Omsk Vita
Omsk Vita
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga
tengah (Djaafar, 2001).
2.2. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Banyak ahli
membuat pembagian dan klasifikasi otitis media (Soepardi, 2014). Otitis media
akut merupakan inflamasi pada telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang
bersifat cepat dan singkat yang berlangsung dalam waktu kurang 2 minggu
(Donaldson, 2015). Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa
disebut congek adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan
7
(sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat
menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi
yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi,
daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.
2.3.3 Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis
media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu (Soepardi, 2014).
Sebagai pelengkap mekanisme pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler
subepitel yang penting menyediakan pula faktor-faktor humoral, leukosit PMN
dan sel fagosit lainnya (Boies, 1997).
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis
media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga
tengah dan terjadi peradangan (Soepardi, 2014).
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas
atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi, terjadinya OMA dipermudah oleh
karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal (Soepardi,
2014).
Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa
saluran nafas termasuk mukosa tuba eustachius dan nasofaring tempat muara tuba
eustachii. Edema ini akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan
fungsi tuba eustachius yaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap
telinga tengah.
1. Gangguan fungsi ventilasi
Normalnya tuba akan berusaha menjaga tekanan di telinga tengah dan luar
stabil, ketika terdapat oklusi tuba, maka udara tidak akan dapat masuk ke
telinga tengah, sedangkan secara fisiologis udara akan diabsorpsi di telinga
tengah 1 ml tiap hari pada orang dewasa. Keadaan ini akan menyebabkan
tekanan negatif pada telinga tengah, keadaan vacuum di telinga tengah
menyebabkan transudasi cairan di telinga tengah.
2. Gangguan fungsi drainase
Dalam keadaan normal mukosa telinga tengah akan menghasilkan secret
yang akan didorong oleh gerakan silia kearah nasofaring, ketika terjadi oklusi
9
tuba fungsi ini akan terganggu, sehingga terjadi penumpukan secret di telinga
tengah. Akumulasi cairan di telinga tengah akan lebih banyak dengan adanya
transudasi akibat tekanan negative. Sekret ini merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya kuman.
3. Gangguan fumgsi proteksi
Tuba berperan dalam proteksi kuman dan secret dari nasofaring masuk ke
telinga tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba,
fungsi silia tidak efektif untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke
kavum timpani dengan akumulasi sekret yang baik untuk pertumbuhan
kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga tengah.
Seringkali infeksi awalnya disebabkan oleh virus, namun reaksi alergi dan
kondisi inflamasi lain yang melibatkan tuba eustachius turut berperan. Inflamasi
pada nasofaring meluas ke tepi medial dari tuba eustachius, menyebabkan stasis
dan inflamasi. Hal tersebut mengakibatkan penurunan tekanan di dalam telinga
tengah. Keadaan stasis mendukung terjadinya kolonisasi bakteri patogen di dalam
ruang telinga tengah. Respon yang terjadi berupa reaksi inflamasi akut seperti
vasodilatasi, eksudat, invasi leukosit, fagositosis, dan reaksi imunologis lokal di
dalam telinga tengah (Donaldson, 2015).
Untuk menjadi patogen di daerah seperti telinga atau sinus, bakteri harus
melekat pada lapisan mukosa. Infeksi virus yang menyerang dan merusak
permukaan mukosa traktus respiratorius mengakibatkan bakteri dapat tumbuh
patogen di daerah nasofaring, tuba eustachius, dan ruang telinga tengah
(Donaldson, 2015).
10
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif dalam
telinga tengah dengan adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran
timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan virus atau alergi. Tidak terjadi
demam pada stadium ini (Soepardi, 2014).
b. Stadium Hiperemis
Inflamasi yang terjadi pada telinga tengah dan membran timpani menyebabkan
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan
pasien mengeluh otalgia, telinga rasa penuh, dan edema. Pendengaran mungkin
masih normal atau terjadi gangguan ringan tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan udara di kavum timpani.
Gejala berkisar antar dua belas jam sampai satu hari (Soepardi, 2014).
c. Stadium Supurasi
e. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir otitis media akut yang diawali
dengan berkurangnya atau berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh
membrane timpani berangsur normal hingga perforasi membrane timpani
menutup kembali dan sekret purulen berkurang dan akhirnya kering
13
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.Bila pasien alergi
terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan
dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari (Soepardi,
2014).
telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom)
yang digunakan berukuran kecil dan steril (Soepardi, 2014).
Komplikasi miringotomi yang kemungkinan terjadi ialah perdarahan akibat
trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra
rotundum, trauma pada n.fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali
letak). Mengingat komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan miringotomi
dengan nekrosis umum dan memakai mikroskop. Tindakan miringotomi dengan
memakai mikroskop, selain aman, dapat juga mengisap sekret dari telinga tengah
sebanyak-banyaknya. Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal (Soepardi,
2014).
Bila terapi sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Sebagian ahli
berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang
adekuat sudah dapat diberikan (antibiotika yang tepat & dosis cukup). Komplikasi
timpanosintesis kurang lebih sama dengan komlikasi miringotomi (Soepardi,
2014).
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan
adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu
710 hari (Soepardi, 2014).
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya
edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu.Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap
banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis (Soepardi, 2014).
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK) (Soepardi, 2014).
16
2.4.2 Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling
banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.3 Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah
3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi.
Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia. (Djaafar, 2001)
2.4.3 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :
a) Tipe benigna (tipe aman/tipe tubotimpani/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada
mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh
adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas
dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini
terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam
perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia
17
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek. Secara klinis tipe tubotimpani terbagi atas: (Berman, 2006)
1.Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasannya didahului
oleh perluasan infeksi saluran atas melalui tuba euthacius, atau setelah
berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi
dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar
jarum sampai perforasi subtotal pars tensa.
2.Fase tidak aktif atau fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif
ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau suatu perasaan
penuh pada telinga
1. Kongenital
2. Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani
pada daerah atik atau pars flasida.
Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah
(teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia)
2.4.4 Patofisiologi
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun,
lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya
anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga
bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga
tengah berupa Otitis Media Akut (OMA). Respon inflamasi yang timbul adalah
berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh
penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya
jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang
telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan
terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan
sekitarnya.
19
Sembuh/ normal
Infeksi
Sumbatan : Sekret
Otitis Media Akut
Tampon
(OMA)
Tumor
standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus
aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada
umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering
tersumbat oleh edema.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK :1
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
22
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis,
subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita
yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi
schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada
atau tidaknya tulangtulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada
kanalis semisirkularis horizontal.
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya
infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah
Streptococcus pneumonie dan H. influenza.
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan
ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih
sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
2.4.8 Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi
A. Otitis media supuratif kronik benigna
a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang
26
berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan
pendengaran.
2. Pemberian antibiotika :
a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
b. Antibiotik sistemik.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
28
2.4.9 Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
pada kelainan patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun
dapat menyebabkan komplikasi. (Djaafar, 2001)
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang
juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini
runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel
mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena.
Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal (tidak
berbahaya). Apabila infeksi mengarah kedalam yaitu ke tulang temporal akan
31
menyebabkan paresis n.VII atau labirinitis. Bila kearah kranial akan menyebabkan
abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis, dan abses otak
(Soepardi, 2014).
2.4.10 Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan
kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna.
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien
karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.
32
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Adams, G., Boies, L., Higler, P. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT. EGC.
Jakarta.
Dhingra, P.L., Dhingra, S., Dhingra, D. 2014. Disease of Ear Nose and Throat &
Head and Neck Surgery 6th ed. Haryana. Elsevier.
Djaafar. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
Ajar Ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
kelima.Jakarta.FKUI,2001.
Donaldson, J. D. 2015. Acute Otitis Media. Medscape reference
Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of
Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au
Harmadji, S., Soepriyadi, & Wisnubroto. (2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/. In R. d. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13). FK
UNAIR. Surabaya.
Munilson, J; Edward, Y; Yolazenia 2015. Penatalaksanaan Otitis Media Akut.
Padang: Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Andalas.
Soepardie, E. A., Iskandar, N., Bashirudin, J., Restuti, R.D. 2014. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi Ketujuh. FKUI.
Jakarta.
Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis
media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-
39 Available from URL: http://www.jneuro.org
Yeds PD, Flood LM, Banerjee A, Cliford K. CT-scanning of middle ear
cholesteatome: what does the surgeon want to know? The British Journal of
Radiology. 2002; 75: 847-852. Available from URL: http://www.bjradio.org