Anda di halaman 1dari 4

KPK VS DPR

Akhir akhir ini kita di hebohkan dengan munculnya laporan KPK terhadap kasus mega Proyek E
KTP (Elektronik KTP) beberapa bulan lalu. Banyak saksi saksi yang di panggil oleh KPK, seperti Gubernur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang berasal dari fraksi PDIP, Menteri Dalam Negeri Yasonna Laoly dari
fraksi PDIP, Ade Komarudin dari fraksi golkar. Mengapa kasus ini sangat viral dihadapan publik? Ini
karena proyek besar E KTP merupakan proyek bancakan pemerintah sebesar 5,9 triliyun ternyata di
ambil kurang lebih 10 persennya atau kurang lebih sebesar 2,3 triliyun untuk di bagi bagi kan kepada
para tikus tikus berdasi untuk mengisi kekosongan perutnya. Kasus ini sangat besar karena banyak
oknum yang bermain di sana seperti pemenang tender, komisi III DPR bahkan Kemendragi bermain
disana. Saat ini KPK sudah menyiapkan 280 saksi yang di periksa yang di dalamnya terdapat 23 dari
anggota DPR yang saat itu menjabat di periode 2009 2014. Namun saat ini hanya 15 orang yang siap
memenuhi pemanggilan KPK. Dan menurut info dari KPK ada oknum yang mengembalikan uang proyek
sebesar 250 Miliyar yang bersumber dari pihak korporasi , konsorsium dan perorangan. Bisa kita
bayangkan betapa kejamnya para koruptor di negeri ini merugikan masyarakatnya. Jika kita melihat
kenyataan saat ini, kita merasakan betapa sulitnya kita mendapatkan KTP dari menunggu selama
sebulan, satu semester bahkan setahun untuk menunggu karena berbagai alesan tetapi umumnya
ketidak tersediaan blanko menjadi alesan yang umum dari pihak pencatatan sipil keluharan kita. Tetapi
kita lihat para pembuat kebijakan KTP Elektronik ini dengan mudah mendapatkan uang yang berasal dari
pajak negara yang berati uang rakyat di gunakan untuk kepentingan pribadi.

Kasus E KTP merupakan kasus yang sudah lama di tindak lanjuti oleh pihak KPK, sejak 2004
sudah di tetapkan beberapa tersangka seperti Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi
Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka. Seolah mandek, proses
penyidikan e-KTP mengalami dormansi, hingga akhirnya Sugiharto ditahan. Beberapa tahun berselang,
KPK menyasar eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman. Ia ditetapkan sebagai tersangka kedua kasus e-KTP
pada Jumat (30/9/2016) dan dilakukan penahanan sejak Rabu (21/12/16). Dan saat itu lah kasus ini
mulai terbongkar, banyak para koruptor yang terbongkar dan menjadi tersangka. Kebocoran dugaan
transaksional di lingkungan Senayan mulai terbongkar dengan kesaksian eks Anggota Komisi II Miryam S
Haryani yang kini menjabat di Komisi V. Ia membeberkan sejumlah nama rekannya yang menerima
aliran duit haram. Namun dalam sidang e-KTP Kamis (23/3). Sambil menangis Miryam mencabut BAP
yang salah satunya berisi nama 4 orang pimpinan Komisi II saat proyek e-KTP berlangsung, yakni
Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi yang menerima duit masing-
masing USD 25 ribu. Miryam mengaku menerima tekanan dari penyidik. Usai dikonfrontir dengan
penyidik, KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberi keterangan tidak benar di persidangan
per Rabu (5/4). Menyusul dugaan adanya tekanan yang diberikan dari rekan sesama anggota DPR.
Rupanya pengakuan Miryam berbuntut panjang hingga terbawa ke rapat dengar pendapat (RDP) antara
KPK dengan Komisi III di DPR. Komisi III yang merasa namanya disebut di persidangan sebagai penekan,
tidak terima dan memaksa membuka rekaman penyidikan atas Miryam. Penolakan barang bukti
rekaman oleh KPK berbuah digulirkannya Hak Angket.

Hingga akhirnya Wakil Ketua DPR, Fahri Hamza memutuskan untuk membuat Hak Angket
kepada KPK. Keputusan ini sangat kontroversial, mengingat keputusan itu tanpa ada pendapat dari
pihak anggota DPR yang menolak hak angket. Fahri Hamzah ketika itu memutuskan sepihak dan
langsung mengetuk palu, hingga terbentuknya pansus angket. Sebenernya kita bisa melihat banyak
kejanggalan yang terjadi di kubu DPR, mengapa demikian ? Jika kita pahami bahwa Hak angket
merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-
undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. Jika di perhatikan KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen,
yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. Maka jelas bahwa
KPK seharusnya bebas dari berbagai intervensi dari pihak luar. Menurut salah satu ahli hukum dari Guru
besar Universitas Krisnadwipayana Prof Indriyanto Seno Adji menyebut Dengan pemahaman KPK
sebagai lembaga penegakan hukum yang independen dan proses hukum terhadap teknis perkara
harus clean and clear dari intervensi, sebaiknya KPK memiliki otoritas untuk tetap menolak membuka
rekaman Miryam di DPR dan hanya bisa dilakukan di pengadilan atas perintah hakim dengan
pertimbangan for the interest of justice . Kalau di lihat dari susunan pengurus pansus, Ketua Pansus Hak
angket sempat di panggil menjadi saksi untuk tersangka ketiga e-KTP, Andi Agustinus alias Andi
Narogong. Namun saat di panggil, ketua pansus angket tersebut mengunjungi LAPAS Sukamiskin yang di
dalamnya sudah banya para tikus berdasi masuk kedalam kandangnya karena perlakuannya. Tetapi ini
menjadi hal yang aneh Karena mengapa panitia pansus memilih untuk mengunjungi para pidana yang
sudah secara sah di peradilan di mata hukum atas kasus yang mereka lakukan, karena keputusan pidana
sudah ranah para jaksa Tripikor bukan lah KPK. Tetapi seakan ingin membela diri mereka menganggap
pertemuan ini hanya sebatas diskusi membahas bagaimana penyimpangan penyimpangan yang pernah
terjadi selama kasus penyidikan oleh KPK. Mengapa DPR melihat dari sisi yang dimana mereka sudah
jelas bersalah tetapi masih tetap di tanyakan? Apakag valid para koruptor itu menjawab? Jika
jawabannya hanya sebuah kepentingan semata? Mengingat DPR dan para koruptor di isi oleh para
politisi yang memperhatikan kepentingan politiknya. Jika ini hanya sebuah siasat para anggota pansus
angket untuk menjatuhkan KPK? Terlihat jika Pansus ini merupakan alat pamungkas mereka untuk
melindungi para koruptor di DPR. Hingga akhirnya terungkap sosok orang penting yang mengatur kerja
pembagian jatah proyek E- KTP yakni ketua DPR saat ini sekaligus ketua Fraksi Golkar Setya Novanto di
jadikan tersangka Kasus ini. Sebenernya Setya Novanto sudah di berikan sinyal dari sosok juru kunci
berbagai kasus yaitu Nazaruddin. Ia menganggap bahwa setya novanto lah sosok orang yang sangat
penting dalam melancarkan pembagian kuncuran dana. Hingga saat ini banyak para ahli yang
menyayangkan sikap DPR yang seakan terlalu berlindung dalam kekuasaannya hingga saat ini pihak DPR
tak berani untuk memberhentikan Setya Novanto. Disini lah public mempertanyakan apakah kinerja
Pansus angket berjalan dengan baik. Sangat di sayangkan bila keputusan terbentuknya pansus angket ini
terkesan hanya kepentingan politik semata. Kita melihat gerak gerik anggota DPR dalam kinerjanya
selama ini hanya menyelesaikan UU yang menurut dia untuk kepentingan kelompok semata. Kurang
tepat rasanya jika Hak angket saat ini terlaksanakan di kondisi DPR pun sedang mengalami masalah,
alangkah arifnya mereka jika mereka mengevaluasi kinerja nya sendiri ketimbang mengintervensi kinerja
pihak KPK.

Tetapi, melihat alesan kuat mengapa KPK menjadi sasaran DPR mengajukan hak angket bukan
hanya kasus Miryam semata, menurut Wakil pengusul hak angket KPK, Taufiqulhadi membeberkan
laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepatuhan KPK tahun 2015 mengenai tata kelola anggaran. Dalam LHP
KPK tahun 2015, ada 7 indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. pertama,
kelebihan pembayaran gaji pegawai KPK yang belum diselesaikan atas pelaksanaan tugas belajar. Dua,
belanja barang pada direktorat monitor kedeputian informasi dan data yang tak dilengkapi dengan
pertanggungjawaban yang memadai dan tak sesuai mata anggarannya. Tiga, pembayaran belanja
perjalanan dinas, belanja sewa, belanja jasa profesi pada biro hukum. Keempat, kegiatan perjalanan
dinas kedeputian penindakan yang tak didukung surat perintah. Kelima, standar biaya pembayaran atas,
honorarium kedeputian penindakan. Enam, realisasi belanja perjalanan dinas biasa tak sesuai dengan
ketentuan minimal. Ketujuh, perencanaan gedung KPK tak cermat sehingga mengakibatkan kelebihan
pembayaran. Terdapat dugaan ketidakcermatan dan ketidakhati-hatian dalam penyampaian keterangan
dalam proses hukum maupun komunikasi publik, termasuk dugaan pembocoran informasi ke media
tertentu sehingga beredar nama yang kebenarannya belum dikonfirmasikan ke yang bersangkutan.
Tetapi ada beberapa pihak yang menyatakan Elemen masyarakat juga menyampaikan ada
ketidakharmonisan bahkan sikap insubkoordinasi dari kalangan internal dengan pimpinannya
komisioner KPK. Alesan ini lah yang memperkuat DPR mampu mengajukan Hak Angket sesuai dasar
hukum yang berlaku salah satu nya adalah Pasal 79 ayat 1 huruf b jo pasal 79 ayat 3 UUD 17 tahun 2014
tentang MD3.

KPK selama ini memiliki kinerja yang sangat baik di mata masyarakat luas. Berbagai kasus besar
sudah di ungkap dan terlihat tanpa pandang bulu. Banyak sekali tokoh tokoh politik yang merupakan
bagian dari koalisi presiden terungkap mengalami kasus kasus korupsi. Saat era Susilo Bambang
Yudhoyono, banyak sekali tersangka dari golongan partai demokart sebut saja Angelina Sondakh, Anas
Urbaningrum, dan Andi Malarange. Bahkan besan keluarga presiden sekali pun seperti Aulia Pohan
masuk kedalam Rutan karena kasus korupsi. Di era Joko widodo Adik ipar Joko Widodo Arif Budi Sulistyo
juga terlibat dalam kasus korupsi. Jika dipandang oleh masyarakat luas memang kinerja KPK sangat
bagus karena mampu menuntaskan Korupsi di negeri ini. Kita mengetahui bahwa peran KPK
sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan
korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien. Adapun
tugas KPK yang adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK;
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan
pencegahan TPK; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Dan sejauh
ini KPK telah berjalan dengan baik. Bila harus di bawa ke ranah hak angket dengan alasan teknis di luar
dari tugas yang di berikan oleh Undang undang sekiranya alangkah baiknya jika DPR meminta pendapat
dengan KPK karena itu tidak berkaitan langsung dengan masyarakat luas. Masyarakat hanya meminta
pertanggung jawaban seluruh anggaran yang di gunakan kepada para petinggi negara di berbagai
lembaga manapun apakah anggaran itu di pakai dengan baik atau hanya sebagai kehausan kekuasaan
semata dan sangat wajar KPK di harapkan oleh masyarakat sebagai alat penyapu dari masalah korupsi
yang sangat menjamur di negeri ini.

Pro dan Kontra dengan masalah Hak Angket yang di ajukan DPR kepada KPK merupakan hal yang
wajar. Banyak yang pihak mendukung adanya hak angket ini karena masalah pengawasan, tetapi ada
yang kontra karena ini hanya sebuah perlawanan politik untuk membunuh KPK. Tetapi jika memang
semua karena rakyat, bijaknya para pihak baik KPK dan DPR bisa mempertanggung jawaban kinerjanya
masing masing dan bekerja sesuai arahan kerjanya masing masing tanpa harus mengintervensi dan
meluaskan masalah sehingga masalah itu sebenernya tak perlu di bahas kepada khalayak public. Jika
memang DPR tidak bersalah, maka para anggota seharusnya berani untuk memenuhi panggilan KPK.
Dan KPK secara kontinu melakukan laporan secara akuntabel dan transparan agar setiap kasus bisa di
pahami oleh khalayak umum. Masyarakat umum yang tak memiliki ilmu dan bagian dalam kebijakan
atas hanya berharap anggaran anggaran yang berasal dari uang pajak mereka bisa kembali untuk
kesejahteraan rakyat bukan sebagai alat penambah kekayaan mereka.

Anda mungkin juga menyukai