Anda di halaman 1dari 102

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya setiap negara memiliki lembaga-lembaga negara yang

secara umum berfungsi untuk membantu menjalankan roda pemerintahan negara

dan menjadi badan penghubung antara negara dengan rakyatnya. Terbitnya

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah merupakan pelimpahan kekuasaan pemerintah pusat untuk

melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan perlu mewujudkan lembaga

permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan

daerah yang mampu mewujudkan nilai-nilai demokrasi serta menyerap dan

memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan

perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai Lembaga Pemerintahan pusat yang memiliki kewenangan dalam

merencanakan dan melaksanakan kegiatan operasional serta pembangunan negara

diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan negara dari

berbagai kesenjangan-kesenjangan yang menghambat pembangunan negara

seperti sektor ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain. Sehingga diharapkan mampu

menciptakan perencanaan yang tepat sesuai dengan kebutuhan rakyat.

1
2

Dalam Pelaksanaan kewenangan pemerintahan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua bidang, pada

akhirnya akan dipertanggungjawabkan kepada pemberi kewenangan dan

masyarakat untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan negara.

Dalam rangka pelaksanaan pertanggungjawaban pemerintah dalam meningkatkan

kesejahteraan dan pembangunan negara, pemerintah pusat harus melakukan

optimalisasi dan efisiensi serta efektivitas untuk membantu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan pembangunan negara yang sumbernya dari APBN.

Oleh karena itu, APBN pada dasarnya merupakan penjabaran yang bersifat

kuantitatif dari adanya tujuan dan sasaran pemerintah yang hendak dicapai,

artinya APBN harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang besarnya

pembiayaan anggaran atas tujuan dan sasaran yang akan dicapai serta kebutuhan

nyata dari masyarakat setiap tahunnya. Dengan demikian, dana alokasi yang

digunakan untuk keperluan program pemerintah yang telah ditetapkan mampu

memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan negara.

Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang berkedaulatan rakyat

berdasarkan hukum dan menyelenggarakan pemerintah negara berdasarkan

konstitusi. Dalam rangka mencapai tujuan bernegara yang telah tercantum dalam

Undang-Undang Dasar 1945, bahwa pemerintah negara menyelenggarakan fungsi

pemerintahan dalam berbagai bidang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran

negara yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Hal ini harus

dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab demi mencapai kesejahteraan rakyat


3

yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Dalam era pembangunan negara yang semakin gencarnya dilakukan oleh

pemerintah saat ini memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk mengelola

Sumber daya dan fasilitas-fasilitas negara dari berbagai sektor. Pengelolaan

Sumber daya dan fasilitas negara ini diharapkan mampu memberikan hasil yang

maksimal bagi pemerintah dalam meningkatkan kinerja pemerintah untuk

memberikan pelayanan kesejahteraan kepada rakyat dan pembangunan negara.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada dasarnya

merupakan alat atau instrumen kebijakan yang digunakan oleh pemerintah untuk

mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah untuk pengelolaan

perekonomian negara. Oleh sebab itu, pemerintah harus berupaya untuk

menghasilkan APBN yang sesuai dengan kebutuhan rakyat secara riil agar

terciptanya pembiayaan atau anggaran yang ditujukan untuk masyarakat. Dengan

adanya APBN sebagai alat atau wadah untuk menampung berbagai kepentingan

publik diharapkan mampu memberikan manfaat yang besar dan benar-benar dapat

dirasakan oleh masyarakat.

Untuk dapat menampung aspirasi rakyat dalam meningkatkan

kesejahteraan, maka diperlukan tahap penyusunan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) atau perumusan Rancangan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (RAPBN), penetapan APBN, serta perhitungan APBN harus

sesuai dengan aturan dan prosedur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dengan

adanya pengawasan dan pengendalian.


4

Pada Tahap Penyusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara ini diawali dengan Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok

kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya serta

mengajukan Rancangan APBN kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah

melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN. Setelah

APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih

lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan ditengah-tengah berjalannya tahun

anggaran, APBN dapat mengalami revisi atau perubahan.

Selanjutnya, Pada tahap pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selambatnya 6 (Enam) bulan setelah

tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang

tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan

keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam melaksanakan proses penyusunan dan penetapan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini mengalami beberapa hambatan,

seperti hambatan secara teknisi dari segi waktu yang tidak tepat waktu, Anggota

DPR yang sibuk, Pemerintah kurang memberi data-data pendukung dan latarmya

tidak semuanya dari ekonomi, sehingga hal ini berpengaruh terhadap pelaksanaan

APBN tahun 2017.

Dengan adanya masalah yang terjadi dalam proses penyusunan dan

penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sekiranya dapat

menjadi perhatian pemerintah bahwa dalam penyusunan dan penetapan APBN ini
5

masih mengalami hambatan dalam pelaksanaan pelayanan dan pembangunan

negara.

Dengan demikian, berdasarkan proses penyusunan dan penetapan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini penulis termotivasi untuk

mengangkat masalah dengan judul penelitian: ANALISIS PROSEDUR

PENYUSUNAN DAN PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN

BELANJA NEGARA (APBN) TAHUN 2017 PADA DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT.

1.2 Pembatasan dan Identifikasi Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu banyak permasalahan yang timbul, maka diperlukan

pembatasan masalah untuk menghindari berbagai kesalahan persepsi yang terkait

dengan penelitian. Oleh karena itu penelitian ini dibatasi pada Analisis prosedur

penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2017

pada Dewan Perwakilan Rakyat.

1.2.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian yang

menjadi fokus penelitian adalah:

1. Bagaimana mekanisme Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara

(APBN) tahun 2017 Pada Dewan Perwakilan Rakyat?

2. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan dan penetapan

APBN?
6

3. Bagaimana proses penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara

(APBN) tahun 2017 Pada Dewan Perwakilan Rakyat?

1.3 Kegunaan dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan untuk

digunakan sebagai berikut:

a) Kegunaan Teoritis

Secara Akademis hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai suatu

karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu Akuntansi Sektor Publik dan sebagai bahan masukan yang

dapat mendukung bagi peneliti maupun pihak lain yang tertarik dalam

bidang penelitian yang sama.

b) Kegunaan Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna baik untuk peneliti

dan pihak lain yang berkaitan yaitu:

1. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang positif bagi

Pemerintah dalam pelaksanaan penyusunan dan penetapan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

yang terkait masalah dan dapat memperoleh gambaran tentang proses


7

penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN).

1.3.2. Tujuan Penelitian

Berkenaan dengan rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian

ini maka tujuan penelitian yang akan dicapai adalah:

1. Untuk menganalisis mekanisme Penyusunan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara tahun 2017 pada Dewan Perwakilan Rakyat apakah dalam

pelaksanaannya telah sesuai dengan aturan yang berlaku.

2. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses

penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

3. Untuk menganalisis proses Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara tahun 2017 pada Dewan Perwakilan Rakyat apakah dalam

pelaksanaannya telah sesuai dengan aturan yang berlaku.


8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Konsep

2.1.1 Keuangan Negara

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, khususnya pasal (1) dan (2) dijelaskan bahwa, Keuangan Negara adalah

semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala

sesuatu baik itu berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara

berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Adapun hak dan

kewajiban Keuangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang

dan melakukan pinjaman;


2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;


3. Penerimaan negara dan penerimaan daerah;
4. Pengeluaran negara dan pengeluaran daerah;
5. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak

berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat

dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan

negara/perusahaan daerah;
9

6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;


7. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

diberikan pemerintah.

Selanjutnya, Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 3

bahwa, Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-

undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan bertanggung jawab dengan

memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Berdasarkan penjelasan di atas tentang Keuangan Negara bahwa keuangan

negara merupakan segala sesuatu hak dan kewajiban yang berkaitan dengan uang

ataupun barang yang dijadikan sebagai hak milik negara dan keuangan negara

tersebut dikelola dengan baik berdasarkan pada perundang-undangan yang

mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penggunaan, pengawasan dan

pertanggungjawaban.

2.1.1.1 Ruang Lingkup Keuangan Negara

Menurut Buku Dasar Penyusunan APBN (2014:1) dijelaskan bahwa,

Keuangan negara dapat ditinjau melalui pendekatan dari sisi obyek, subyek,

proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan negara yaitu

meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,

termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan

kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun

berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan

hak dan kewajiban tersebut.


10

Sedangkan Dari sisi subyeknya, keuangan negara meliputi keseluruhan

pelaku yang terkait dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas yang

dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,

Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan

negara. Selanjutnya, dari sisi proses seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan

dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan

kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dan

terakhir yaitu dari sisi tujuan, seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum

yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana

tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

2.1.1.2 Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara diatur dalam Bab II Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada pasal 6 ayat 1

bahwa, Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan

keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Dalam penjelasan

pasal tersebut diatur juga bahwa kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang

bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan yang bersifat

umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam

pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan

pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja

Kementerian Negara/Lembaga (K/L), penetapan gaji dan tunjangan, serta

pedoman pengelolaan penerimaan negara. Kewenangan yang bersifat khusus

meliputi keputusan/ kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN,


11

antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan

rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang

Negara.

Jadi berdasarkan penjelasan diatas yang sudah dipaparkan bahwa

kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara di pegang oleh presiden selaku

kepala pemerintah dimana kekuasaan itu ada 2 (dua) macam yaitu wewenang

bersifat umum dan khusus. Adanya Penyelenggaraan fungsi pemerintahan dalam

berbagai bidang, akan menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang. Hal ini perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan

negara.

2.1.1.3 Pembagian Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara

Pembagian kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara dalam buku dasar

penyusunan APBN (2014:3) dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Gambar 2.1

Pendelegasian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara


12

Berdasarkan gambar tersebut di atas, untuk membantu Presiden dalam

penyelenggaraan kekuasaan pengelolaan keuangan negara, sebagian dari

kekuasaan tersebut akan dikuasakan kepada :

1) Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam

kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan sebagai

pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya berperan

sebagai Chief Financial of Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia.

Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri

Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut:

a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;

b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;

c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;

d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;

e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah

ditetapkan dengan undang-undang;

f) melaksanakan fungsi bendahara umum Negara;

g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban

pelaksanaan APBN;

h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal

berdasarkan ketentuan undang-undang.

Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan

kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi


13

perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan

keuangan.

2) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Setiap menteri/pimpinan

lembaga pada hakekatnya adalah Chief of Operational Officer (COO)

untuk suatu bidang tertentu pemerintahan, yang mempunyai tugas sebagai

berikut:

a) menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang

dipimpinnya;

b) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

c) melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang

dipimpinnya;

d) melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan

menyetorkannya ke kas Negara;

e) mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab

kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;

f) mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung

jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;

g) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian

negara /lembaga yang dipimpinnya;

h) melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya

berdasarkan ketentuan undang-undang.


14

3) Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk

mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam

kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sesuai dengan asas

desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, kekuasaan

pengelolaan keuangan daerah diatur sebagai berikut:

a) dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah

selaku pejabat pengelola APBD dengan tugas sebagai berikut:

menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;

menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;

melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah

ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;

menyusun laporan keuangan yang merupakan per-

tanggungjawaban pelaksanaan APBD.

b) dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku

pejabat pengguna anggaran/barang daerah, dengan tugas sebagai

berikut:

menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang

dipimpinnya;

menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang

dipimpinnya;

melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;


15

mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab

satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung

jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja

perangkat daerah yang dipimpinnya.

Berdasarkan catatan bagan tentang pembagian kekuasaan pengelolaan

keuangan negara tersebut di atas tidak mencakup kewenangan di bidang moneter,

antara lain meliputi kewenangan untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang,

yang diatur dengan undang-undang.

2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

2.1.2.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Pada dasarnya, anggaran merupakan rencana keuangan yang

mencerminkan pilihan kebijakan, dimana anggaran ini berisi tentang perkiraan

pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi pada suatu periode di

masa yang akan datang, serta data pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-

sungguh terjadi di saat ini dan masa yang lalu.

Menurut Wiratna Sujarweni (2015:56) dalam buku Akuntansi Sektor

Publik mengemukakan bahwa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

merupakan rencana keuangan yang dibuat pemerintah setiap tahun, disetujui oleh

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), isi dari APBN memuat rencana penerimaan

dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari-31 Desember)

yang ditetapkan dengan Undang-Undang.


16

Sedangkan menurut buku dasar penyusunan anggaran (2014:6)

menjelaskan bahwa, Anggaran Pendapatan Belanja Negara merupakan undang-

undang, dimana APBN merupakan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR,

sebagaimana disebutkan dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu,

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan

keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan

secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,

selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan

negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Jadi kesimpulan dari pengertian APBN yang sudah dipaparkan di atas

bahwa APBN merupakan rencana keuangan yang berisi penerimaan dan

pengeluaran negara setiap tahunnya, dimana pemerintah menyusun APBN setiap

tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan

bernegara serta APBN tersebut harus dikelola secara tertib dan bertanggung jawab

sesuai kaidah umum praktik penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik.

2.1.2.2 Postur APBN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menjelaskan bahwa,

Postur memiliki arti bentuk tubuh atau perawakan. Kata postur merupakan kata

serapan dari bahasa Inggris, yaitu posture. Kata asli posture berasal dari bahasa

latin, yakni positus, yang berarti menempatkan atau menaruh. Sementara itu,

budget atau anggaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa,
17

Anggaran diartikan sebagai taksiran mengenai penerimaan dan pengeluaran kas

yang diharapkan untuk periode yang akan datang. Kata budget yang digunakan

dalam bahasa Inggris merupakan kata serapan dari istilah bahasa Perancis yaitu

bouge atau bougette yang berarti tas kecil di pinggang yang terbuat dari kulit.

Dalam Bahasa Inggris, kata budget tersebut berkembang artinya menjadi tempat

surat yang terbuat dari kulit, khususnya tas tersebut dipergunakan oleh Menteri

Keuangan untuk menyimpan surat-surat anggaran. Di negeri Belanda, anggaran

disebut begrooting, yang berasal dari Bahasa Belanda kuno yakni groten, yang

berarti memperkirakan. Di Indonesia, istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja

dipakai secara resmi dalam pasal 23 ayat 1 UUD 1945, dan di dalam

perkembangan selanjutnya ditambahkan kata Negara untuk melengkapinya

sehingga menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Jadi Kesimpulan dari pengertian Postur APBN berdasarkan Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), Postur APBN merupakan bentuk rencana keuangan

pemerintah yang disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku untuk mencapai

tujuan bernegara, dengan adanya Postur APBN, publik dapat menilai

perkembangan kinerja kebijakan fiskal, kondisi keuangan, kesinambungan fiskal,

serta akuntabilitas Pemerintah.

2.1.2.3 Format dan Struktur APBN

Menurut Buku pokok siklus APBN (2014:4) bahwa, Format dan Struktur

APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account, Perubahan tersebut

dikarenakan untuk menyesuaikan dengan standar Government Finance Statistics

(GFS). Dengan format ini, Pendapatan disajikan pada urutan teratas yang
18

kemudian dikurangi dengan belanja negara sehingga dapat diketahui surplus atau

defisit. Setelah defisit, disajikan unsur-unsur Pembiayaan untuk menutup defisit

tersebut. Penyesuaian format ini memberikan keuntungan sebagai berikut:

1. meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN;


2. mempermudah pelaksanaan pengelolaan APBN oleh Pemerintah;
3. memudahkan analisis perbandingan dengan APBN negara-negara lain

yang juga menerapkan standar GFS;


4. memudahkan pelaksanaan desentralisasi;
5. perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Berikut ini merupakan perbedaan Format dan struktur T-Account dan I-

Account APBN secara singkat disajikan dalam Gambar 2.2 sebagai berikut:

Gambar 2.2

Format dan Struktur APBN T-Account dan I-Account

Pada T-account, pinjaman proyek bersifat in-out yaitu masuk dalam

penerimaan negara sebagai penerimaan pembangunan dan juga masuk dalam

pengeluaran negara sebagai pengeluaran pembangunan, sedangkan pada I-

account pinjaman proyek dimasukkan dalam pembiayaan anggaran. Selain itu


19

pembayaran bunga dan cicilan utang pada T-account dijadikan satu dalam

pengeluaran rutin,

Sedangkan pada I-account pembayaran bunga utang dan cicilan utang

terpisah, yaitu pembayaran bunga utang termasuk dalam pengeluaran rutin,

sedangkan pembayaran utang/pembayaran cicilan pokok termasuk dalam

pembiayaan anggaran. Akibatnya untuk tahun yang sama jumlah penerimaan

maupun pengeluaran pada APBN format T-account berbeda dengan APBN format

I-account, namun secara kumulatif jumlahnya sama.

Sejak tahun anggaran 2005, sejalan dengan UU No.17 tahun 2003 tentang

Keuangan Negara, pemerintah mulai menjalankan format Belanja Negara

(khususnya Belanja Pemerintah Pusat) yang mengacu kepada kaidah-kaidah yang

berlaku secara internasional. Sebelumnya, pemerintah menggunakan anggaran

dual budgeting di mana dipisahkan antara Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran

Pembangunan. Salah satu tujuannya adalah untuk menekankan pentingnya

pembangunan, namun dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kelemahan antara

lain :

(1) kurang jelasnya pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan

yang menyebabkan terjadinya duplikasi belanja;

(2) kurang efisien dalam penyusunan belanja karena untuk satu jenis belanja

terdapat akun untuk belanja rutin dan akun untuk belanja pembangunan;

(3) dan juga kesulitan dalam mengaitkan output/outcome dengan

penganggaran organisasi terutama untuk belanja pembangunan, mengingat


20

proyek sifatnya sementara dan keberlanjutan tanggung jawab atas asset

serta kewajiban dari suatu proyek yang sudah selesai masih kurang jelas.

Maka mulai tahun 2005 digunakan unified budgeting, di mana tidak ada

lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja Pemerintah

Pusat terdiri atas 8 jenis belanja, yaitu : Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja

Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan

Belanja Lain-lain. Beberapa perubahan dalam belanja yang cukup signifikan

antara lain : gaji/upah proyek yang sebelumnya merupakan belanja pembangunan

maka diklasifikasikan sebagai Belanja Pegawai; Pengeluaran Pembangunan

diklasifikasikan lagi menjadi Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal,

dan Belanja Lain-lain sesuai dengan belanjanya; belanja-belanja yang sifatnya

mengandung nama lain-lain dan tersebar pada hampir semua pos belanja

diklasifikasikan sebagai Belanja Lain-lain.

2.1.2.4 Komponen Postur APBN

Berdasarkan Buku Postur APBN (2014:9) dijelaskan bahwa, Dalam

format I-account, postur APBN terdiri atas 4 (Empat) komponen utama, yaitu

pendapatan negara, belanja negara, keseimbangan primer dan keseimbangan

umum, serta pembiayaan anggaran. Penjelasan dari masing-masing komponen

pada postur APBN tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Negara dan Hibah

Dalam periode 1969/1970 sampai dengan 1999/2000, komponen utama

penerimaan dalam APBN adalah penerimaan dalam negeri dan penerimaan

pembangunan. Pada tahun 2001, penerimaan negara diubah klasifikasinya


21

menjadi pendapatan negara dan hibah yang terdiri atas penerimaan dalam negeri

dan penerimaan hibah. Penerimaan dalam negeri sendiri diubah klasifikasinya dari

sebelumnya penerimaan migas dan penerimaan nonmigas, menjadi penerimaan

perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Perubahan klasifikasi penerimaan

tersebut seiring dengan makin dominannya peranan penerimaan perpajakan dalam

APBN. Adapun Penjelasan dari masing-masing komponen pendapatan negara

adalah sebagai berikut, yaitu:

1) Penerimaan Perpajakan

Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas

pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional.

Sejak tahun 2011 hingga saat ini, penerimaan pajak dalam negeri terdiri atas

penerimaan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi

dan bangunan (PBB), cukai, dan pajak lainnya. Sementara itu, penerimaan pajak

perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar.

2) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

PNBP adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam

bentuk penerimaan dari sumber daya alam, pendapatan bagian laba BUMN, PNBP

lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU). PNBP sumber daya alam

dibedakan antara PNBP migas dengan PNBP nonmigas yang meliputi pendapatan

pertambangan mineral dan batubara, kehutanan, perikanan, dan panas bumi.

3) Penerimaan Hibah
22

Hibah adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang

dirupiahkan, rupiah, barang, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari

pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri

atau luar negeri.

2. Belanja Negara

Dalam sejarah perkembangan APBN, klasifikasi belanja negara beberapa

kali mengalami perubahan dan penyempurnaan. Dalam periode 1969/1970

1999/2000, pengeluaran negara dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi dan

klasifikasi sektor. Berdasarkan klasifikasi ekonomi, pengeluaran negara terdiri

atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri

atas belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi daerah

otonom, dan belanja lain-lain. Belanja lain-lain menampung antara lain alokasi

subsidi pangan (subsidi beras dan subsidi impor gandum selama Pembangunan

Jangka Panjang dan subsidi BBM. Sementara itu, pengeluaran pembangunan

terdiri atas pembiayaan rupiah yang berasal dari tabungan pemerintah dan

pinjaman proyek. Mulai tahun 2001, sejalan dengan penyempurnaan di sisi

penerimaan, penyempurnaan, dan perubahan format juga dilakukan di sisi belanja

negara. Belanja negara, yang dalam format sebelumnya disebut dengan

pengeluaran negara, diubah menjadi belanja negara. Dalam format yang baru,

belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah, untuk

mengakomodasikan pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Sejak

tahun 2005, rincian belanja negara mengalami perubahan. Belanja negara tetap

terdiri atas belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah.


23

1) Belanja Pemerintah Pusat

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 11 ayat (5)

menyebutkan bahwa, Keuangan Negara, Belanja Negara termasuk belanja

pemerintah pusat, diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Klasifikasi belanja pemerintah pusat menurut organisasi disesuaikan dengan

susunan organisasi Kementerian Negara/Lembaga (K/L) pemerintah

pusat. Klasifikasi belanja pemerintah pusat menurut fungsi merupakan

reklasifikasi atas program-program yang dalam format sebelumnya merupakan

rincian dari sektor/subsektor. Selanjutnya, klasifikasi menurut fungsi adalah

pengelompokan terhadap program-program K/L dan hanya merupakan alat

analisis yang digunakan untuk menganalisis fungsi-fungsi yang telah, sedang, dan

akan dilaksanakan oleh Pemerintah. Rincian belanja Pemerintah Pusat menurut

fungsi terdiri atas:

1. pelayanan umum;
2. pertahanan;
3. ketertiban dan keamanan;
4. ekonomi;
5. lingkungan hidup;
6. perumahan dan fasilitas umum;
7. kesehatan;
8. pariwisata dan budaya;
9. agama;
10. pendidikan; serta
11. perlindungan sosial.

Sedangkan Klasifikasi belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja

(klasifikasi ekonomi) merupakan pengelompokkan belanja berdasarkan prinsip-

prinsip akuntansi yang mengacu pada Government Financial Statistic (GFS).

Sebelum tahun 2005, belanja Pemerintah Pusat dibagi menjadi belanja


24

rutin (belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, belanja subsidi,

dan belanja lain-lain) dan belanja pembangunan (pembiayaan proyek dan

pembiayaan program).

2) Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Transfer ke daerah dan dana desa merupakan belanja negara yang

diberikan kepada daerah untuk mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal dan

otonomi daerah, serta pembangunan desa. Sejak APBN tahun 2015, belanja

negara yang ditransferkan ke daerah mengalami penambahan sub bagian dana

desa. Hal tersebut mengubah nomenklatur yang digunakan sebelumnya, yaitu

transfer ke daerah menjadi transfer ke daerah dan dana desa.

Dalam rangka menciptakan landasan yang kuat dalam menjalankan

pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur, peranan

desa dalam berbagai bentuk perlu untuk dilindungi dan diberdayakan. Pemerintah

sejak APBN tahun 2015, telah mengalokasikan dana desa yang ertujuan untuk

meningkatkan peranan desa agar lebih maju, berkembang, dan demokratis.

3. Keseimbangan Primer dan Keseimbangan Umum

Kapasitas fiskal merupakan kemampuan keuangan negara yang dihimpun

dari sumber pendanaan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan,

antara lain bersumber dari pajak dan pendapatan negara bukan pajak. Sementara

itu, kebutuhan fiskal merupakan kebutuhan pendanaan untuk belanja negara

dalam rangka menjalankan kewajiban seperti pembayaran bunga dan pokok utang

serta melaksanakan fungsi pemerintahan, kebijakan, dan kewajiban Pemerintah


25

seperti penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pembayaran

bunga dan cicilan pokok utang, serta subsidi. Dalam penyusunan APBN,

Pemerintah selalu berusaha untuk menghimpun sumber-sumber pendanaan yang

mencukupi untuk mendanai kebutuhan fiskal.

Keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara

dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Jika total pendapatan

negara lebih besar daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang maka

keseimbangan primer akan positif, yang berarti masih tersedia dana yang cukup

untuk membayar bunga utang. Sebaliknya, jika total pendapatan negara lebih kecil

daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang maka keseimbangan

primer akan negatif, yang berarti sudah tidak tersedia dana untuk membayar

bunga utang.

Sementara itu, keseimbangan umum merupakan total penerimaan

dikurangi dengan total pengeluaran termasuk pembayaran bunga utang. Jika total

pendapatan negara lebih besar daripada belanja negara maka akan terjadi surplus

anggaran. Sebaliknya, jika total pendapatan negara lebih kecil daripada belanja

negara maka akan terjadi defisit anggaran.

Jadi adanya Posisi keseimbangan umum pada postur APBN memiliki

peranan penting sebagai alat analisis kebijakan fiskal yang diambil oleh

Pemerintah. Keseimbangan umum pada postur APBN merupakan salah satu

indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah kebijakan fiskal

tersebut bersifat netral, ekspansif atau kontraktif.

4. Pembiayaan Anggaran
26

Pada prinsipnya, pembiayaan anggaran merupakan penerimaan yang perlu

dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun sebelumnya,

pengeluaran kembali atas penerimaan tahun sebelumnya, penggunaan saldo

anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada

tahun yang bersangkutan maupun tahun berikutnya. Berikut ini adalah beberapa

faktor yang menjadi dasar mengapa Pemerintah perlu melakukan aktivitas

pembiayaan anggaran, yaitu:

1) untuk menutup defisit APBN;


2) untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang pemerintah, antara lain

dalam bentuk pembayaran cicilan pokok (amortisasi) utang luar negeri dan

dalam negeri, pembayaran jatuh tempo pokok serta pembelian kembali

(buy back) surat berharga negara; dan


3) untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam bidang tertentu, antara lain

dalam bentuk penerusan pinjaman, penyertaan modal negara, dana

bergulir, dana pengembangan pendidikan nasional, kewajiban penjaminan

pemerintah, dan pemberian pinjaman.

Adapun Sumber pembiayaan anggaran dapat berasal dari dalam negeri dan

luar negeri. Pembiayaan dalam negeri bersumber dari perbankan dalam negeri dan

nonperbankan dalam negeri. Sedangkan pembiayaan luar negeri bersumber dari

penarikan pinjaman luar negeri, penerusan pinjaman, dan pembayaran cicilan

pokok utang luar negeri.

2.1.2.5 Peran APBN bagi Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Peran APBN bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi menurut buku

dasar penyusunan APBN ada 3 (tiga) fungsi utama pemerintah, yaitu fungsi
27

alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Dimana peran APBN ini

diharapkan dapat mempengaruhi perekonomian, terutama dalam upaya mencapai

target-target pembangunan nasional. Berikut ini adalah 3 (tiga) peran APBN bagi

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yaitu:

1. Fungsi Alokasi

Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan

untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta

meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi alokasi berkaitan

dengan intervensi Pemerintah terhadap perekonomian dalam mengalokasikan

sumber daya ekonominya.

2. Fungsi Distribusi

Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara

harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. fungsi distribusi berkaitan

dengan pendistribusian barang-barang yang diproduksi oleh masyarakat.

3. Fungsi Stabilitasi

Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat

untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi.

Fungsi stabilisasi berkaitan dengan upaya menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja

ekonomi, sehingga perekonomian tetap pada kesempatan kerja penuh (full

employment) dengan harga yang stabil.


28

2.1.2.6 Prosedur Anggaran Pendapatan Belanja Negara pada DPR RI

Proses penyusunan dan penetapan APBN di DPR RI diawali dengan

adanya sidang rapat paripurna DPR RI dengan Pemerintah Pusat. Dimana dalam

penyusunan dan penetapan APBN diadakan pembahasan pembicaraan RKP dan

RAPBN 2018 dan Pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN. Untuk lebih

jelasnya, berikut ini merupakan siklus dan mekanisme penyusunan dan penetapan

APBN Pada DPR RI 2018 yaitu:

Gambar 2.3

Siklus dan mekanisme APBN di DPR

Dari gambar di atas dapat dilihat proses penyusunan dan penetapan APBN

secara garis besar dibagi dalam 5 (lima) tahapan yaitu Pembahasan pembicaraan

pendahuluan RKP dan RAPBN 2018, Pembahasan RUU tentang APBN,


29

Pembahasan laporan realisasi semester I dan prognosis semester II, Pembahasan

RUU tentang perubahan APBN, dan Pembahasan RUU tentang

pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN.

Pada proses penyusunan APBN di DPR RI adanya pembahasan

pembicaraan pendahuluan diawali dari pemerintah menyampaikan kerangka

ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN 2018. Dimana rapat

paripurna ini berisi rapat kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah dan Bank

Indonesia yang memuat tentang penyampaian RKP, KEM dan PPKF RAPBN TA

2018 dan pembentukkan Panja. Adapun output dari adanya pembahasan

pembicaraan pendahuluan yaitu kesepakatan pemerintah dan DPR tentang RKP

dan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN.

Selanjutnya yaitu proses penetapan APBN diawali dengan adanya rapat

paripurna DPR tentang Pembahasan penetapan RAPBN antara Pemerintah dengan

DPR diawali dengan pidato Presiden menyampaikan RUU APBN tahun anggaran

yang direncanakan beserta nota keuangannya. Dalam pembahasan RUU APBN

dan Nota Keuangan ini, Pimpinan DPR menyampaikan pemberitahuan kepada

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) rencana pembahasan RUU APBN. Pembahasan

dilanjutkan dengan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR-RI dengan pemerintah

(Menteri Keuangan, Kepala BPS dan Gubernur Bank Indonesia pada pekan

kelima. Adapun output dari kegiatan ini adalah laporan hasil pembahasan RAPBN

tingkat I Badan Anggaran.

Pada tahap laporan realisasi pelaksanaan APBN semester I dan prognosis

semester II diawali dengan Pemerintah menyampaikan laporan realisasi semester


30

I dan Prognosis Semester II pelaksanaan APBN TA 2017 pada awal Juli 2017.

Pembahasan ini diawali dengan rapat kerja Badan Anggaran dengan Menteri

Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, Rapat Panitia Kerja Perumus

Kesimpulan, Rapat Internal Badan Anggaran, dan diakhiri dengan rapat kerja

Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia

mengenai laporan dan pengesahan hasil pembahasan Panitia Kerja Perumus.

Pembahasan antara Pemerintah dengan DPR ini hanya dilakukan pada tataran

Badan Anggaran dan tidak dibahas dalam rapat paripurna. Selain itu, dalam

pembahasan ini, Pemerintah diwakili oleh Menteri Keuangan dan tidak

melibatkan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Namun demikian, rapat pembahasan

ini melibatkan Gubernur Bank Indonesia. Adapun Output dari kegiatan ini adalah

laporan realisasi pelaksanaan APBN semester I dan prognosis semester II.

Selanjutnya yaitu Pembahasan RUU tentang Perubahan APBN TA 2017

diawali dengan Presiden mengajukan RUU APBN-P 2017 disertai nota perubahan

dan dokumen pendukungnya. Setelah DPR menerima dokumen Nota Keuangan

dan RUU APBN-P, maka pada pekan keempat bulan Mei, DPR menggelar rapat

paripurna. Dalam rapat diumumkan tentang RUU Perubahan APBN tahun

anggaran berjalan beserta Nota Perubahannya yang akan dibahas oleh Badan

Anggaran dan komisi terkait. Selama pekan keempat sampai dengan kelima bulan

Mei, dilaksanakan rapat kerja komisi dengan mitra kerjanya. Pembahasan asumsi

dasar dalam RUU Perubahan APBN TA 2017 dibahas dalam rapat kerja antara

Komisi VII dan Komisi XI dengan mitra kerjanya. Pembahasan dilanjutkan

dengan rapat Panitia Kerja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan
31

pada pekan kesatu sampai dengan pecan pertama bulan Juni. Tahap akhir

pembahasan RAPBN-P dan RUU APBN-P antara pemerintah dengan DPR adalah

rapat paripurna yang dijadwalkan pada pekan ketiga bulan Juni. Agenda rapat

paripurna ini meliputi:

1. Penyampaian laporan hasil pembahasan Tk.I RUU Perubahan APBN TA

2017 di Badan Anggaran;

2. Pernyataan persetujuan/penolakan dari setiap Fraksi secara lisan yang

diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna; dan

3. Penyampaian pendapat akhir Pemerintah atas RUU Perubahan APBN TA

2017.

Dan tahap terakhir dalam APBN di DPR yaitu Pembahasan RUU tentang

Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN tahun anggaran 2016. Diawali

dengan Pemerintah menyampaikan pokok-pokok Rancangan Undang-Undang

tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dalam rapat paripurna kepada

DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya

6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, Fraksi

menyampaikan pandangannya terhadap materi Rancangan Undang- Undang

tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN yang disampaikan oleh

Pemerintah dalam rapat paripurna. Diikuti dengan Pemerintah memberikan

tanggapan terhadap pandangan fraksi dalam rapat paripurna. Selanjutnya BPK

menyampaikan laporan keuangan Pemerintahan pusat pada rapat paripurna. Badan

Anggaran melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan mempertimbangkan


32

pemandangan umum fraksi, tanggapan Pemerintah, saran dan pendapat Badan

Musyawarah, keputusan rapat kerja komisi dengan Pemerintah serta laporan

keuangan Pemerintahan pusat.Pembahasan dan penetapan Rancangan Undang-

Undang tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dilakukan dalam waktu

paling lama 3 (tiga) bulan setelah disampaikannya bahan hasil pemeriksaan

laporan keuangan Pemerintah oleh BPK ke DPR. Selanjutnya,Badan Anggaran

melakukan pembahasan rancangan undang-undang. Sebelum penetapan rancangan

undang-undang oleh Badan Anggaran sebagaimana dimaksud di atas, Badan

Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dapat menyampaikan telaahannya

terhadap laporan keuangan Pemerintah pusat yang telah diaudit oleh BPK kepada

Badan Anggaran. Adapun output dari adanya pembahasan pertanggungjawaban ini

yaitu UU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN

2.1.3 Anggaran dan Anggaran Sektor Publik

2.1.3.1 Pengertian Anggaran Sektor Publik

Pada dasarnya anggaran merupakan suatu rencana mengenai pembiayaan

keuangan yang mencerminkan semua unsur kegiatan operasional dalam suatu

perusahaan atau lembaga secara terperinci. Oleh karena itu agar pengawasan

pelaksanaan dari rencana tersebut tidak menyimpang dari yang telah direncanakan

sebelumnya. Perencanaan dalam menyiapkan anggaran sangatlah penting, karena

dengan adanya anggaran dalam organisasi dapat memberikan gambaran jelas

tentang organisasi sektor publik dimasa mendatang.

Untuk menilai kinerja pimpinan organisasi sektor publik juga dapat

dengan menggunakan anggaran. dalam ilmu administrasi, manajemen adalah


33

bagian dari ilmu administrasi. Dalam konteks penganggaran sektor publik dalam

hal ini adalah APBN merupakan salah satu kajian dalam ilmu administrasi

khususnya administrasi Negara karena merupakan ruang lingkup dari ilmu

administrasi.

Menurut Wiratna Sujarweni (2015:24) bahwa, Anggaran adalah salah

satu fungsi dari manajemen organisasi untuk memberikan informasi tentang

segala aktivitas dan kegiatan organisasi kepada pihak pemilik organisasi atas

pengelolaan dana publik dan pelaksanaan berupa rencana-rencana program yang

dibiayai dengan uang publik.

Sedangkan Menurut National Committe on Governmental Accounting

(NCGA), Saat ini Governmental Accounting Standarts Board (GASB)

berpendapat bahwa, Anggaran adalah rencana operasi keuangan yang mencakup

estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan

untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu.

Menurut Nafarin (2013:11), mendefinisikan bahwa Anggaran merupakan

rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan dalam suatu

uang, tetapi dapat juga dinyatakan dalam satuan barang/jasa.

Sedangkan menurut Sasongko dan Parulian (2015:2), berpendapat bahwa

Anggaran adalah rencana kegiatan yang akan dijalankan oleh manajemen dalam

suatu periode yang tertuang secara kuantitatif. Informasi yang dapat diperoleh dari

anggaran diantaranya jumlah produk dan harga jualnya untuk tahun depan.

Berdasarkan definisi tentang anggaran yang telah dikemukakan oleh

beberapa ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum anggaran
34

adalah suatu rencana kerja yang disusun secara sistematis dan bersifat tertulis

yang dinyatakan dengan angka-angka atau satuan uang, barang atau jasa mengenai

kegiatan-kegiatan yang akan dijalankan untuk waktu peride yang akan datang.

2.1.3.2 Fungsi Anggaran

Berikut ini adalah fungsi penyusunan anggaran menurut Wiratna

Sujarweni (2015:29):

1. Alat perencanaan

Anggaran merupakan alat pengendali manajemen dalam rangka

mencapai tujuan. Anggaran sektor publik digunakan untuk merencanakan

kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh organisasi sektor publik

beserta rincian biaya yang dibutuhkan dan rencana sumber pendapatan

yang akan diperoleh organisasi sektor publik. Anggaran sebagai alat

digunakan untuk:

a. Merumuskan tujuan dan sasaran kebijakan agar sejalan dengan

visi, misi dan sasaran yang sudah ditetapkan.

b. Merencanakan berbagai program, kegiatan, serta sumber

pendapatan.

c. Mengalokasikan dana untuk program dan kegiatan yang sudah

disusun.

d. Menentukan indikator kinerja dan pencapaian strategi.

2. Alat pengendalian
35

Anggaran berisi rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran

organisasi sektor publik, dimaksudkan dengan adanya anggaran, semua

bentuk pengeluaran dan pemasukan dapat dipertanggungjawabkan kepada

publik. Anggaran sebagai alat pengendalian manajerial, anggaran ini

berfungsi untuk meyakinkan organisasi sektor publik bahwa organisasi

mempunyai sumber dana untuk membiayai rencana program-program

organisasi. Pengendalian anggaran publik dapat dilakukan melalui 4

(Empat) cara yaitu:

a. Membandingkan kinerja anggaran dengan realisasi.

b. Menghitung selisih anggaran.

c. Menemukan pos-pos biaya yang dapat dikendalikan dan tidak dapat

dikendalikan.

d. Merevisi anggaran biaya dan pendapatan untuk tahun berikutnya.

3. Alat kebijakan fiskal

Dengan menggunakan anggaran dapat diketahui bagaimana

kebijaksanaan fiskal yang akan dijalankan organisasi sektor publik, dengan

demikian akan mudah untuk memprediksi dan mengestimasi ekonomi dan

organisasi. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, mengkoordinasi

dan memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat untuk mempercepat

pertumbuhan ekonomi.

4. Alat politik
36

Anggaran dapat digunakan sebagai alat politik yaitu bentuk

dokumen politik yang dapat dijadikan komitmen kesepakatan eksekutif

dan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu.

5. Alat koordinasi dan komunikasi

Dalam menyusun anggaran dilakukan komunikasi dan koordinasi

antar unit kerja. Dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran harus

dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi.

6. Alat penilaian kinerja

Perencanaan anggaran dan pelaksanaannya akan menjadi penilaian

kinerja manajemen organisasi publik. Kinerja manajemen dan pimpinan

akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran serta pelaksanaan

efisiensi anggaran.

7. Alat motivasi

Anggaran dapat digunakan untuk memberi motivasi bagi pimpinan

dan karyawan dalam bekerja secara efektif dan efisien. Dengan membuat

anggaran yang tepat dan dapat melaksanakannya sesuai target dan tujuan

organisasi, maka manajemen dikatakan mempunyai kinerja yang baik.

8. Alat menciptakan ruang publik

Anggaran publik dapat digunakan sebagai alat untuk menciptakan

ruang publik, dimana keberadaan anggaran tidak boleh diabaikan oleh

berbagai organisasi sektor publik seperti kabinet, birokrat dan DPR/MPR,

maupun masyarakat, LSM dan berbagai organisasi kemasyarakatan.

Beberapa pihak tersebut terlibat secara langsung maupun tidak langsung


37

dalam penganggaran publik. Kelompok masyarakat yang terorganisir juga

akan selalu berusaha untuk mempengaruhi besarnya anggaran pemerintah.

Sedangkan kelompok masyarakat yang tidak terorganisir akan

mempercayakan pendapat dan aspirasi melalui proses politik yang ada.

2.1.3.3 Jenis-jenis anggaran sektor publik

Anggaran sektor publik dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Anggaran operasional

Anggaran akan digunakan untuk melakukan perencanaan

kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan organisasi sektor publik.

Belanja operasi merupakan tidak untuk menambah aktiva organisasi dan

masa manfaatnya hanya satu periode.

2. Anggaran modal

Anggaran modal menunjukkan rencana membelanjakan aktiva

tetap yang sifatnya jangka panjang dan digunakan untuk kegiatan

organisasi seperti gedung, peralatan, kendaraan dan sebagainya. Belanja

modal adalah pengeluaran yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun.

2.1.3.4 Prinsip-prinsip pokok dalam siklus anggaran

Pokok-pokok prinsip siklus anggaran harus diketahui oleh

penyelenggara pemerintahan. Siklus anggaran tersebut ada 4 tahap (Moh

Mahsun, dkk,2013):

1. Tahap persiapan anggaran

Pada tahap ini dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran

pendapatan yang tersedia, yang perlu diperhatikan adalah sebelum


38

menyetujui taksiran pengeluaran terlebih dahulu hendaknya dilakukan

taksiran pendapatan secara lebih akurat.

Di indonesia arahan kebijakan pembangunan pemerintah pusat

tertuang dalam dokumen perencanaan berupa GBHN, Program

Pembangunan Nasional (PROPENAS), Rencana Strategis (RENSTRA),

dan Rencana Pembangunan Tahunan (RAPETA).

Sinkronisasi perencanaan pembangunan yang digariskan oleh

pemerintah pusat dan perencanaa pembangunan daerah secara spesifik

diatur dalam Peraturan Pemerintah No.105 dan 108 tahun 2000. Pada

pemerintah pusat penyusunan perencanaan pembangunan dimulai dari

penyusunan PROPENAS yang merupakan operasionalisasi GBHN.

PROPENAS tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk RENSTRA.

Berdasarkan PROPERNAS dan RENSTRA serta analisis fiskal dan makro

ekonomi kemudian mulai dibuat persiapan APBN dan RAPETA.

2. Tahap ratifikasi anggaran

Tahap ratifikasi merupakan tahap pengesahan anggaran. Tahap ini

melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan

eksekutif dituntut untuk memiliki manajerial skill dan political skill,

salesmanship dan coalition holding yang memadai. Integritas dan kesiapan

mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini, karena

eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk memberikan argumen yang

rasional atas segala pertanyaan dan bantahan yang disampaikan oleh

legislatif.
39

3. Tahap pelaksanaan anggaran

Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus

diperhatikan oleh manajer keuanganpublik adalah sistem akuntansi, sistem

informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer

keuangan publik dalam hal ini bertanggungjawab menciptakan sistem

akuntansi keuangan yang memadai dan handal untuk perencanaan dan

pengendalian anggaran yang telah disepakati, bahkan dapat diandalkan

untuk penyusunan periode anggaran tahun berikutnya.

4. Tahap pelaporan dan evaluasi

Tahap ini adalah tahap akhir dalam siklus penganggaran. Pada

tahap ini anggaran dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan dan

dievaluasi pelaksanaannya.

2.1.3.5 Pendekatan Anggaran Sektor Publik

Menurut wiratna sujarweni (2015:50) terdapat 2 (dua) macam pendekatan

yang dipakai dalam melakukan penyusunan anggaran yaitu:

1. Anggaran tradisional

Anggaran tradisional ini merupakan pendekatan yang paling

banyak digunakan di negara berkembang. Terdapat ciri utama dalam

pendekatan ini, yaitu:

a. Cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan

incrementalism yaitu dalam membuat anggaran saat ini adalah

dengan melakukan penambahan dan pengurangan anggaran tahun


40

sebelumnya tanpa mengkaji lebih dalam. Kelemahannya adalah

karena tidak melakukan pengkajian mendalam dalam membuat

anggara, maka menyebabkan kesalahan yang berkelanjutan dan

juga tidak menjamin tidak terpenuhinya kebutuhan yang riil.

Penganggaran dengan metode ini pada dasarnya menggunakan

line-item budgeting, tetapi dilakukan dengan menambahkan atau

mengurangkan nilai anggaran dari tahun sebelumnya. Metode ini

banyak digunakan oleh Negara kaya dan dalam situasi ekonomi

politik yang relatif stabil. Kondisi pendapatan yang terbatas dan

keadaan ekonomi yang tidak stabil membuat cara ini tidak efektif

karena kenaikan atau penurunan dari tahun sebelumnya tidak bisa

dibuat sesuai dengan kondisi nyata dan kemungkinan adanya

pendapatan dan belanja yang sudah tidak sesuai dengan kenyataan.

b. Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item yaitu bahwa

anggaran yang dibuat berdasarkan penerimaan dan pengeluaran

tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan

atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran,

meskipun ada penerimaan atau pengeluaran yang sudah tidak

relevan untuk periode sekarang.

c. Cenderung sentralistis yaitu bahwa penyiapan anggaran dilakukan

secara terpusat dan informasinya tidak memadai, maka penilaian

kinerja tidak maksimal dan akan mengakibatkan kesenjangan

anggaran.
41

d. Bersifat spesifikasi yaitu pembuatan anggaran yang fokus, maka

dibuatlah terpisah antara pengeluaran operasional dan pengeluaran

modal.

e. Tahunan yaitu untuk proyek investasi, pembuatan anggaran

tahunan terlalu pendek, sehingga mengakibatkan muncul praktek-

praktek yang tidak diinginkan seperti korupsi dan kolusi.

f. Menggunakan prinsip anggaran bruto. Membuat anggaran yang

dibuat kurang sistematik, karena jumlahnya masih kotor dan

seharusnya jumlah bersih.

2. Anggaran New Public Management (NPM)

Pendekatan ini lebih sistematis dalam merencanakan anggaran

dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Ciri-ciri pendekatan ini

adalah (Moh Mahsun,dkk, 2013):

a. Komprehensif/komparatif;

b. Terintegrasi dan lintas departemen;

c. Proses pengambilan keputusan yang rasional;

d. Berjangka panjang;

e. Spesifikasi tujuan dan perankingan prioritas;

f. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost);

g. Berorientasi input, output dan outcome;

h. Adanya pengawasan kinerja.

Ada beberapa teknik yang dikembangkan dalam pendekatan

Anggaran New Public Management (NPM) yaitu:


42

a. Sistem Anggaran Kinerja

Merupakan sistem yang mencakup penyusunan program sekaligus

dengan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan

organisasi sektor publik.

b. Sistem Zero Based Budgeting (ZBB)

Teknik penyusunan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini,

bukan berpedoman pada anggaran yang sudah dibuat tahun lalu.

Diasumsikan anggaran dimulai dari nilai 0 (nol). Sesuai dengan namanya,

anggaran disusun dari nol meskipun pada tahun sebelumnya, telah

dilakukan proses penganggaran. Anggaran ini tidak bergantung pada tahun

sebelumnya sehingga sering dijumpai program yang tidak efektif.

Model dari ini dibuat dengan decision package atau suatu dokumen

yang menggambarkan informasi terkait dengan efek dari berbagai

alternatif kegiatan prosesnya adalah pertama, pengidentifikasian unit

keputusan yang akan melaksanakan program. Kedua, pengembangan paket

keputusan program yang direncanakan dan juga dinyatakan dalam

program itu tersebut dijalankan atau ada alternatif yang terpisah. Ketiga,

membuat peringkat unit keputusan yang membutuhkan dana banyak dan

rendah.

Keuntungan dari metode ini menghapus tidak efektifnya satu

program, memungkinkan program baru, pada setiap aktivitas ada tujuan

yang jelas dan melibatkan seluruh level.Akan tetapi kerugian adalah


43

terlalu optimis bahwa perhitungannya mudah, tidak mudah

mengkonsolidasi unit dan tingkatan.

c. Sistem Planning atau Programing dan Budgeting (PBSS)

Teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang

berorientasi pada keluaran dan tujuan dengan menekankan pada

pengalokasian sumberdaya. Sistem anggaran PPBS ini mendasarkan

program dengan cara mengelompokkan aktivitas. PPBS adalah salah satu

model penganggaran yang ditujukan untuk membantu manajemen

pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih

baik. Mengingat sumberdaya pemerintah terbatas, sedangkan tuntutan

masyarakat tidak terbatas. Sehingga pemerintah harus memilih alternatif

keputusan yang bermanfaat paling besar dalam pencapaian tujuan

organisasi. Teknik ini mampu memberikan gambaran untuk membuat

pilihan-pilihan tersebut. Metode PPBS dikembangkan untuk para

pengambil keputusan berdasarkan perhitungan atau pendekatan

ilmiah.Metode ini dilakukan karena adanya keterbatasan pendapatan dan

banyaknya belanja merupakan pertimbangan dilakukannya analisa biaya

dan manfaat. Untuk itu pilihan yang menghasilkan manfaat yang besar

akan diambil lebih dahulu. Dengan kata lain penyusunan sesuai daftar

prioritas berdasarkan program yang memiliki manfaat yang terbesar, dan

memerlukan waktu yang lama dan secara teknis sulit dipraktekkan karena

mengukur manfaat dengan menilai uang tidak mudah.

2.2 Kerangka Pemikiran


44

Berdasarkan fenomena yang terjadi pada proses penyusunan dan

penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2017 maka

untuk memudahkan dalam memahami permasalahan yang diteliti mengenai proses

penyusunan dan penetapan APBN pada DPR RI dapat menjadi acuan dalam

penelitian ini. Adapun Kerangka pemikiran dari penelitian dapat digambarkan

secara sederhana sebagai berikut:

Analisis Prosedur
Penyusunan dan Penetapan
Anggaran Belanja Negara
(APBN) Pada DPR RI

Penyusunan Penetapan Anggaran


Anggaran

Pembahasan Pembahasan RUU


Pembicaraan APBN
Pendahuluan

Laporan hasil
pembahasan
RAPBN tingkat
Rencana Kerja I badan
Pemerintah RAPBN anggaran.
Ketetapan atas
Pembicaraan RUU APBN
Pendahuluan menjadi APBN
RAPBN dan RKA K/L.
45

Analisis Kualitatif

Kesimpulan

Gambar 2.4

Kerangka Pemikiran

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis

descriptive analysis atau analisis deskriptif, dalam penelitian ini penulis

bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan

menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan Prosedur Penyusunan

dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sifat

penelitian deskriptif mempunyai tujuan utama yaitu membuat gambaran tentang

suatu keadaan secara objektif guna memecahkan atau menjawab permasalahan

yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, khususnya dibidang Penyusunan dan
46

Penetapan APBN, dalam rangka mengadakan perbaikan dan peningkatan

mengenai penyusunan dan penetapan APBN, Penelitian ini berusaha

mendeskripsikan tentang Analisis Penyusunan dan Penetapan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara pada Dewan Perwakilan Rakyat.

3.2 Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data

kualitatif ini adalah data yang tidak berbentuk angka atau bilangan. Data kualitatif

didapat dari suatu proses menggunakan teknik analisis mendalam. Sumber data

dalam penelitian ini adalah orang atau individu yang terlibat langsung dalam

proses penyusunan dan Penetapan APBN yaitu bentuk data dan tindakan para

responden sebagai data primer dan tulisan atau dokumen-dokumen yang

mendukung pernyataan responden. Untuk memperoleh data data yang relavan

dengan tujuan penelitian, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai

berikut:

1. Data Primer

Data primer apa saja yang diperoleh dari lokasi penelitian atau data yang

bersumber atau berasal dari responden yang berkaitan dengan pelaksanaan proses

penyusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

2. Data Sekunder

Data sekunder yang terdiri dari penelitian kepustakaan, yang diperoleh

dari laporan-laporan, dokumen-dokumen, buku teks, yang ada baik pada instansi

Pemerintah, DPR maupun pada perpustakaan yang berhubungan dengan masalah

penelitian akan dibahas yang dibahas.


47

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam rangka memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini

penulis menggunakan metode pengumpulan data antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Observasi

Yaitu penulis melakukan kegiatan terhadap proses penyusunan dan

Penetapan APBN secara langsung dengan cara peneliti tidak ikut serta dalam

proses kerja dan hanya mencatat hal yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian.

2. Wawancara mendalam (indepth interview)

Yaitu dengan mengadakan Tanya jawab dan tatap muka langsung dengan

beberapa responden yaitu Kepala Bagian Anggaran dan Analis Anggaran yang

dianggap mengetahui banyak hal mengenai objek penelitian dan permasalahan

yang diangkat dalam penelitian ini sebagai sember data.

3. Studi dokumen

Studi dokumen, yaitu cara pengumpulan data dan telaah pustaka dimana

dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan permasalahan

yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan, jurnal dan karya tulis ilmiah.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Menurut Sugiono (2012:61) bahwa, Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
48

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Dalam penelitian ini populasinya adalah semua karyawan yang

bekerja di DPR RI.

3.4.2 Sampel

Menurut sugiono (2012:62) bahwa, sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel ini

dilakukan jika pada penelitian terdapat jumlah populasi yang besar dan memiliki

keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian. Adapun kriteria pengambilan sampel

ini haruslah benar-benar representative sehingga data yang diambil dapat

mewakili keseluruhan populasi yang ada.

Berdasarkan dari pendapat diatas, maka yang menjadi sampel dalam

penelitian ini adalah Kasubag APBN dan Bagian Analisa APBN yang berkaitan

langsung dengan proses penyusunan dan penetapan APBN di DPR RI.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam suatu penelitian merupakan penjabaran suatu

variabel beserta indikatornya secara terperinci sehingga suatu variabel dapat

diketahui pengukurannya. Menurut sugiono (2012:64) bahwa, Variabel penelitian

adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang

mempunyai variabel tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah

variabel bebas/independen (X). Menurut Sugiyono (2012:59) bahwa, Variabel

independen adalah variabel yang mempengaruhi suatu yang menjadi sebab


49

perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Pada penelitian ini penulis

menggunakan variabel bebas yaitu prosedur penyusunan dan penetapan APBN

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Sub Variabel Indikator Skala ukur


Penyusunan Pembicaraan Rencana Kerja Ordinal

APBN Pendahuluan Pemerintah RAPBN

(X1)
Pembicaraan

Pendahuluan RAPBN
Penetapan Pembahasan Laporan hasil Ordinal

APBN RUU APBN pembahasan RAPBN

(X2) tingkat I Badan

Anggaran.

Ketetapan atas RUU

APBN menjadi

APBN dan RKA K/L.


Pembicaraan Pendahuluan APBN merupakan Pembahasan pembicaraan

RAPBN dan Rencana Kerja Pemerintah yang dibahas bersama antara DPR

(Panitia Anggaran DPR RI) dengan Pemerintah (Menteri Keuangan, Kepala

Bappenas dan Gubernur Bank Indonesia), dimana hasil pembahasan pembicaraan

pendahuluan RAPBN menjadi dasar penyusunan RUU APBN beserta Nota

Keuangan.

Pembahasan RUU APBN merupakan Pembahasan RAPBN antara

Pemerintah dengan DPR diawali dengan pidato Presiden menyampaikan RUU


50

APBN tahun anggaran yang direncanakan beserta nota keuangannya. Pembahasan

antara Pemerintah dengan DPR mengenai RUU APBN juga dilakukan secara

lebih khusus, di antaranya pembahasan mengenai asumsi dasar dalam RUU

APBN 2014 dalam rapat kerja Komisi VII khususnya terkait aumsi lifting minyak

dan volume subsidi, dan Komisi XI dengan mitra kerjanya.

APBN merupakan rencana keuangan yang dibuat pemerintah setiap tahun,

disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), isi dari APBN memuat rencana

penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari-31

Desember) yang ditetapkan dengan Undang-Undang, sebagaimana disebutkan

dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap

tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung

jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskripsi isi (content analysis). Data yang telah di kumpulkan akan dianalisis

secara kualitatif dan deskriptif. Pada analisis kualitatif dan deskriptif, kata-kata di

bangun dari hasil wawancara atau pengamatan terhadap data berupa laporan dan

catatan-catatan yang dibutuhkan untuk di deskripsikan. Analisis ini dimaksudkan

agar temuan-temuan tentang prosedur penyusunan dan penetapan APBN di DPR

dapat di kaji lebih mendalam dari fenomena yang ada dapat di gambarkan secara

lebih terperinci.
51

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaaan


4.1.1. Sejarah Singkat Dewan Perwakilan Rakyat
Sejarah berdirinya DPR RI secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 (tiga)

periode yaitu Periode Volksraad, Masa perjuangan Kemerdekaan, dan

dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Secara ringkas sejarah

awal mula berdirinya DPR RI diawali pada masa penjajahan Belanda, terdapat

lembaga semacam parlemen bentukan Penjajah Belanda yang dinamakan

Volksraad. Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa penjajahan

selama 350 tahun di Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang

mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan

bangsa Indonesia memasuki masa perjuangan Kemerdekaan.

Selanjutnya Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional

Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 (12 hari

setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia) di Gedung Kesenian, Pasar

Baru Jakarta. Tanggal peresmian KNIP (29 Agustus 1945) dijadikan sebagai
52

TANGGAL dan HARI LAHIR DPR RI. Dalam Sidang KNIP yang pertama telah

menyusun pimpinan sebagai berikut:

Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo

Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo

Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary

Wakil Ketua III : Adam Malik

Berikut ini akan dijelaskan sejarah berdirinya DPR RI secara jelas menurut

3 (tiga) periodenya, yaitu sebagai berikut:

1. Periode Volksraad (Jaman Penjajahan Belanda)

Menurut Pasal 53 sampai dengan Pasal 80 Bagian Kedua Indische

Staatsregeling, wet op de Staatsinrichting van Nederlandsh-Indie (Indische

Staatsrgeling) yang ditetapkan pada tanggal 16 Desember 1916 serta diumumkan

dalam Staatsblat Hindia No. 114 Tahun 1916 dan berlaku pada tangal 1 Agustus

1917 memuat hal-hal yang berkenaan dengan kekuasaan legislatif, yaitu Volksraad

(Dewan Rakyat). Berdasarkan konstitusi Indische Staatsrgeling buatan Belanda

itulah, pada tanggal 18 Mei 1918 Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum

atas nama pemerintah penjajah Belanda membentuk dan melantik Volksraad

(Dewan Rakyat). Adapun jumlah Keanggotaan Volksraad yaitu sebagai berikut :

Tahun 1918: Ketua 1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 38 orang (20 orang dari

golongan Bumi Putra).


53

Tahun 1927: Ketua 1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 55 orang (25 orang dari

golongan Bumi Putra)

Tahun 1930: Ketua 1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 55 orang (25 orang dari

golongan Bumi Putra)

Pada tahun 1935 Kaum Nasionalis moderat antara lain Hohammad Husni

Thamrin, dll. menggunakan Volksraad sebagai jalan untuk mencapai cita-cita

Indonesia Merdeka memalui jalan Parlemen. Usul-usul anggota seperti Petisi

Sutardjo Tahun 1935 yang berisi "permohonan kepada Pemerintah Belanda agar

diadakan pembicaraan bersama antara Indonesia dan Berlanda dalam suatu

perundingan mengenai nasib Indonesia di masa yang akan datang", atau Gerakan

Indonesia Berparlemen dari Gabungan Politik Indonesia yang berisi keinginan

adanya parlemen yang sesungguhnya sebagai suatu tahap untuk menuju Indonesia

Merdeka, ternyata ditolak pemerintah Hindia Belanda.

Selanjutnya pada Tahun 1941, pada awal perang Dunia II Anggota-anggota

Volksraad mengusulkan dibentuknya milisi pribumi untuk membantu Pemerintah

menghadapi musuh dari luar, usul ini juga ditolak. Tanggal 8 Desember 1941

dikarenakan Jepang melancarkan serangan ke Asia.

Dan yang terakhir pada tahun 1942 Tentara Jepang pertama kali menginjak

bumi Indonesia yaitu mendarat di Tarakan (kalimantan Timur). Hindia Belanda

tidak mampu melawan dan menyerah kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942,

dan Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di Indonesia.


54

Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan keberadaan

Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi.

2. Jaman Kemerdekaan

Rakyat Indonesia pada awalnya gembira menyambut tentara Dai Nippon

(Jepang), yang dianggap sebagai saudara tua yang membebaskan Indonesia dari

belenggu penjajahan. Namun pemerintah militer Jepang tidak berbeda dengan

pemerintahan Hindia Belanda. Semua kegiatan politik dilarang. Pemimpin-

pemimpin yang bersedia bekerjasama, berusaha menggunakan gerakan rakyat

bentukan Jepang, seperti Tiga-A (Nippon cahaya Asia, Pelindung Asia, dan

Pemimpin Asia) atau PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), untuk membangunkan

rakyat dan menanamkan cita-cita kemerdekaan dibalik punggung pemerintah

militer Jepang.

Pada tahun 1943 dibentuk Tjuo Sangi-in, sebuah badan perwakilan yang

hanya bertugas menjawab pertanyaan Saiko Sikikan, penguasa militer tertinggi,

mengenai hal-hal yang menyangkut usaha memenangkan perang Asia Timur

Raya. Jelas bahwa Tjuo Sangi-in bukan Badan Perwakilan apalagi Parlemen yang

mewakili bangsa Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 1945, Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang dibom

atom oleh "Serikat" dan Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang. Dengan

demikian Jepang akan kalah dalam waktu singkat, sehingga Proklamasi harus

segera dilaksanakan. Tanggal 16 Agustus 1945, tokoh-tokoh pemuda bersepakat


55

menjauhkan Sukarno-Hatta ke luar kota (Rengasdengklok Krawang) dengan

tujuan menjauhkan dari pengaruh Jepang yang berkedok menjanjikan

kemerdekaan, dan didesak Sukarno-Hatta agar segera memproklamasikan

kemerdekaan Indonesia. Setelah berunding selama satu malam di rumah

Laksamana Maeda,maka pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atas nama

Bangsa Indonesia membacakan Proklamasi Kemerdekaan di halaman rumahnya

Pengangsaan Timur 56, Jakarta.

3. Periode KNIP (29 agustus 1945- Februari 1950)

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang

kita kenal sebagai Undang-undang Dasar 1945. Maka mulai saat ini,

penyelenggara negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan menurut Undang-

undang Dasar 1945. Sesuai dengan ketentuan dalam Aturan Peralihan, tanggal 29

Agustus 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP

beranggotakan 137 orang. Komite Nasional Pusat ini diakui sebagai cikal bakal

badan Legislatif di Indonesia, dan tanggal pembentukan KNIP yaitu 29 Agustus

1945 diresmikan sebagai hari jadi DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA.

Tanggal 10 Nopember 1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang

menimbulkan banyak korban di pihak bangsa Indonesia.

Sehubungan dengan itu KNIP dalam Sidang Pleno ke-3 tanggal 27 Nopember

1945 mengeluarkan resolusi yang menyatakan protes yang sekeras-kerasnya


56

kepada Pucuk Pimpinan Tentara Inggris di Indonesia atas penyerangan Angkatan

Laut, Darat dan Udara atas rakyat dan daerah-daerah Indonesia.

Dalam masa awal ini KNIP telah mengadakan sidang di Kota Solo pada

tahun 1946, di Malang pada tahun 1947, dan Yogyakarta tahun 1949.

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan serentak di medan-

perang dan di meja perundingan. Dinamika revolusi ini juga dicerminkan dalam

sidang-sidang KNIP, antara pendukung pemerintah dan golongan keras yang

menentang perundingan. Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda telah dua kali

menandatangani perjanjian, yaitu Linggarjati dan Renville. Tetapi semua

persetujuan itu dilanggar oleh Belanda, dengan melancarkan agresi militer ke

daerah Republik.

4.1.2. Visi dan Misi DPR RI

Visi DPR RI yaitu menjadikan sekretariat jenderal yang professional dan

akuntabel. Untuk mewujudkan keinginan, harapan, dan tujuan sebagaimana

tertuang dalam visi yang telah ditetapkan, maka untuk melaksanakan Visi tersebut

DPR RI mempunyai misi yaitu :

1. Mewujudkan penyelenggaraan fungsi legislasi yang efisien dan efektif.

2. Mewujudkan penyelenggaraan fungsi penganggaran negara yang

akuntabel dan transparan.

3. Mewujudkan penyelenggaraan fungsi pengawasan yang transaparan dan

efektif.
57

4. Mewujudkan kelembagaan DPR RI yang kuat, aspiratif, responsif dan

akomodatif.

4.1.3. Bentuk, Makna dan Warna Lambang DPR RI

Menurut Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2014 tentang tata tertib

dijelaskan bahwa bentuk lambang Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terdiri

atas tiga bagian yaitu Garuda di tengah-tengah, Padi dan Kapas melingkari

Garuda, dan Pita dengan huruf-huruf DPR RI.

Gambar 4.1

Logo Dewan Perwakilan Rakyat

Lambang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berbentuk bulat

dengan batasan sebelah kanan, kiri, dan bawah. Perisai Garuda dengan warna-

warni sesuai dengan warna aslinya menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Adapun batasan-batasan sebagai berikut:


58

1. Sebelah kanan : gambar kapas sejumlah 17 (tujuh belas) buah.

2. Sebelah kiri : gambar padi sejumlah 45 (empat puluh lima) buah.

3. Sebelah bawah : Gambar tangkai padi dan kapas diikat dengan pita dan di

atasnya ada pita lain yang bertuliskan DPR RI.

Adapun makna dari lambang garuda itu sendiri dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Makna Garuda yang digantungi perisai dengan paruh, sayap, ekor, dan

cakar mewujudkan lambing tenaga pembangunan. Di tengah-tengah

perisai yang berbentuk jantung itu terdapat sebuah garis hitam tebal yang

maksudnya melukiskan khatulistiwa. Lima buah ruang pada perisai itu

masing-masing mewujudkan dasar Pancasila yaitu:

1) Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, terlukis dengan Nur Cahaya di

ruang tengah berbentuk Bintang yang bersudut Lima.

2) Dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab, dilukiskan dengan Tali

Rantai bermata bulatan dan persegi.

3) Dasar Persatuan Indonesia, dilukiskan dengan pohon beringin tempat

berlindung.

4) Dasar Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan dilukiskan dengan Kepala Banteng

sebagai Lambang Tenaga Rakyat.


59

5) Dasar Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dilukiskan

dengan Kapas dan Padi sebagai tanda tujuan kemakmuran.

2. Makna gambar Kapas dan Padi adalah sebagai berikut:

1) Gambar Kapas yang berjumlah 17 (tujuh belas) buah melambangkan

kemakmuran rakyat di bidang (pakaian).

2) Gambar Padi yang berjumlah 45 (empat puluh lima) buah

melambangkan cita-cita kemakmuran rakyat di bidang pangan

(makanan).

3. Makna pita dengan huruf-huruf DPR RI ditengahnya melambangkan suatu

kesinambungan proses perkembangan Lembaga Perwakilan Rakyat yang

tidak terlepas/terpisah dari sejarah perjuangan politik dan ketatanegaraan

bangsa dan negara Republik Indonesia.

4. Disamping warna dasar kuning emas, Nampak dua warna dari bendera

kebangsaan kita yaitu Merah-Putih yang melambangkan Kedaulatan dan

Tanda Kehormatan Republik Indonesia. Apabila dirangkum warna-warna

Merah-Putih dan Hitam pada Lambang Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia, maka ini tidak lain melambangkan keteguhan hati

Dewan sebagai alat perjuangan untuk senantiasa membela dan

mempertahankan kedaulatan serta kehormatan Republik Indonesia.


60

5. Apabila diperhatikan maka Lambang Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, merupakan suatu kesatuan lingkaran yang bulat dan ini

melambangkan prinsip musyawarah untuk mufakat.

6. Makna keseluruhan Lambang Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia: Melambangkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

sebagai tenaga pembangun dalam melaksanakan tugas pokoknya

senantiasa harus berdasarkan Amanat Penderitaan Rakyat yang berjiwa

Pancasila untuk mewujudkan cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara

Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4.1.4 Tugas dan wewenang serta Alat kelengkapan DPR RI

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga tinggi negara dalam

sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan

memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki 3 fungsi yaitu

fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam periode

keanggotaan DPR 2014-2019, telah terpilih 560 (lima ratus enam puluh) wakil

rakyat yang duduk di DPR RI, dari 77 Daerah Pemilihan (Dapil). Anggota Dewan

yang terpilih bertugas mewakili rakyat selama 5 (lima) tahun, kecuali bagi mereka

yang tidak bisa menyelesaikan masa jabatannya. Anggota Dewan yang berhenti di

tengah-tengah masa jabatannya akan digantikan oleh Calon Legislator lain (yang

mengikuti Pemilu Legislatif) melalui PAW (Pergantian Antar Waktu). Adapun

tugas dan wewenang DPR RI yaitu, sebagai berikut:


61

1. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk

mendapat persetujuan bersama;

2. Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang;

3. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan

dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan;

4. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan

pertimbangan DPD;

5. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta

kebijakan pemerintah;

6. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan

pertimbangan DPD;

7. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas

pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan;

8. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan

pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

9. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi

Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden;

10. Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya

kepada Presiden untuk ditetapkan;


62

11. Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, dan

menerima penempatan duta negara lain;

12. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang,

membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain;

13. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat;

14. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN

dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,

dan agama;

15. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh

DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,

pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan

daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan

APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

Selanjutnya, DPR RI mempunyai Alat kelengkapan dimana alat kelengkapan ini

dapat membantu berjalannya kegiatan pemerintahan, yaitu terdiri dari:

1. Pimpinan

Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara

Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis

dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara

lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif


63

kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan

menetapkan sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial,

terdiri dari seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh

Anggota DPR dalam Sidang Paripurna DPR.

2. Badan Musyawarah

Badan musyawarah merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan

penting DPR diolah terlebih dahulu di Badan musyawarah, sebelum dibahas

dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah

putusan Badan musyawarah. Berikut ini tugas Badan Musyawarah yaitu sebagai

berikut:

1. menetapkan agenda DPR untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa

persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu

penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan

undang-undang, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna

untuk mengubahnya;

2. memberikan pendapat kepada pimpinan DPR dalam menentukan garis

kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPR;


64

3. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPR

yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan

tugas masing-masing;

4. mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal undang-

undang mengharuskan Pemerintah atau pihak lainnya melakukan

konsultasi dan koordinasi dengan DPR;

5. menentukan penanganan suatu rancangan undang-undang atau

pelaksanaan tugas DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR;

6. mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi, ruang

lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi yang telah dibahas dalam

konsultasi pada awal masa keanggotaan DPR; dan

7. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada

Badan Musyawarah.

3. Komisi

Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas

yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam

komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu

komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar

belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi

pokok yang digeluti oleh komisi. Tugas Komisi dalam pembentukan undang-

undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan


65

penyempurnaan Rancangan Undang-Undang yang termasuk dalam ruang lingkup

tugasnya. Berikut ini adalah tugas komisi di bidang anggaran dan pengawasan

yaitu:

Tugas Komisi di bidang anggaran lain:

1. mengadakan Pembicaraan Pendahuluan mengenai penyusunan Rancangan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang

lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah; dan

2. mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk

dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan pemerintah.

Tugas komisi di bidang pengawasan antara lain:

1. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk

APBN, serta peraturan pelaksanaannya;

2. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa

Keuangan yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya;

3. melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; serta

4. membahas dan menindklanjuti usulan DPD.

4. Badan Legislasi

Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir

pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Badan
66

Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya

ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan

jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat

dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan

Rumah Tangga (BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen

(BKSAP). Adapun tugas dari badan legislasi yaitu, sebagai berikut:

1. menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar

urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun

dan prioritas tahunan di lingkungan DPR;

2. mengoordinasikan penyusunan program legislasi nasional yang memuat

daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima)

tahun dan Prioritas tahunan antara DPR, Pemerintah dan DPD;

3. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan

komisi, sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada

pimpinan DPR;

4. memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang

diajukan oleh anggota, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas

rancangan undang-undang atau di luar rancangan undang-undang yang

terdaftar dalam program legislasi nasional;

5. melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan

undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah;


67

6. melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang

7. menyusun, melakukan evaluasi, dan menyempurnakan peraturan DPR;

8. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan

materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan

komisi dan/atau panitia khusus;

9. Melakukan sosialisasi Prolegnas; dan

10. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-

undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh

Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.

5. Badan Anggaran

Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat

kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang memiliki tugas pokok melakukan

pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Susunan keanggotaan

Badan Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan

keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi

dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi. Berikut ini adalah

tugas dari Badan anggaran, yaitu:

1. membahas bersama Pemerintah yang diwakili oleh menteri untuk

menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal umum dan prioritas anggaran

untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembaga dalam menyusun

usulan anggaran;
68

2. menetapkan pendapatan negara bersama Pemerintah dengan mengacu pada

usulan komisi terkait;

3. membahas rancangan undang-undang tentang APBN bersama Presiden

yang dapat diwakili oleh menteri dengan mengacu pada keputusan rapat

kerja komisi dan Pemerintah mengenai alokasi anggaran untuk fungsi,

program, dan kegiatan kementerian/lembaga;

4. melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai

rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga;

5. membahas laporan realisasi dan prognosis yang berkaitan dengan APBN;

dan

6. membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan undang-undang

tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

7. Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah

diputuskan oleh komisi.

6. Badan Urusan Rumah Tangga

Badan Urusan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat BURT, dibentuk

oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR

menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada permulaan masa keanggotaan

DPR dan permulaan tahun sidang. Adapun tugas dari Badan Urusan Rumah

Tangga yaitu sebagai berikut:

1. menetapkan kebijakan kerumahtanggaan DPR;


69

2. melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal dalam pelaksanaan

kebijakan kerumahtanggaan DPR termasuk pelaksanaan dan pengelolaan

anggaran DPR;

3. melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD dan alat kelengkapan

MPR yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPR, DPD,

dan MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat

Badan Musyawarah;

4. menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan Badan Urusan Rumah

Tangga kepada setiap anggota; dan

5. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus

diadakan untuk itu.

7. Badan Kerjasama Antar-Parlemen

BKSAP adalah Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, dibentuk oleh DPR

dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan

susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan

permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat

paripurna DPR menurut perimbangan dan pemerataan jumlah Anggota tiap-tiap

fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun siding.

Adapun Tugas BKSAP DPR RI berdasarkan Pasal 75 Peraturan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib

DPR RI sebagai berikut :


70

1. mengembangkan, membina, dan meningkatkan hubungan persahabatan

dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral

maupun multilateral. termasuk organisasi internasional yang menghimpun

parlemen dan/atauanggota parlemen negara lain;

2. menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu

DPR;

3. mengkoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri;

dan

4. memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja

sama antar parlemen.

8. Mahkamah Kehormatan Dewan

Mahkamah Kehormatan Dewan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat

kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan

berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna pada

permulaan masa keanggotan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan

Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat

kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang

wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan

berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan

memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota

tiap-tiap fraksi.
71

Tata cara pelaksanaan tugas Mahkamah Kehormatan Dewan diatur dengan

peraturan DPR tentang tata beracara Mahkamah Kehormatan Dewan.

9. Panitia Khusus

Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR

yang bersifat sementara.DPR menetapkan susunan dan keanggotaan panitia

khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh rapat paripurna paling banyak 30

(tiga puluh) orang. Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam

jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna dan dapat

diperpanjang oleh Badan Musyawarah apabila panitia khusus belum dapat

menyelesaikan tugasnya. Panitia khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka

waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.

4.2. Karakteristik Responden

Dalam proses Penyusunan dan Penetapan APBN di DPR RI, Responden

untuk penelitian sebanyak 3 (tiga) orang bisa dilihat pada tabel 4.1 sebagai

berikut:

Tabel 4.1

Karakteristik Responden

No Responden Umur Pendidikan Masa Kerja Jabatan


1. Responden 1 50 th S2 22 thn Analisa APBN
2. Responden 2 47 Th S2 19 Thn Kasubag
72

APBN

Berdasarkan karakteristik responden yang penulis wawancara terdiri dari 2

(dua) orang responden yaitu Bagian Analisa APBN dan Bagian Badan Anggaran.

Dengan masa kerja antara 19 tahun sampai dengan 22 tahun dan umur dari 47

tahun sampai dengan 50 tahun. untuk jabatannya, responden 1 (satu) menjabat

sebagai analis APBN di Bagian Analisa APBN, sedangkan responden 2 (dua)

menjabat sebagai Kasubag Kajian Pusat Anggaran di Bagian Badan Anggaran.

4.2 Deskripsi hasil penelitian

Pelaksanaan wawancara pada proses penyusunan dan penetapan APBN di

DPR RI dilakukan terhadap 2 (dua) orang responden yang terdiri dari Bagian

Analisa APBN dan dari Bagian Badan Anggaran dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.2
Hasil Wawancara APBN di DPR RI

No Pertanyaan
Jawaban Responden

1 2
Diawali dari

1 adanya sidang Diawali dari

proses Penyusunan APBN di DPR paripurna antara adanya

pemerintah dan pembicaraan

DPR pendahuluan
2 Pihak yang terlibat dalam Menteri Keuangan, Kementrian
73

Keuanga,

Bapenas, dan Bapenas, BI,

Penyusunan dan Penetapan APBN Gubernur BI BPS, dan DPR


Penyampaian RKP, Penyampaian

Kerangka Ekonomi RKP, dan KEM

Makro dan Pokok- PPKF

3 Pembahasan dalam Penyusunan pokok kebijakan

APBN Fiskal dalam

RAPBN TA 2018;
Undang-Undang Undang-

Output yang dihasilkan dalam APBN Undang APBN

penyusunan dan penetapan APBN isinya rincian

4. di DPR belanja.
Diajukan pada Biasanya

5 realisasi anggaran tidak mencukupi perubahan hutang dalam

atau kurang anggaran negeri


Semua

prioritas tidak

Sulitnya tertampung

6 Kendala dalam penyusunan APBN mengakomodir dalam RKP

anggaran Penyerapan

Belanja kurang

maksimal
7. Proses penetapan APBN Diawali dari sidang Disetiap siklus

paripurna, dan ada waktunya.

diakhiri dengan Penetapan


74

APBN

penetapan Undang- ditetapkan

undang APBN. bulan oktober


Menteri Keuangan,

Bappenas, Bank Bappenas, BI,

Indonesia, DPR, Kementrian

Pihak yang terlibat dalam dan Perwakilan Lembaga,

8. penetapan APBN masyarakat BPS,dan


Mengadakan

Jika terjadi perbedaan pemikiran musyawarah atau Musyawarah

dalam penyusunan dan penetapan voting yang paling mufakat atau

9. APBN banyak voting


Banyaknya Pembahasan

10 Kendala dalam penetapan APBN pemegang kegiatan Asumsi Makro

yang tidak hadir yang alot


Menjalankan

prioritas yang

11. Saran dalam Penyusunan dan Menghadirkan sudah

Penetapan APBN pemegang kegiatan ditetapkan

pemerintah

Dari Hasil penelitian terdapat pendapat responden yang hampir sama

dimana dalam Proses Penyusunan APBN di bagi menjadi 5 (lima) tahap yaitu,

adanya Pembahasan pembicaraan pendahuluan,pembahasan laporan realisasi

semester I dan prognosis Semester II,Pembahasan RUU tentang perubahan,

pembahasan RUU tentang pertanggungjawaban, dan pembahasan RUU tentang


75

APBN. Dimana dalam pembahasan ini diawali dari DPR RI mengadakan rapat

paripurna dengan Pemerintah. Adapun Yang terlibat dalam penyusunan dan

penetapan APBN yaitu ada 5 stakeholder seperti Menteri Keuangan, Gubernur

Bank Indonesia, Bappenas, Badan Pusat Statistik, dan DPR itu sendiri. Dalam

pembahasan penyusunan APBN diawali dari pembahasan pembicaraan

pendahuluan dimana pemerintah menyampaikan RKP dan KEM PPKF kepada

DPR dalam sidang paripurna. Output yang dihasilkan dalam penyusunan dan

penetapan APBN yaitu Undang-undang APBN yang isinya memuat belanja-

belanja negara. Apabila realisasi anggaran tidak mencukupi kebutuhan atau

kurang maka pemerintah meminjamkan dana atau hutang di dalam negeri.

Sedangkan menurut responden 1 (satu) apabila realisasi anggaran tidak

mencukupi kebutuhan maka akan di ajukan pada perubahan anggaran. untuk

kendala yang dihadapi dalam penyusunan APBN menurut responden satu bahwa

kendala yang dihadapi yaitu sulitnya mengakomodir dana untuk dibagikan ke

daerah.

Kemudian, untuk proses penetapan APBN yang sudah dijelaskan oleh

responden. Bahwa, dalam penetapan APBN disetiap siklusnya sudah ada waktu

yang dijadwalkan untuk penetapan APBN. Biasanya dimulai dari bulan mei-

oktober. Pada proses penetapan APBN diawali dari presiden menyampaikan nota

keuangan kepada DPR kemudian diakhiri dengan adanya rapat paripurna untuk

dapat menghasilkan output yaitu Undang-Undang APBN. Apabila disaat proses

penetapan APBN terjadi pemikiran pendapat antara pemerintah dan DPR maka

ada 2 (dua) cara penyelesaiannya, yaitu dengan cara musyawarah mufakat dan
76

voting atau pilihan yang paling banyak. Selanjutnya adalah kendala dalam

penetapan APBN yaitu ada pemegang kegiatan yang tidak hadir dalam rapat

paripurna sehingga kurang berjalan dengan baik dan adanya pembahasan asumsi

makro yang a lot. Dan yang terakhir yaitu saran dalam penyusunan dan penetapan

APBN yaitu dengan menghadirkan banyak pemegang kegiatan supaya berjalan

dengan lancer dan anggota DPR diharapkan bisa menjalankan prioritas-prioritas

yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

maka pada bab ini akan dijelaskan secara mendalam mengenai proses Penyusunan

dan Penetapan APBN pada Dewan Perwakilan Rakyat tahun 2017.

4.3.1 Bagaimana Mekanisme Penyusunan APBN di DPR RI

Dari hasil penelitian yang sudah penulis jabarkan di atas dari pendapat

responden bahwa dalam penyusunan APBN di DPR RI ada 5 (lima) tahap. Seperti

kutipan wawancara dengan Kasubag TU Kajian Anggaran sebagai berikut:

untuk dalam satu tahun anggaran misalkan tahun 2017 itu ada 5 (lima)

siklus penyusunan APBN. Yang pertama pembahasan pembicaraan pendahuluan

RAPBN dan RKP. yang kedua, pembahasan RUU tentang APBN. Ketiga,

Pembahasan RUU tentang perubahan APBN. Keempat,Pembahasan laporan

realisasi semester I dan prognosis semester II APBN pembahasan RUU tentang

pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. dan yang terakhir yaitu kelima,

pembahasan RUU tentang APBN berikut ini adalah penjelasan dari kelima tahap

penyusunan APBN di DPR yaitu sebagai berikut:


77

1. Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan

Pada pembahasan pembicaraan pendahuluan APBN dimulai dari adanya

Renja-K/L tentang Rencana Kerja Pemerintah, Presiden kemudian menetapkan

Keputusan Presiden tentang RKP. Kemudian, disampaikan kepada DPR pada

pertengahan bulan Mei untuk digunakan sebagai bahan pembahasan kebijakan

umum dan prioritas anggaran di DPR. Selanjutnya, Pemerintah menyampaikan

PPKF dan KEM kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya

pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Seperti yang dipaparkan dalam wawancara

berikut:

pemerintah menyiapkan bahannya dari pembicaraan pendahuluan.

Materi pembicaraan itu ada 2 (dua) yaitu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang

menyiapkan adalah Bappenas itu disampaikan kepada DPR kemudian dibahas,

kemudian pokok-pokok kebijakan fiskal. Itu semua bahan pembahasan APBN

disiapkan oleh menteri keuangan dan bappenas.

Selanjutnya, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas PPKF

dan KEM yang diajukan oleh Pemerintah dalam forum pembicaraan pendahuluan

rancangan APBN tahun anggaran yang direncanakan. Pembicaraan pendahuluan

ini dilaksanakan dalam rapat paripurna pada tanggal 20 Mei atau sehari

sebelumnya jika tanggal tersebut jatuh pada hari libur. Berdasarkan pembahasan

KEM dan PPKF, Pemerintah bersama DPR-RI memutuskan kebijakan umum dan

prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga

dalam penyusunan usulan anggaran. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 UU No.17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 152 ayat 1 Tata Tertib DPR, yang
78

menyebutkan bahwa pokok-pokok pembicaraan pendahuluan rancangan APBN

dalam rapat paripurna meliputi:

a. PPKF dan KEM tahun anggaran berikutnya;

b. Kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap

kementerian /lembaga dalam penyusunan usulan anggaran; dan

c. Rincian unit organisasi, fungsi, program, dan kegiatan.

Dalam rapat paripurna yang diselenggarakan, Fraksi-fraksi di DPR dapat

memberikan pandangannya mengenai materi Kebijakan Ekonomi Makro &

pokok-pokok kebijakan fiskal. Lalu diikuti oleh tanggapan pemerintah terhadap

pandangan fraksi atas KEM & PPKF RAPBN. Seperti kutipan wawancara dengan

Bagian Analisa APBN sebagai berikut:

Dalam rapat paripurna setelah pemerintah menyampaikan Kerangka

Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal RAPBN, fraksi-fraksi di DPR

diharuskan memberikan pandangan tentang materi KEM& PPKF RAPBN 2018,

diikuti dengan tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi atas KEM dan

PPKF RAPBN 2018.

Selanjutnya, pada pekan pertama bulan Juni, dilaksanakan rapat kerja

antara Badan Anggaran DPR dengan Pemerintah dan Bank Indonesia dengan

agenda:

1. Penyampaian RKP, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok

kebijakan Fiskal dalam RAPBN TA 2018;


2. Pembentukan Panja yang terdiri dari:
79

a) Panja Asumsi dasar, kebijakan fiskal, pendapatan defisit, dan

pembiayaan RAPBN TA 2018 (ketua wakil Pemerintah: Kepala

BKF);
b) Panja RKP dan prioritas Anggaran tahun 2018 (ketua wakil

Pemerintah: Deputi Pendanaan);


c) Panja kebijakan Belanja Pemerintah Pusat RAPBN TA 2018

(ketua wakil Pemerintah:Dirjen Anggaran); dan


d) Panja kebijakan transfer ke daerah dan dana desa RAPBN TA

2018 (ketua wakil Pemerintah: Dirjen Perimbangan Keuangan).

Setelah dilaksanakan rapat kerja antara Badan Anggaran DPR dengan

Pemerintah dan Bank Indonesia, Pembahasan dilanjutkan dengan rapat kerja

Komisi I sampai dengan Komisi XI dengan mitra kerjanya untuk membahas

rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA K/L) pada

pekan pertama sampai dengan pekan kedua di bulan Juni. Pada waktu yang

bersamaan, diselenggarakan rapat Kerja Komisi VII dan Komisi XI dengan mitra

kerjanya yang membahas asumsi dasar RAPBN 2018. Hasil pembahasan ini

disampaikan secara tertulis kepada Badan Anggaran untuk disinkronisasi.

Kemudian, pada pekan kedua sampai dengan keempat Juni, diadakan rapat

panja-panja dengan jadwal untuk RAPBN Tahun Anggaran 2018 sebagai berikut:

a. Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan

Pembiayaan RAPBN Tahun Anggaran 2018 tanggal 12 14 Juni 2017;


b. Panja RKP 2018 dan Prioritas Anggaran Tahun Anggaran 2017 tanggal

12 14 Juni 2017;
c. Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat RAPBN Tahun Anggaran

2018 tanggal 19 21 Juni 2017; dan


80

d. Panja Kebijakan Transfer ke Daerah RAPBN Tahun Anggaran 2018

tanggal 19 21 Juni 2017.

Selanjutnya, dilakukan rapat pembahasan komisi I-XI dengan mitra kerjanya

untuk menyempurnakan alokasi anggaran menurut fungsi, program, kegiatan

Kementerian negara/Lembaga sesuai hasil pembahasan Badan Anggaran yang

dijadwalkan pada pekan pertama di bulan Juli. Komisi-komisi DPR RI dengan

bidang tugas adalah sebagai berikut:

1) Komisi I membidangi Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri, serta

Komunikasi dan Informatika;


2) Komisi II membidangi Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah,

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, serta Pertanahan

dan Reforma Agraria;


3) Komisi III membidangi Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan;
4) Komisi IV membidangi Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan,

Perikanan, dan Pangan;


5) Komisi V membidangi Perhubungan, Pekerjaan Umum, Perumahan

Rakyat,Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggal, serta

Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika;


6) Komisi VI membidangi Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi,

UKM dan BUMN serta Standarisasi Nasional;


7) Komisi VII membidangi Energi Sumber Daya Mineral, Riset dan

Teknologi serta Lingkungan Hidup;


8) Komisi VIII membidangi Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan;
9) Komisi IX membidangi Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kependudukan

serta Kesehatan;
10) Komisi X membidangi Pendidikan, Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi

Kreatif, Pemuda, Olahraga, serta Perpustakaan; dan


81

11) Komisi XI membidangi Keuangan, Perencanaan Pembangunan, dan

Perbankan.

Setelah dilakukan penyempurnaan alokasi anggaran menurut fungsi,

program, dan kegiatan K/L, kemudian diselenggarakan rapat internal Badan

Anggaran, untuk RAPBN 2018 dijadwalkan pada tanggal 5 Juli 2017. Dalam

rapat internal Badan Anggaran ini dilakukan sinkronisasi hasil Panitia Kerja.

Setelah itu, disampaikan hasil sinkronisasi oleh Komisi dengan Mitra Kerjanya

kepada Badan Anggaran dengan pemerintah dan gubernur Bank Indonesia untuk

penyampaian laporan dan pengesahan hasil Panja-panja dalam rangka

pembicaraan pendahuluan RAPBN 2018 dan RKP Tahun 2018.

Tahap akhir dari pembicaraan pendahuluan ini adalah Rapat Paripurna

dengan agenda penyampaian laporan hasil pembahasan tentang RKP dan

Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2018 di Badan Anggaran

yang selanjutnya akan digunakan Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan

rancangan undang-undang tentang APBN Tahun Anggaran 2018. Adapun Skema

kegiatan dan Rancangan Jadwal Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN

Tahun 2018 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018 berdasarkan bahan

atau dokumen yang penulis dapatkan dari DPR adalah sebagai berikut:

2. Pembahasan RUU tentang APBN

Dari Hasil penelitian dan wawancara yang penulis dapatkan, terdapat

pendapat responden yang hampir sama dimana dalam Proses Pembahasan RUU

APBN diawali dari adanya rapat paripurna dimana presiden menyampaikan RUU

APBN tahun anggaran yang direncanakan beserta nota keuangannya. Dalam


82

pembahasan RUU APBN dan Nota Keuangan ini, Pimpinan DPR menyampaikan

pemberitahuan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengenai rencana

pembahasan RUU APBN. DPD menyampaikan pertimbangan tertulis paling

lambat 14 (empat belas) hari sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR

dan Presiden. Pertimbangan tertulis DPD selanjutnya ditindaklanjuti oleh

Pimpinan DPR. Seperti hasil wawancara dengan Kasubag TU Pusat Kajian

berikut ini:

pada saat pembahasan RUU APBN ini diawali dari adanya rapat

paripurna dimana presiden menyampaikan RUU APBN beserta nota

keuangannya. draft nota keuangan ini disusun oleh pemerintah seperti DJA.

Setelah itu, DPD menyampaikan pertimbangan tentang RUU APBN kepada

DPR.

Setelah mempelajari Nota Keuangan dan RUU APBN yang disampaikan

oleh Presiden, masing-masing Fraksi memberikan pemandangan umum atas RUU

APBN beserta Nota Keuangannya. Pemandangan umum Fraksi-fraksi ini meliputi

pendapat dan tanggapan masing-masing Fraksi atas asumsi dasar ekonomi makro,

target pendapatan serta rencana kebijakannya, alokasi belanja termasuk belanja

subsidi dan anggaran pendidikan serta pembiayaan serta rencana kebijakannya.

Pemandangan umum ini disampaikan dalam rapat paripurna pada pekan keempat

Agustus.

Terhadap pemandangan umum Fraksi-fraksi tersebut, DJA menyiapkan

tanggapan pemerintah. Dalam proses penyiapan ini, DJA menyampaikan surat

kepada instansi-instansi terkait yang bidang atau programnya menjadi obyek


83

pemandangan umum dari Fraksi untuk meminta sumbangan jawaban badan

anggaran. Misalnya, terkait iklim investasi dan usaha, maka sumber jawaban

berasal dari Kementerian Keuangan, Menteri Perekonomian, dan Kementerian

Perdagangan. Atau jika mengenai anggaran pendidikan, maka sumber jawaban

berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama,

Bappenas dan Menko Perekonomian. Tanggapan Pemerintah ini dikompilasi

sehingga menjadi dokumen resmi berupa laporan tanggapan pemerintah yang

disampaikan pada rapat paripurna DPR RI pada pekan kelima Agustus.

Pembahasan dilanjutkan dengan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR-RI

dengan pemerintah (Menteri Keuangan, Kepala BPS dan Gubernur Bank

Indonesia pada bulan September awal. Penanggung jawab rapat kerja ini dari

pihak Kementerian Keuangan adalah DJA, BKF, dan DJPK. Agenda rapat kerja

ini berupa Penyampaian pokok-pokok RUU APBN 2018 dan Pembentukan

Panitia Kerja (Panja) yang terdiri dari:

1) Panja Asumsi dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan RUU APBN

2018;
2) Panja Belanja Pemerintah Pusat RUU APBN 2018;
3) Panja Transfer ke Daerah RUU APBN 2018; dan
4) Panja Perumus Draft RUU APBN 2018.

Pembahasan antara Pemerintah dengan DPR mengenai RUU APBN juga

dilakukan secara lebih khusus, di antaranya pembahasan mengenai asumsi dasar

dalam RUU APBN 2018 dalam rapat kerja Komisi VII khususnya terkait asumsi

lifting minyak dan volume subsidi, dan Komisi XI dengan mitra kerjanya. Rapat

kerja ini dijadwalkan pada pertengahan bulan september yang menghasilkan

keluaran berupa hasil rapat kerja komisi. BKF menjadi penanggung jawab dari
84

pihak Kementerian Keuangan dalam rapat kerja ini. Rapat kerja juga dilakukan

secara insentif antara Komisi I sampai dengan XI dengan masing-masing mitra

kerjanya pada pekan kelima Agustus sampai dengan pekan kesatu September.

Penanggung jawab dari pihak Kementerian Keuangan adalah Sekretariat Jenderal.

Rapat Kerja ini membahas:

1) Pembahasan RKA-K/L 2018 (disampaikan secara tertulis kepada Badan

Anggaran untuk disinkronisasi);


2) Pembahasan usulan program-program yang akan didanai oleh Dana

Alokasi Khusus berdasarkan kriteria teknis dari Komisi.

Selain dibahas dalam rapat komisi, RUU APBN juga dibahas secara

khusus dalam rapat Panitia Kerja (Panja). Panja Asumsi Dasar, Pendapatan,

Defisit dan Pembiayaan dalam RUU APBN 2018 diselenggarakan pada pekan

ketiga September. Penanggung jawab dari pihak Kementerian Keuangan adalah

BKF.

Setelah itu, Badan Anggaran mengadakan rapat internal untuk membahas

postur RAPBN 2018. Dalam kegiatan rapat ini, tidak ada pihak pemerintah yang

terlibat. Setelah dibahas dalam rapat internal Badan Anggaran, Menteri Keuangan

melakukan rapat dengan Badan Anggaran untuk menetapkan postur sementara

RAPBN 2018 yang dijadwalkan pada bulan september.

Selanjutnya, pada pertengahan bulan september juga dilakukan

pembahasan Panja Belanja Pemerintah Pusat RUU APBN 2018 dan Panja

Transfer ke Daerah. output dari rapat Panja ini berupa laporan panja tentang

belanja Pemerintah Pusat RUU APBN 2014 dan Transfer ke daerah. Kemudian,

Tim Perumus memulai rapat untuk merumuskan Draft RUU APBN 2018. Instansi
85

yang mewakili Menteri Keuangan untuk menjadi penanggung jawab pada tahapan

ini adalah DJA. Rapat ini menghasilkan keluaran berupa laporan panja perumus

dan RUU APBN hasil pembahasan panja Perumus.

Dalam proses penyusunan RUU APBN, DPR dapat memberikan usulan

sesuai dengan hak budget yang dimilikinya. Oleh karena itu, RKA-K/L sebagai

bahan penyusunan RUU APBN dapat dilakukan penyesuaian. Penyesuaian RKA

K/L sesuai hasil pembahasan Badan Anggaran dilakukan dalam rapat kerja

masing-masing Komisi dengan mitra kerjanya.

Setelah seluruh panitia kerja dan Tim Perumus Draft RUU APBN

melakukan pembahasan secara intensif, proses selanjutnya adalah melakukan

sinkronisasi hasil pembahasan masing-masing panitia kerja dan Tim Perumus

Tersebut dalam rapat internal Badan Anggaran. Dalam rapat ini juga disampaikan

hasil penyesuaian RKA-K/L oleh Komisi bersama mitra kerjanya kepada Badan

Anggaran dan Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Rapat internal Badan

Anggaran dijadwalkan pada akhir bulan September..

Dalam waktu yang hampir bersamaan juga dijadwalkan Rapat Kerja

Badan Anggaran dengan pemerintah (Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala

Bappenas), dan Gubernur Bank Indonesia. Keluaran dari rapat kerja ini berupa

kesepakatan atas hasil pembahasan sebagai berikut:

a. Penyampaian Laporan Pengesahan hasil Panja-Panja dan Tim Perumus

Draft RUU;

b. Pendapat akhir mini Fraksi sebagai sikap akhir;

c. Pendapat Pemerintah.
86

Dari hasil rapat kerja tersebut, masing-masing perwakilan Komisi yang

menjadi anggota Badan Anggaran menyampaikan hasil pembahasan Badan

Anggaran segera pada bulan Oktober. Penyampaian anggota Badan Anggaran ini

dilakukan kepada Komisi yang bersangkutan secara tertulis. Tahapan

penyampaian dan pembahasan RUU APBN oleh DPR bersama Pemerintah

diakhiri oleh rapat paripurna pada pertengahan bulan Oktober. output rapat

paripurna berupa hasil kesepakatan dari pembahasan mengenai hal-hal sebagai

berikut:

a. Penyampaian Laporan Hasil Pembahasan Tingkat I Badan Anggaran;

b. Pernyataan Persetujuan/penolakan dari setiap Fraksi secara Lisan yang

diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna; dan

c. Penyampaian Pendapat Akhir Pemerintah.

3. Pembahasan laporan realisasi semester I dan Prognosis semester II APBN

Berdasarkan hasil wawancara yang didapat, Pembahasan laporan

realisasi semester I dan prognosis semester II APBN ini diawali dari pemerintah

menyampaikan laporan realisasi semester I dan prognosis semester II Pelaksanaan

APBN TA 2017 pada pekan pertama bulan juli. Selanjutnya,Pembahasan ini

diawali dengan rapat kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan

Gubernur Bank Indonesia, Rapat Panitia Kerja Perumus Kesimpulan, Rapat

Internal Badan Anggaran, dan diakhiri dengan rapat kerja Badan


87

Anggaran dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia mengenai

laporan dan pengesahan hasil pembahasan Panitia Kerja Perumus.

Pembahasan antara Pemerintah dengan DPR ini hanya dilakukan pada

tataran Badan Anggaran dan tidak dibahas dalam rapat paripurna. Selain itu,

dalam pembahasan ini, Pemerintah diwakili oleh Menteri Keuangan dan tidak

melibatkan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Namun demikian, rapat pembahasan

ini melibatkan Gubernur Bank Indonesia. Untuk pembahasan Laporan Semester I

dan Prognosis Semester II pelaksanaan APBN, Menteri Keuangan didampingi

oleh DJA dan DJPb.

Rapat kerja antara Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan

Gubernur Bank Indonesia dilaksanakan pada pekan pertama Juli. Pada rapat kerja

ini, Menteri Keuangan menyampaikan pokok-pokok Laporan Realisasi Semester I

dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN TA anggaran berjalan, dalam hal ini

tahun anggaran 2018. Kemudian, rapat kerja menentukan pembentukan Panitia

Kerja Perumus Kesimpulan Pembahasan Laporan Realisasi Semester I dan

Prognosis Semester II APBN. Adapun output dari tahapan ini berupa laporan

Menteri Keuangan atas pokok-pokok Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis

Semester II beserta terbentuknya Panja Perumus Kesimpulan Pembahasan

Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II APBN.

Setelah dibentuk Panitia Kerja Perumus, pada pekan pertama di bulan Juli,

dilaksanakan pembahasan materi Panitia Kerja Perumus Kesimpulan Pembahasan

Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN tahun

anggaran berjalan. Pada kesempatan ini, DPD menyampaikan hasil pengawasan


88

atas pelaksanaan APBN kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk

ditindaklanjuti. Keluaran dari kegiatan ini berupa materi hasil pembahasan Panja

Perumus Kesimpulan dengan mengakomodasi masukan dari DPD. Pada pekan

kedua Juli, pembahasan dilakukan dalam rapat internal Badan Anggaran. Dalam

rapat internal ini Panitia Kerja Perumus Kesimpulan menyampaikan laporan hasil

pembahasan Panja terkait Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II

Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2018 kepada Badan Anggaran. Hasil

pembahasan rapat internal kemudian dibahas dalam rapat kerja Badan Anggaran

dengan Menteri Keuangan pada pekan kedua Juli. Panitia Kerja Perumus

Kesimpulan Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan

APBN menyampaikan laporan mengenai hasil pembahasannya. Kemudian, dalam

rapat kerja ini, Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II

Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2018 disahkan.

4. Pembahasan RUU Tentang Perubahan APBN

Pada proses pembahasan RUU Perubahan APBN ini diawali dari Presiden

mengajukan RUU APBN-P TA 2017 disertai nota perubahan dan dokumen

pendukungnya sekaligus menugaskan Badan Anggaran untuk membahasnya.

Setelah DPR menerima dokumen Nota Keuangan dan RUU APBN-P, maka pada

awal bulan juli, DPR menggelar rapat paripurna. Dalam rapat diumumkan tentang

RUU Perubahan APBN tahun anggaran berjalan beserta Nota Perubahannya yang

akan dibahas oleh Badan Anggaran dan komisi terkait. Kemudian dilanjutkan
89

dengan rapat kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan Gubernur

Bank Indonesia, dengan agenda:

1. Penyampaian Pokok-pokok RUU Perubahan APBN TA 2017;

2. Pembentukan panja-panja pembahasan RUU APBNP 2017.

Seperti halnya dalam penyusunan APBN dan laporan Semester I dan

Prognosis Semester II, DPD yang memiliki peran pengawasan atas pelaksanaan

APBN menyampaikan masukan kepada DPR hasil pengawasannya sebagai bahan

pertimbangan untuk ditindaklanjuti dalam proses penyusunan RAPBN-P dan

RUU APBN-P. Setelah itu, dilaksanakan rapat kerja komisi dengan mitra

kerjanya. Pembahasan asumsi dasar dalam RUU Perubahan APBN TA 2017

dibahas dalam rapat kerja antara Komisi VII dan Komisi XI dengan mitra

kerjanya. Sementara itu, pembahasan perubahan RKA K/L Perubahan APBN TA

2017 dibahas dalam rapat kerja Komisi I sampai dengan Komisi XI dengan mitra

kerjanya. Hasil rapat kerja komisi dengan mitra kerja masing-masing mengenai

pembahasan perubahan RKA-K/L dan asumsi dasar.

Perubahan APBN TA 2017 disampaikan pada bulan juli. Pembahasan

dilanjutkan dengan rapat Panitia Kerja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan

Pembiayaan. Selanjutnya, diadakan rapat internal Badan Anggaran pada

pertengahan bulan juli yang membahas persiapan raker tentang postur sementara

hasil panja asumsi dasar, pendapatan, defisit dan pembiayaan RUU APBNP TA

2017. Sementara itu, Panitia Kerja Belanja Pemerintah Pusat dan Panitia Kerja

Transfer ke Daerah mengadakan rapat pada pekan kedua bulan Juli. sedangkan

Tim Perumus Draft RUU Perubahan APBN TA 2017 mengadakan rapat untuk
90

membahas draft RUU Perubahan APBN TA 2017 pada pekan ketiga bulan Juli.

Untuk menyelaraskan RKA-K/L Perubahan dengan hasil sinkornisasi dalam

pembahasan di Badan Anggaran, masing-masing Komisi kembali melakukan

rapat kerja dengan mitra kerjanya setelah raker Banggar dengan Menteri

Keuangan dan Gubernur BI. Rapat kerja ini di lakukan pada pertengahan bulan

Juli dengan output berupa penyempurnaan Perubahan RKA-K/L. Hasil

penyempurnaan RKA-K/L yang dibahas dalam rapat kerja antara Komis dengan

Mitra Kerjanya, kemudian disampaikan kepada Badan Anggaran dan Menteri

Keuangan untuk ditetapkan pada pertengahan bulan juli..

Setelah Panja-panja mengadakan rapat pembahasan dan rapat Tim

Perumus, Badan Anggaran mengadakan rapat internal pada pertengahan bulan

Juli. Rapat ini dalam rangka melakukan sinkronisasi antara hasil kesepakatan yang

dihasilkan dari rapat Panitia Kerja dengan Tim Perumus Draft RUU Perubahan

APBN TA 2017. Hasil dari rapat internal Badan Anggaran ini dijadikan bahan

pertimbangan dalam rapat kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan

Gubernur Bank Indonesia yang juga dilaksanakan pada pekan kedua bulan Juni.

Rapat kerja ini dengan agenda:

1. Penyampaian laporan & pengesahan hasil Panja-Panja dan Tim

Perumus Draft RUU Perubahan APBN TA 2017;

2. Pendapat akhir mini Fraksi sbg sikap akhir;

3. Penandatanganan naskah RUU APBN-P

4. Pendapat Pemerintah; dan


91

5. Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke Tk.II ttg RUU

Perubahan APBN TA 2017.

Selanjutnya adalah Tahap akhir pembahasan RAPBN-P dan RUU APBN-P antara

pemerintah dengan DPR adalah rapat paripurna yang dijadwalkan pada pekan

ketiga bulan Juli. Agenda rapat paripurna ini meliputi:

1. Penyampaian laporan hasil pembahasan Tk.I RUU Perubahan

APBN TA 2017 di Badan Anggaran;

2. Pernyataan persetujuan/penolakan dari setiap Fraksi secara lisan

yang diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna; dan

3. Penyampaian pendapat akhir Pemerintah atas RUU Perubahan

APBN TA 2017.

5. Pembahasan RUU tentang Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN

Pada proses pembahasan RUU pertanggungjawaban pelaksanaan APBN

ini diawali dari penyampaian RUU P2APBN TA 2016 oleh pemerintah dalam

rapat paripurna kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh

BPK selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Setelah

itu, Fraksi menyampaikan pandangannya terhadap materi Rancangan Undang-

Undang tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN yang disampaikan oleh

Pemerintah dalam rapat paripurna. Diikuti Pemerintah memberikan tanggapan

terhadap pandangan fraksi dalam rapat paripurna. DJPB kementerian Keuangan

menjadi koordinator dalam menyusun tanggapan pemerintah tersebut. BPK

menyampaikan laporan keuangan Pemerintahan pusat pada rapat paripurna. Badan

Anggaran melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang


92

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan mempertimbangkan

pemandangan umum fraksi, tanggapan Pemerintah, saran dan pendapat Badan

Musyawarah, keputusan rapat kerja komisi dengan Pemerintah serta laporan

keuangan Pemerintahan pusat.

Pembahasan dan penetapan Rancangan Undang-Undang tentang

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dilakukan dalam waktu paling lama 3

(tiga) bulan setelah disampaikannya bahan hasil pemeriksaan laporan keuangan

Pemerintah oleh BPK ke DPR. Selanjutnya, Badan Anggaran melakukan

pembahasan rancangan undang-undang. Sebelum penetapan rancangan undang-

undang oleh Badan Anggaran Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN)

dapat menyampaikan telaahannya terhadap laporan keuangan Pemerintah pusat

yang telah diaudit oleh BPK kepada Badan Anggaran. Untuk pengambilan

keputusan dalam Pembicaraan Tingkat I terhadap Rancangan Undang-Undang

tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN, berlaku ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 155 ayat (4) Tata Tertib DPR RI, yang mengatur bahwa

pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang tentang APBN antara Badan

Anggaran dengan pemerintah pada akhir Pembicaraan Tingkat I, dilakukan

dengan acara:

a) Pengantar Ketua Badan Anggaran;

b) Laporan panita kerja;

c) Pembacaan naskah Rancangan Undang-Undang tentang LKPP;

d) Pendapat mini sebagai sikap akhir fraksi;

e) Pendapat pemerintah;
93

f) Penandatanganan naskah Rancangan Undang-Undang tentang APBN; dan

g) Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II.

Kemudian responden menambahkan, Hasil pembahasan Pembicaraan

Tingkat I kemudian disampaikan oleh Badan Anggaran dalam rapat paripurna.

Untuk acara rapat paripurna, berlaku ketentuan dalam Pasal 155 ayat (5) Tata

Tertib DPR RI, yang mengatur bahwa hasil pembahasan dalam Pembicaraan

Tingkat I dilaporkan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan yang didahului

dengan:

a) Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini sebagai sikap

akhir fraksi, dan hasil Pembicaraan Tingkat I;

b) Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota

secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan

c) Pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang

mewakilinya.

4.3.2 Apa saja hal-hal yang mempengaruhi Penyusunan APBN

Berdasarkan hasil penelitian wawancara yang sudah dikemukakan diatas,

yang jadi penentu utama dalam penyusunan APBN yaitu adanya asumsi dasar

ekonomi makro yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan pendapat

responden sebagai berikut:

yang menjadi penentu utama dalam penyusunan APBN yaitu asumsi dasar

ekonomi makro yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, harga

minyak, ada lifting minyak, itulah faktor-faktor yang menentukan penyusunan

APBN.
94

Asumsi dasar ekonomi makro adalah indikator utama ekonomi makro

yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun postur APBN. Asumsi dasar

ekonomi makro (ADEM) disusun mengacu pada sasaran-sasaran pembangunan

jangka menengah yang terdapat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RPJM) maupun sasaran-sasaran tahunan yang terdapat pada Rencana Kerja

Pemerintah (RKP).Adanya Indikator ekonomi makro dalam penyusunan APBN

tersebut dijadikan tolak ukur sebelum menyusun anggaran yang dibutuhkan dan

dikeluarkan oleh negara. APBN mempunyai pengaruh yang besar dalam

pembangunan ekonomi nasional, sehingga dalam penyusunannya harus secara

realistis agar dapat memberi gambaran secara tepat, jelas mengenai arah dan

tujuan.

Perumusan asumsi dasar ekonomi makro dalam rangka penyusunan

RAPBN melibatkan berbagai pihak sebagai pemangku kepentingan, baik dari sisi

Pemerintah maupun Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Proses perumusan

asumsi dasar ekonomi makro dilakukan melalui rapat koordinasi yang dilakukan

secara intensif antara pihak Pemerintah dan Bank Indonesia. Koordinasi juga

dilakukan dalam rangka pemantauan dan evaluasi realisasi asumsi dasar ekonomi

makro sehingga apabila diperlukan, asumsi dasar ekonomi makro dapat diusulkan

untuk disesuaikan melalui mekanisme APBN Perubahan. Selanjutnya akan

dijelaskan ruang lingkup dari masing-masing indikator ekonomi makro yang

digunakan sebagai asumsi dasar ekonomi makro APBN yaitu debagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi
95

Pertumbuhan ekonomi yang menjadi asumsi dasar ekonomi makro

merupakan sasaran pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai pada suatu kurun

waktu tertentu. Kementerian Keuangan, Bappenas, dan BPS merupakan tiga

institusi pemerintah yang terlibat dalam menentukan target pertumbuhan ekonomi

di dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN dan tentunya dengan

memperhatikan masukan dari Bank Indonesia. Untuk menghitung tingkat

pertumbuhan ekonomi, perlu memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud

dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). PDB

atau GDP adalah total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu

wilayah pada periode tertentu, misalnya satu tahun.

2. Inflasi

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga

secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja

tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan

kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Indikator inflasi yang digunakan pada asumsi dasar ekonomi makro APBN yaitu

tingkat inflasi yang dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen dalam skala

tahunan (yoy). Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan berkoordinasi

bersama Bank Indonesia dalam menentukan besaran inflasi yang akan digunakan

di dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN. Tentunya asumsi inflasi di dalam

APBN sejalan dengan Inflation Targeting Framework yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia. Sementara itu, data realisasi Inflasi IHK menggunakan publikasi Badan

Pusat Statistik (BPS) yang diterbitkan setiap awal bulan.


96

3. Suku Bunga SPN 3 bulan

Asumsi suku bunga yang digunakan dalam APBN adalah acuan tingkat

imbal jasa atau kompensasi atas utang Pemerintah. Acuan tingkat suku bunga

yang digunakan adalah tingkat bunga mengambang seri variable rate yang

dihasilkan dari proses lelang, sebagai representasi beban bunga utang tahun

berjalan. Awal penggunaan asumsi tingkat suku bunga yaitu pada saat adanya

utang dalam negeri pemerintah khususnya kepada Bank Indonesia.

4. Nilai tukar rupiah terhadap USD

Angka asumsi dasar nilai tukar rupiah yang digunakan dalam APBN

adalah angka rata-rata kurs tengah (kurs rata-rata dari kurs beli dan kurs jual)

harian nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat (AS) selama

tahun berjalan (Januari sampai dengan Desember). Berikut ini beberapa jenis kurs

yang digunakan sebagai indikator yaitu :

Kurs jual, adalah kurs yang dipakai apabila bank menjual valuta asing

kepada nasabahnya;

Kurs beli, adalah kurs yang dipakai pada saat bank membeli Valuta asing

dari nasabahnya;

Kurs Tengah, adalah kurs yang ditetapkan berdasarkan kurs beli dan kurs

jual dibagi dua.

5. Harga minyak mentah Indonesia

Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP)

merupakan dasar monetisasi harga minyak mentah Indonesia di pasar

internasional (satuan yang digunakan adalah USD per barel) yang penetapannnya
97

dilakukan setiap bulan oleh Kementerian ESDM. Angka asumsi dasar harga

minyak mentah yang digunakan dalam APBN adalah harga rata-rata ICP selama

satu periode tahun berjalan. Penetapan ICP oleh Kementerian ESDM dilakukan

berdasarkan 4 prinsip utama yaitu:

a) Jelas, obyektif dan tranparan;

b) dapat bersaing dengan harga minyak mentah dari kawasan atau negara

lain;

c) formula relatif stabil dan ICP yang dihasilkan dari formula tidak

berfluktuatif;

d) diberlakukan dalam periode yang cukup panjang selalu mengikuti

perkembangan harga pasar minyak mentah internasional, dan formula ICP

akan dievaluasi secara berkala

6. Lifting Minyak

Lifting minyak bumi adalah tingkat produksi minyak mentah atau gas

bumi yang siap untuk dijual atau dibagi di titik penyerahan. Sedangkan produksi

minyak adalah total produksi minyak dari perut bumi yang beberapa bagiannya

ada yang dipakai untuk eksplorasi minyak bumi lagi, sehingga tidak seluruhnya

digunakan untuk proses selanjutnya. Jadi bisa dikatakan bahwa lifting minyak

bumi adalah total produksi dikurangi minyak yang dipakai lagi untuk eksplorasi.

Angka lifting minyak mentah ini yang digunakan sebagai asumsi dasar ekonomi

makro APBN adalah angka rata-rata dari realisasi bulanan lifting minyak perhari

selama periode satu tahun berjalan (Januari sampai Desember). Asumsi lifting

minyak dalam APBN digunakan sebagai dasar perhitungan penerimaan PNBP


98

migas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta BP Migas merupakan

institusi yang terlibat dalam penetapan asumsi dasar lifting minyak. Selain

diproduksi untuk dijual (lifting), produksi minyak mentah Indonesia digunakan

untuk kegiatan operasional sebagai pembangkit energi, persediaan di kilang

operasi atau kilang penampungan.

4.3.3 Bagaimana Proses Penetapan APBN di DPR

Proses penetapan APBN

1. Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang menjadi asumsi dasar ekonomi makro

merupakan sasaran pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai pada suatu kurun

waktu tertentu. Kementerian Keuangan, Bappenas, dan BPS merupakan tiga

institusi pemerintah yang terlibat dalam menentukan target pertumbuhan ekonomi

di dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN dan tentunya dengan

memperhatikan masukan dari Bank Indonesia. Untuk menghitung tingkat

pertumbuhan ekonomi, perlu memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud

dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). PDB

atau GDP adalah total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu

wilayah pada periode tertentu, misalnya satu tahun. Pertumbuhan ekonomi


99

merupakan hasil output yang dibentuk oleh berbagai sektor ekonomi ini dapat

mempengaruhi penyusunan APBN agar dapat menggambarkan bagaimana

kemajuan dan kemunduran yang telah dicapai oleh sektor ekonomi pada kurun

waktu tertentu. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi dapat menunjukkan sejauh

mana aktivitas perekonomian yang akan menghasilkan tambahan pendapatan

masyarakat pada periode tertentu, dengan melihat kondisi pertumbuhan ekonomi

di Indonesia akan dapat dilihat gambaran terkait dengan komponen-komponen

kegiatan yang dimasukkan ke dalam APBN.

2. Inflasi

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga

secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja

tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan

kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Indikator inflasi yang digunakan pada asumsi dasar ekonomi makro APBN yaitu

tingkat inflasi yang dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen dalam skala

tahunan (yoy). Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan berkoordinasi

bersama Bank Indonesia dalam menentukan besaran inflasi yang akan digunakan

di dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN. Tentunya asumsi inflasi di dalam

APBN sejalan dengan Inflation Targeting Framework yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia. Sementara itu, data realisasi Inflasi IHK menggunakan publikasi Badan

Pusat Statistik (BPS) yang diterbitkan setiap awal bulan.

3. Suku Bunga SPN 3 bulan


100

Asumsi suku bunga yang digunakan dalam APBN adalah acuan tingkat

imbal jasa atau kompensasi atas utang Pemerintah. Acuan tingkat suku bunga

yang digunakan adalah tingkat bunga mengambang seri variable rate yang

dihasilkan dari proses lelang, sebagai representasi beban bunga utang tahun

berjalan. Awal penggunaan asumsi tingkat suku bunga yaitu pada saat adanya

utang dalam negeri pemerintah khususnya kepada Bank Indonesia.

4. Nilai tukar rupiah terhadap USD

Angka asumsi dasar nilai tukar rupiah yang digunakan dalam APBN

adalah angka rata-rata kurs tengah (kurs rata-rata dari kurs beli dan kurs jual)

harian nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat (AS) selama

tahun berjalan (Januari sampai dengan Desember). Berikut ini beberapa jenis kurs

yang digunakan sebagai indikator yaitu :

Kurs jual, adalah kurs yang dipakai apabila bank menjual valuta asing

kepada nasabahnya;

Kurs beli, adalah kurs yang dipakai pada saat bank membeli Valuta asing

dari nasabahnya;

Kurs Tengah, adalah kurs yang ditetapkan berdasarkan kurs beli dan kurs

jual dibagi dua.

5. Harga minyak mentah Indonesia

Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP)

merupakan dasar monetisasi harga minyak mentah Indonesia di pasar

internasional (satuan yang digunakan adalah USD per barel) yang penetapannnya

dilakukan setiap bulan oleh Kementerian ESDM. Angka asumsi dasar harga
101

minyak mentah yang digunakan dalam APBN adalah harga rata-rata ICP selama

satu periode tahun berjalan. Penetapan ICP oleh Kementerian ESDM dilakukan

berdasarkan 4 prinsip utama yaitu:

e) Jelas, obyektif dan tranparan;

f) dapat bersaing dengan harga minyak mentah dari kawasan atau negara

lain;

g) formula relatif stabil dan ICP yang dihasilkan dari formula tidak

berfluktuatif;

h) diberlakukan dalam periode yang cukup panjang selalu mengikuti

perkembangan harga pasar minyak mentah internasional, dan formula ICP

akan dievaluasi secara berkala

6. Lifting Minyak

Lifting minyak bumi adalah tingkat produksi minyak mentah atau gas

bumi yang siap untuk dijual atau dibagi di titik penyerahan. Sedangkan produksi

minyak adalah total produksi minyak dari perut bumi yang beberapa bagiannya

ada yang dipakai untuk eksplorasi minyak bumi lagi, sehingga tidak seluruhnya

digunakan untuk proses selanjutnya. Jadi bisa dikatakan bahwa lifting minyak

bumi adalah total produksi dikurangi minyak yang dipakai lagi untuk eksplorasi.

Angka lifting minyak mentah ini yang digunakan sebagai asumsi dasar ekonomi

makro APBN adalah angka rata-rata dari realisasi bulanan lifting minyak perhari

selama periode satu tahun berjalan (Januari sampai Desember). Asumsi lifting

minyak dalam APBN digunakan sebagai dasar perhitungan penerimaan PNBP

migas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta BP Migas merupakan
102

institusi yang terlibat dalam penetapan asumsi dasar lifting minyak. Selain

diproduksi untuk dijual (lifting), produksi minyak mentah Indonesia digunakan

untuk kegiatan operasional sebagai pembangkit energi, persediaan di kilang

operasi atau kilang penampungan.

Anda mungkin juga menyukai