Pendahuluan
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat
sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian
batu empedu masih terbatas.Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai
keluhan.Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif
kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang
spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.1
Komplikasi yang dapat ditimbulkan antara lain kolesistitis, kolangitis, pankreatitis yang akan
dibahas satu persatu dalam makalah ini sebagai hasil pembelajaran penulis.
1
Anamnesis
Pada anamnesis pertama tentu saja kita harus menanyakan indentitas pasien.Lalu pada
keluhan utama yaitu nyeri perut, kita tanyakan sejak kapan nyeri itu timbul dan
lokasinya.Apabila letak nyeri pada perut kanan atas penyakit yang mungkin diderita di
antaranya kolelitiasis, kolesistitis akut, kolangitis, amebiasis hati, hepatitis akut.Jika nyeri
pada abdomen kiri ke tengah dan menjalar ke punggung biasanya terjadi pada
pankreatitis.Nyeri menjalar ke pinggang, dapat dialami penderita amebiasis hati. Nyeri yang
berlangsung >30 menit dan <12 jam kemungkinan akibat kolelitiasis atau koledokolitiasis.
Kolesistitis akut biasanya menimbulkan nyeri setelah makan makanan yang berlemak.Pada
riwayat penyakit sekarang ditanyakan apakah nyeri tersebut hilang timbul.Lalu ditanyakan
juga apakah terdapat kuning pada tubuh maupun sklera pasien.Selain itu kita juga harus
menanyakan keluhan penyerta lain seperti demam, anoreksia, fatique, mual, muntah, berat
badan turun. Apabila ada muntah kita tanyakan apakah ada darah. Selain itu kita tanyakan
apakah terdapat riwayat penyakit yang sama pada pasien, keluarga. Riwayat pengobatan
pasien juga perlu ditanyakan.2
Hasil sesuai skenario: wanita, 46 tahun, nyeri di ulu hati terus menerus sejak 2 minggu,
demam tinggi sejak 2 hari, mual terus menerus, riwayat maag 2 tahun, sejak setahun yang lalu
diketahui ada batu empedu tetapi pasien menolak operasi.
Sumber: www.pustakakesehatan.com
Pemeriksaan fisik
Pertama, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) meliputi tekanan darah, denyut nadi
per menit, frekuensi napas per menit, suhu tubuh.2
2
Inspeksi. Tentukan keadaan umum pasien (compos mentis, somnolen, tampak kesakitan,
menggigil, dll).Lakukan pemeriksaan sesuai pemeriksaan abdomen.Periksa pada seluruh
bagian tubuh termasuk skera apakah terdapat ikterus.Ikterus ringan biasanya pada kolesistitis
akut, kolelitiasis, dan kolangitis akut). Menggigil biasanya pada kolesistitis akut, kolangitis,
amebiasis hati.2
Palpasi. Lakukan palpasi sesuai kuadran dan regio. Nyeri tekan dan Murphy sign (+) pada
kolesistitis.2
Sumber: www.medicalmystery.org
Pemeriksaan penunjang
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15%
pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena
mengandung kalsium cukup banyak.1
Kolesitografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi
sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Pemeriksaan USG
sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk,
penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik.1
3
Pemeriksaan laboratorium. Leukositosis dengan shift ke kiri dapat diamati pada kolesistitis.
Tingkat alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST) dapat
digunakan untuk mengevaluasi keberadaan hepatitis dan dapat meningkat pada kolesistitis
atau dengan penyumbatan saluran empedu umum.Bilirubin dan tes alkali fosfatase digunakan
untuk mengevaluasi bukti penyumbatan saluran umum.Amilase/lipase tes digunakan untuk
mengevaluasi kehadiran pankreatitis.Amilase juga mungkin meningkat sedikit pada
kolesistitis.Tingkat alkali fosfatase tinggi diamati pada 25% pasien dengan kolesistitis.Urine
digunakan untuk menyingkirkan pielonefritis dan batu ginjal. Semua wanita usia subur harus
memiliki pengujian kehamilan.3
Sumber: www.ultrasound-images.com
Sumber: emedicine.medscape.com
Diagnosis kerja
4
Kolesistitis akut merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.Hingga kini patogenesis penyakit
yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas. Walaupun belum ada data epidemiologis
penduduk, insidens kolesistitis dan batu empedu (kolelitiasis) di negara kita relatif lebih
rendah dibandingkan negara-negara di barat.1
Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan litiasis
dan lebih sering timbul secara perlahan-lahan.1
Diagnosis banding
Pankreatitis akut. Merupakan inflamasi pankreas yang ditandai autodigesti pankreas oleh
enzim pankreas.Sel-sel pankreas mengalami cidera atau kematian sehingga terbentuk daerah
nekrosis dan perdarahan.Stimulasi sistem imun dan inflamasi menyebabkan pankreas
mengalami edema dan pembengkakan.Pankreatitis dapat terjadi akibat penyumbatan duktus
pankreatikus, biasanya disebabkan batu empedu di duktus biliaris komunis.Hiperlipidemia
adalah faktor risiko untuk perkembangan pankreatitis.Hiperlipidemia dapat menstimulasi
secara berlebihan pelepasan enzim-enzim pankreas, atau berperan menyebabkan terbentuknya
batu empedu.Alkoholisme kronis juga berkaitan dengan pankreatitis, mungkin akibat
stimulasi pelepasan enzim pankreas atau akibat kerusakan pada sfingter Oddi di usus
halus.Nyeri, sering di daerah epigastrium dan menyebar ke punggung, biasanya setelah makan
banyak atau minum alkohol berlebihan.Nyeri disebabkan pembengkakan dan peregangan
duktus pankreatikus.Nyeri mungkin sangat hebat.Mual dan muntah dapat menyertai serangan
pankreatitis.Pasien tampak sangat sakit. Analisis darah biasanya memperlihatkan peningkatan
kadar amilase dan lipase serum. Selama serangan akut sering terjadi hiperglikemia dan
hiperlipidemia.Hitung sel darah putih meningkat sewaktu terjadi inflamasi dan semakin tinggi
apabila terjadi infeksi.Komplikasi yang dapat terjadi yaitu penurunan tekanan darah dan syok
kardiovaskuler pada serangan yang hebat akibat pelepasan sistemik mediator inflamasi.Dapat
terjadi abses pankreas jika pankreas terinfeksi.Nekrosis jaringan dapat menyebar.Hal ini dapat
menyebabkan perdarahan, kolaps sirkulasi, atau sepsis.Penatalaksanaan yang dilakukan
pasien berpuasa makan dan minum untuk mengurangi sekresi pankreas, cairan diberikan
secara intravena untuk mempertahankan volume dan tekanan darah, diberikan golongan
narkotik biasanya meperidin (Demerol) untuk mengurangi nyeri. Morfin, yang dapat
menyebabkan spasme sfingter Oddi tidak diberikan.4
5
Koledokolitiasis. Batu empedu ada dalam duktus koledokus dalam sekitar 6%-12% dari
semua pasien yang menjalani kolesistektomi. Bila banyak pasien dengan koledokolitiasis
adalah asimptomatik, batu yang di dalam duktus biliaris dapat memberikan komplikasi
bermakna yang membahayakan jiwa, yaitu ikterus, pankreatitis, dan kolangitis.5
Batu duktus koledokus paling sering berasal dari batu kandung empedu, namun dapat
terbentuk dalam saluran empedu akibat struktur biliaris, kolangitis sklerotika primer atau
sekunder, atau pada penyakit Caroli. Gambaran klinisnya dapat asimptomatik.Gejala nya
mencakup kolik biliaris, nyeri intermiten atau konstan di kuadran kanan atas, mual dan
muntah.Ikterus yang berfluktuasi, nyeri tekan kuadran kanan atas dan kandung empedu yang
teraba pada 15% kasus.Demam dan rigor mengindikasikan kolangitis. Penatalaksanaan yang
dilakukan pertama-tama berikan analgesia, cairan iv dan antibiotik (misalnya amoksisilin dan
tobramisin). Pengangkatan batu paling baik dengan ERCP, sfingterotomi dan ekstrasi dengan
keranjang atau balon Dormia.Batu yang besar dapat dilarutkan atau dikurangi ukurannya
dengan methyl-tert-buthyl-ether atau mono-octanion yang diberikan melalui suatu selang
nasobiliaris. Fragmentasi batu secara mekanik dengan litotripsi mungkin terbukti sebagai
alternatif yang berguna.6
Kolangitis. Trias Charcot, terdiri dari demam, ikterus, dan nyeri kuadran kanan atas,
menandai kolangitis. Kolangitis berkembang bila ada obstruksi duktus biliaris dan infeksi.
Organisme gram negatif terus berlanjut menjadi penyebab utama, dengan spesies Klebsiella
dan Escherichia secara berurutan ada dalam 54% dan 39% infeksi. Organisme enterokokal
dan Bacteroides ada dalam 25% kasus.Pemeriksaan klinis dan evaluasi laboratorium
memastikan adanya sepsis dan ikterus. Ada atau tidaknya dilatasi biliaris dan/atau massa
dapat diketahui dengan pemeriksaan gelombang ultra pada abdomen atau CT scan. Hidrasi
intravena dan antibiotik harus dimulai secara dini.Pemilihan untuk panduan antibiotik
meliputi aminoglikosida, penisilin, dan obat antiaerobik.Banyak pasien dengan kolangitis
pada awalnya dapat ditangani dengan antibiotik saja.Kunci untuk penanganan pasien dengan
kolangitis adalah tercapainya dekompresi biliaris dan mempermudah drainse.Ini dapat
dilakukan secara pembedahan, endoskopik, atau perkutan. Beberapa studi acak tersamar
memperlihatkan keunggulan drainase endoskopik dengan angka kematian yang jauh lebih
rendah dan bersihan saluran empedu yang lebih baik dibandingkan operasi terbuka.5 Studi
dengan kontrol memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian dengan ERCP hanya
sepertiga dibandingkan dengan operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang berat.
6
Oleh karenanya ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk dekompresi bilier mendesak
pada kolangitis akut yang tidak respons terhadap terapi konservatif.6
Sumber: www.adamimages.com
Etiologi
Kolesistitis akut. Faktor yang mempengaruhi timbulnya kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis
akut adalah batu kandung empedu (kolesistitis akut kalkulus).1
Kolesistitis kronik. Sama seperti kolesistitis akut, kolesistitis kronik juga berhubungan erat
dengan batu empedu.Namun batu empedu tampaknya tidak berperan langsung dalam inisiasi
peradangan atau nyeri.Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya peradangan kronik
dan terutama pembentukan batu.Mikroorganisme (E. coli dan enterokokus) dapat dibiak dari
empedu pada 1/3 kasus. Faktor resiko lainnya adalah wanita, usia, obesitas, obat-obatan
hormonal, kehamilan. Kolesistitis kronis dapat merupakan kelanjutan dari kolesisititis
akut.Diperkirakan 90-95% penyebab utama dari kolesistitis akut adalah kolelitiasis (batu
empedu) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu.Sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (akalkulus). Faktor lain yang
mempengaruhi adalah kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin
yang merusak lapisan mukosa dinding empedu diikuti reaksi inflamasi dan supurasi.1
Epidemiologi
Di dunia, faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan
orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, dan jarang terjadi di
antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Sejauh ini belum ada data epidemiologis
7
penduduk di Indonesia, insidens kolesistitis di Indonesia relative lebih rendah di banding
negara-negara barat. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya
meningkat pada usia diatas 40 tahun.1,3
Patogenesis
Batu kolesterol. Ketidakseimbangan dalam empedu antara kolesterol, garam empedu, dan
fosfolipid menghasilkan empedu litogenik. Keadaan ini berhubungan dengan penyakit
inflamasi usus.7
Batu pigmen. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.7
Di masyarakat Barat komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan di Jakarta
pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27%
pasien.1
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogensis batu kolesterol: 1) hipersaturasi
kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3)
gangguan motilitas kandung empedu dan usus.1
Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterol berhubungan dengan lumpur kandung empedu
pada stadium awal pembentukan batu.1
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan
faktor diet.Kelebihan aktivitas enzim -glukoronidase bakteri dan manusia (endogen)
memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.
Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan
mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glukoronidase bakteir berasal dari kuman
E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone
yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.1
Batu empedu yang berjalan melalui sistem bilier dapat menyebabkan kolik bilier atau
pankreatitis. Obstruksi akibat batu pada leher kandung kemih yang disertai infeksi akan
menyebabkan kolesistitis. Obstruksi pada CBD yang disertai infeksi menyebabkan kolangitis
septik. Migrasi batu berukuran besar kedalam usus dapat menyebabkan obstruksi usus (ileus
batu empedu).7
8
Kolesistitis akut. Inflamasi akut yang disebabkan oleh obstruksi batu empedu dimulai dengan
adanya iritasi kimia pada kandung empedu oleh asam-asam empedu dengan disertai pelepasan
zat-zat mediator inflamasi (isolesitin, prostaglandin), dismotilitas kandung empedu, distensi
dan iskemia; kontaminasi bakteri merupakan komplikasi lanjut. Pada sakit yang berat,
kolesistitis cenderung terjadi sebagai akibat dari gangguan yang bersifat iskemia.Pada
kolesistitis akut terlihat kandung empedu yang membesar, tegang, berwarna merah cerah
hingga hitam kehijauan, dengan diselubungi lapisan fibrin serosa. Isi di dalam lumennya
berkisar dari cairan yang keruh hingga purulen.1
9
Gambar 7. Patogenesis kolesistitis akut.
Sumber: www.medicastore.com
Manifestasi klinis
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok: pasien dengan batu
asimptomatik, pasien dengan batu empedu simptomatik dan pasien dengan komplikasi batu
empedu (kolesititis akut, iketerus, kolangitis, dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien
dengan batu empedu tanpa gejala, baik waktu diagnosis maupun selama pemantauan.Gejala
batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri
di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di
perut aras atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri idan prekordial.1
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan
atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh.Kadang-kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda.
Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang
ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu.1
Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya
perempuan, gemuk, dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menurut Lesmana LA, dkk, hal ini
sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara kita. Pada pemeriksaan fisis teraba masa
kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda Murphy).Ikterus
dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).Apabila
konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu
ekstrahepatik.Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukosistosis serta
10
kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri
bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan
terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan.1
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal dan
tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea khususnya setelah
makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa. Riwayat
penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung
empedu disertai tanda Murphy (+), dapat menyokong menegakkan diagnosis.1
Terapi
Penanganan profilaktik untuk batu empedu asimptomatik tidak dianjurkan. Sebagian besar
pasien dengan batu asimptomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan
komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun
nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Hanya sebagian
kecil yang akan mengalami symptom akut (kolesistitis akut, kolangitis, pankreatitis, dan
karsinoma kandung empedu).1
Kolesistitis akut. Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi perenteral, diet
ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodic.Pemberian antibiotik
pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan
septisemia.Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk
mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli,
Strep.faecalis dan Klebsiella.1
11
keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus akan membaik tanpa tindakan bedah.
Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbulnya gangren dan komplikasi kegagalan
terapi konservatif dapat dihindarkan, lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat
dan biaya dapat ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan
menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dna teknik operasi lebih sulit karena
proses inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi. Sejak diperkenalkan
tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia pada awal 1991, hingga saat ini
sudah sering dilakukan di pusat-pusat bedah digestif. Menurut kebanyakan ahli bedah
tindakan ini sekalipun invasive mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca
operasi, menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama
perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien.1
Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung empedu yang
simptomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak sulit
untuk pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko
operasi.1
Sumber: klinikonline.files.wordpress.com
Komplikasi
Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan
sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat tersebut
disertai kuman-kuman pembentuk pus.Biasanya terjadi pada pasien laki-laki dengan
kolesistitis akut akalkulus dan juga menderita diabetes mellitus.Gambaran klinis mirip
kolangitis dengan demam tinggi, nyeri kuadran kanan atas yang hebat, leukositosis berat dan
sering keadaan umum lemah.Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi menjadi
12
sepsis gram negatif dan atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai
perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah diagnosis dicurigai.8
Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus
sistikus biasanya oleh sebuah kalkulus besar.Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu
yang tersumbat secara progresif mengalami peregangan oleh mukus (mukokel) atau cairan
transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel mukosa. Pada pemeriksaan fisis
sering teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari kuadran kanan
atas menuju fossa iliaka kanan. Pasien hidrops kandung empedu sering tetap asimptomatik,
walaupun nyeri kuadran kanan atas kronik juga dapat terjadi. Kolesistektomi diindikasikan,
karena dapat timbul komplikasi empiema, perforasi atau gangren.8
Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung empedu mungkin
diakibatkan inflamasi dan pembentukan perlekatan. Fistula dalam duodenum sering disertai
oleh fistul yang melibatkan fleksura hepatikakolon, lambung atau duodenum, dinding
abdomen dan pelvis ginjal.8
Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan
batu empedu yang besar ke dalam lumen usus.Batu tersebut biasanya memasuki duodenum
melalui fistula kolesistoenterik pada tingkat tersebut.Tempat obstruksi oleh batu empedu yang
terjepit biasanya pada katup ileosekal, asalkan usus kecil yang lebih proksimal berkaliber
normal. Sebagian besar pasien tidak memberikan riwayat baik gejala traktus biliaris
sebelumnya maupun keluhan kolesistitis akut yang sugestif atau fistulisasi.8
Prognosis
Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat terlihat dalam 1-4 hari
bila dalam penanganan yang tepat.Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus,
sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak
berfungsi lagi.Tidak jarang pula, menjadi kolesistitis rekuren.Kadang-kadang kolesistitis akut
berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel,
abses hati atau peritonitis umum pada 10-15% kasus.Bila hal ini terjadi, angkan kematian
dapat mencapai 50-60%.Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat
pada awal serangan.Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki angka mortalitas
sebesar 10-50%. Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang
jelek di samping kemungkinan banyak timbul kompliasi pasca bedah.1
13
Penutup
Kolesistitis merupakan reaksi inflamasi pada dinding kandung empedu yang disertai keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam.Kolesistitis dibagi menjadi dua, akut dan
kronik.Keluhan nyeri pada kolesistitis akut kadang menjalar ke pundak atau skapula kanan
dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Pasien yang mengalami penyakit ini
biasanya perempuan, gemuk, usia di atas 40 tahun, dan fertile (4F) meskipun hal ini kadang
tidak sesuai di Indonesia. Etiologi dan patogenesis kolesistitis diduga merupakan adanya batu
empedu/kalkulus (90%) dan sisanya tanpa batu empedu/akalkulus.Penatalaksanaan yang
dapat dilakukan berupa konservatif dan kolesistektomi.Prognosis dari kolesistitis akut
biasanya baik apabila segera ditangani.
Daftar pustaka
1. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, penyunting.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.718-
26.
2. Gleade J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.81.
3. Bloom AA. Cholesystitis. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 15 Juni 2013.
4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2008.h.643.
5. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2003.h.460-3.
6. Hayes, Peter C. Buku saku dan diagnosis. Jakarta: EGC; 2003.h.162-3.
7. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga; 2007.h.120.
8. Isselbacher KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DR. Harisson: Prinsip-
prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC; 2009.h.237-7.
14