Anda di halaman 1dari 35

OPTIMISASI SINTESIS NANOPARTIKEL PERAK

TERSTABILKAN TWEEN 20

LAILI QADARIAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimisasi


Sintesis Nanopartikel Perak Terstabilkan Tween 20 adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015

Laili Qadariah
NIM G44110079
1

ABSTRAK
LAILI QADARIAH. Optimisasi Sintesis Nanopartikel Perak Terstabilkan Tween
20. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan NOVIYAN DARMAWAN.

Nanopartikel perak dengan metode kimia disintesis melalui penumbuhan


partikel atom logam, umumnya melalui reduksi AgNO3 dengan reduktor tertentu.
Masalah utama sintesis nanopartikel logam adalah aglomerasi dan rusaknya
sistem koloid akibat pengendapan dan flokulasi. Penelitian ini menggunakan
Tween 20 sebagai penstabil untuk mencegah terbentuknya aglomerasi.
Konsentrasi Tween 20 yang digunakan ialah 0%, 3%, 6%, 9%, 11.14%, dan 12%
(v/v). Sintesis dilakukan dengan pemanasan gelombang mikro pada 100p dengan
waktu optimum 5 menit. Hasil terbaik diperoleh pada konsentrasi Tween 20 3%
(v/v), yang ditunjukkan oleh konsentrasi nanopartikel perak yang lebih besar dan
stabil selama 14 hari. Jenis pereduksi terbaik dalam sintesis adalah asam askorbat
karena dengan konsentrasi yang rendah asam askorbat dapat membentuk
nanopartikel perak dengan konsentrasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan
pereduksi glukosa monohidrat maupun natrium sitrat.

Kata kunci: AgNO3, asam askorbat, nanopartikel, Tween 20

ABSTRACT
LAILI QADARIAH. Optimization of Silver Nanoparticle Synthesis using Tween
20 as Stabilizer. Supervised by SRI SUGIARTI and NOVIYAN DARMAWAN.

Synthesis of silver nanoparticles by chemical methods is done through the


growth of particles of metal atoms, generally through the reduction of AgNO3
with a particular reducing agent. The main problem of metal nanoparticle
synthesis is the agglomeration and the destruction of colloidal systems due to
sedimentation and flocculation. This study used Tween 20 as a stabilizer to
prevent agglomeration. The concentration of Tween 20 used was 0%, 3%, 6%, 9%,
11.14%, and 12% (v/v). The synthesis was done by microwave heating at 100p
with an optimum time of 5 minutes. The best results were obtained at a 3% (v/v)
concentration of Tween 20 as indicated by the higher concentration of silver
nanoparticles that were stable for 14 days. The best reductor in the synthesis of
silver nanoparticles was ascorbic acid since a smaller concentration of ascorbic
acid was able to form a greater concentration of silver nanoparticles compared to
the reductor glucose monohydrate or sodium citrate.

Keywords: AgNO3, ascorbic acid, nanoparticles, Tween 20


2

OPTIMISASI SINTESIS NANOPARTIKEL PERAK


TERSTABILKAN TWEEN 20

LAILI QADARIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
3
1

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Optimisasi Sintesis
Nanopartikel Perak Terstabilkan Tween 20 berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
ini diselesaikan dari bulan Maret hingga Agustus 2015 di Laboratorium Kimia
Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Sri Sugiarti, PhD selaku pembimbing
utama dan Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc selaku pembimbing anggota yang
telah memberikan bimbingan dan nasehat selama penelitan. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada orang tua, atas doa dan bantuan selama perkuliahan,
penelitian, dan penyusunan karya ilmiah ini dan kepada Bapak Syawal, Bapak
Mulyadi, Bapak Sunarsa, dan Kakak Rohmat atas bantuan di laboratorium
Anorganik selama penelitian. Tak lupa disampaikan ucapan terima kasih kepada
teman-teman seperjuangan kimia 48, khususnya Ersi, Ahas, Kadek, Maya,
Chonny, Yani, Ditha, Ratna, dan Erwa atas segala dorongan dan semangat untuk
menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015

Laili Qadariah
1

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
BAHAN DAN METODE 2
Alat dan Bahan 2
Metode 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Sintesis Nanopartikel Perak 4
Waktu Pemanasan dalam Sintesis Nanopartikel Perak Optimum 6
Konsentrasi Tween 20 sebagai Penstabil dalam Sintesis Nanopartikel Perak
Optimum 7
Jenis Pereduksi dalam Sintesis Nanopartikel Perak Optimum 10
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 23
2

DAFTAR TABEL

1 Ukuran partikel dan karakteristik spektrum nanopartikel perak 6


2 Struktur kristal nanopartikel perak secara teoritis 13
3 Data difraksi nanopartikel perak 14

DAFTAR GAMBAR

1 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak dengan pereduksi glukosa


monohidrat. 5
2 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak parameter waktu pemanasan
dengan gelombang mikro. 7
3 Stabilisasi sterik nanopartikel perak dengan Tween 20 (Guo et al.
2013) 7
4 Hasil sintesis nanopartikel perak dengan berbagai konsentrasi
penstabil Tween 20 8
5 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak dengan konsentrasi Tween 20
0% (a), 3% (b), 6% (c), 9% (d), 11.14% (e), dan 12% (f). 9
6 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak optimisasi jenis pereduksi. 11
7 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak dengan pereduksi glukosa
monohidrat (a), asam askorbat (b), dan natrium sitrat (c). 11
8 Nanopartikel perak dengan berbagai jenis pereduksi 12
9 Hasil pengukuran TEM nanopartikel perak dengan pereduksi asam
askorbat terstabilkan Tween 20 dengan perbesaran 80000 12
10 Pola difraksi nanopartikel perak dengan menggunakan TEM 13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Struktur Tween 20 17
2 Diagram alir penelitian 18
3 Struktur senyawa pereduksi 19
4 Data perhitungan konsentrasi misel kritis (KMK) Tween 20 19
5 Puncak serapan maksimum nanopartikel perak dengan penambahan
konsentrasi Tween 20 20
6 Puncak serapan nanopartikel perak optimisasi konsentrasi Tween 20 20
7 Puncak serapan nanopartikel perak optimisasi jenis pereduksi 21
8 Nilai X pada setiap struktur kristal 22
9 JCPDS Ag 22
1

PENDAHULUAN

Nanopartikel telah menciptakan produk-produk baru dengan kinerja yang


lebih baik dibandingkan dengan partikel lain yang berukuran lebih besar. Hal
tersebut menyebabkan banyak penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk
menyintesis bahan dengan ukuran nano. Partikel berukuran nano mudah dikontrol
ukuran, bentuk, maupun aktivitas permukaannya (Roco 2003). Suatu nanopartikel
logam memiliki titik leleh yang lebih rendah ataupun memiliki sifat medan
magnet yang lebih kuat karena ukurannya yang kecil. Kemampuan partikel
sebagai katalis juga dapat semakin meningkat seiring dengan bertambah luas
permukaannya (Nagarajan dan Hatlon 2008).
Salah satu nanopartikel logam yang paling banyak dipelajari adalah
nanopartikel perak. Nanopartikel perak merupakan partikel logam perak yang
memiliki ukuran <100 nm. Selain itu, perak merupakan salah satu logam mulia
yang memiliki kualitas optik yang cukup baik setelah emas dengan harga yang
lebih terjangkau. Potensi pengembangan nanopartikel perak di berbagai bidang
terbuka luas, diantaranya sebagai sensor (Wang et al. 2010). Selain itu,
nanopartikel perak dapat diaplikasikan sebagai katalis dan agen anti mikroba
(Haryono et al. 2008).
Nanopartikel perak dapat disintesis dengan metode fisika (top down) dan
kimia (bottom up). Metode fisika dilakukan dengan memecah padatan logam
menjadi partikel berukuran nano. Sintesis nanopartikel perak melalui metode
kimia dilakukan dengan menumbuhkan partikel mulai dari atom logam, umumnya
melalui reduksi AgNO3 dengan reduktor tertentu (Szczepanowicz et al. 2010).
Metode reduksi kimia mungkin merupakan metode yang paling serbaguna,
ekonomis, dan mudah untuk mengatur bentuk dan ukuran dari nanopartikel logam
(Khan et al. 2011).
Metode sintesis nanopartikel perak paling populer adalah metode Lee-meisel
dan Creighton. Metode Lee-meisel adalah modifikasi dari metode Turkevich
(metode sintesis nanopartikel perak) dimana AgNO3 digunakan sebagai logam
prekursor dan natrium sitrat sebagai agen pereduksi. Metode ini menghasilkan
distribusi ukuran yang luas. Metode yang kedua, yaitu metode Creighton yang
menggunakan AgNO3 sebagai prekursor dan NaBH4 sebagai agen pereduksi.
Selain natrium sitrat dan NaBH4, agen pereduksi yang biasa digunakan untuk
menghasilkan nanopartikel perak antara lain, asam sitrat, asam askorbat (Roh et al.
2011), glukosa (Dankovich 2014), -siklodekstrin (Xavier et al. 2014), enzim dan
protein (Jha et al. 2009), serta dimetil formamida (DMF) (Raveerdran et al. 2003).
Masalah utama sintesis nanopartikel logam adalah aglomerasi dan rusaknya
sistem koloidal akibat pengendapan dan flokulasi (Caro et al. 2010). Masalah
tersebut dapat diatasi dengan menambahkan agen penstabil. Material yang paling
banyak digunakan sebagai penstabil adalah ligan dan polimer yang memiliki
afinitas tertentu terhadap logam serta memiliki kelarutan spesifik dalam pelarut
tertentu.
Tween 20 (Lampiran 1) dapat berperan sebagai penstabil nanopartikel perak
karena dapat berperilaku sebagai surfaktan yang mempunyai gugus hidrofilik dan
hidrofobik (Roh et al. 2011). Nanopartikel perak akan diselubungi oleh Tween 20
sehingga pembentukan agregasi terhambat. Agregasi akan terbentuk ketika ada
2

ion logam di sekitar nanopartikel perak. Nanopartikel perak akan membentuk


almagam dengan Hg0 (Guo et al. 2013). Sintesis nanopartikel perak terstabilkan
Tween 20 ini sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan pereduksi
glukosa. Namun, pada penelitian tersebut belum dilakukan optimisasi kestabilan
dari nanopartikel perak yang terbentuk. Kestabilan nanopartikel perak adalah
parameter penting dalam sintesis nanopartikel perak sehingga perlu dilakukan
optimisasi konsentrasi Tween 20 untuk mendapatkan kestabilan yang optimum.
Penelitian ini menggunakan metode gelombang mikro untuk sintesis
nanopartikel perak. Pemanasan dengan gelombang mikro akan meningkatkan laju
reaksi dan produk hasil sintesis dibandingkan dengan pemanasan secara
konvensional. Selain itu, pemanasan terhadap sampel berlangsung secara merata
(Dankovich 2014). Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kestabilan
nanopartikel perak dengan penstabil Tween 20 dan nanopartikel perak tanpa
penstabil, mendapatkan kondisi optimum untuk sintesis nanopartikel perak, serta
menentukan jenis pereduksi terbaik.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu peralatan gelas, neraca
analitik, konduktometer, microwave, spectrofotometer UV-Vis, dan transmission
electron microscope (TEM). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu AgNO3, Tween 20, akuabidestilata, glukosa monohidrat, asam sitrat, asam
askorbat, dan natrium sitrat.

Metode

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi penentuan


konsentrasi misel kritis (KMK) Tween 20 (Dominguez et al. 1997), pembuatan
larutan, sintesis nanopartikel perak dengan parameter waktu, sintesis nanopartikel
perak dengan parameter konsentrasi Tween 20, sintesis nanopartikel perak dengan
parameter pereduksi, uji kestabilan dengan spektrofotometer UV-Vis, dan
pencirian morfologi dengan TEM. Bagan alir penelitian ditunjukkan pada
Lampiran 2.

Penentuan konsentrasi misel kritis (KMK) Tween 20 (Dominguez et al. 1997)


Penentuan nilai KMK Tween 20 didasarkan pada konduktivitas larutan
Tween 20 menggunakan metode konduktometri. Larutan Tween 20 dengan
konsentrasi berbeda-beda (0-20%) dibuat dengan melarutkan Tween 20 dengan
akuadestilata dalam labu takar 100 mL. Masing-masing larutan yang telah dibuat
dipindahkan ke dalam gelas piala untuk diukur konduktivitasnya dengan
menggunakan konduktometer. Konduktivitas yang terukur dibuat grafik hubungan
antara konsentrasi larutan Tween 20 terhadap konduktivitas larutan.
3

Pembuatan larutan AgNO3 10-2 M


Serbuk AgNO3 ditimbang sebanyak 0.4248 g, dilarutkan ke dalam labu
takar 250 mL dengan akuabidestilata, ditera, dan dihomogenkan. Selanjutnya,
larutan AgNO3 10-2 M siap digunakan untuk sintesis nanopartikel perak.

Pembuatan larutan penstabil Tween 20


Larutan Tween 20 dibuat dengan konsentrasi 3%, 6%, 9%, 11.14%, dan
12%. Labu takar 10 mL disiapkan sebanyak 5 buah. Kemudian ke dalam masing-
masing labu takar dimasukkan 0.3 mL, 0.6 mL, 0.9 mL, 0.11 mL, dan 0.12 mL
Tween 20, lalu tambahkan akuabidestilata hingga tanda tera dan dihomogenkan.

Pembuatan larutan glukosa monohidrat 0.5 M


Larutan glukosa monohidrat 0.5 M dibuat dengan menimbang 9.9 g
glukosa monohidrat, dilarutkan ke dalam labu takar 100 mL dengan
akuabidestilata kemudian ditera dan dihomogenkan.

Pembuatan larutan asam sitrat 0.5 M


Larutan asam sitrat 0.5 M dibuat dengan menimbang 2.4016 g asam sitrat,
dilarutkan ke dalam labu takar 25 mL dengan akuabidestilata kemudian ditera dan
dihomogenkan.

Pembuatan larutan asam askorbat 0.001 M


Larutan asam askorbat 0.001 M dibuat dengan menimbang 0.0044 g asam
askorbat, dilarutkan ke dalam labu takar 25 mL dengan akuabidestilata kemudian
ditera dan dihomogenkan.

Pembuatan larutan tri-natrium sitrat dihidrat 0.25 %


Larutan tri-natrium sitrat dihidrat 0.25 % dibuat dengan menimbang
0.2500 g natrium sitrat, dilarutkan ke dalam labu takar 100 mL dengan
akuabidestilata kemudian ditera dan dihomogenkan.

Sintesis nanopartikel perak parameter waktu (Sulistiawaty et al. 2015)


Sebanyak 16 mL AgNO3 10-2 M dimasukkan ke dalam gelas piala.
Selanjutnya, sebanyak 14 mL glukosa monohidrat 0.5 M ditambahkan, dan
ditambahkan 1 mL Tween 20 3%, dan 9 mL akuabidestilata, kemudian
dihomogenkan. Campuran dimasukkan ke dalam pemanas gelombang mikro
selama 2 menit, 3 menit, 4 menit, dan 5 menit. Pemanasan dilakukan setiap 1
menit.

Sintesis nanopartikel perak parameter konsentrasi (Sulistiawaty et al. 2015)


Sebanyak 16 mL AgNO3 10-2 M dimasukan ke dalam gelas piala.
Selanjutnya, sebanyak 14 mL glukosa monohidrat 0.5 M ditambahkan, dan
ditambahkan 1 mL Tween 20 (3%, 6%, 9%, 11.14%, dan 12%), dan 9 mL
akuabidestilata, kemudian dihomogenkan. Campuran dimasukkan ke dalam
pemanas gelombang mikro selama 5 menit. Pemanasan dilakukan setiap 1 menit.
4

Sintesis nanopartikel perak parameter pereduksi (Sulistiawaty et al. 2015)


Sebanyak 16 mL AgNO3 10-2 M dimasukan ke dalam gelas piala.
Selanjutnya, sebanyak 14 mL glukosa monohidrat 0.5 M ditambahkan, dan
ditambahkan 1 mL Tween 20 3%, dan 9 mL akuabidestilata, kemudian
dihomogenkan. Campuran dimasukkan ke dalam pemanas gelombang mikro
selama 5 menit.
Sebanyak 16 mL AgNO3 10-2 M dimasukan ke dalam gelas piala.
Selanjutnya, sebanyak 1 mL natrium sitrat heptahidrat 0.25%, ditambahkan, dan
ditambahkan 1 mL Tween 20 3%, dan 22 mL akuabidestilata, kemudian
dihomogenkan. Campuran dimasukkan ke dalam pemanas gelombang mikro
selama 5 menit.
Sebanyak 16 mL AgNO3 10-2 M dimasukan ke dalam gelas piala.
Selanjutnya, sebanyak 5 mL asam sitrat 0.5 M, ditambahkan, dan ditambahkan 1
mL Tween 20 3%, dan 18 mL akuabidestilata, kemudian dihomogenkan.
Campuran dimasukkan ke dalam pemanas gelombang mikro selama 5 menit
Sebanyak 16 mL AgNO3 10-2 M dimasukan ke dalam gelas piala.
Selanjutnya, sebanyak 3 mL asam askorbat 0.001 M, ditambahkan, dan
ditambahkan 1 mL Tween 20 3%, dan 20 mL akuabidestilata, kemudian
dihomogenkan. Campuran dimasukkan ke dalam pemanas gelombang mikro
selama 5 menit. Pemanasan dilakukan setiap 1 menit. Struktur senyawa pereduksi
terdapat pada Lampiran 3.

Uji kestabilan nanopartikel perak (Modifikasi Tejamaya et al. 2012)


Nanopartikel perak yang telah disintesis diamati kestabilannya secara
visual dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Secara visual, hasil
sintesis nanopartikel diamati dari perubahan warna yang terjadi dari awal
terbentuk (0 hari), 3 hari, 7 hari, dan 14 hari. Uji kestabilan dengan
spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan mengukur absorbans hasil sintesis
nanopartikel perak pada panjang gelombang 200-800 nm dari awal terbentuk (0
hari), 3 hari, 7 hari, dan 14 hari.

Analisis morfologi nanopartikel perak


Hasil sintesis nanopartikel perak yang paling baik kestabilan dianalisis
ukuran, bentuk, dan keseragaman partikelnya dengan menggunakan TEM.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Nanopartikel Perak

Nanopartikel perak disintesis dengan metode reduksi kimia. Prekursor


AgNO3 direduksi dengan pereduksi glukosa monohidrat sehingga terbentuk
nanopartikel perak yang ditandai dengan berubahnya warna larutan dari tidak
berwarna menjadi kuning akibat eksitasi vibrasi permukaan plasmon pada
permukaan nanopartikel perak (Shankar et al. 2010). Nanopartikel perak yang
5

terbentuk dikonfirmasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Menurut


Solomon et al. (2007), terbentuknya nanopartikel ditandai dengan munculnya
puncak serapan pada panjang gelombang 400-500 nm. Munculnya serapan
tersebut, selain melibatkan resonansi awan elektron yang terjadi pada permukaan
nanopartikel, juga terjadi akibat transisi antar pita pada sistem (4d-5sp) dalam
energi yang lebih tinggi setelah disinari oleh sinar pada rentang panjang
gelombang UV-Vis (Feldheim dan Foss 2002). Gambar 1 menunjukkan terdapat
puncak serapan pada panjang gelombang 434 nm. Puncak serapan tersebut
terbentuk setelah garam AgNO3 direaksikan dengan glukosa monohidrat.
0.3
0.25
Absorbans

0.2
0.15
0.1 AgNO3 Glukosa NPP
0.05
0
300 400 500 600 700 800
(nm)

Gambar 1 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak dengan pereduksi glukosa


monohidrat. Spektrum UV- Vis AgNO3 ( ), glukosa monohidrat
( ), dan NPP ( )
Pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis, localized surface plasmon
resonance (LSPR) memiliki hubungan dengan warna larutan nanopatikel perak.
LSPR merupakan osilasi gabungan dari elektron konduksi pada nanopartikel.
Eksitasi LSPR diinduksi oleh medan listrik dari cahaya datang dimana resonansi
terjadi (Moores dan Goettmann 2006). Perpindahan awan elektron karena medan
listrik membuat permukaan bermuatan. Ketika resonansi terjadi, muncul pita
absorpsi yang kuat dari plasmon permukaan. Nilai puncak serapan nanopartikel
perak yang spesifik menunjukkan karakter dari surface plasmon resonance (SPR)
dari partikel berukuran nano (Kumar et al. 2009).
Nanopartikel perak terbentuk melalui reaksi reduksi oksidasi dari ion Ag+
dari larutan AgNO3. AgNO3 dapat direduksi menjadi logam Ag dengan adanya
gugus aldehida. Saat reduksi terjadi penambahan elektron mengubah ion Ag+
menjadi tidak bermuatan (Ag0) (Shi Q et al. 2011). Reaksi pembentukan
nanopartikel perak dengan pereduksi glukosa monohidrat ditunjukkan sebagai
berikut:

Menurut Solomon et al. (2007), ukuran nanopartikel perak dapat


diperkirakan berdasarkan panjang gelombang dari puncak serapan. Sehingga dari
sintesis nanopartikel menggunakan jenis pereduksi glukosa monohidrat
monohidrat yang memiliki puncak serapan 434 nm diperkirakan memiliki ukuran
pada kisaran 58 nm. Ukuran ini dapat dikatakan baik karena masih berada
dibawah 100 nm.
6

Tabel 1 Ukuran partikel dan karakteristik spektrum nanopartikel perak

Ukuran partikel (nm) maks (nm) lebar pita spektrum (nm)


10-14 395-405 50-70
35-50 420 100-110
60-80 438 140-150

Waktu Pemanasan dalam Sintesis Nanopartikel Perak Optimum

Sintesis nanopartikel perak pada penelitian ini dilakukan dengan


mencampurkan prekursor, pereduksi, dan penstabil dalam satu wadah kemudian
dihomogenkan dan dipanaskan dengan pemanasan gelombang mikro. Pemanasan
dengan gelombang mikro dapat meningkatkan laju reaksi pembentukan produk
dan pemanasan terhadap sampel berlangsung secara merata (Dankovich 2014).
Namun, terdapat kekurangan dalam pemanasan gelombang mikro, yaitu pelarut
yang digunakan harus dalam jumlah banyak dan sulitnya mengontrol proses
sintesis.
Penelitian ini berdasarkan pada penelitian sebelumnya. Sulistiawaty et al.
(2015) menggunakan prekursor AgNO3 dengan konsentrasi 10-2 M, pereduksi
glukosa monohidrat 0.5 M, dan penstabil Tween 20 dengan konsentrasi 3%.
Optimisasi waktu pemanasan dilakukan selama 2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit,
dan 6 menit. Pemanasan dengan gelombang mikro dilakukan setiap 1 menit. Hal
ini dilakukan untuk mengontrol proses pemanasan pada sampel. Peningkatan
waktu pemanasan menyebabkan peningkatan jumlah nanopartikel perak yang
dihasilkan. Solomon et al. (2007) menyatakan bahwa intensitas puncak serapan
menunjukkan jumlah nanopartikel yang terbentuk. Berdasarkan analisis dengan
spektrofotometer UV-Vis, pemanasan selama 2 menit menghasilkan puncak
serapan pada panjang gelombang 380.5 nm (A=0.034), pemanasan selama 3 menit
menghasilkan puncak serapan pada panjang gelombang 379.5 nm (A=0.057),
pemanasan selama 4 menit menghasilkan puncak serapan pada panjang
gelombang 432.5 nm (A=0.094), dan pemanasan selama 5 menit menghasilkan
puncak serapan pada panjang gelombang 413.5 nm (A=0.588) (Gambar 2).
Sedangkan, pemanasan selama 6 menit tidak dapat dilakukan karena larutan
campuran prekursor AgNO3, pereduksi glukosa monohidrat, dan penstabil Tween
20 habis dan terbentuk endapan coklat yang menandakan telah terjadi aglomerasi.
Mekanisme pembentukan nanopartikel logam terjadi melalui dua langkah,
yaitu nukleasi dan growth. Pada proses nukleasi diperlukan energi aktivasi yang
lebih besar dibandingkan dengan energi aktivasi proses growth. Proses tersebut
dapat diamati seiring berjalannya waktu (Evanoff dan George 2005). Semakin
lama waktu pemanasan, semakin besar intensitas puncak serapannya (nilai
absorbans). Hal ini menunjukkan waktu pemanasan 2-4 menit adalah tahap
nukleasi nanopartikel perak, sedangkan pada pemanasan 5 menit adalah tahap
pertumbuhan sehingga nanopartikel perak dengan cepat terbentuk. Adanya proses
nukleasi dan pertumbuhan pada pembentukan nanopartikel perak mempengaruhi
kestabilan nanopartikel perak hasil sintesis. Ketidakstabilan nanopartikel perak
ditandai dengan terjadinya pergeseran puncak serapan maksimum pada spektrum
UV-Vis. Hal ini menunjukkan nanopartikel perak memiliki tegangan permukaan
yang cukup besar sehingga tidak dapat menghambat proses agregasi. Oleh karena
7

itu, perlu ditambahkannya agen penstabil untuk mencegahnya proses agregasi


(Sulistiawaty et al. 2015).

0.6
0.5
Absorbans 0.4
0.3
0.2
0.1
0
300 400 500 600 700 800
(nm)
Gambar 2 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak parameter waktu pemanasan
dengan gelombang mikro. Pemanasan selama 2 menit ( ), 3 menit
( ), 4 menit ( ), 5 menit ( )

Konsentrasi Tween 20 sebagai Penstabil dalam Sintesis Nanopartikel Perak


Optimum

Fungsionalisasi nanopartikel perak dengan Tween 20 bertujuan


meningkatkan kestabilan nanopartikel perak. Kestabilan nanopartikel secara
umum bisa didapatkan dengan dua cara, yaitu stabilisasi elektrostatik dan
stabilisasi sterik (Dutta dan Sugunan 2004). Tween 20 menstabilkan nanopartikel
melalui mekanisme stabilisasi sterik. Stabilisasi sterik oleh Tween 20 terhadap
nanopartikel perak terjadi dengan adanya pelapisan pada nanopartikel perak oleh
molekul Tween 20 (Gambar 3).

Gambar 3 Stabilisasi sterik nanopartikel perak dengan Tween 20 (Guo et al.


2013)
Ion logam Ag bersifat asam lunak karena memiliki ukuran yang besar dan
bermuatan kecil dan elektron terluarnya mudah dipengaruhi ion lain, sedangkan
Tween 20 bersifat basa lunak karena merupakan ligan yang mudah terpolarisasi.
Menurut teori HSAB (hard soft acid base), umumnya asam lunak lebih suka
berkoordinasi dengan basa lunak, sehingga ikatan yang terjadi antara Ag dan
Tween 20 adalah ikatan koordinasi (Sulistiawaty et al. 2015)
Stabilisasi Tween 20 terhadap nanopartikel perak dipengaruhi oleh
konsentrasi Tween 20 yang ditambahkan saat sintesis nanopartikel perak. Hal ini
disebabkan oleh molekul-molekul Tween 20 akan membentuk agregat
membentuk misel pada konsentrasi tertentu, yang dikenal dengan konsentrasi
8

misel kritis (KMK). Penentuan KMK Tween 20 dilakukan dengan cara


konduktometri. Bedasarkan cara tersebut didapatkan KMK Tween 20 sebesar
11.14% (Lampiran 4). Hasil ini sebagai acuan untuk membuat konsentrasi Tween
20 yang digunakan dalam sintesis nanopartikel perak.
Penelitian ini menggunakan 6 variasi konsentrasi penstabil Tween 20, yaitu
0%, 3%, 6%, 9%, 11.14%, dan 12%. Sintesis nanopartikel perak dengan
parameter konsentrasi Tween 20 dilakukan pada waktu pemanasan optimum,
yaitu 5 menit, kecuali pada sintesis nanopartikel perak 0% yang menggunakan
waktu pemanasan selama 3 menit. Hal tersebut disebabkan oleh waktu pemanasan
di atas 3 menit nanopartikel perak yang terbentuk telah beraglomerasi.
Aglomerasinya nanopartikel perak pada konsentrasi Tween 20 0% menunjukkan
peran Tween 20 sebagai penstabil dalam sintesis nanopartikel perak. Tanpa
penggunaan penstasbil Tween 20, nanopartikel perak yang terbentuk cepat
mengalami aglomerasi dengan penambahan waktu pemanasan.
Berdasarkan hasil sintesis nanopartikel perak yang didapat pada waktu
pemanasan 5 menit, konsentrasi penstabil Tween 20 3% paling mudah terbentuk.
Hal ini dibuktikan dari intensitas warna kuning yang dihasilkan pada sintesis
nanopartikel perak (Gambar 4). Semakin tinggi konsentrasi penstabil Tween 20
yang digunakan maka semakin sulit nanopartikel perak terbentuk. Adanya
halangan sterik dari Tween 20 menyebabkan terganggunya proses reduksi Ag+
menjadi Ag0. Selain itu, pada konsentrasi Tween 20 yang tinggi molekul Tween
20 yang terdapat pada larutan akan semakin banyak. Tween 20 yang merupakan
surfaktan akan cenderung membentuk misel sehingga menghambat laju
pembentukan nanopartikel perak.

0% 3% 6% 9% 11.14 12%
%

Gambar 4 Hasil sintesis nanopartikel perak dengan berbagai konsentrasi penstabil


Tween 20
Penambahan Tween 20 sebagai penstabil dapat memperkecil ukuran
nanopartikel perak yang terbentuk (Lampiran 5). Nanopartikel perak yang
terbentuk pada larutan tanpa penambahan penstabil diperkirakan memiliki ukuran
sebesar 58 nm, sedangkan nanopartikel yang terbentuk dengan penambahan
penstabil Tween 20 diperkirakan memiliki ukuran 22-34 nm. Adanya Tween 20
dapat mencegahnya aglomerasi pada nanopartikel perak sehingga ukuran
nanopartikel perak yang terbentuk lebih kecil.
Kestabilan nanopartikel perak yang terbentuk diukur menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dalam waktu 14 hari. Selain mudah membentuk
nanopartikel perak, penstabil Tween 20 dengan konsentrasi 3% juga memiliki
kestabilan yang cukup baik (Gambar 5).
9

0.7 0.7
0.6 0.6

Absorbans
0.5
Absorbans
0.5
0.4 0.4
0.3 0.3
0.2 0.2
0.1 0.1
0 0
350 550 750 350 550 750
(nm) (nm)
(a) (b)
0.7 0.7

0.6 0.6
0.5
Absorbans

0.5

Absorbans
0.4 0.4
0.3 0.3
0.2 0.2
0.1 0.1
0 0
350 550 750 350 550 750
(nm) (nm)
(c) (d)
0.7
0.7
0.6 0.6
Absorbans
Absorbans

0.5 0.5
0.4 0.4
0.3 0.3
0.2 0.2
0.1 0.1
0 0
350 550 750 350 550 750
(nm) (nm)
(e) (f)

Gambar 5 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak dengan konsentrasi Tween 20


0% (a), 3% (b), 6% (c), 9% (d), 11.14% (e), dan 12% (f). Spektrum
nanopartikel perak hari ke-0 ( ), hari ke-3 ( ), hari ke-7 ( ), dan
hari ke-14 ( )
Gambar 5 menunjukkan kestabilan nanopartikel perak. Kestabilan
nanopartikel perak yang paling baik adalah penambahan Tween 20 dengan
konsentrasi 3%. Puncak serapan sampai pada hari ketiga relatif stabil, namum
pada hari ketujuh puncak serapan meningkat dan kembali mengalami penurunan
pada hari-14. Hal ini disebabkan oleh adanya proses aglomerasi. Proses
aglomerasi ini ditandai dengan terus bertambahnya intensitas serapan hingga
10

serapan maksimum dan akan terjadi penurunan serapan hingga tidak ada respon
sinyal karena berkurangnya kuantitas nanopartikel perak dalam larutan
(Sulistiawaty et al. 2015). Selain itu, penambahan penstabil Tween 20
meningkatkan jumlah nanopartikel perak yang terbentuk. Hal ini dapat
membuktikan peranan Tween 20 sebagai penstabil. Nanopartikel perak yang terus
terbentuk hingga jumlah maksimum karena adanya penghambatan secara sterik
dari Tween 20. Berbeda dengan nanopartikel perak tanpa penambahan penstabil
yang memiliki puncak serapan rendah karena nanopartikel perak yang telah
terbentuk cenderung beraglomerasi atau kembali membentuk ion Ag+.
Penambahan Tween 20 dengan konsentrasi 6%, 9%, 11.14%, dan 12% pada
hari ketiga sudah mengalami penurunan puncak serapan. Hal ini disebabkan oleh
belum sempurnanya proses nukleasi nanopartikel perak sehingga cenderung
mengalami penurunan puncak serapan dan pergeseran puncak serapan maksimum
ke panjang gelombang yang lebih kecil (Lampiran 6).

Jenis Pereduksi dalam Sintesis Nanopartikel Perak Optimum

Metode reduksi kimia nanopartikel perak banyak menggunakan bahan-


bahan berbahaya seperti NaBH4. Sehingga dikembangkannya metode biosintesis
dengan pereduksi yang ramah lingkungan seperti glukosa (Dankovich 2014) dan
asam askorbat (Roh et al. 2011). Jumlah, ukuran, serta kestabilan nanopartikel
perak yang terbentuk tidak lepas dari peran pereduksi yang digunakan, seberapa
kuat pereduksi tersebut mengubah ion Ag+ menjadi Ag0. Pada penelitian ini
dilakukan optimisasi dari 4 jenis pereduksi, yaitu glukosa monohidrat, asam
askorbat, natrium sitrat, dan asam sitrat.
Berdasarkan hasil yang didapat asam askorbat mampu mereduksi prekursor
AgNO3 paling kuat, dengan konsentrasi asam askorbat rendah dapat membentuk
nanopartikel perak lebih banyak dibandingkan dengan pereduksi glukosa
monohidrat. Hal ini dibuktikan lewat spektrum UV-Vis (Gambar 6). Gambar 6
menunjukkan puncak serapan asam askorbat berada pada panjang gelombang
414.5 nm (A = 0.898). Pencampuran asam askorbat dan AgNO3 secara langsung
membuat campuran langsung berubah warna menjadi keruh sehingga perlu
dilakukan penambahan akuabidestilata dan penstabil Tween 20 terlebih dahulu.
Hal tersebut membuktikan bahwa asam askorbat merupakan pereduksi yang kuat
sehingga urutan pencampuran mempengaruhi hasil sintesis.
Kuatnya kemampuan reduksi asam askorbat disebabkan oleh gugus fungsi
yang dapat teroksidasi yang dimiliki asam askorbat. Asam askorbat memiliki
gugus OH primer dan OH sekunder yang dapat mereduksi lebih kuat
dibandingkan gugus aldehida pada glukosa monohidrat. Pada reaksi pembentukan
nanopartikel perak terjadi siklus reaksi redoks yang cukup kompleks karena
melibatkan Tween 20. Selain itu, reaksi yang terjadi di suhu ruang memungkinkan
udara ikut terlibat dalam reaksi.
Penggunaan pereduksi glukosa monohidrat memberikan puncak serapan
sebesar 0.434 pada panjang gelombang 411.5 nm. Puncak serapan yang terbentuk
dengan pereduksi natrium sitrat sebesar 0.655 pada panjang gelombang 421.5 nm,
sedangkan penggunaan pereduksi asam sitrat tidak memberikan puncak serapan.
Hal ini disebabkan oleh struktur asam sitrat yang tidak memiliki gugus yang dapat
teroksidasi sehingga tidak dapat mereduksi prekursor AgNO3.
11

1
0.8

Absorbans
0.6
0.4
0.2
0
300 400 500 600 700 800
(nm)

Gambar 6 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak optimisasi jenis pereduksi.


Spektrum nanopartikel perak dengan pereduksi glukosa monohidrat
( ), asam askorbat ( ), natrium sitrat ( ), dan asam sitrat ( )
Kestabilan pereduksi glukosa monohidrat dan asam askorbat lebih baik
dibandingkan dengan kestabilan natrium sitrat (Gambar 7). Spektrum asam
askorbat pada hari ketiga mengalami penurunan absorbans tetapi hanya terjadi
sedikit penurunan pada hari ke-7, dan penurunan yang cukup signifikan terjadi
pada hari ke-14. Spektrum glukosa monohidrat mengalami penurunan pada hari
ke-14. Sedangkan dengan pereduksi natrium sitrat puncak serapan terjadi
perubahan yang sangat signifikan (Lampiran 7).

1 1

0.8 0.8
Absorbans

0.6
Absorbans

0.6

0.4 0.4

0.2 0.2

0 0
300 400 500 600 700 800 300 400 500 600 700 800
(nm) (nm)
(a) 1 (b)

0.8
Absorbans

0.6

0.4

0.2

0
300 400 500 600 700 800
(nm)
(c)

Gambar 7 Spektrum UV-Vis nanopartikel perak dengan pereduksi glukosa


monohidrat (a), asam askorbat (b), dan natrium sitrat (c). Spektrum
nanopartikel perak hari ke-0 ( ), hari ke-3 ( ), hari ke-7 ( ),
hari ke-14 ( )
12

Perubahan signifikan yang terjadi dengan penggunaan pereduksi natrium


sitrat karena pada waktu pemanasan 5 menit telah mengalami aglomerasi. Hal ini
terlihat dari warna larutan yang terbentuk sudah berwarna kecoklatan. Berbeda
dengan natrium sitrat, dengan menggunakan pereduksi glukosa monohidrat dan
asam akorbat berwarna kuning (Gambar 8).

Gambar 8 Nanopartikel perak dengan berbagai jenis pereduksi


Berdasarkan optimisasi jenis pereduksi yang dilakukan, glukosa
monohidrat memiliki kestabilan yang baik dalam waktu 14 hari, namun jumlah
nanopartikel yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan pereduksi asam
askorbat. Telah disebutkan sebelumnya bahwa asam askorbat dengan konsentrasi
larutan yang kecil dapat membentuk nanopartikel perak yang banyak walaupun
kestabilannya tidak sebaik glukosa monohidrat. Sehingga jenis pereduksi yang
paling optimum adalah asam askorbat.
Sintesis optimum dilakukan dengan menggunakan pereduksi asam askorbat,
konsentrasi Tween 20 3%, dan pemanasan gelombang mikro selama 5 menit.
Hasil sintesis ini kemudian dianalisis menggunakan TEM. Analisis dengan
menggunakan TEM dapat diketahui morfologi dari nanopartikel perak yang
terbentuk adalah bentuk bola.

Gambar 9 Hasil pengukuran TEM nanopartikel perak dengan pereduksi


asam askorbat terstabilkan Tween 20 dengan perbesaran
80000
13

Gambar 9 menunjukkan nanopartikel perak terbentuk memiliki ukuran yang


hampir sama atau seragam. Ukuran nanopartikel perak yang terkecil adalah 11.76
nm dan ukuran yang terbesar adalah 35.29 nm dengan ukuran rata-rata
nanopartikel sebesar 28 nm. Hasil ini tidak berbeda jauh dari pekiraan ukuran
berdasarkan pekerjaan Solomon et al. 2007, yaitu 30 nm. Hasil ini sudah dapat
dikatakan baik karena ukuran yang terbentuk berada pada kisaran 1-100 nm.

\
Gambar 10 Pola difraksi nanopartikel perak dengan menggunakan TEM
Analisis dengan menggunakan TEM juga diperoleh data difraksi
nanopartikel perak untuk menentukan struktur kristalnya (Ristian 2013). Pola
difraksi nanopartikel perak ditunjukkan pada Gambar 10. Pola difraksi tersebut
menjelaskan bahwa struktur kristal nanopartikel perak dapat ditentukan secara
teoritis maupun eksperimen. Secara teoritis, struktur kristal nanopartikel perak
ditentukan berdasarkan rumus Klug dan Alexander (1974) yang ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Struktur kristal nanopartikel perak secara teoritis
n X
2 ( ) Sin2 hkl
No n mn (h +k2+l2)
2

1 0.75 3 3 {111}
2 0.88 4.1301 4 {200}
3 1.22 7.9377 8 {220}
4 1.42 10.7503 11 {311}
5 1.91 19.4551 19 {331}

Nilai X yang didapatkan dari hasil perhitungan menunjukkan struktur kristal


nanopartikel perak yang dihasilkan. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa
struktur kristal nanopartikel perak yang terbentuk adalah Face Centered Cubic
(FCC). Nilai X pada setiap struktur kristal ditunjukkan pada Lampiran 8.
14

Tabel 3 Data difraksi nanopartikel perak


d
No r (nm)
(nm) ()
1 0.2564 2.564 5.23
2 0.2186 2.186 6.13
3 0.1578 1.578 8.49
4 0.1347 1.347 9.95
5 0.1002 1.002 13.37

Tabel 3 menunjukkan data difraksi nanopartikel perak. Nilai d yang


dihasilkan secara eksperimen tidak berbeda jauh dengan nilai d pada JCPDS Ag
(Lampiran 9). Nilai hkl yang didapatkan dari hasil perhitungan juga sesuai
dengan JCPDS Ag, yaitu {111}, {200}, {220}, dan {311}. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil sintesis pada penelitian ini merupakan nanopartikel perak.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian, waktu pemanasan optimum adalah 5 menit dengan


pemanasan gelombang mikro 100p. Konsentrasi penstabil Tween 20 yang paling
optimum sebesar 3% (v/v). Semakin rendah konsentrasi Tween 20 yang
digunakan maka semakin banyak nanopartikel yang terbentuk. Molekul Tween
20 dapat menghambat pembentukan nanopartikel perak akibat kecenderungan
molekul untuk membentuk misel. Jenis pereduksi terbaik dalam sintesis
nanopartikel perak adalah asam askorbat karena dengan konsentrasi yang rendah
dapat membentuk nanopartikel perak dengan jumlah yang lebih banyak
dibandingkan dengan menggunakan pereduksi glukosa monohidrat maupun
natrium sitrat.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis menyarankan


sebaiknya menggunakan konsentrasi prekursor AgNO3 yang lebih rendah agar
terbentuk nanopartikel perak dengan ukuran yang lebih kecil. Selain itu, perlu
adanya optimisasi urutan pencampuran larutan terkait dengan potensial reduksi
yang dimiliki oleh masing-masing larutan.
15

DAFTAR PUSTAKA

Caro C, Castillo PM, Klippstein R, Pozo D, Zaderenko AP. 2010. Silver


Nanoparticles: Sensing and Imaging Application. Dalam: Perez DP (ed.).
2010. Silver nanoparticles. Intech India: 210-223.
Dankovich TA. 2014. Microwave-assisted incorporation of silver nanoparticles in
paper for point-of-use water purification. Environ Sci Nano. 1:367-378.
Dominguez A, Fernandez A, Gonzalez N, Iglesias E, Montenegro L. 1997.
Determination of critical micelle concentration surfactants by three
techniques. J Chem Educ. 74 (10):1227-1231.
Dutta J, Sugunan A. 2004. Colloidal self-organization for nanoelectronic.
ICSE2004. A6-A11.
Evanoff Jr DD, George C. 2005. Synthesis and optical properties of silver
nanoparticles and arrays. Chem. Phys. Chem. 6:1221-1231.
Feldheim DL, Foss CA. 2002. Metal Nanoparticles: Synthesis, Characterization,
and Applications. New York (US) : Marcel Dekker.
Guo Z, Chen G, Zeng G, Li Z, Chen A, Yan M, Liu L, Huang D. 2013.
Ultrasensitive detection and co-stability of mercury(II) ions based on
amalgam formation with Tween 20-stabilized silver nanoparticles. RSC
Adv. 4:59275-59283.
Haryono A, Dewi S, Harmami SB, Randy M. 2008. Sintesa nanopartikel perak
dan potensi aplikasinya. J Riset Indust. 2 (3):156-163.
Jha AK, Prasad K, Kulkarn AR Plant system: natures nanofactory
Colloid and Surface B : biointerface. 73:219-113.
Khan Z. Al-Thabaiti SA, Obaid AY, Al-Youbi AO. 2011. Preparation and
characterization of silver nanoparticles by chemical reduction method.
Biointerfaces. 82:513-517.
Klug HP, Alexander LE. 1974. X-Ray Diffraction Procedure for Polycrystalline
and Amorphous Material. New York (NY): John Wiley & Sons.
Kumar V, Yadav SC, Yadav SK. 2010. Syzigium cumini leaf and seed extract
mediated biosynthesis of sylver nanoparticles and their characterization. J
Chem Techno & Biotechno. 1-9.
Moores A, Goettmann F. 2006. The plasmon band in Nobel metal nanoparticles:
an introduction to theory and applications. New J Chem. 30:1121-1132.
Nagarajan R, Hatlon TA. 2008. Nanoparticles: synthesis, stabilization, passivation,
and functionalization. J Am Chem Soc. 1-14.
Raveendran P, Fu J, Wallen SL. 2003. Completely green synthesis and
stabilization of metal nanoparticles. J Am Chem Soc. 125:13940-13941.
Ristian I. 2013. Kajian pengaruh konsentrasi perak nitrat terhadap ukuran
nanopartikel perak [Skripsi]. Jurusan Kimia. Universitas Negeri Semarang.
Roco MC. 2003. Nanotechnology: convergence with modern biology and
medicine. Curr Opinion Biotechnol. 14:337-346.
Roh J, Shim J, Kim Y. 2011. Colorimetric Detection of Metal Ions with Tween
Coated Gold Nanoparticles. ICCM.
Shankar SS, Rai A, Ahmad A, Sastry M. 2004. Rapid synthesis of Au, Ag, and
bimetallic Au core-Ag shell nanoparticles using neem (azadirachta indica)
leaf broth. J Colloid Interface Sci. 275 (4):496-502.
16

Shi Q, Vitchuli N, Nowak J, Noar J, Caldwell JM, Breidt F, Bourham M, McCord


M, Zhang X. 2011. One-step synthesis of silver nanoparticle-filled nylon 6
nanofibers and theirantibacterial properties. J Mater Chem. 21:10330-
10335.
Solomon SD, Bahadory M, Jeyarajasingam AV, Rutkowsky SA, Boritz C,
Mulfinger L. 2007. Synthesis and study of silver nanoparticles. J Chem
Educ. 84 (2):322-325.
Sulistiawaty L, Sugiarti S, Darmawan N. 2015. Detection of Hg2+ metal ions
using silver nanoparticles stabilized by Gelatin and Tween 20. Indones J
Chem. 15 (1):1-8.
Szczepanowicz K, Stefanska J, Robert P, Socha, Piotr W. 2010. Preparation of
silver nanoparticle VI A chemical reduction and their antimicrobial
activity. Phys Probl miner Process. 45:85-98.
Tejamaya M, Romer I, Merrifield RC, Lead JR. 2012. Stability of citrate, PVP,
and PEG coated silver nanoparticles in ecotoxilogy media. Environ Sci
Technol. 46 (13):70117017.
Wang Y, Yang F, Yang. 2010. Colorimetric detection of mercury(II) ion using
unmodified silver nanoparticles and mercury-specific oligonucleotides.
Appl Mater Interfaces. 2(2):339-342.
Xavier SSJ, Karthikeyan C, Kumar G, Kim AR, Yoo DJ. 2014. Colorimetric
detection of melamine using -cyclodextrin-functionalized silver
nanoparticles. Anal Method.
17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Tween 20


18

Lampiran 2 Diagram alir penelitian

Penentuan konsentrasi misel kritis


(KMK) tween 20

Preparasi larutan logam prekursor


(AgNO3 10-2 M), agen pereduksi
(glukosa 0.5 M) dan penstabil (tween
20 dengan konsentrasi 3%, 6%, 9%,
11.14%, dan 12%)

Sintesis nanopartikel perak dengan


mencampurkan AgNO3, glukosa dan
tween 20 dengan metode gelombang
mikro (optimisasi waktu pemanasan
dan konsentrasi tween 20)

Uji kestabilan: Warna diamati secara


visual dan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis selama 14
hari

Menentukan konsentrasi
tween 20 dengan
kestabilan terbaik

Optimisasi jenis pereduksi (glukosa,


asam sitrat, natrium sitrat, dan asam
askorbat) untuk sintesis nanopartikel
perak

Analisis morfologi nanopartikel


perak dengan Transmission
Electron Microscopy (TEM)
19

Lampiran 3 Struktur senyawa pereduksi

Lampiran 4 Data perhitungan konsentrasi misel kritis (KMK) Tween 20

300

250

y 2 = 2.2857x + 192.29
200 R = 0.9674
y1 = 14.057x + 61.167
Konduktivitas

R = 0.8536
150

100

50

0
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi
20

Nilai KMK adalah perpotongan garis y1 dan y2


Perhitungan :
y1 = 14.057x + 61.167
y2 = 2.2857x + 192.29

KMK Tween 20 sebesar 11.14%

Lampiran 5 Puncak serapan maksimum nanopartikel perak dengan penambahan


konsentrasi Tween 20

[Tween 20] (%) maks mum (nm) perkiraan ukuran partikel (nm)
0 434.0 58
3 411.5 22
6 410.5 25
9 415.0 30
11.14 416.0 33
12 418.0 34

Lampiran 6 Puncak serapan nanopartikel perak optimisasi konsentrasi Tween 20

Konsentrasi 0%
Hari ke- maks mum (nm) absorbans
0 434.00 0.285
3 436.00 0.284
7 437.00 0.279
14 441.50 0.221

Konsentrasi 3%
Hari ke- maks mum (nm) absorbans
0 411.50 0.655
3 413.00 0.650
7 416.50 0.683
14 412.00 0.601
21

Konsentrasi 6%
Hari ke- maks mum (nm) absorbans
0 410.50 0.454
3 415.00 0.364
7 418.00 0.240
14 403.00 0.071

Konsentrasi 9%
Hari ke- maks mum (nm) absorbans
0 415.00 0.235
3 415.50 0.153
7 415.50 0.132
14 396.00 0.116

Konsentrasi 11.14%
Hari ke- maks mum (nm) absorbans
0 416.00 0.195
3 415.50 0.132
7 414.50 0.100
14 389.00 0.113

Konsentrasi 12%
Hari ke- maks mum (nm) absorbans
0 418.00 0.199
3 415.50 0.138
7 415.50 0.117
14 403.00 0.069

Lampiran 7 Puncak serapan nanopartikel perak optimisasi jenis pereduksi

Pereduksi glukosa monohidrat


Hari ke- maks mum (nm) absorbans
0 411.50 0.655
3 413.00 0.650
7 416.50 0.683
14 412.00 0.601
22

Pereduksi asam askorbat


Hari ke- maks mum (nm) absorbans
0 414.50 0.898
3 419.50 0.814
7 420.50 0.795
14 416.50 0.625

Pereduksi natrium sitrat


Hari ke- maks mum (nm) absorbans
0 421.50 0.349
3 459.00 0.380
7 339.00 0.201
14 356.00 0.467

Lampiran 8 Nilai X pada setiap struktur kristal

X
Struktur Kristal
(h2+k2+l2)
Simple Cubic (SC) , , , , , , , , ,
Body Centered Cubic (BCC) , , , , , , , ,
Face Centered Cubic (FCC) , , , , , , , ,

Lampiran 9 JCPDS Ag
23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 07 Maret 1994 dari pasangan


Gatot Saptadi dan Ida Hamidah. Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara.
Tahun 2011 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Depok
dan melanjutkan studi di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tulis.
Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi asisten praktikum Kimia B
(2014-2015), asisten praktikum Kimia Anorganik Layanan (2014), dan asisten
Praktikum Kimia Anorganik (2015). Penulis pernah aktif dalam organisasi Gentra
Kaheman (2012) dan sebagai bendahara divisi Kominfo dalam organisasi Ikatan
Mahasiswa Kimia (IMASIKA) (2012-2013). Penulis juga berkesempatan
melakukan Praktik Lapangan di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia pada bulan
Juli-Agustus 2014.

Anda mungkin juga menyukai