Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hand, Foot and Mouth Disease


1. Definisi
Dalam masyarakat infeksi virus tersebut sering disebut sebagai
"FluSingapura". Dalam dunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and
Mouth Disease (HFMD) atau penyakit Kaki, Tangan dan Mulut ( KTM ).
KTM adalah penyakit yang disebabkan oleh sekelompok enterovirus yang
disebut coxsackie virus, anggota dari famili Picornaviridae, dengan gejala
klinis berupa lepuhan di mulut, tangan , dan kaki, terutama di bagian telapak,
terkadang di bokong. Lepuhan di mulut segera pecah dan membentuk ulser
yang dirasakan sangat nyeri dan perih oleh penderitanya sedangkan lepuhan di
telapak kaki, tangan, dan beberapa bagian tubuh lain tidak terasa sakit atau
gatal, tapi sedikit nyeri jika ditekan.
2. Epidemiologi
HFMD terkait dengan EV71 telah lebih sering di Asia Tenggara
dalam beberapa tahun terakhir. Faktor resiko dalam epidemi penyakit ini
termasuk kehadiran pusat penitipan anak, seringnya berkontak dengan
penderita HFMD, jumlah anggota keluarga yang besar, dan tempat tinggal di
pedesaan.Menurut laporan, HFMD menunjukkan tidak memiliki predileksi
seksual.Beberapa data epidemi mengamati rasio laki-laki dan perempuan
dominasi sedikit1.2-1.3:1.Baru-baru ini (Juli 2012), di Asia (terutama
Kamboja), anak-anak yang didugaterinfeksi Enterovirus 71 memiliki angka
kematian 90%. Ini epidemi (terutama pada bayi, balita, dan anak di bawah 2
tahun) masih dalam penyelidikan intensif dan ituadalah peneliti kemungkinan
akan memiliki pemahaman yang lebih baik dari angkakematian yang tinggi
terkait dengan enterovirus 71. Jika Enterovirus 71 yang pada akhirnya
ditemukan bertanggung jawab atas kematian, kemungkinan virus

2
telahmengembangkan kemampuan mematikan baru untuk cepat menginfeksi
dan merusak jaringan paru-paru anak-anak. Namun, penelitian yang sedang
berlangsung dan beberapa peneliti menunjukkan bahwa anak-anak mati dari
kombinasi enterovirus 71,suis Streptococcus, dan koinfeksi virus dengue.
3. Etiologi
Penyakit KTM ini adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
RNA yang masuk dalam family Picornaviridae, Genus Enterovirus. Genus
yang lain adalah Rhinovirus, Cardiovirus, Apthovirus. Didalam Genus
enterovirus terdiri dari Coxsackie A virus, Coxsackie B virus. Penyebab KTM
yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah Coxsackie A16, sedangkan
yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau ada
komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71. Coxsackie virus yang
dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu A dan B, yang didasarkan pada
pengaruhnya terhadap tikus yang baru lahir (Coxsackie A menyebabkan
cedera otot, kelumpuhan, dan kematian. Coxsackie B mengakibatkan
kerusakan organ, tetapi hasil kurang parah). Ada lebih dari 24 berbeda
serotipe virus dimana masing-masing virus memiliki protein yang berbeda
pada permukaannya.Virus Coxsackie menginfeksi sel inang dan menyebabkan
sel inang menjadi lisis.

Gambar 1

3
Tipe A virus penyebab Herpangina (lepuh menyakitkan di
mulut,tenggorokan, tangan, kaki, atau di semua bidang). Tangan, kaki, dan
penyakit mulut (HFMD) adalah nama umum dari infeksi virus. Coxsackie A
16 (CVA16) menyebabkan sebagian besar infeksi. HFMD di AS biasanya
terjadi pada anak-anak (usia 10 dan di bawah), tetapi orang dewasa juga dapat
mengembangkan kondisi. Tipe A juga menyebabkan konjungtivitis
(peradangan pada kelopak mata dan area putihmata). Tipe B menyebabkan
epidemi virus pleurodynia (demam, paru-paru, dan nyeri perut dengan sakit
kepala yang berlangsung sekitar dua sampai 12 hari dan resolve). Pleurodynia
juga disebut penyakit Bornholm. Ada enam serotipe dari Coxsackie B (1-6,
dengan B 4 dianggap oleh beberapa peneliti sebagai kemungkinan penyebab
diabetes di sejumlah individu). Kedua jenis virus (A dan B) dapat
menyebabkan meningitis, miokarditis, dan perikarditis, tetapi ini jarang terjadi
dari infeksi Coxsackie. Beberapa penelitimenyarankan virus Coxsackie
(terutama Coxsackie B4) memiliki peran dalam pengembangan tipe onset akut
I (sebelumnya dikenal sebagai juvenile) diabetes, namun hubungan ini masih
dalam penyelidikan.
Virus Coxsackie dan enterovirus lainnya dapat menyebabkan penyakit
anak dari tangan, kaki, dan penyakit mulut. Namun, sebagian besar anak-anak
denganinfeksi virus Coxsackie sepenuhnya menyelesaikan gejala dan infeksi
dalam waktusekitar 10-12 hari.

4
Gambar 2. Struktur virus coxsackie
4. Patofisiologi
Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas.
KTMadalah penyakit umum yang biasa terjadi pada kelompok masyarakat
yang sangat padat dan menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun.
Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus. Penularannya melalui
kontak langsung dari manusia ke manusia yaitu melalui droplet, air liur, tinja,
cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui
barang, handuk, pakaian, peralatanmakanan, dan mainan yang terkontaminasi
oleh sekret tersebut. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa penyakit seperti
lalat dan kecoa. Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak
dapat terkena KTM lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Penyakit
tangan, kaki dan mulutadalah penyakit umum dan penyebarannya dapat
terjadi di antara kelompok anak, misalnya di sekolah atau di tempat penitipan
anak. Penyakit tangan, kaki dan mulut biasanya tersebar melalui hubungan
sesama manusia. Virus ini tersebar melalui fekal-oral pada tangan yang
tercemar, namun bisa juga disebarkan melalui lendir mulut atau sistem
pernapasan dan kontak langsung dengan cairan di dalam lepuhnya.
Sesudah berhubungan dengan orang yang terkena, biasanya di antara 3-5 hari

5
lepuh baru akantimbul. Selama masih ada cairannya, lepuh ini bisa menular
dan virus ini juga bisa berminggu-minggu berada di dalam kotoran.Penyakit
KTM mempunyai masa inkubasi 3-6 hari. Selama masa epidemik,virus
menyebar dengan sangat cepat dari satu anak ke anak yang lain atau dari
ibukepada janin yang dikandungnya. Virus menular melalui kontak langsung
dengan sekresi hidung dan mulut, tinja, maupun virus yang terhisap dari
udara. Implantasi dari virus di dalam bukal dan mukosa ileum segera diikuti
dengan penyebaran menujunodus-nodus limfatik selama 24 jam. Setelah itu
segera timbul reaksi berupa bintik merah yang kemudian membentuk lepuhan
kecil mirip dengan cacar air di bagianmulut, telapak tangan, dan telapak kaki.
Selama 7 hari kemudian kadar antibodi penetral akan mencapai puncak dan
virus tereliminasi.
5. Manifestasi Klinis
Penyakit tangan, kaki dan mulut yang ringan biasanya disebabkan oleh
Coxsackie virus. Anak usia di bawah 5 tahun sering terkena infeksi virus ini,
meskipun pada orang dewasa dapat juga terjadi. Infeksi Coxsackie virus
mungkin sama sekali tidak menunjukkan gejala atau hanya ringan. Gejala
penyakit diawali dengan demam tidak tinggi 2-3 hari, diikuti nyeri
tenggorokan atau faringitis, sulit makan dan minum karena nyeri akibat luka
di mulut dan lidah. Kadang disertai sedikit pilek atau gejala seperti flu.
Timbul lepuhan atau vesikel yang kemudian pecah selama 5-10 hari. Lepuhan
dimulut berukuran 2-3 mm yang segera pecah dan membentuk ulkus yang
dirasakansangat perih terutama saat makan/minum, sehingga sukar untuk
menelan. Jumlahulkus di mulut mencapai 5-10 yang tersebar di daerah bukal,
palatal, gusi, dan lidah seperti ditunjukkan pada gambar 3. Ulkus di lidah
paling lama sembuh.Ulkus juga dapat menyebar hingga saluran cerna yang
lebih dalam sampai kelambung. Pada kondisi pasien dengan sistem kekebalan
tubuh yang baik, seluruhgejala dapat membaik selama 5 7 hari. Bersamaan
dengan itu timbul rash atau ruamatau vesikel (lepuh kemerahan/blister yang

6
kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak tangan dan kaki.
Kadang-kadang rash atau ruam (makulopapul) ada pada daerah bokong.
Pada bayi atau anak usia di bawah 5 tahun yang timbul gejala berat
harusdirujuk ke rumah sakit. Gejala yang dianggap berat adalah hiperpireksia
(suhu lebihdari 39C) atau demam tidak turun-turun, takikardi, sesak,
anoreksia, muntah ataudiare dengan dehidrasi, badan sangat lemas, kesadaran
menurun dan kejang.

Gambar 3. Lepuhan pada bibir dan lidah


Lepuhan atau vesikel di kaki dan tangan dijumpai pada 2/3 penderita,
yang terutamatumbuh di bagian dorsal dan sisi-sisi jari serta telapak tangan
seperti ditunjukkan pada gambar 4. Lepuhan/vesikel yang dikenal dalam
istilah kedokteran sebagai Erythemamultiforma ini secara khas berbentuk
bulat atau elips yang akan mengering sendiriselama 3-7 hari.

7
Gambar 4. Lepuhan pada telapak tangan
Permasalahan utama pada anak-anak dan balita adalah kesulitan untuk
makandan minum yang dengan beberapa bentuk komplikasi seperti mual,
muntah, dan diare akibat ulkus di saluran pencernaan, serta demam panas,
dapat menyebabkan dehidrasi. Di samping itu kemungkinan terjadinya
superinfeksi oleh mikroba lain dapat memperparah penyakit dan
menyebabkan berbagai komplikasi. Contoh kasus : Seorang anak laki-laki
berumur 4 tahun dengan riwayat demam ringan sejak 5 hari, malaise dan
riwayat timbul ruam vesikular sejak 3 hari. Terdapat ruam pada telapak
tangan (gambar 5), telapak kaki (gambar 6), lidah (gambar 7), dan bokong.
Gambaran klinis ini sangat karakteristik pada tangan, kaki, dan mulut. Lesi
khas padakulit berupa vesikel elips dikelilingi oleh halo eritematosa.

Gambar 5
gambar A

8
Gambar 6

Gambar 7

Cara penularan HFMD terjadi melalui 3 jalan:


a. Kontak langsung dengan penderita melalui cairan lepuhan yang keluar
dari bintik berair dikulit penderita. Selama lepuhan kulit masih
mengeluarkan cairan, penderitadapatmenularkan virus kepada orang-orang
( terutama anak ) di sekitarnya.
b. Melalui percikan butiran ludah (droplet) dan pernapasan.
c. Jalur oro-fecal melalui tangan, mainan dan sesuatu yang tercemar oleh
faeces penderitakemudian masuk ke dalam mulut. Kita tahu bahwa anak
pada umumnya sukamemasukkantangan ke dalam mulut saat memegang
apapun yang ada di sekitarnya.

9
6. Diagnosis
a. Anamnesis
Penderita akan mengalami demam yang tidak terlalu tinggi sekitar
2 hingga 3 hari yang disertaidengan faringitis. Terjadi ulcus dimulut
seperti sariawan terasa nyeri sehingga sulit untuk menelan. Selain itu
penderita juga akan mengaku timbul lepuh kemerahan yang kecil dan
rata,tidak gatal di telapak tangan dan kaki.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada daerah mulut didapatkan ulcus yang tampak seperti
sariawan, biasanya didaerah lidah, gusiataupun mukosa pipi sebelah
dalam. Bersamaan dengan itu timbul ruam atau vesikel, papulo vesikel
yang tidak gatal ditelapak tangan dan kaki. Kadang-kadang ruam juga
didapatkan di bagian bokong.
c. Laboratorium
Secara umum, tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium klinik
secara spesifik, karena dataumumnya sebagai berikut :
1) Jumlah leukosit 4000 16.000/L.
2) Terkadang ditunjukkan suatu limfosit tipe asing.
3) Virus dapat diisolasi dari cairan vesikel dan permukaan mukosa,
sampel tinja, dibiakkan di atasmedia virus.
4) Antibodi khas cepat menghilang dan timbul hanya dalam waktu
singkat.
Bahan pemeriksaan yang dapat diambil dari tubuh dapat diambil
dari tinja, usap rektal,cairan serebrospinal dan usap/swab ulcus di
mulut/tenggorokan, vesikel di kulit spesimen atau biopsi otak. Spesimen
dibawa dengan Hanks Virus Transport. Isolasi virus dencara biakan sel
dengan suckling mouse inoculation. Setelah dilakukan Tissue Culture,
kemudian dapat diidentifikasi strainnya dengan antisera tertentu / IPA,
CT, PCR dll. Dapat dilakukan pemeriksaan antibodi untuk melihat
peningkatan titer.

10
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk penelitian klinis.
Deteksi VirusImmuno histochemistry (in situ) dengan Imunofluoresensi
antibodi (indirek) Isolasi danidentifikasi virus. Pada sel Vero RD, L BUji
netralisasi terhadap intersekting pool. sAntisera(SCHMIDT pools) atau
EV-71 (Nagoya) antiserum. Deteksi RNA, RT-PCR Primer :
5CTACTTTGGGTGTCCGTGTT 35 GGGAACTTCGATTACCATCC/
Partial DNA sekuensing(PCR Product). Serodiagnosis Serokonversi
paired sera dengan uji serum netralisasi terhadapvirus EV-71 (BrCr,
Nagoya) pada sel Vero. Uji ELISA sedang dikembangkan.
Sebenarnyasecara klinis sudah cukup untuk mendiagnosis KTM, hanya
kita dapat mengatahui apakah penyebabnya Coxsackie A-16 atau
Enterovirus 71.
7. Penatalaksanaan
Pada kondisi penderita dengan kekebalan dan kondisi tubuh cukup
baik, biasanya tidak diperlukan pengobatan khusus. Peningkatan kekebalan
tubuh penderita dilakukan dengan pemberian konsumsi makanan dan cairan
dalam jumlah banyak dan dengan kualitas gizi yangtinggi, serta diberikan
tambahan vitamin dan mineral jika perlu. Jika didapati terjadinya
gejalasuperinfeksi akibat bakteri maka diperlukan antibiotika atau diberikan
antibiotika dosis rendahsebagai pencegahan.
Secara umum, untuk menekan gejala dan rasa sakit akibat timbulnya
luka di mulut danuntuk menurunkan panas dan demam, digunakan obat-
obatan golongan analgetika danantipiretika. Dari aspek farmakoterapi, hal
penting untuk diperhatikan dalam pengobatan penyakit KTM adalah bahwa
beberapa golongan obat dapat menimbulkan sindroma Steven Johnson yang
menunjukkan gejala mirip dengan penyakit KTM dan dapat memperparah
ulser.Golongan obat tersebut adalah : barbiturat, karbamazepin, diflusinal,
hidantoin, ibuprofen, penisilin, fenoftalein, fenilbutazon, propranolol, kuinin,
salisilat, sulfonamida, sulfonilurea,sulindac, dan tiazida.

11
Antiseptik oral digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat
jamur atau bakteri.Beberapa golongan antasida dan pelapis mukosa lambung
juga digunakan untuk mengatasi ulkusdi saluran cerna dan lambung. Berikut
adalah daftar obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengatasi Penyakit Kaki
Tangan dan Mulut secara simptomatik.
Medikamentosa
a. Antipiretika : digunakan untuk menurunkan demam, misalnya :
asetaminofen. Perludiperhatikan bahwa penggunaan golongan NSAID
( Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) dapat menimbulkan gejala
sindrom Stenven-Johnson yang menunjukkan gejala mirip
dengan penyakit ini dan dapat memperparah ulser sehingga disarankan
untuk digunakan dengangolongan antasida, atau jika ada dipilih golongan
antipiretika/analgetika yang lain.
b. Antiseptika : berbagai bentuk sediaan kumur, seperti betadine dan tablet
hisap seperti SPtroches, FG troches.
c. Antibiotika : lokal atau sistemik, digunakan untuk mencegah atau
mengatasi infeksi karenamikroba pada ulser di mulut dan kulit neosporin
(lokal), klindamisin dan eritromisin.
d. Bahan anestetika lokal untuk mengurangi rasa sakit di daerah mulut.
e. Antihistamin: Inhibisi antihistamin pada reseptor H1 menyebabkan
kontriksi bronkus, sekresimukosa, kontraksi otot halus, edema, hipotensi,
depresi sususan saraf pusat, dan aritmia jantung.
f. Golongan Antasida dan Antiulser digunakan untuk mengatasi gastritis,
ulser di mulut dansaluran cerna. Biasanya digunakan untuk kumur, namun
jika didiagnosis ada luka di salurangastrointestinal maka antasida ditelan.
Non medikamentosa:
a. Virus masih dapat berada di dalam tinja penderita hingga 1 bulan. Isolasi
pasien sebenarnya tidak diperlukan, namun perlu istirahat untuk
pemulihan dan pencegahan penularan lebih luas.
b. Selalu mencuci tangan dengan benar untuk mengurangi resiko penularan

12
c. Jangan memecah vesikel.
d. Mencegah kontak dengan cairan mulut dan pernafasan antara penderita
dengan anggotakeluarga yang lain.
e. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan sebisa mungkin makan makanan
bergizi, sayur-sayuran berkuah, jus buah, segera setelah rasa nyeri di
mulut berkurang.
f. Mencegah dehidrasi dengan memasukkan cairan, untuk mengurangi rasa
sakit sebisa mungkin.
8. Komplikasi
Meski sangat jarang, dalam keadaan daya tahan tubuh yang sangat
rendah atauimmunocomprimized dapat terjadi komplikasi yang berbahaya dan
mengancam jiwa. Komplikasi yang dapat terjadi adalah Meningitis atau
infeksi otak (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bakterial) atau
Encephalitis ( infeksi otak bulbar ). Komplikasi yang sangat jarang lainnya
adalah myocarditis atau gangguan jantung (Coxsackie Virus Carditis) dan
gangguan persarafan pericarditiso Paralisis akut flaksid.
Infeksi enterovirus juga dapat menyebabkan miokarditis, pneumonia,
meningoensefalitis, dan bahkan kematian. Infeksi ini jarang terjadi berulang
dalam waktu dekat. Meski secara umum infeksi ini ringan namun, sebuah
wabah besar infeksi KTM disebabkan oleh Enterovirus 71 diTaiwan
dilaporkan terjadi angka kematian tinggi sekitar 19,3% pada kasus berat.
Kematian disebabka karena akibat perdarahan paru. Selama wabah ini, angka
kematian yang tertinggi padaanak-anak muda dari 3 tahun. Sedangkan kasus
infeksi KTM di Singapura pernah dilaporkantelah merenggut 7 korban jiwa,
sebagian besar dari pneumonitis interstisial atau ensefalitis batang otak.
Infeksi KTM adalah penyakit ringan namun dalam keadaan temuan fisik yang
tidak biasa, peningkatan jumlah sel darah putih, dan muntah dan tidak adanya
ulkus oral atau lukasariawan di mulut mungkin menandakan pasien dengan
risiko tinggi hasil yang dapat berakibatfatal. Dalam salah satu penelitian
terhadap wabah infeksi KTM yang disebabkan olehEnterovirus 71 di

13
Sarawak, Malaysia dilaporkan terdapat 3 faktor risiko klinis untuk
membantumendeteksi anak-anak berisiko untuk komplikasi neurologis. Total
durasi demam selama 3 hari atau lebih, ketinggian puncak suhu lebih besar
atau sama dengan 38,5C, dan riwayat kelemahantubuh secara umum terkait
dengan pleositosis cairan serebrospinal.
Infeksi KTM bila terkena pada ibu hamil pada trimester pertama dapat
mengakibatkanaborsi spontan atau hambatan pertumbuhan dalam kandungan.
Beberapa penyakit yang juga disebabkan karena virus sejenis ini adalah:
a. Vesicular stomatitis dengan exanthem (KTM) Cox A 16, EV 71
b. Vesicular Pharyngitis (Herpangina) EV 70
c. Acute Lymphonodular Pharyngitis Cox A 10
B. Human Immunodeficiency Virus
1. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus.
Retrovirus adalah virus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA
dan DNA pejamu untuk membentuk DNA virus dengan periode inkubasi
sekitar 5 sampai 10 tahun. HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi
yang lama (periode laten), dan mampu menyebabkan tanda gejala penyakit
yang disebut Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Infeksi HIV
merupakan infeksi virus yang menurunkan imunitas tubuh secara keseluruhan
dengan signifikan dan progresif. HIV spesifik berafinitas dengan CD4+ (T
helper Cells). HIV menyerang dan menganggu upaya homeostasis yang
dilakukan oleh tubuh sehingga host rentan terhadap banyak infeksi
oportunistik.
2. Etiologi
HIV adalah suatu retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Retrovirus
berdiameter 70-130 nm. Masa inkubasi virus ini selama sekitar 10 tahun.
Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya, atau
kapsul viral, terdiri dari lemak lapis ganda yang banyak mengandung tonjolan
protein. Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein gp120 dan gp41. Terdapat

14
suatu protein matriks yang disebut gp17 yang mengelilingi segmen bagian
dalam membran virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsid
yang disebut p24. Di dalam kapsid terdapat dua untai RNA identik dan
molekul preformed reverse transcriptase, integrase dan protease yang sudah
terbentuk. Reverse transcriptase adalah enzim yang mentranskripsikan RNA
virus menjadi DNA setelah virus masuk ke sel sasaran.
3. Pathogenesis
Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang tidak dapat diatasi
sempurna oleh respons imun adaptif, dan berlanjut menjadi infeksi jaringan
limfoid perifer yang kronik dan progresif. Perjalanan penyakit HIV dapat
diikuti dengan memeriksa jumlah virus di plasma dan jumlah sel T CD4+
dalam darah. Infeksi primer HIV pada fetus dan neonatus terjadi pada situasi
sistim imun imatur, sehingga penjelasan berikut merupakan ilustrasi
patogenesis yang khas dapat diikuti pada orang dewasa. Infeksi primer terjadi
bila virion HIV dalam darah, semen, atau cairan tubuh lainnya dari seseorang
masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang diperantarai oleh reseptor
gp120 atau gp41. Tergantung dari tempat masuknya virus, sel T CD4+ dan
monosit di darah, atau sel T CD4+ dan makrofag di jaringan mukosa
merupakan sel yang pertama terkena. Sel dendrit di epitel tempat masuknya
virus akan menangkap virus kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening.
Sel dendrit mengekspresikan protein yang berperan dalam pengikatan
envelope HIV, sehingga sel dendrit berperan besar dalam penyebaran HIV ke
jaringan limfoid. Di jaringan limfoid, sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel
T CD4+ melalui kontak langsung antar sel.
Beberapa hari setelah paparan pertama dengan HIV, replikasi virus
dalam jumlah banyak dapat dideteksi di kelenjar getah bening. Replikasi ini
menyebabkan viremia disertai dengan sindrom HIV akut (gejala dan tanda
nonspesifik seperti infeksi virus lainnya). Virus menyebar ke seluruh tubuh
dan menginfeksi sel T subset CD4 atau T helper, makrofag, dan sel dendrit di
jaringan limfoid perifer. Setelah penyebaran infeksi HIV, terjadi respons imun

15
adaptif baik humoral maupun selular terhadap antigen virus. Respons imun
dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi virus, yang
menyebabkan berkurangnya viremia dalam 12 minggu setelah paparan
pertama Setelah infeksi akut, terjadilah fase kedua dimana kelenjar getah
bening dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dandestruksi sel. Pada tahap
ini, sistem imun masih kompeten mengatasi infeksi mikroba oportunistik dan
belum muncul manifestasi klinis infeksi HIV, sehingga fase ini disebut juga
masa laten klinis (clinical latency period). Pada fase ini jumlah virus rendah
dan sebagian besar sel T perifer tidak mengandung HIV.
Kendati demikian, penghancuran sel T CD4+ dalam jaringan limfoid
terus berlangsung dan jumlah sel T CD4+ yang bersirkulasi semakin
berkurang. Lebih dari 90% sel T yang berjumlah 1012 terdapat dalam jaringan
limfoid, dan HIV diperkirakan menghancurkan 1-2 x 109 sel T CD4+ per hari.
Pada awal penyakit, tubuh dapat menggantikan sel T CD4+ yang hancur
dengan yang baru. Namun setelah beberapa tahun,m siklus infeksi virus,
kematian sel T, dan infeksi baru berjalan terus sehingga akhirnya
menyebabkan penurunan jumlah sel T CD4+ di jaringan limfoid dan sirkulasi.
Pada fase kronik progresif, pasien rentan terhadap infeksi lain, dan
respons imun terhadap infeksi tersebut akan menstimulasi produksi HIV dan
destruksi jaringan limfoid. Transkripsi gen HIV dapat ditingkatkan oleh
stimulus yang mengaktivasi sel T, seperti antigen dan sitokin. Sitokin
(misalnya TNF) yang diproduksi sistem imun alamiah sebagai respons
terhadap infeksi mikroba, sangat efektif untuk memacu produksi HIV.
Jadi,pada saat sistem imun berusaha menghancurkan mikroba lain, terjadi pula
kerusakan terhadap sistem imun oleh HIV. Penyakit HIV berjalan terus ke
fasem akhir dan letal yang disebut AIDS dimana terjadi destruksi seluruh
jaringan limfoid perifer, jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari 200
sel/mm3, dan viremia HIV meningkat drastis. Pasien AIDS menderita infeksi
oportunistik, neoplasma, kaheksia (HIV wasting syndrome), gagal ginjal
(nefropati HIV), dan degenerasi susunan saraf pusat (ensefalopati HIV).

16
4. Penularan
Penularan utama HIV dapat melalui beberapa cara yaitu melalui
hubungan seksual, pemindahan darah atau produk darah, proses penyuntikan
dengan alat-alat yang yang terkontaminasi darah dari penderita HIV dan juga
melalui transmisi vertikal dari ibu ke anak. Sekali terinfeksi, maka orang
tersebut akan tetap terinfeksi dan dapat menjadi infeksius bagi orang lain.
a. Penularan seksual
Penularan seksual merupakan cara infeksi yang paling utama diseluruh
dunia, yang berperan lebih dari 75% dari semua kasus penularan HIV.
Penularan seksual ini dapat terjadi dengan hubungan seksual genitogenital
ataupun anogenital antara heteroseksual ataupun homoseksual. Risiko
seorang wanita terinfeksi dari laki-laki yang seropositif lebih besar jika
dibandingkan seorang laki-laki yang terinfeksi dari wanita yang
seropositif.
b. Transfusi darah dan produk darah
HIV dapat ditularkan melalui pemberian whole blood, komponen sel
darah, plasma dan faktor-faktor pembekuan darah. Kejadian ini semakin
berkurang karena sekarang sudah dilakukan tes antibodi-HIV pada
seorang donor. Apabila tes antibodi dilakukan pada masa sebelum
serokonversi maka antibodi-HIV tersebut tidak dapat terdeteksi.
c. Penyalah guna obat-obat intravena
Penggunaan jarum suntik secara bersama-sama dan bergantian
semakin meningkatkan prevalensi HIV/AIDS pada pengguna narkotika.
Di negara maju, wanita pengguna narkotika jarum suntik menjadi
penularan utama pada populasi umum melalui pelacuran dan transmisi
vertikal kepada anak mereka.
d. Petugas Kesehatan
Menurut Murtiastutik (2008) petugas kesehatan sangat berisiko
terpapar bahan infeksius termasuk HIV. Berdasarkan data yang didapat
dari 25 penelitian retrospektif terhadap petugas kesehatan, didapatkan

17
rata-rata risiko transmisi setelah tusukan jarum ataupun paparan perkutan
lainnya sebesar 0,32% (CI 95%) atau terjadi 21 penularan HIV setelah
6.498 paparan, dan setelah paparan melalui mukosa sebesar 0,09% (CI
95%).
e. Maternofetal
Sebelum ditemukan HIV, banyak anak yang terinfeksi dari darah
ataupun produk darah atau dengan penggunan jarum suntik secara
berulang. Sekarang ini, hampir semua anak yang menderita HIV/AIDS
terinfeksi melalui transmisi vertikal dari ibu ke anak. Diperkirakan
hampir satu pertiga (20-50%) anak yang lahir dari seorang ibu penderita
HIV akan terinfeksi HIV. Peningkatan penularan berhubungan dengan
rendahnya jumlah CD4 ibu. Infeksi juga dapat secara transplasental, tetapi
95% melalui transmisi perinatal.
f. Pemberian ASI
Peningkatan penularan melalui pemberian ASI pada bayi adalah 14%.
Di negara maju, ibu yang terinfeksi HIV tidak diperbolehkan memberikan
ASI kepada bayinya.
5. Diagnosis
Menurut Barakbah et al (2007) karena banyak negara berkembang,
yang belum memiliki fasilitas pemeriksaan serologi maupun antigen HIV
yang memadai, maka WHO menetapkan kriteria diagnosis AIDS sebagai
berikut:
a. Dewasa
Definisi kasus AIDS dicurigai bila paling sedikit mempunyai 2 gejala
mayor dan 1 gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab penekanan
sistem imun lain yang diketahui, seperti kanker, malnutrisis berat atau
sebab-sebab lainnya.
Gejala Mayor
1) Penurunan berat badan > 10% berat badan per bulan.
2) Diare kronis lebih dari 1 bulan

18
3) Demam lebih dari 1 bulan.
Gejala Minor
Adanya Sarkoma Kaposi meluas atau meningitis cryptococcal sudah
cukup untuk menegakkan AIDS.
b. Anak
Definisi kasus AIDS terpenuhi bila ada sedikitnya 2 tanda mayor dan
2 tanda minor dan tidak terdapat sebab-sebab penekanan imun yang lain
yang diketahui, seperti kanker, malnutrisi berat atau sebab-sebab lain.
Gejala Mayor
Gejala Minor
1) Batuk selama lebih dari 1 bulan.
2) Pruritus dermatitis menyeluruh.
3) Infeksi umum yang rekuren, misalnya herpes zoster.
4) Kandidiasis orofaringeal.
5) Infeksi herpes simpleks kronis progresif atau yang meluas.
6) Limfadenopati generalisata.
7) Berat badan turun atau pertumbuhan lambat yang abnormal
8) Diare kronis lebih dari 1 bulan
9) Demam lebih dari 1 bulan.
10) Ruam kulit yang menyeluruh Konfirmasi infeksi HIV pada ibunya
dihitung sebagai kriteria minor.

19
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV,
penegakan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh
lain (cerebrospinal fluid) penderita.
a. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja).
Kelebihan teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100%
(Kresno). Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes
ELISA telah menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik
terhadap envelope dan core.
b. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari
suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul
lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis
antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41. Western
blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun
pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
c. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat
antibodi maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan
secara serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab
sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2001).

20
Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu
dengan flow cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell
sorting (fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan
kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel
dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi
menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah,
yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas
sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen
sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada
permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi
dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan
demikian, alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan
menghitung jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran
Menurut Kresno (2001) aplikasi FACS banyak sekali, diantaranya
adalah:
a. analisis dan pemisahan subpopulasi limfosit dengan menggunakan
antibodi monoklonal terhadap antigen permukaan (CD) yang dilabel
dengan zat warna fluorokrom.
b. pemisahan limfosit yang memproduksi berbagai kelas imunoglobulin
dengan menggunakan antibodi monoklonal terhadap kelas dan subkelas Ig
spesifik dan tipe L-chain.
c. memisahkan sel hidup dari sel mati.
d. analisis kinetik atau siklus sel dan kandungan DNA atau RNA.
e. analisis fungsi atau aktivasi sel dengan mengukur produk yang disintesis
oleh sel setelah distimulasi.
f. selain uji fungsi limfosit, uji fungsi fagositosis juga dapat dilakukan
dengan menggunakan flowcytometry.
6. Penatalaksanaan
Menurut Djoerban dan Djauzi (2007) secara umum, penatalaksanaan
ODHA terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

21
a. Pengobatan untuk menekan replikasi HIV dengan obat anti retroviral
(ARV).
b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis,
sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks.
c. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik
dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan
dukungan agama serta tidur yang cukup dan menjaga kebersihan.
Antiretroviral therapy ditemukan pada tahun 1996 dan mendorong
suatu evolusi dalam perawatan penderita HIV/AIDS. Replikasi HIV sangat
cepat dan terus-menerus sejak awal infeksi, sedikitnya terbentuk 10 miliar
virus setiap hari. Namun karena waktu paruh virus bebas (virion) sangat
singkat maka sebagian besar virus akan mati. Penurunan CD4 menunjukkan
tingkat kerusakan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
Pemeriksaan CD4 ini berguna untuk memulai, mengontrol dan mengubah
regimen ARV yang diberikan.
Menurut Murtiastutik (2008) faktor yang harus diperhatikan dalam
memilih regimen ART baik di tingkat program ataupun tingkat individual:
a. Efikasi obat
b. Profil efek samping obat
c. Persyaratan pemantauan laboratorium
d. Kemungkinan kesinambungan sebagai pilihan obat di masa depan
e. Antisipasi kepatuhan oleh pasien
f. Kondisi penyakit penyerta
g. Kehamilan dan risikonya
h. Penggunaan obat lain secara bersamaan
i. Infeksi strain virus lain yang berpotensi meningkatkan resistensi terhadap
satu atau lebih ART.
j. Ketersediaan dan harga ART.

22
Menurut WHO waktu diberikannya ART dibagi dalam dua kategori,
apakah ada perhitungan CD4. Penghitungan TLC dapat digunakan sebagai
pengganti hitung CD4, meskipun hal ini dianggap kurang bermakna pada
pasien asimptomatis.
Pemberian ART tergantung tingkat progresivitas masing-masing
penderita. Terapi kombinasi ART mampu menekan replikasi virus sampai
tidak terdeteksi oleh PCR. Pada kondisi ini penekanan virus berlangsung
efektif mencegah timbulnya virus yang resisten terhadap obat dan
memperlambat progersifitas penyakit. Karena itu terapi kombinasi ART harus
menggunakan dosis dan jadwal yang tepat. Ada perhitungan CD4. Tidak ada
perhitungan CD4 Menurut Djoerban dan Djauzi (2007) obat anti retroviral
terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase
inhibitor, nleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease. Saat ini regimen pengobatan
anti retroviral yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV.
Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan dengan keunggulan dan
kerugian masing-masing. Kombinasi ARV lini pertama yang umumnya
digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin(ZDV), lamivudin (3TC),
dengan nevirapin (NVP).

23
BAB III
LAPORAN KASUS

Laporan Kasus I
Hand, Foot and Mouth Disease in Nagpur
Kasus
Terdapat empat kasus, dua laki laki dan dua perempuan dengan rentan usia
antara 3 sampai 5 tahun. Kasus pertama terjadi pada September 2005 dan kasus
terakhir pada April 2006. Semua adalah murid keperawatan yang bersekolah dan
bertempat tinggal di lokasi yang berbeda di daerah Nagpur dan berasal dari keluarga
kelas menengah. Gejala prodromal ringan selama 1 2 hari diikuti dengan
munculnya lesi oral. Ulkus oral dengan ukuran berbeda timbul pada bibir, mukosa
bukal, dan palatum, dan menyebabkan susah makan. Lesi kulit muncul 1 2 hari
setelahnya berbentuk vesikel oval dan bundar di daerah kemerahan. Pada semua
kasus ini, diagnosis HFMD dibuat atas dasar klinis karena karakteristik klinis yang
terlihat dari ulkus oral dan lesi vesikel pada tangan dan kaki. Pada keempat pasien,
hal itu termasuk ringan dengan penyembuhan lesi 7 8 hari tanpa komplikasi. Terapi
yang diberikan simptomatik, dengan antihistamin dan lotion calamine. Coxsackie
A16 terdeteksi dengan menggunakan RT PCR dari sampel serum salah satu pasien
(kasus 4).

24
Diskusi
Pada keempat kasus ini, diagnosis HFMD dibuat berdasarkan ciri khas yang
terlihat yaitu ulkus oral dan lesi di tangan dan kaki. Walaupun ditemukan virus
coxsackie A16 di dalam serum pada salah satu kasus. HFMD umumnya disebabkan
oleh virus coxsackie A16 and enterovirus 71 tetapi dilaporkan juga oleh karena virus
coxsackie A5, A7, A9, A10, B2, B3 dan B5. HFMD yang dikarenakan oleh virus
coxsackie A16 biasanya termasuk penyakit yang ringan dan pasien akan pulih dalam
5 7 hari tanpa ada komplikasi.

Laporan Kasus 2
Penyakit Tangan, Kaki dan Mulut ( Hand, Foot and Mouth Disease )
Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) adalah suatu penyakit infeksi sistemik
akut, disebabkan oleh enterovirus, ditandai adanya lesi berbentuk ulkus pada mulut
dan eksantema berbentuk vesikel pada ekstremitas bagian distal disertai dengan
gejala konstitusi yang ringan dan biasanya bersifat swasirna. Anak-anak kurang dari
10 tahun paling banyak terkena penyakit ini dan wabah dapat terjadi di antara
anggota keluarga dan kontak erat. Sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah
dan kondisi tempat tinggal yang padat sangat mendukung dalam penyebaran infeksi.
HFMD dipengaruhi oleh cuaca dan iklim di mana lebih sering terjadi selama musim
panas dan musim gugur (pada negara-negara dengan iklim sedang) serta

25
sepanjang tahun di negara tropis. Wabah dapat terjadi secara sporadis atau
epidemik. HFMD disebabkan oleh sejumlah enterovirus non polio termasuk
Coxscakievirus A5, A7, A9, A10, A16, B1, B2, B3, B5, echovirusdan enterovirus
lainnya. Paling sering penyebabnya adalah CV A16 dan EV 71.
Penularan terjadi melalui fecal-oral pada sebagian besar kasus. Selain itu
dapat melalui kontak dengan lesi kulit, inhalasi saluran pernafasan atau oral-to-oral
route. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa virus dapat berada dalam feses
hingga 5 minggu. Higiene dari anak-anak yang tidak adekuat juga dikaitkan dengan
meningkatnya viral load dan menyebabkan penyakit yang lebih parah.
Gambaran klinis HFMD terjadi hampir 100% pada anak-anak usia prasekolah
yang terinfeksi namun hanya 11% individu dewasa yang terinfeksi memiliki kelainan
kulit. Setelah fase inkubasi 3 hingga 6 hari, penderita dapat mengeluh panas badan
yang biasanya tidak terlalu tinggi (38C hingga 39C), malaise, nyeri perut, dan gejala
traktus respiratorius bagian atas seperti batuk dan nyeri tenggorok.
Dapat dijumpai pula adanya limfadenopati leher dan submandibula.
Eksantema biasanya nampak 1 hingga 2 hari setelah onset demam, tetapi bisa
bervariasi tergantung serotipe yang terlibat. Hampir semua kasus HFMD mengalami
lesi oral yang nyeri. Biasanya jumlah lesi hanya beberapa dan bisa ditemukan di
mana saja namun paling sering ditemukan di lidah, mukosa pipi, palatum durum dan
jarang pada orofaring.
Lesi dimulai dengan makula dan papula berwarna merah muda cerah
berukuran 510 mm yang berubah menjadi vesikel dengan eritema di sekelilingnya.
Lesi ini cepat mengalami erosi dan berwarna kuning hingga abuabu dikelilingi oleh
halo eritema. Beberapa literatur lain menyebutkan bentuk lesi ini sebagai vesikel
yang cepat berkembang menjadi ulkus. Lesi pada mulut ini dapat bergabung,
sehingga lidah dapat menjadi eritema dan edema. Lesi kulit terdapat pada dua pertiga
penderita dan muncul beberapa saat setelah lesi oral. Lesi ini paling banyak
didapatkan pada telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu dapat juga pada bagian
dorsal tangan, sisi tepi tangan dan kaki, bokong dan terkadang pada genitalia
eksternal serta wajah dan tungkai. Tangan lebih sering terkena daripada kaki. Pada

26
anak-anak yang memakai diaperslesi dapat timbul di daerah bokong. Lesi di bokong
biasanya sama dengan bentuk awal eksantema namun sering tidak memberikan
gambaran vesikel. Lesi kulit dimulai sebagai makula eritematus berukuran 28 mm
yang menjadi vesikel berbentuk oval, elips atau segitiga berisi cairan jernih dengan
dikelilingi halo eritematus. Literatur lain menggambarkan lesi vesikel ini
berdinding tipis dan berwarna putih keabu-abuan. Aksis panjang lesi sejajar dengan
garis kulit pada jari tangan dan jari kaki. Lesi pada kulit dapat bersifat asimtomatik
atau nyeri. Jumlahnya bervariasi dari beberapa saja hingga banyak. Setelah menjadi
krusta, lesi sembuh dalam waktu 7 hingga 10 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.
Referensi lain menyatakan bahwa vesikel ini dapat sembuh melalui resorpsi cairan
dan tidak mengalami krustasi. Penyakit dengan gejala simtomatis yang fatal dapat
terjadi dalam 2 hingga 5 hari infeksi, di mana merupakan waktu yang sangat terbatas
untuk memberikan terapi yang efektif, jika tersedia.

Gambar 1. (a) Penderita HFMD anak-anak dengan vesikel di lidah dengan


eritema di sekelilingnya. (b) dan (c) Vesikel berbentuk elips di telapak
tangan dan telapak kaki.
Pemeriksaan serologis jarang dilakukan karena tidak dapat menunjukkan
serotipe yang spesifik dari enterovirus. Standar kriteria untuk mendiagnosis infeksi

27
enterovirus adalah dengan isolasi virus. Polymerase chain reaction (PCR)
memberikan hasil yang cepat dalam mendeteksi dan identifikasi serotipe enterovirus.
Pemeriksaan ini menjadi uji diagnostik yang sangat bernilai tetapi dibatasi oleh
ketersediaannya dan biayanya yang relatif mahal. Pungsi lumbal merupakan
pemeriksaan yang penting jika terjadi meningitis. Profil dari cairan serebrospinalis
pada penderita dengan meningitis aseptik akibat enterovirus adalah lekosit yang
sedikit meningkat, kadar gula yang normal atau sedikit menurun, sedangkan kadar
protein normal atau sedikit meningkat.
Pemeriksaan histopatologi biasanya tidak diperlukan karena pada
kebanyakan infeksi enterovirus memberikan gambaran nonspesifik. Pada
pemeriksaan Tzanck smear dapat ditemukan sel dengan syncytial nuclei. Diagnosis
infeksi enterovirus seringkali berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis laboratoris dapat ditegakkan melalui tes serologis, isolasi virus dengan
kultur dan teknik PCR.

Laporan Kasus 3
Gingivostomatitis herpetika primer (Laporan kasus)
Kasus
Dilaporkan kasus anak perempuan 5 tahun yang datang berobat ke klinik
Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga pada 4 Desember
2008 dengan keluhan gusi belakang bawah kanan sakit dan terdapat sariawan
multipel pada lidah. Rasa sakit dan sariawan timbul sejak 3 hari yang lalu. Pasien
juga menderita demam dan malaise, kemudian berobat ke dokter umum. Pasien
mendapat terapi paracetamol syrup dan multivitamin berbentuk puyer. Keadaan
umum pasien tersebut baik. Pasien dan keluarganya tidak mempunyai riwayat
penyakit yang mengganggu kesehatannya.
Kunjungan pertama (4 Desember 2008), dari anamnesis pasien merasa sakit
pada gusi belakang bawah kanan dan pada lidah. Pada pemeriksaan ekstraoral pasien
menderita demam tiga hari yang lalu. Kelenjar submandibular terdapat

28
pembengkakan. Pada pemeriksaan intraoral di gingiva rahang bawah kanan terdapat
oedem dengan ulser berdiameter lebih kurang 3 mm, tepi irreguler dikelilingi daerah
eritematous dan terasa sakit. Pada lidah terdapat ulser bulat, multipel 3 buah, diameter
lebih kurang 1 mm, dikelilingi daerah eritematous. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis diagnosis sementara dari kasus ini yaitu gingivostomatitis
herpetika primer. Diagnosis banding pada kasus ini hand foot and mouth disease dan
stomatitis aftosa. Di klinik lesi diulasi dengan povidone iodine 10% setelah itu diulasi
dengan triamsinolone acetonid 0,1%. Pasien diberi resep Chlorhexidine obat kumur
3X sehari, multivitamin syrup 1X1 sendok teh dan dianjurkan minum susu yang
mengandung tinggi protein dan tinggi kalori. Pasien disarankan untuk kontrol 5 hari
lagi.

Kunjungan kedua (9 Desember 2008), lima hari kemudian pasien datang


untuk kontrol. Dari hasil anamnesis diketahui pasien sudah tidak merasa sakit lagi
tapi gusi belakang bawah kanan masih terasa mengganjal. Pasien mematuhi anjuran
terapi tetapi untuk susu yang tinggi protein tinggi kalori tidak dibeli, pasien tetap
minum susu yang diminum sehari-hari. Nafsu makan pasien normal. Pada
pemeriksaan ekstraoral tidak terdapat kelainan, demam sudah tidak ada lagi. Pada
pemeriksaan intraoral terlihat pada gingiva bawah kanan regio gigi molar satu
permanen terdapat ulser dengan diameter lebih kurang 3 mm, dikelilingi daerah
eritematous dan oedem pada lokasi yang sama dengan kunjungan pertama. Pada
gingiva rahang atas regio gigi molar satu susu terdapat ulser baru diameter lebih
kurang 1 mm, dikelilingi daerah eritematous. Pada lidah sudah tidak terlihat adanya

29
ulser. Kemudian lesi pada rongga mulut dibersihkan dengan povidone iodine 10%
dan diulasi dengan triamsinolone acetonid 0,1%. Terapi Chlorhexidine obat kumur
3X sehari, multivitamin syrup 1X1 sendok teh tetap dilanjutkan. Pasien disarankan
untuk kontrol seminggu kemudian.

Kunjungan ketiga (6 Januari 2009), pasien baru dapat kontrol lagi sebulan
kemudian karena adanya evaluasi belajar dan liburan akhir tahun. Dari anamnesis
pasien merasa sudah sembuh dan tidak sakit lagi serta tidak ada gusi yang mengganjal
sejak seminggu setelah kunjungan kedua. Pada pemeriksaan ekstraoral tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan intraoral sudah tidak ditemukan ulser baik di gingiva
rahang bawah kanan, gingiva rahang atas kanan maupun pada lidah.

Diskusi
Kebanyakan infeksi primer HSV-1 bersifat asimtomatik atau ringan sehingga
kadang tidak dikenali. Kasus ringan dapat rancu dengan penyakit lain. Infeksi ini
terjadi pada 25-30% anak. Gingivostomatitis herpetika primer merupakan penyakit
yang mudah menular melalui kontak langsung dengan membrane mukosa atau lesi

30
kulit. Infeksi HSV-1 tinggi pada anak kecil, dimana resiko pertukaran sekresi oral dan
virus. Terdapat kebiasaan anak yang potensial beresiko seperti memegang mulut,
cangkir, botol, mainan dan menghisap jari. Pada kasus ini diduga karena pasien
menhisap ibu jari sebab tidak diketahui penyebab yang lain seperti tertular dari
temannya ataupun keluarganya. Terapi spesifik untuk penyakit ini tidak ada, hanya
meliputi simtomatis dan suportif. Pasien memperlihatkan perbaikan gejala klinis pada
kunjungan kedua 5 hari kemudian. Perbaikan gejala klinis berupa rasa nyeri sudah
hilang, pada lidah sudah tidak terlihat adanya ulser. Tetapi pada gingiva rahang atas
regio gigi premolar satu masih terdapat ulser diameter 1 mm, batas jelas dan
eritematous. Pada gingiva bawah kanan regio gigi molar satu terdapat ulser dengan
diameter 3 mm, batas jelas, eritematous dan oedem.

Laporan Kasus 4
AC adalah kondisi keradangan yang terjadi pada salah satu atau kedua sudut
mulut yang ditandai dengan adanya eritema, fissure,deskuamasi dan rasa nyeri. Lesi
ini sering terjadi akibat koinfeksi Candida dan Staphylococcus aureus. AC yang
terjadi pada golongan usia produktif dapat dicurigai adanya keterlibatan infeksi HIV
karena AC umumnya dapat terjadi pada anak-anak dan lansia, sehingga AC dapat
menjadi salah satu pertanda dini diagnosis penyakit HIV.
Angular Cheilitis (AC) merupakan salah satu manifestasi klinis pada rongga
mulut yang dapat ditemui dan berhubungan erat dengan infeksi HIV/AIDS. Pengaruh
infeksi HIV terhadap kejadian AC terbukti pada penelitian ini, yaitu dijumpai 31
kasus AC (25,83%) terdiri dari 28 kasus AC (90,32%) dijumpai di rawat inap dan 3
kasus AC (9,68%) dijumpai di rawat jalan (Tabel 4). Timbulnya AC biasanya dapat
ditemui pada semua tingkat keparahan penyakit HIV. Hal ini menunjukkan bahwa
penurunan hitung sel limfosit T CD4+ yang menentukan stage HIV, tidak dapat
menjadi acuan utama terjadinya AC pada penderita HIV/AIDS. Penderita HIV/AIDS
mengalami imunodefisiensi yang menimbulkan berbagai manifestasi klinis termasuk
manifestasi klinis yang muncul didalam rongga mulut. Gangguan tersebut dapat

31
menyebabkan kondisi ekosistem dalam rongga mulut menjadi tidak seimbang. Flora
normal yang ada di dalam rongga mulut yang komensal menjadi patogen sehingga
dapat menyebabkan munculnya infeksi oportunistik di dalam rongga mulut.
Manifestasi oral dapat mengindikasikan keadaan sistemik seseorang dan merupakan
tanda klinis awal yang dapat memprediksi perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS.
Manifestasi oral dari infeksi HIV dapat dibagi menjadi 3 kelompok:
1. lesi yang berhubungan erat dengan infeksi HIV
2. lesi yang berhubungan jarang namun terkait dengan infeksi HIV
3. lesi yang dapat ditemukan pada infeksi HIV
Manifestasi oral HIV/AIDS digunakan sebagai petanda klinis yang terkait
dengan diagnosis dan prognosis dari pasien yang terinfeksi HIV

32
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
a. Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit Kaki, Tangan dan
Mulut ( KTM ). KTM adalah penyakit yang disebabkan oleh sekelompok
enterovirus yang disebut coxsackie virus, anggota dari famili Picornaviridae,
dengan gejala klinis berupa lepuhan di mulut, tangan , dan kaki, terutama di
bagian telapak, terkadang di bokong.
b. Berdasarkan kasus 1 didapatkan bahwa untuk mendiagnosa pasien menderita
HFMD cukup dengan secara klinis dan penampakkan oral ulkus dan lesi yang
khas pada tangan dan kaki tanpa harus melakukan pemeriksaan laboratorium.
c. Penderita HIV/AIDS mengalami imunodefisiensi yang menimbulkan berbagai
manifestasi klinis termasuk manifestasi klinis yang muncul di dalam rongga
mulut.5 Gangguan tersebut dapat menyebabkan kondisi ekosistem dalam
rongga mulut menjadi tidak seimbang. Flora normal yang ada di dalam rongga
mulut yang komensal menjadi patogen sehingga dapat menyebabkan
munculnya infeksi oportunistik di dalam rongga mulut.
d. Kesehatan rongga mulut merupakan hal yang penting dalam menilai status
kesehatan sistemik seseorang, tidak terkecuali pada penderita HIV/AIDS.5
Sekitar lebih dari 60% penderita infeksi HIV dan 90% penderita AIDS
memiliki manifestasi oral. Manifestasi oral sering menunjukkan tanda klinis
awal dari penyakit sistemik termasuk infeksi HIV/AIDS. Manifestasi oral
pada infeksi HIV selain dapat digunakan untuk mengklasifikasikan dan
menentukan stadium penyakit, memprediksi morbiditas dan kesehatan
penderita secara umum. Lesi oral terkait HIV dapat digunakan sebagai
penanda status imun seseorang.

33
DAFTAR PUSTAKA

Dedicated to Enhancing The Quality of Child Care, access on 1 september


2013,available on www.ucsfchildcarehealth.org
Severe hand, foot and mouth disease killed Cambodian children, access on 29
september 2013, available
at http://www.wpro.who.int/emerging_diseases/en/index.html
Departemen of Dermatology Univ. Iowa College of Medicine, access on 29
september 2013, available
at http://tray.dermatology.uiowa.edu/Coxsack01.html
Hand-Foot-and-Mouth Disease (Coxsackie Virus A16), access on 30 september
2013,available at www.ucsfchildcarehealth.org
Pengobatan penyakit tangan kaki dan mulut, access on 30 september 2013, available
athttp://www.news-medical.net/health/treatment-of-hand-foot-and-mouth-
disease-(Indonesian).aspx
Tay CH, Gaw CYN, Low T, Ong C, Chia KW, Yeo H, et al. In : Outbreak of
hand,foot and mouth disease in Singapore. Singapore Med J; 1974. p.174-83.
Tierney, L.M., Jr., Mc Phee, J.A. In : Current Medical Diagnosis & Treatment.
LangeMedical Book. New York ; 2004. p.1327-28.
Centers for Disease Control and Prevention National Center for Infectious
Diseases.Available from URL
:http://www.cdc.gov./ncidod/dvrd/revb/enterovirus/hfhf.htm.Accessed
October 10 2012.
Cherry JD. Enteroviruses: polioviruses, coxsackieviruses, echoviruses
andenteroviruses. In: Textbook of Pediatric Infectious Diseases. 5th ed.
2005:2007.
Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Viral infections of skin and mucosa.
In:Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 5th ed. New
York, NY:McGraw-Hill; 2005.p.790-92.

34
Chen KT, Chang HL, Wang ST, Cheng YT, Yang JY. In : Epidemiologic features
of hand-foot-mouth disease and herpangina caused by enterovirus 71 in
Taiwan, 1998-2005. Pediatrics ; 2007. p.244-52.
Wang CY, Li Lu F, Wu MH, et al. Fatal coxsackievirus A16 infection. Pediatr
InfectDis J ;2004.p.275-6.
Dyne, P., MD, Pediatrics, Hand-Foot-and-Mouth Disease, e-Medicine.com, last
update 5 January 2005, diakses 10 Oktober 2012.
Graham, B.S., MD, Hand-Foot-and-Mouth Disease, e-Medicine.com, last up date 6
January 2005, diakses 10 Oktober 2012.
Goksugur N. Hand Foot and Mouth Disease. Available from URL
:http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm0910628.Accessed October
10,2012.
Nervi SJ. Hand Foot and Mouth Disease. Available from URL
:http://emedicine.medscape.com/article/218402-overview#a0199. Accessed
October 10, 2012.
Mersch J. Hand Foot and Mouth Syndrome. Available from URL
:http://www.medicinenet.com/hand-foot-and-mouth_syndrome/page3.htm.
AccessedOctober 10, 2012.

35

Anda mungkin juga menyukai

  • Fish Bone
    Fish Bone
    Dokumen2 halaman
    Fish Bone
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Caldwell
    Caldwell
    Dokumen5 halaman
    Caldwell
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Aritmia
    Aritmia
    Dokumen68 halaman
    Aritmia
    Rian Permana P
    100% (1)
  • Aritmia
    Aritmia
    Dokumen68 halaman
    Aritmia
    Rian Permana P
    100% (1)
  • EFLOR_KULIT
    EFLOR_KULIT
    Dokumen10 halaman
    EFLOR_KULIT
    qashdina sutrisni
    Belum ada peringkat
  • Biodata Mahasiswa Baru
    Biodata Mahasiswa Baru
    Dokumen13 halaman
    Biodata Mahasiswa Baru
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Cover Home Visite KADEK
    Cover Home Visite KADEK
    Dokumen5 halaman
    Cover Home Visite KADEK
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Caldwell
    Caldwell
    Dokumen5 halaman
    Caldwell
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Bagan Denah
    Bagan Denah
    Dokumen2 halaman
    Bagan Denah
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen5 halaman
    1
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone
    Fish Bone
    Dokumen3 halaman
    Fish Bone
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Tata Laksana
    Tata Laksana
    Dokumen5 halaman
    Tata Laksana
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone
    Fish Bone
    Dokumen3 halaman
    Fish Bone
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Bagan Denah
    Bagan Denah
    Dokumen2 halaman
    Bagan Denah
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Saisnu Tifoid
    Saisnu Tifoid
    Dokumen4 halaman
    Saisnu Tifoid
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Contoh 1
    Contoh 1
    Dokumen12 halaman
    Contoh 1
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Farm A Kodi Namik
    Farm A Kodi Namik
    Dokumen2 halaman
    Farm A Kodi Namik
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Hiperthyroid
    Hiperthyroid
    Dokumen9 halaman
    Hiperthyroid
    ssshshsbsb
    Belum ada peringkat
  • 4n6 SS
    4n6 SS
    Dokumen2 halaman
    4n6 SS
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • GHHH
    GHHH
    Dokumen3 halaman
    GHHH
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Apendisitis
    Apendisitis
    Dokumen15 halaman
    Apendisitis
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Kasus Bioetik
    Kasus Bioetik
    Dokumen12 halaman
    Kasus Bioetik
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • DAFTAR PUSTAKA
    DAFTAR PUSTAKA
    Dokumen1 halaman
    DAFTAR PUSTAKA
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • BAB III Kolera Meta
    BAB III Kolera Meta
    Dokumen5 halaman
    BAB III Kolera Meta
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Efloresensi
     Efloresensi
    Dokumen4 halaman
    Efloresensi
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • TRUMA KIMIA DAN NEURITIS OPTIK
    TRUMA KIMIA DAN NEURITIS OPTIK
    Dokumen16 halaman
    TRUMA KIMIA DAN NEURITIS OPTIK
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • KDD
    KDD
    Dokumen1 halaman
    KDD
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Refarat Embalming 2
    Refarat Embalming 2
    Dokumen28 halaman
    Refarat Embalming 2
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat
  • Embalming: Pengawetan Jenazah Secara Medikolegal
    Embalming: Pengawetan Jenazah Secara Medikolegal
    Dokumen18 halaman
    Embalming: Pengawetan Jenazah Secara Medikolegal
    Kadek Eka
    Belum ada peringkat