau nyeri punggung
bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas
tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002).
1.2. Klasifikasi Low Back Pain (LBP)
Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1.2.1. Acute Low Back Pain
Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan rentang
waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini
dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik
seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian
tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada
kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih
sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada
istirahat dan pemakaian analgesik.
Chronic Low Back Pain

Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3
bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki
onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat
terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan
tumor.
1.3. Penyebab Low Back Pain (LBP)
Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya LBP, antara lain:
Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir

Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut


Soeharso (1978) kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang
vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai dengan scoliosis ringan.
Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu, namun
keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra dibagian bawah
karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida. Penyakit spina
bifida dapat menyebabkan gejala-gejala berat sepert club foot, rudimentair foof, kelayuan
pada kaki, dan sebagainya. namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan menimbulkan
keluhan.
Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:
1. Penyakit Spondylisthesis

Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus


vertebrae, dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae (Bimariotejo, 2009).
Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru
menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang atau
hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau
berjalan (Bimariotejo, 2009).
Soeharso (1978) menyebutkan gejala klinis dari penyakit ini adalah:
1). Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara dada dan
panggul terlihat pendek.

2). Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang


menimbulkan skoliosis ringan.
3). Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah. 4).
Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung
spina dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih panjang dari
garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.
1. Penyakit Kissing Spine
Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus
bersentuhan. Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang

ditimbulkan adalah low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan
pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral (Soeharso, 1978).
1. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V
Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari
vertebra lumbal ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum
(Soeharso, 1978).

Low Back Pain karena Trauma


Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP
(Bimariotejo, 2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau
melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang
akut.

Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan
spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung
sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya
dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan
medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut (Idyan, 2008).

Menurut Soeharso (1978), secara patologis anatomis, pada low back pain yang disebabkan
karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:
1. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca
Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah
rasa nyeri pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan
saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan kaki
pada hip joint terbatas.
1. Perubahan pada sendi Lumba Sacral
Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V

dan sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat
menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat
menyebabkan keterbatasan gerak.
1.3.3. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat yang
mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian
bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain
(Soeharso, 1978).
Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabkan oleh perubahan jaringan
antara lain:
1. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)
Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-

ototnya juga menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada
otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang
menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat
menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang (Idyan, 2008).

1. Penyakit Fibrositis
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit
ini ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri
memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan (Dieppe, 1995 dalam
Idyan, 2008).

1. Penyakit Infeksi
Menurut Diepee (1995) dalam Idyan (2008), infeksi pada sendi

terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis,
disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi,
nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan.

1.3.4. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat


Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan
rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain,
misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya (Soeharso, 1987). Beberapa
pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat
mengakibatkan terjadinya LBP (Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008).
Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada
tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot
(Bimariotejo, 2009).
Red Flags

Pada nyeri punggung bawah perlu diwaspadai adanya Red Flag, yaitu tanda dan gejala
yang menandai adanya kelainan serius yang mendasari nyeri. Red flags dapat diketahui
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Kelainan Red Flags

Usia <20 tahun atau > 50 tahun


Riwayat kanker

Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

Terapi imunosupresan
Kanker atau infeksi
Infeksi saluran kemih, IV drug abuse, demam, menggigil

Nyeri punggung tidak membaik dengan istirahat

Riwayat trauma bermakna


Penggunaan steroid jangka panjang

Usia > 70 tahun


Fraktur vertebra

Retensi urin akut atau inkontinensia overflow


Inkontinensia alvi atau atonia sfingter ani

Saddle anesthesia

Paraparesis progresif atau paraplegia


Sindroma kauda ekuina atau defisit
neurologik berat
1.4. Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis, merokok,
pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-ulang, membungkuk,
duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor psikososial (Bimariotejo, 2009). Sifat
dan karakteristik nyeri yang dirasakan pada penderita LBP bermacam-macam seperti nyeri
terbakar, nyeri tertusuk, nyeri tajam, hingga terjadi kelemahan pada tungkai (Idyan, 2008).
Nyeri ini terdapat pada daerah lumbal bawah, disertai penjalaran ke daerah-daerah lain,
antara lain sakroiliaka, koksigeus, bokong, kebawah lateral atau posterior paha, tungkai,dan
kaki(Bimariotejo,2009).
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinik : Low back pain akut (2 minggu SMRS)

Diagnosis topik : Radiks nervus spinalis lumbosacral

Strain (otot/fasia/ligamen)
Fraktur (kompresi/trauma)

Spondilosis

Hernia nukleus pulposus


Diagnosis etiologik :

PEMERIKSAAN (5 Mei 2014)


Status Generalis
Tampak sakit sedang, kesan status gizi cukup
Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6
Keadaan Umum :
TD : 150/90 mmHg R : 22x/menit
N : 96x/mnt S : 37,0C
Tanda Vital :

Kulit : Turgor kulit baik

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya Normal/Normal, reflek kornea
Mata : Normal/Normal

Telinga : Bentuk normal, simetris, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-

Mulut : Bibir kering, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang

Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada deviasi


trakhea, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, kaku kuduk (-),
Leher : meningeal sign (-)

Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris

P : Fremitus taktil kanan=kiri, ekspansi dinding dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor :

I : Tidak tampak ictus cordis

P : Iktus cordis teraba

P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri ICS V linea midklavicula sinistra

Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra

A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)


Dada :

I : Datar, supel
Abdomen : P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak
teraba membesar, tidak ada nyeri tekan abdomen

P : Timpani

A : Bising usus (+) normal

Edema (-), sianosis (-), atrofi otot (-), capillary refill <2detik, akral
Ekstremitas : hangat (+)
Status Psikiatrik
Tingkah Laku : Normal

Perasaan Hati : Normal

Orientasi : Normal

Kecerdasan : Normal

Daya Ingat : Normal


Status Neurologis
Sikap Tubuh : Lurus dan simetri

Gerakan Abnormal : (-)

Kepala : Normocephal
Saraf otak :

Tabel Pemeriksaan Nervus Kranialis

NERVUS CRANIALIS Kanan Kiri

N.I Daya Penghidu Normal/Normal

Daya Penglihatan Normal/Normal


N.II Penglihatan Warna Normal/Normal

Lapang Pandang Normal/Normal

Ptosis -/-

N.III Gerakan mata ke medial Normal/Normal

Gerakan mata ke atas Normal/Normal

Gerakan mata ke bawah Normal/Normal

Ukuran Pupil + (3 mm) + (3mm)

Reflek cahaya Langsung + +


Reflek cahaya konsensuil + +

Strabismus divergen -/-

Gerakan mata ke lateral bawah +/+

Strabismus konvergen -/-


N.IV
Menggigit Normal/Normal

Membuka mulut Normal/Normal

Sensibilitas muka Normal/Normal


N.V Reflek kornea + +

Trismus -/-

Gerakan mata ke lateral bawah +/+


N.VI
Strabismus konvergen -/-

Kedipan mata Normal/Normal

Lipatan nasolabial Simetris/simetris

Sudut mulut Simetris/simetris

N.VII Mengerutkan dahi Normal/Normal

Menutup mata Normal/Normal

Meringis Normal/Normal

Menggembungkan pipi Normal/Normal

Daya kecap lidah 2/3 depan Normal/Normal

Mendengar suara berbisik +/+

Mendengar detik arloji +/+

Tes Rinne Tidak dilakukan

Tes Schawabach Tidak dilakukan

N.VIII Tes Weber Tidak dilakukan

Arkus Faring Normal/Normal

Daya kecap lidah 1/3 belakang Normal/Normal

Reflek muntah +

Sengau

N.IX Tersedak

N.X Denyut nadi 96x/mnt regular


Arkus Faring Simetris/simetris

Bersuara Normal/Normal

Menelan Normal/Normal

Memalingkan kepala Normal/Normal

Sikap bahu Normal/Normal

Mengangkat bahu Normal/Normal

N.XI Trofi otot bahu Eutrofi/Eutrofi

Sikap Lidah Normal/Normal

Artikulasi Normal/Normal

Tremor Lidah -/-

Menjulurkan Lidah Normal/Normal

Trofi otot lidah Eutrofi/Eutrofi

N.XII Fasikulasi Lidah -/-

Leher : Kaku kuduk (-), Meningeal Sign (-)

Ekstremitas :

G:B B K : 555 555

T T SDN SDN

Tn : + + Tr : E E

+ + E E

RF : + N +N RP :

+N +N

CL /

Sensibilitas : normal

Fungsi Vegetatif : BAB dan BAK normal

Refleks Patologis : Babinsky (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim (-/-), Gonda
(-/-), Schaefer (-/-), Hoffman Trommer (-/-).
PEMERIKSAAN KHUSUS
Posisi terlentang :
Lasegue : (+/+)
Braggard : (+/+)
Patrick : (+/+)
Kontra patrick : (+/+)
Valsava : (+)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Darah Rutin

Hemoglobin 13,5 12,5-15,5 g/dl

Leukosit 10,6 4,0-10 ribu

Eritrosit 5,01 3,8-5,4 juta

Hematokrit 40,1 40-58 %

Trombosit 275 200-400 ribu

MCV 80,0 80-90 mikro m3

MCH 26,9 27-34 pg

MCHC 33,7 32-36 g/dl

RDW 13,9 10-16 %

MPV 7,1 7-11 mikro m3

Kimia Klinik

Gula Darah Puasa 87 82-115 mg/dl

Ureum 25,8 10-50 mg/dl

Creatinin 0,80 0,62-1,1 mg/dl

SGOT 34 0-50 U/L

SGPT 13 0-50 IU/L

Cholesterol 141

Trigliserid 108

HDL Cholesterol 21

SEROLOGI
HbsAg Non reaktif Non reaktif
X-Foto Vertebrae LumboSacral AP-Lateral :
Kesan :
Spondilosis Lumbalis
Spondilolistesis pada Vertebrae Lumbal 5 posterior terhadap Sacral 1 disertai diastasis
Lumbal 5 terhadap Sacral 1

Konsultasi dr.Spesialis Rehab Medik


Hasil Konsultasi:
Evaluasi Rehab Medik

S : nyeri pinggang bawah

Program Rehab Medik (Fisioterapi) :

Positioning
Alih baring
TENS
Mobilisasi bertahap
Pemasangan korset
Edukasi pasien dan keluarga
DISKUSI II
Hasil pemeriksaan fisik neurologis tidak didapatkan adanya kelemahan motorik. Berbagai
pemeriksaan khusus yang dapat membangkitkan nyeri menunjukkan hasil positif, dijumpai
pula adanya spasme otot yang jelas.

Medula spinalis berakhir setinggi corpus vertebra LI-2 (conus terminalis). Di bawah conus
ada sekumpulan radiks yang saling berdekatan yang berjalan ke ventrokaudal, untuk
selanjutnya meninggalkan kanalis spinalis menuju ganglion spinalis melewati kantung
duramater pada pintu keluar foramen. Karena arahnya yang ventrokaudal, maka jika ada
protrusi atau prolaps dorsolateraldari diskus akan lebih menekan segmen berikutnya,
daripada segmen tingkatnya sendiri.

Pada kasus ini, dari hasil rontgen vertebrae lumbosakral ditemukan adanya kelainan pada
L5-S1(spondilosis lumbalis ringan, kompresi ringan korpus vertebralis L5 bagian posterior
dan terdapat penyempitan discus intervertebralis pada L5-S1), sehingga menimbulkan
kelainan berdasarkan dermatomal persarafannya. Pada kasus ini nyeri dirasakan menjalar
sampai ke ujung kaki, sesuai dengan dermatom persarafannya.

DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinik : Low back pain akut menjalar sampai ke kedua kaki

Diagnosis topik : Radiks nervus spinal lumbosakral

Diagnosis etiologik : Kompresi Lumbal 5 dan Sacral 1

TERAPI
Pada penderita ini diberikan terapi :
1. Farmakologis
Ketorolac 230 mg
Ranitidin 21 amp
Meticobalamin 11 amp
Tab Diazepam 2x2mg
Tramadol 21
2. Non Farmakologis
Tirah baring
Fisioterapi
DISKUSI III
Sebagian besar penderita nyeri punggung bawah akut hanya memerlukan terapi
simptomatis saja. Lebih dari 60% penderita nyeri punggung bawah akut akan menunjukkan
perbaikan yang nyata pada minggu pertama terapi (Bratton, 1999, patel, 2000).

Pada penderita ini didapatkan gejala yang mengarah pada nyeri nosiseptif dan nyeri
neuropati. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya bangkitan nyeri pada prasat pemeriksaan
fisik dan spasme otot yang jelas. Sehingga, pada penderita ini terapi yang digunakan adalah
kombinasi analgesia dan muscle relaxant agent. Pada penderita ini didapatkan adanya
spasme otot paraspinal yang jelas.
Ketorolac 230 mg
Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi penggunaan ketorolac
adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama 5 hari.
Ketorolac selain digunakan sebagai anti inflamasi juga memiliki efek anelgesik yang bisa
digunakan sebagai pengganti morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan sedang. Pada
pasien ini dipakai ketorolac karena obat ini memiliki sifat analgesik yang baik.

Ranitidin 21 amp
Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin
secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Pada
pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50%
perangsangan sekresi asam lambung adalah 3694 mg/mL. Kadar tersebut bertahan
selama 68 jam. Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak
plasma dicapai 23 jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara
nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2 3 jam pada pemberian oral, Ranitidine
diekskresi melalui urin Pada pasien ini ranitidine dipakai untuk gastroprotector..

Meticobalamin 11 amp
Secara biokimia, mecobalamin adalah koenzim yang mengandung vitamin B12 yang ikut
berpartisipasi dalam reaksi transmetilasi. Mecobalamin adalah homolog vitamin B12 yang
paling aktif di dalam tubuh. Mecobalamin bekerja dengan memperbaiki jaringan syaraf yang
rusak. Mecobalamin tidak hanya efektif untuk anemia megaloblastik, namun juga untuk
neuropati perifer.

Diazepam 2x2mg
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi
neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf
pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam.
Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 2 jam pemberian oral. Waktu paruh
bervariasi antara 20 50 jam sedang waktu paruh desmetildiazepam bervariasi hingga 100
jam, tergantung usia dan fungsi hati. Pada pasien ini diberikan diazepam sebagai muscle
relaxant
Tramadol 21
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat
secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi
nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan
neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri
terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol
dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam.

Edukasi dan Tirah Baring


Edukasi tentang perubahan pola hidup, faktor risiko dan biomekanikal tubuh juga sangat
diperlukan. Semua penderita nyeri pinggang bawah akut dianjurkan untuk memulai aktivitas
kehidupan sehari-harinya seawal mungkin. Meta analisa yang dilakukan olah Hagen, dkk
(2002) menyimpulkan bahwa tidak ada beda bermakna antara bed rest dan advice to stay
active terhadap outcome NPB akut. Saran untuk beraktivitas dan menjalankan aktivitas hidup
sehari-hari akan lebih meningkatkan kepuasan pasien (NHS, 2000).
Fisioterapi
Tindakan fisioterapi meliputi TENS, alih baring dan pemasangan korset. TENS
(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) bekerja dengan rangsangan balik (counter
iritation) dari impuls-impuls nyeri yang timbul dari sumsung tulang (Gate Control Theory).
Selain itu dapat pula mengaktivasi proses antinociceptive endogen seperti endorphin (NHS,
2000).
FOLLOW UP
Tabel Follow Up Tanda Vital
Tanda
Vital 6/05/14 7/05/14 8/05/14 9/05/14 10/05/14 11/05/14 12/05/14

TD 120/80 130/80 130/80 130/80 130/80 140/100 130/80

N 80 88 80 84 88 98 80

R 20 20 20 18 20 20 20

S 36 36 36,5 36,3 36,7 37,2 36,5

Tanda
Vital 13/05/14 14/05/14 15/05/14 16/05/14 17/05/14 18/05/14 19/05/14

TD 140/80 130/80 140/80 140/80 140/90 130/80 140/90

N 92 88 88 80 98 84 92

R 22 20 22 20 20 18 20

S 36,5 36 36 36 36 36,2 36,6


Tabel Follow Up Subjek (S)
S 6/05/14 7/05/14 8/05/14 9/05/14 10/05/14 11/05/14 12/05/14

Nyeri
pinggang
bawah +++ / ++ +++ / ++ +++/++ ++ / ++ ++ / ++ ++ / ++ ++ / +
Nyeri
tungkai +++ / ++ ++ / ++ ++/++ ++ / ++ ++ / ++ ++ / ++ ++ / +

S 13/01/14 14/01/14 15/01/14 16/05/14 17/05/14 18/05/14 19/05/14

Nyeri
pinggang
bawah ++ / + ++ / + +/+ ++ / + ++/++ ++ / ++ +/+

Nyeri
tungkai ++ / + ++ / + +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Tabel Follow Up Objektif (O)
O 6/05/14 7/05/14 8/05/14 9/05/14 10/05/14 11/05/14 12/05/14

GCS E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6

Nyeri
tekan ++/++ ++/++ +/- ++/+ +/+ ++/+ +/+

Lasegue +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Bragard +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Patrick +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Kontra
patrick +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Valsava
test + + + + + + +

O 13/05/14 14/05/14 15/05/14 16/05/14 17/05/14 18/05/14 19/05/14

GCS E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6

Nyeri
tekan ++/+ +/+ +/- ++/+ +/+ +/- +/-

Lasegue +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Bragard +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Patrick +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Kontra
patrick +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Valsava
test + + + + + + +
Tabel Follow Up Assessment (A)
A 6/05/14 7/05/14 8/05/14 9/05/14 10/05/14 11/05/14 12/05/14
LBP lbp akut

A 13/05/14 14/05/14 15/05/14 16/05/14 17/05/14 18/05/14 19/05/14

LBP lbp akut


Tabel. Follow Up Planing (P)
P 6 7 8 9 10 11 12

Inf RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 21 amp

Inj. Ranitidin 21 amp

Inj. Mecobalamin 11 amp

Diazepam 22 mg

Tramadol 21

Antasid 31

P 13 14 15 16 17 18 19

Inf RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 21 amp

Inj. Ranitidin 21 amp

Inj.Meticobalamin 11 amp

Diazepam 22 mg

Tramadol 21

Antasid 31

PROGNOSIS

Death : Dubia ad bonam

Disease : Dubia ad bonam


Disability : Dubia ad bonam

Discomfort : Dubia ad bonam

Dissatisfaction : Dubia ad bonam

Distitutional : Dubia ad bonam


DAFTAR PUSTAKA
Bimariotejo. (2009). Low Back Pain (LBP). Diambil 22 Januari 2014
dari www.backpainforum.com.
Cadwell, E & Hegner, B R. (2003). Asisten Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Daniel. (2006). OAINS Konvensional Masih Jadi Pilihan. Diambil 22 Januari 2014
dari http://www.majalah.farmacia.com/default.asp.
Ester, M. (2005). Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, A C & Hall, J E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor Bahasa Indonesia :
Irawati Setiawan Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hakim. (1990). Nyeri Pinggang Bawah. Diambil 22 Januari 2014 dari www.emidicine.com.
Ismiyati, S W & Cit, C R. (1997). Latihan Dengan Metode William Dan Mc Kenzie Pada Nyeri
Pinggang Bawah. Jakarta: TITAFI XIII.
Idyan, Z. (2008). Hubungan Lama duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan Low Back Pain.
Diambil 22 Januari 2014dari http://inna-ppni.or.id.
Kenworthy, Snowley, Gilling. (2002). Common Foundation Studies in Nursing, Third Edition.
USA: Churchill Livingstone.
Kozier, B; Glenora, E; Audrey, B; Shirlee, J S. (2004). Fundamental Nursing: Concept and
Procedures. 8th edition. USA: Pearson Prentice Hall.
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Bandung:
Yayasan IAPK Pajajaran.
Maher, S & Pellino. (2002). Aktivitas Tubuh penyebab LBP. Diambil 22 Januari 2014
dari www.healtcare.uiowa.edu.
Mook, E & Chin, P W. (2004). The Effects of Slow-Stroke Back Massage on Anxiety and Shoulder
Pain in Elderly Stroke Patients. Diambil 22 Januari 2014
dari http://www.scincedirect.com/science.
Potter, P A & Perry, A G. (2005) . Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Priharjo, R. (1993). Perawatan Nyeri: Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta: EGC.
Rakel. (2002). Nyeri Pinggang Bagian Bawah. Diambil 22 Januari 2014
dari www.nyeripunggungbawah.com.
Setyawan. (2008). Nyeri Pinggang Bawah (Low Back Pain). Diambil 22 Januari 2014
dari www.artikel_nyeri.com.
Setyohadi, B. (2005). Etiopatogenesis Nyeri Pinggang, Temu Ilmiah Rematologi Dan Kursus
Nyeri. Jakarta: IRA.
Soeharso. (1978). Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Shocker, M. (2008). Pengaruh Stimulus Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage terhadap Intensitas
Nyeri Osteoarthritis. Diambil 22 Januari 2014 dari http://www.scribd.com.
Sudjana. (2002). Metode Statistika, Ed. Revisi Cetakan 6. Bandung: Tursita.

Anda mungkin juga menyukai