PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin, vertere yang berarti berputar, dan
igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan bagian dari dizzines, yaitu
persepsi atau ilusi gerakan. Penderita vertigo merasakan perasaan berputar
terhadap objek di sekitarnya atau objek disekitarnya yang bergerak
berputar terhadap dirinya. Vertigo vestibular merupakan true vertigo,
dimana terjadi gangguan keseimbangan akibat terganggunya sistem
vestibular yang dibagi menjadi dua, yaitu vertigo vestibular perifer dan
vertigo vestibular sentral. Vertigo perifer terjadi gangguan pada nervus
vestibulokoklearis yang keluar dari nukleus vestibularis, utrikulus,
sakulus, atau kanalis semisirkularis. Sedangkan vertigo sentral terjadi
gangguan pada serebelum atau batang otak.
2.2. Anatomi dan Fisologi Sistem Vestibular
Sistem vestibular atau aparatus vestibular merupakan organ sensorik
yang berperan untuk mendeteksi sensasi keseimbangan. Sistem vestibular
perifer terdiri dari struktur telinga dalam sampai nukleus vestibularis,
sedangkan sistem vestibular sentral di mulai dari nukleus vestibularis yang
mempunyai koneksi yang luas dengan struktur batang otak dan serebelum.
Sistem vestibular perifer terdapat didalam pars petrosa ossis
temporalis, terdiri dari labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin
tulang terdiri atas tiga bagian, yaitu koklea, vestibulum, dan tiga kanalis
semisirkularis (Snell, 2012). Koklea merupakan organ sensorik utama
untuk pendengaran dan hampir tidak berhubungan dengan keseimbangan
(Guyton, 2007). Vestibulum merupakan bagian tengah dari labirin tulang
yang didalamnya terdapat sakulus dan utrikulus yang merupakan bagian
dari labirin membranosa. Ketiga kanalis semisirkularis yaitu bagian lateral,
posterior, dan anterior bermuara ke posterior vestibulum dengan terdapat
2
3
pelebaran pada tiap ujungnya yang disebut ampulla, dimana terdapat organ
reseptor sistem vestibular yaitu krista ampularis (Snell, 2012).
ataupun pemeriksaan khusus seperti tes dix hallpike yaitu tes untuk
memprovokasi timbulnya vertigo oleh perubahan posisi kepala.
2. Penyakit Meniere
Penyakit meniere adalah suatu gangguan kronis telinga dalam, tidak
fatal namun mengganggu kualitas hidup. Gejala pada penyakit meniere
disebabkan oleh peningkatan cairan endolimfe atau endolymphatic
hydrops. Endolympatic hydrops dideskripsikan sebagai peningkatan
tekanan dan displacement mekanis organ telinga dalam sehingga
mempresipitasi terjadinya serangan. Endolympatic hydrops juga
menimbulkan micro ruptur pada membran Reissner, sehingga terjadi
percampuran antara cairan endolimfe dan perilimfe. Campuran cairan ini
akan merendam reseptor pada koklea dan sistem vestibular, sehingga
selain gangguan keseimbangan, pada penyakit meniere didapatkan juga
gangguan pendengaran.
Penyebab pasti penyakit meniere belum dapat dijelaskan, namun ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakit meniere seperti
inflamasi, trauma, otosklerosis, autoimun, gangguan endokrin, dan genetik
(Gnerre et al., 2015). Kejadian penyakit meniere banyak ditemukan pada
orang kaukasia, dan perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-
laki dengan usia antara 20-50 tahun. Menurut guidelines of the American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS),
penyakit meniere ditandai 4 gejala, yaitu:
- Vertigo; Rasa berputar, episodik, derajat ringan sampai berat, dengan
durasi minimal 20 menit setiap episode serangan namun tidak lebih
dari 24 jam.
- Gangguan pendengaran; Berfluktuasi, tuli sensoris frekuensi rendah,
yang memberat saat serangan dan makin lama bisa semakin
memberat.
- Tinitus; khas seperti dering bernada rendah atau roaring noise di
telinga.
7
3. Neuritis Vestibularis
Neuritis vestibularis merupakan gangguan vestibular perifer
terbanyak kedua setelah BPPV. Infeksi virus diduga menjadi penyebab
neuritis vestibularis. Hal ini didukung oleh hipotesis bahwa terjadinya
bersifat endemik pada bulan tertentu yang berhubungan dengan infeksi
virus. Dapat juga disebabkan karena reaktivasi herpes simplex virus yang
mengenai vestibular ganglion, saraf vestibular, labirin, atau mengenai
ketiganya. Gejala neuritis vestibularis adalah vertigo yang
berkepanjangan, mual muntah, dan gangguan keseimbangan yang
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Selain itu,
terdapatnya nistagmus, positif head-thrust test, dan tidak ada defisit
neurologis, merupakan karakteristik klinis neuritis vestibularis.
4. Labyrinthitis
Labyrinthitis merupakan inflamasi pada labirin membranosa,
mengenai organ vestibular dan koklear. Dapat terjadi secara unilateral
maupun bilateral, dan sama seperti neuritis vestibularis yang biasanya
didahului oleh infeksi pernafasan bagian atas. Mikroorganisme yang dapat
menginfeksi dapat berupa virus maupun bakteri. Labyrinthitis akibat virus
biasanya dialami oleh orang dewasa di usia 40-70 tahun. Bakterial
labyrinthitis dapat terjadi akibat infeksi otogenik seperti cholesteatoma
atau otitis media dan pada penderita meningitis. Labyrinthitis akibat
meningitis paling sering mengenai anak usia <2 tahun. Otogenik infeksi
biasanya hanya gejala unilateral, sedangkan meningitic labyrinthitis
menyebabkan gejala bilateral.
8
2. Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan
sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa
pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap
keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat
kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
(korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.(12)
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain
aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi,
hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus
ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya,
agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang
sesuai.
3. Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg :
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada
posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan
vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan
bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada
11
sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
f. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima
langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan
menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan
berjalan dengan arah berbentuk bintang.
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga
diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat
(44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5
menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan
irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150
detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis
atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal
paresis adalah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik
setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan
directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan
pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan
untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan
demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada
tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang
tuli dan schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus
visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan
15
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan
pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma
akustik).
3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi
(EMG).
4. Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
5. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging
(MRI).
2. Manuver Semont
Test ini dilakukan sesuai dengan kanal yang terlibat. Misalnya kanal
posterior kanan, maka test juga dilakukan ke arah kanan dengan posisi
kepala diputar menghadap ke kiri dan sebaiknya.
a. Pasien duduk di meja periksa dengan kepala diputar menghadap ke
kiri 450.
b. Kemudian secara cepat pasien dibaringkan ke sisi kanan dengan
kepala menggantung.
c. Setelah 1 menit, pasien kembali ke posisi duduk awal secara cepat
dan kemudian ke posisi side lying kiri (posisi baring ke sisi kiri)
dengan posisi kepala menoleh 450 ke kiri. Pertahankan selama 1
menit.
d. Terakhir kembali ke posisi duduk awal secara perlahan.
Catatan : jika yang terlibat kanal anterior kanan: test dilakukan ke arah
kanan dengan posisi kepala diputar menghadap ke kanan, begitu juga
sebaliknya.
Terapi Farmakologi
Secara umum, penatalaksanaan medika- mentosa mempunyai
tujuan utama: (i) mengeliminasi keluhan vertigo, (ii) memperbaiki
proses-proses kompensasi vestibuler, dan (iii) mengurangi gejala-gejala
neurovegetatif ataupun psikoafektif. Beberapa golongan obat yang dapat
digunakan untuk penanganan vertigo di antaranya adalah:
a. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk
penanganan vertigo, yang paling banyak dipakai adalah skopolamin
dan homatropin. Kedua preparat tersebut dapat juga dikombinasikan
dalam satu sediaan antivertigo. Antikolinergik berperan sebagai
supresan vestibuler melalui reseptor muskarinik. Pemberian
antikolinergik per oral memberikan efek rata-rata 4 jam, sedangkan gejala
efek samping yang timbul terutama berupa gejala-gejala penghambatan
reseptor muskarinik sentral, seperti gangguan memori dan kebingungan
(terutama pada populasi lanjut usia), ataupun gejala-gejala
penghambatan muskarinik perifer, seperti gangguan visual, mulut
kering, konstipasi, dan gangguan berkemih.
b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini merupakan
antivertigo yang paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo,dan
termasuk di antaranya adalah difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat,
meklozin, dan pro- metazin. Mekanisme antihistamin sebagai supresan
vestibuler tidak banyak diketahui, tetapi diperkirakan juga mempunyai
efek ter- hadap reseptor histamin sentral. Antihistamin mungkin juga
mempunyai potensi dalam mencegah dan memperbaiki motion
sickness. Efek sedasi merupakan efek samping utama dari pemberian
penghambat histamin-1. Obat ini biasanya diberikan per oral, dengan
lama kerja bervariasi mulai dari 4 jam (misalnya, sikl- izin) sampai 12 jam
(misalnya, meklozin).
21
c. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai
antivertigo di beberapa negara Eropa, tetapi tidak di Amerika. Betahistin
sendiri merupakan prekrusor histamin. Efek antivertigo betahistin
diperkirakan berasal dari efek vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada
mikrosirkulasi di daerah telinga tengah dan sistem vestibuler. Pada
pemberian per oral, betahistin diserap dengan baik, dengan kadar puncak
tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. Efek samping relatif jarang,
termasuk di antaranya keluhan nyeri kepala dan mual.
d. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan
mual pada pasien dengan gejala mirip-vertigo. Sebagian besar
antidopaminergik merupakan neuroleptik. Efek antidopaminergik pada
vestibuler tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa
antikolinergik dan antihistaminik (H1) berpengaruh pada sistem
vestibuler perifer. Lama kerja neuroleptik ini bervariasi mulai dari 4
sampai 12 jam. Beberapa antagonis dopamin digunakan sebagai
antiemetik, seperti domperidon dan metoklopramid. Efek samping dari
antagonis dopamin ini terutama adalah hipotensi ortostatik, somnolen,
serta beberapa keluhan yang berhubungan dengan gejala ekstrapiramidal,
seperti diskinesia tardif, parkinsonisme, distonia akut, dan sebagainya.
e. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan
berikatan di tempat khusus pada reseptor GABA. Efek sebagai
supresan vestibuler diperkirakan terjadi melalui mekanisme sentral.
Namun, seperti halnya obat-obat sedatif, akan memengaruhi
kompensasi vestibuler. Efek farmakologis utama dari benzo- diazepin
adalah sedasi, hipnosis, penurunan kecemasan, relaksasi otot, amnesia
anterograd, serta antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini yang sering
digunakan adalah lorazepam, diazepam, dan klonazepam.
22
f. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal
kalsium di dalam sistem vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah
ion kalsium intrasel. Penghambat kanal kalsium ini berfungsi sebagai
supresan vestibuler. Flunarizin dan sinarizin merupakan penghambat
kanal kalsium yang diindikasi- kan untuk penatalaksanaan vertigo;
kedua obat ini juga digunakan sebagai obat migren. Selain sebagai
penghambat kanal kalsium, ternyata funarizin dan sinarizin mempunyai
efek sedatif, antidopaminergik, serta antihistamin-1. Flunarizin dan
sinarizin dikonsumsi per oral. Flunarizin mempunyai waktu paruh yang
panjang, dengan kadar mantap tercapai setelah 2 bulan, tetapi kadar obat
dalam darah masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-4 bulan setelah
pengobatan dihentikan. Efek samping jangka pendek dari penggunaan obat
ini teru- tama adalah efek sedasi dan peningkatan berat badan. Efek
jangka panjang yang pernah dilaporkan ialah depresi dan gejala
parkinsonisme, tetapi efek samping ini lebih banyak terjadi pada
populasi lanjut usia.
g. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus digunakan
secara hati-hati karena adanya efek adiksi.
h. Asetilleusin
Obat ini banyak digunakan di Prancis, mekanisme kerja obat ini
sebagai antivertigo tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan
bekerja sebagai prekrusor neuromediator yang memengaruhi aktivasi
vestibuler aferen, serta diperkirakan mempunyai efek sebagai
antikalsium pada neurotransmisi. Beberapa efek samping penggunaan
asetilleusin ini di antaranya adalah gastritis (terutama pada dosis tinggi)
dan nyeri di tempat injeksi.
23
i. Lain-lain
Beberapa preparat ataupun bahan yang diperkirakan mempunyai
efek antivertigo di antaranya adalah ginkgo biloba, piribedil (agonis
dopaminergik), dan ondansetron.
BAB III
KESIMPULAN
24
25
DAFTAR PUSTAKA