Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki
bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media
supuratif. Selain itu, terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitismedia adhesive (Soepardi, 2014).
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2 Otitis media supuratif kronik
merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di negara sedang
berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain. Berdasarkan Survei
Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen
Kesehatan R.I tahun 1994- 1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung,
dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas
tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan
prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.3,4 OMSK dapat terbagi
atas 2, yaitu otitis media supuratif kronik tubotimpani dan otitis media supuratif
kronik atikoantral. OMSK atikoantral merupakan bentuk yang paling berbahaya
karena sifatnya yang dapat mendestruksi jaringan sekitar sehingga dapat
menimbulkan komplikasi yang lebih berat.1,3 OMSK merupakan salah satu
penyakit yang sering ditemukan di poliklinik, maka dari itu penulis akan
membahas laporan kasus mengenai OMSK
2

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami mengenai anatomi
telinga, dan definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis,
pentalaksanaan, dan komplikasi otits media supuratif akut dan kronik.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

Gambar 1 Anatomi Telinga

2.1.1. Telinga Luar


Telinga dibagi atas telinga telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk
huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm
(Soepardi, 2014).
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen (Soepardi, 2014).
4

2.1.2 Telinga Tengah

Gambar 2 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus


mastoideus dan tuba Eustachius. Membran timpani merupakan dinding lateral
kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani.
Ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka
dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt) (Djaafar, 2001).
Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa
dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih
tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris
anterior (lipatan muka), plika maleolaris posterior (lipatan belakang) (Djaafar,
2001).
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan
diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian
atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior
(Berman, 2006).
5

Atap kavum timpani dibentuk oleh segmen timpani, memisahkan telinga


tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk
oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura
petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan
lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali
hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis
(Berman, 2006).
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga
merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat keatap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani
dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior
kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding anterior
bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang
tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum
berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan
inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan
oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini
terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius (Berman, 2006).
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus
dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, saraf
korda timpani dan saraf pleksus timpanikus (Berman, 2006).
Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke
kavum timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui
ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3
depan lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n. timpani
cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang
berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna (Djaafar, 2001).
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9
6

bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga
tengah (Djaafar, 2001).

2.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibule (Soepardi, 2014).
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ Corti (Soepardi, 2014)
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti
(Soepardi, 2014).

2.2. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Banyak ahli
membuat pembagian dan klasifikasi otitis media (Soepardi, 2014). Otitis media
akut merupakan inflamasi pada telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang
bersifat cepat dan singkat yang berlangsung dalam waktu kurang 2 minggu
(Donaldson, 2015). Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa
disebut congek adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan
7

(sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat
menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi
yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi,
daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.

2.3. Otitis Media Supuratif Akut


2.3.1 Epidemiologi
Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba
eustachius yang lebar dan pendek (Bull, 2003). Di Amerika Serikat, 70% anak
telah mengalami OMA setidaknya satu kali sebelum usia 2 tahun. Puncak
kejadian otitis media akut adalah pada anak berusia 3-18 bulan (Donaldson,
2015). Penyakit ini terjadi terutama pada anak baru lahir sampai umur sekitar 7
tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang (Munilson dkk, 2015)
Suatu penelitian oleh Howie menunjukkan bahwa suatu episode infeksi S.
pneumoniae dalam tahun pertama kehidupan telah dihubungkan dengan
berlanjutnya insidens episode otitis media akut berulang. Keadaan ini lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak wanita. Insidens kondisi alergi
tidak meningkat pada anak-anak ini. Delapan serotipe S.pneumoniae bertanggung
jawab lebih atas lebih dari 75% episode otitis media akut (Boies, 1997).
2.3.2 Etiologi
Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptococcus
hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu, kadang-kadang
ditemukan juga Hemophylus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhaemoliticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa (Soepardi, 2014).
Sejauh ini Streptococcus pneumoniae merupakan organisme penyebab tersering
pada semua kelompok umur (Boies, 1997). Hemophlus influenza sering
ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun, meskipun juga merupakan
patogen pada orang dewasa (Soepardi, 2014).
8

2.3.3 Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis
media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu (Soepardi, 2014).
Sebagai pelengkap mekanisme pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler
subepitel yang penting menyediakan pula faktor-faktor humoral, leukosit PMN
dan sel fagosit lainnya (Boies, 1997).
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis
media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga
tengah dan terjadi peradangan (Soepardi, 2014).
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas
atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi, terjadinya OMA dipermudah oleh
karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal (Soepardi,
2014).
Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa
saluran nafas termasuk mukosa tuba eustachius dan nasofaring tempat muara tuba
eustachii. Edema ini akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan
fungsi tuba eustachius yaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap
telinga tengah.
1. Gangguan fungsi ventilasi
Normalnya tuba akan berusaha menjaga tekanan di telinga tengah dan luar
stabil, ketika terdapat oklusi tuba, maka udara tidak akan dapat masuk ke
telinga tengah, sedangkan secara fisiologis udara akan diabsorpsi di telinga
tengah 1 ml tiap hari pada orang dewasa. Keadaan ini akan menyebabkan
tekanan negatif pada telinga tengah, keadaan vacuum di telinga tengah
menyebabkan transudasi cairan di telinga tengah.
2. Gangguan fungsi drainase
Dalam keadaan normal mukosa telinga tengah akan menghasilkan secret
yang akan didorong oleh gerakan silia kearah nasofaring, ketika terjadi oklusi
9

tuba fungsi ini akan terganggu, sehingga terjadi penumpukan secret di telinga
tengah. Akumulasi cairan di telinga tengah akan lebih banyak dengan adanya
transudasi akibat tekanan negative. Sekret ini merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya kuman.
3. Gangguan fumgsi proteksi
Tuba berperan dalam proteksi kuman dan secret dari nasofaring masuk ke
telinga tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba,
fungsi silia tidak efektif untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke
kavum timpani dengan akumulasi sekret yang baik untuk pertumbuhan
kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga tengah.
Seringkali infeksi awalnya disebabkan oleh virus, namun reaksi alergi dan
kondisi inflamasi lain yang melibatkan tuba eustachius turut berperan. Inflamasi
pada nasofaring meluas ke tepi medial dari tuba eustachius, menyebabkan stasis
dan inflamasi. Hal tersebut mengakibatkan penurunan tekanan di dalam telinga
tengah. Keadaan stasis mendukung terjadinya kolonisasi bakteri patogen di dalam
ruang telinga tengah. Respon yang terjadi berupa reaksi inflamasi akut seperti
vasodilatasi, eksudat, invasi leukosit, fagositosis, dan reaksi imunologis lokal di
dalam telinga tengah (Donaldson, 2015).
Untuk menjadi patogen di daerah seperti telinga atau sinus, bakteri harus
melekat pada lapisan mukosa. Infeksi virus yang menyerang dan merusak
permukaan mukosa traktus respiratorius mengakibatkan bakteri dapat tumbuh
patogen di daerah nasofaring, tuba eustachius, dan ruang telinga tengah
(Donaldson, 2015).
10

2.3.4 Stadium Otitis Media


a. Stadium Oklusi

Gambar 3 Stadium Oklusi

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif dalam
telinga tengah dengan adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran
timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan virus atau alergi. Tidak terjadi
demam pada stadium ini (Soepardi, 2014).
b. Stadium Hiperemis

Gambar 4 Stadium Hiperemis

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di


membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis
dan edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berkepanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.
11

Inflamasi yang terjadi pada telinga tengah dan membran timpani menyebabkan
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan
pasien mengeluh otalgia, telinga rasa penuh, dan edema. Pendengaran mungkin
masih normal atau terjadi gangguan ringan tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan udara di kavum timpani.
Gejala berkisar antar dua belas jam sampai satu hari (Soepardi, 2014).
c. Stadium Supurasi

Gambar 5 Stadium Supurasi

Stadium ini ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau


bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu, edema
pada mukosa telinga tengah menjadi lebih hebat dan sel epitel superficial
hancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan
membrane timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar (Soepardi,
2014).
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat kesakitan, nadi dan suhu
meningkat, dan rasa nyeri yang bertambah hebat di telinga. Pasien selalu gaduh
dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan tuli konduktif.
Pada bayi, demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang (Soepardi, 2014).
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan iskemia membran timpani akibat nekrosis mukosa dan submukosa
membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum
timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil menyebabkan tekanan kapiler
membran timpani meningkat lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa
lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot (Soepardi, 2014).
12

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan cara miringotomi.


Bedah kecil ini dilakukan dengan cara menginsisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali. Apabila terjadi ruptur,
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup. Membran timpani tidak akan
menutup kembali jika membrannya tidak utuh lagi (Soepardi, 2014).
d. Stadium Perforasi

Gambar 6 Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret


berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi
(berdenyut). Stadium ini disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman (Soepardi, 2014).
Setelah nanah keluar, anak menjadi tenang, suhu tubuh menurun, dan
dapat tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran
sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini
disebut otitis media supuratif subakut. Jika berlangsung melebihi satu setengah
bulan sampai dua bulan disebut otitis media supuratif kronik (Soepardi, 2014).

e. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir otitis media akut yang diawali
dengan berkurangnya atau berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh
membrane timpani berangsur normal hingga perforasi membrane timpani
menutup kembali dan sekret purulen berkurang dan akhirnya kering
13

sehingga pendengaran kembali normal. Stadium ini terjadi walaupun tanpa


pengobatan jika membran timpani utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi
kuman rendah (Soepardi, 2014).
Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membrane
timpani menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul.
Otitits media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membran timpani (Soepardi, 2014).
2.3.5 Penegakan Diagnosis
Diagnosis OMA cukup ditegakkan secara klinik, yaitu meliputi anamnesis
dan pemeriksaan telinga (otoskop) yang didasarkan pada stadiumnya (Harmadji,
Soepriyadi, & Wisnubroto, 2005). Gejala klinik OMA bergantung pada stadium
penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama
adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada
orang dewasa, selain nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di
telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA
adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), anak
gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang
dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur
membran timpani, maka secret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan
anak tidur tenang (Djaafar dkk, 2007)
2.3.6 Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium


oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.Untuk ini diberikan obat tetes
hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl
efedrin 1% dalam alrutan fisiologis untuk yang berumur di atas 12 tahun dan
orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan
apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi (Soepardi,
2014).
14

Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.Bila pasien alergi
terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan
dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari (Soepardi,
2014).

Tabel 1 Agen antibakterial untuk OMA

Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai


dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.Dengan miringotomi
gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Miringotomi
ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret
keluar dari telinga tengah ke liang telinga luar (Soepardi, 2014).
Istilah miringotomi sering dikacaukan dengan parasentesis. Timpanosentesis
sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna
pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus). Miringotomi
merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini
harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat
dikuasai, (sehingga membran timpani dapat terlihat dengan baik). Lokasi
miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah
memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong
15

telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom)
yang digunakan berukuran kecil dan steril (Soepardi, 2014).
Komplikasi miringotomi yang kemungkinan terjadi ialah perdarahan akibat
trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra
rotundum, trauma pada n.fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali
letak). Mengingat komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan miringotomi
dengan nekrosis umum dan memakai mikroskop. Tindakan miringotomi dengan
memakai mikroskop, selain aman, dapat juga mengisap sekret dari telinga tengah
sebanyak-banyaknya. Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal (Soepardi,
2014).
Bila terapi sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Sebagian ahli
berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang
adekuat sudah dapat diberikan (antibiotika yang tepat & dosis cukup). Komplikasi
timpanosintesis kurang lebih sama dengan komlikasi miringotomi (Soepardi,
2014).
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan
adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu
710 hari (Soepardi, 2014).
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya
edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu.Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap
banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis (Soepardi, 2014).
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK) (Soepardi, 2014).
16

2.4 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


2.4.1 Definisi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
Otitis media supuratif kronik adalah stadium dari penyakit telinga tengah
dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membrane
timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan secret (otorea), purulen yang hilang
timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap
selama 2 bulan atau lebih. (Djaafar, 2004)

2.4.2 Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling
banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.3 Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah
3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi.
Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia. (Djaafar, 2001)

2.4.3 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :
a) Tipe benigna (tipe aman/tipe tubotimpani/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada
mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh
adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas
dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini
terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam
perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia
17

goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek. Secara klinis tipe tubotimpani terbagi atas: (Berman, 2006)
1.Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasannya didahului
oleh perluasan infeksi saluran atas melalui tuba euthacius, atau setelah
berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi
dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar
jarum sampai perforasi subtotal pars tensa.
2.Fase tidak aktif atau fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif
ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau suatu perasaan
penuh pada telinga

3. Tipe maligna (tipe ganas/tipe atikoantral/tipe tulang)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe
ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida.
Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi
tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega,
berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling
sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal
sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin
yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6,
tumor necrosis factor-, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis
terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh
reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
(Thapa, 2004)
18

1. Kongenital
2. Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani
pada daerah atik atau pars flasida.
Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah
(teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia)

2.4.4 Patofisiologi
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun,
lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya
anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga
bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga
tengah berupa Otitis Media Akut (OMA). Respon inflamasi yang timbul adalah
berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh
penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya
jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang
telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan
terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan
sekitarnya.
19

Sembuh/ normal

Fgs.tuba tetap terganggu, Infeksi (-)


Tekanan negatif
Gangguan
telinga tengah efusi OME
tuba

Tuba tetap terganggu


Perubahan tekanan tiba-tiba
+ ada infeksi
Alergi

Infeksi

Sumbatan : Sekret
Otitis Media Akut
Tampon
(OMA)
Tumor

Sembuh sempurna Otitis Media Supuratif Otitis media Efusi


Kronik
(OMSK) (OME)

OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna

Gambar 7 Patogenesis Otitis Media


20

2.4.5 Faktor risiko


Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah
melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down.
Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan
humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat
timbul sebagai infeksi telinga kronis. (Djaafar, 2001;Adams, 1997)
Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :
1. Lingkungan.
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi,
dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.
Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan
secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan
kronis.
4. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap
21

standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus
aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada
umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering
tersumbat oleh edema.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK :1
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
22

Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.

2.4.6 Gejala klinis


1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau
hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat.
Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter
23

atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis,
subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita
yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

Gambar 8. Perforasi Membran Timpani.


24

Gambar 9. Otitis Media Supuratif Kronik


2.4.7 Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada
tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan
mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang
25

normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi
schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada
atau tidaknya tulangtulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada
kanalis semisirkularis horizontal.
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya
infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah
Streptococcus pneumonie dan H. influenza.
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan
ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih
sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.

2.4.8 Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi
A. Otitis media supuratif kronik benigna
a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang
26

berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan
pendengaran.

b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif


Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang
baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di
beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat
juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.
b) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat
mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas
pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan iodine.
c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis
operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan
pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi
dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa.
Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada
anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
27

sasarannya bila dilakukan dengan displacement methode seperti yang


dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika :
a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
b. Antibiotik sistemik.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
28

antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.


Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
B. Otitis media supuratif kronik maligna.
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
29
30

Gambar 10. Pedoman Tatalaksana OMSK5

2.4.9 Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
pada kelainan patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun
dapat menyebabkan komplikasi. (Djaafar, 2001)
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang
juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini
runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel
mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena.
Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal (tidak
berbahaya). Apabila infeksi mengarah kedalam yaitu ke tulang temporal akan
31

menyebabkan paresis n.VII atau labirinitis. Bila kearah kranial akan menyebabkan
abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis, dan abses otak
(Soepardi, 2014).

2.4.10 Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan
kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna.
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien
karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.
32

BAB III
KESIMPULAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga


tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki
bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media
supuratif. Selain itu, terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitismedia adhesive.
Otitis media supuratif kronik adalah stadium dari penyakit telinga tengah
dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membrane
timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan secret (otorea), purulen yang hilang
timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap
selama 2 bulan atau lebih.
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah
3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi.
Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia. OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu Tipe benigna (tipe
aman/tipe tubotimpani/tipe rhinogen) dan Tipe maligna (tipe ganas/tipe
atikoantral/tipe tulang).
33

DAFTAR PUSTAKA

Adams, G., Boies, L., Higler, P. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT. EGC.
Jakarta.
Dhingra, P.L., Dhingra, S., Dhingra, D. 2014. Disease of Ear Nose and Throat &
Head and Neck Surgery 6th ed. Haryana. Elsevier.
Djaafar. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
Ajar Ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
kelima.Jakarta.FKUI,2001.
Donaldson, J. D. 2015. Acute Otitis Media. Medscape reference
Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of
Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au
Harmadji, S., Soepriyadi, & Wisnubroto. (2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/. In R. d. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13). FK
UNAIR. Surabaya.
Munilson, J; Edward, Y; Yolazenia 2015. Penatalaksanaan Otitis Media Akut.
Padang: Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Andalas.
Soepardie, E. A., Iskandar, N., Bashirudin, J., Restuti, R.D. 2014. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi Ketujuh. FKUI.
Jakarta.
Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis
media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-
39 Available from URL: http://www.jneuro.org
Yeds PD, Flood LM, Banerjee A, Cliford K. CT-scanning of middle ear
cholesteatome: what does the surgeon want to know? The British Journal of
Radiology. 2002; 75: 847-852. Available from URL: http://www.bjradio.org

Anda mungkin juga menyukai