Syok Anafilaktik
Syok Anafilaktik
Pendahuluan
Fungsi utama dari sistem imun adalah untuk mencegah dan mengeliminasi adanya
infeksi. Bagaimanapun juga, respon imun yang dihasilkan oleh tubuh dapat
yang terjadi pada tubuh yang disebabkan oleh adanya respon imun disebut dengan
ketidaknormalan respon imun. Pertama, respon imun yang dihasilkan oleh tubuh dalam
mengatasi antigen asing yang masuk ke dalam tubuh terjadi secara tidak terkontrol dan
yang kedua terjadi karena adanya kegagalan fungsi toleransi sehingga respon imun yang
dihasilkan oleh tubuh ditujukan kepada antigen diri yang seharusnya tidak dianggap
sebagai antigen asing dan diserang (autoimmune disease). Terdapat empat klasifikasi dari
diseases (tipe 2), immune complex-mediated diseases (tipe 3), dan T-cell-mediated
Reaksi anafilaksis adalah salah satu contoh dari hipersensitivitas tipe 1. Reaksi
anafilaksis merupakan reaksi sistemik akut yang dapat mengakibatkan kematian secara
singkat dalam beberapa menit. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 ditandai dengan tingginya
kadar antibodi immunoglobulin E (Ig E) pada darah sebagai akibat dari pajanan alergen
Bentuk antigen asing pada tubuh manusia selain alergen adalah organ hasil
pasien itu sendiri (autograft), dari orang lain (allograft), ataupun dari spesies lain
1
(xenograft).(3) Biasanya sistem imun akan menolak adanya jaringan asing yang telah
alloreactive T-cell atau antibodi yang mengenali adanya alloantigen pada jaringan yang
ditransplantasikan.(4)
2
BAB II
Laporan Kasus
Seorang wanita, Nn. S, usia 22 tahun, datang ke UGD sebuah rumah sakit dengan
keadaan koma. Menurut temannya, sebelumnya kondisis wanita tersebut baik-baik saja
dan berangkat ke sebuah salon kecantikan. Namun, saat hendak membayar perawatan
kecantikan vitamin suntikan, tiba-tiba ia terlihat pucat dan pingsan. Akhirnya wanita
Dari informasi yang didapat dari keluarganya, Nn.S telah terdaftar sebagai
pendonor ginjal dengan data fenotip HLA: A1,24 ; B8,44 ; DRB1*O3,13. Maka
dilakukanlah transplantasi ginjal yang diberikan kepada 2 orang donor, yaitu Bpk.Y usia
50 tahun serta Ibu X usia 27 tahun. Keduanya telah lama menderita gagal ginjal dan
sedang menunggu adanya donor ginjal. Bpk Y memiliki fenotip HLA: A2,19 ; B12,- ;
penurunan urine output, nyeri saat berkemih, bengkak di lengan dan kaki, serta keletihan
yang berkepanjangan.
3
BAB III
Pembahasan
Dari kasus dapat disimpulkan bahwa Nn. S mengalami syok anafilaktik sehingga
terhadap alergen yang masuk ke dalam tubuh. Reaksi anafilaksis merupakan bentuk
respon alergi yang timbul paling cepat dan berbahaya. Reaksi sistemik akut ini pada
umunya timbul setelah penyuntikan antigen yang poten (alergen) pada orang yang sangat
peka, seperti yang terjadi pada Nn. S. Reaksi sistemik akut umumnya mulai timbul
beberapa menit setelah terpajan suatu alergen; keterlambatan timbulnya reaksi yang lebih
lama dari satu jam sangat jarang terjadi. Pada kepekaan yang ekstrim, penyuntikan
Layaknya mekanisme alergi yang lainnya, reaksi anafilaksis terjadi pada saat
seseorang terekspos ulang oleh suatu pajanan antigen. Pada saat pajanan pertama, orang
tersebut telah tersensitisasi sebagai mekanisme imunitas dari tubuh. Pada reaksi ini, yang
berperan adalah antibodi Ig E dan sel mast. Mekanisme imunologinya adalah sebagai
berikut:
4
5. IL-4 dan IL-13 akan menyebabkan Imunoglobulin isotype switching sel B
menjadi Ig E.
6. Ig E yang bersirkulasi berikatan dengan Ig E reseptor yang ada pada sel
mast.
7. Antigen yang dikenali oleh Ig E akan berikatan dengan kompleks Ig E-sel
mast.
8. Terjadi degranulasi dari sel mast. Degranulasi melepaskan beberapa
Leukotriens: reaksinya lambat, vasodilatasi, kontraksi dari dinding
dan usus
Histamine: kontraksi smooth muscle di usus dan saluran pernafasan dan
5
Enzim proteolitik seperti Tryptase: membelah C3 dan mangaktifkan
komplemen.(4)
Karena itu, permeabilitas vaskuler akan meningkat dan cairan akan berpindah ke
jaringan. Pembengkakan biasanya terjadi di sekitar mata, muka, paru dan laring.
Pembengkakan pada saluran nafas atas menyebakan wheezing dan pasokan O2 menurun.
Karena pasokan O2 ke jaringan menurun, secara klinis akan ditunjukkan dengan adanya
gejala kepucatan dan pingsan. Vasodilatasi juga menyebabkan syok primer yang
otot polos pada saluran pernafasan atas akan menyebabkan bronkospasme sehingga
timbul wheezeing dan susah menelan. Kontraksi pada salauran pernafasan atas juga
leukotriens.(1, 6)
Berbeda halnya dengan Nn. S, masalah yang dihadapi oleh Bpk. Y bersangkutan
ditransplantasikan ke dalam tubuh Bpk. Y, yaitu ginjal. Masalah yang dihadapi oleh Bpk.
Y antara lain adalah penurunan urine output, nyeri saat berkemih, bengkak di lengan dan
oleh adanya mekanisme penolakan sistem imun pada tubuh Bpk. Y terhadap organ yang
ditransplantasikan. Hal tersebut terjadi karena perbedaan yang cukup signifikan antara
6
HLA adalan molekul Major Histocompability Complex (MHC) yang diekspresikan
pada permukaan sel manusia. Pada awalnya molekul MHC diidentifikasikan sebagai
alloantigen pada permukaan leukosit yang terikat dengan antibodi serum seorang
individu yang sudah terpajan sel dari individu lain, baik melalui transfusi dan lain
mempresentasikan antigen kepada sel T. MHC terdiri dari dua kelas, yaitu MHC kelas 1
dan kelas 2. MHC kelas 1 terdiri dari HLA-A, HLA-B, dan HLA-C, sedangkan MHC
kelas 2 terdiri dari HLA-DP, HLA-DR, dan HLA-DQ. MHC kelas 1 ditemukan di
permukaan sel pada beberapa sel darah putih dan MHC kelas 2 ditemukan pada
permukaan sel jaringan tubuh. Setiap manusia mengekspresikan 6 alel MHC kelas 1 dan
setidaknya 6 alel MHC kelas 2. Gen MHC diekspresikan secara kodominan dan berarti
menentukan tipe HLA yang dimiliki, baik oleh pendonor maupun resipien. Tes tersebut
dinamakan HLA typing, dalam HLA typing yang diperhitungkan antara lain adalah HLA-
terbatas dan kurang signifikan untuk dijadikan penentuan dalam HLA typing sehingga
kurang diperhitungkan untuk menimbulkan suatu manifestasi klinis yang berarti dalam
reaksi hipersensitivitas tipe 4 karena dimediasi oleh sel T. Graft rejection diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu: hyperacute rejection, acute rejection, dan chronic rejection.(1, 4)
7
Segera setelah transplantasi Beberapa hari atau Beberapa bulan
aktivitas fibroblast
pembuluh di
organ)
Trombosis pada pembuluh Vascular damage, Munculnya
interstitial) graft
arteriosclerosis
(1, 4)
Tabel Perbedaan
Pada kasus Bpk. Y ini, diketahui bahwa adanya keluhan terjadi setelah 3 hari pasca
transplantasi ginjal, jadi dapat disimpulkan bahwa pada tubuh Bpk. Y sedang terjadi
reaksi penolakan akut (acute rejection). Pada organ yang ditransplantasikan terdapat
APC donor yang mempresentasikan antigen donor (alloantigen) pada sel T resipien
terutama sel T sitotoksik (CTL). CTL mengenali alloantigen tersebut sebagai antigen
kerusakan jaringan. Pada kasus ini organ yang ditansplantasikan adalah ginjal sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan ginjal (gagal ginjal) yang ditandai dengan edema,
8
disuria, penurunan urine output, dan kelelahan. Disuria dan penurunan urine output
terjadi karena ginjal kehilangan fungsinya sebagai filtrasi sehingga urin yang dihasilkan
sedikit. Edema terjadi karena pada gagal ginjal, protein albumin lolos dan diekskresikan
dalam urin. Fungsi albumin dalam darah adalah sebagai penjaga tekanan osomotik dalam
darah, dan dengan absennya albumin dalam darah, maka cairan intravaskuler dapat
pembentukan sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia sehingga perfusi O2 ke
berkepanjangan.(7)
dapat meminimalisir efek dari reaksi penolakan sistem imun tubuh adalah HLA typing
test. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi protein pada setiap permukaan sel (HLA)
yang terdapat pada donor dan resipien. Dengan semakin banyaknya kesamaan HLA,
Selanjutnya dapat dilakukan crossmatch test. Fungsi dari tes ini adalah untuk mengetahui
apakah tubuh resipien sudah membentuk antibodi yang dapat bereaksi dengan antigen
yang berasal dari organ yang ditransplantasikan. Tes ini dapat mencegah reaksi
Jika sesudah dilakukan transplantasi terjadi reaksi penolakan maka dapat diberikan
obat immunosupressan (contoh siklosporin). Obat ini dapat menekan sistem imun tubuh
untuk menolak organ yang ditransplantasikan sehingga gejala-gejala yang diderita dapat
pasien rentan terhadap infeksi (bakteri maupun virus) sehingga pasien perlu dipantau
9
dengan seksama agar dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya infeksi pada pasien. (1,
4)
10