Anda di halaman 1dari 138

71014827 metalografi

1. 1. PENDAHULUAN Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari


karakteristik struktur dari logam atau paduan. Mikroskop merupakan
peralatan yang paling penting untuk mempelajari struktur mikro suatu
logam. Mikroskop memungkinkan untuk menghitung ukuran butir, distribusi
dari fasa-fasanya dan inklusi yang memiliki efek yang besar terhadap sifat
logam. Fasa adalah suatu kondisi dimana komponen kimianya sama.
Struktur mikro hanya bisa dilihat dengan bantuan alat, dalam hal ini
mikroskop optik yang dijadikan sebagi alat yang penting dalam pengujian
ini, sedangkan struktur makro dapat dilihat dengan cara visual/kasat mata.
Pengamatan metalografi dibagi menjadi dua, yaitu metalografi makro, yaitu
penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 10 - 1000 kali, dan
metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran
1000 kali. Pada analisa mikro digunakan mikroskop optik untuk
menganalisa strukturnya. Berhasil tidaknya analisa ini ditentukan oleh
preparasi benda uji, semakin sempurna preparasi benda uji, semakin jelas
gambar struktur yang diperoleh. Pada dasarnya pengujian metalografi
mencakup dua spesimen pengujian, antara lain : pengujian merusak atau
Destructive Test (DT) yang mencakup pengujian tarik da n tekan, pengujian
kekerasan, pengujian impak, uji charpy dan relaksasi tegangan , uji
kelelahan dan pengujian keausan. Yang kedua adalah pengujian yang tidak
me rusak atau Non Destructive Test (NDT) yang menggunakan metode
ultrasonik, metode magnetik, metode akustik, metode radiografi dan yang
terakhir adalah pemeriksaa n visual. Metalografi Metalografi meliputi tahap-
tahap sebagai berikut :
1.Cutting, yaitu mengetahui prosedur proses pemotongan sampel dan
menetukan tekn ik pemotongan yang tepat dalam pengambilan sampel
metalografi sehingga didapat b enda uji yang representatif.

2.Mounting, yaitu menempatkan sampel pada suatu media, untuk


memudahkan penangan an sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan
tanpa merusak sampel.

3.Grinding, yaitu meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan


cara menggo sokkan sampel pada kain abrasif atau ampelas.

4.Pemolesan (Polishing), yaitu mendapatkan permukaan sampel yang halus


dan mengk ilat seperti kaca tanpa menggores, sehingga diperoleh permukaan
sampel yang halu s bebas goresan dan mengkilap seperti cermin,
menghilangkan ketidakteraturan sam pel hingga orde 0,01 m.

5.Etsa, yaitu mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan


bantuan mikroskop optik setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada
sampel, meng etahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serat
aplikasinya. Preparasi sampel 1.1Cutting (pemotongan) Pemilihan sampel
yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskop optik merupakan hal yang
sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan penga
matan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersial tidak
homogen sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak
dapat dianggap represent atif. Pengambilan sampel harus direncanakan
sedemikian sehingga menghasilkan sam pel yang sesuai dengan kondisi rata-
rata bahan/kondisi ditempat-tempat tertentu (kritis) dengan memperhatikan
kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pen gambilan sampel
dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun mak
rostrukturnya. Sebagai contoh untuk pengamatan mikrostruktur material
yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada
daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk
kemudian dibandingkan dengan sampe l yang diambil dari daerah yang jauh
dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong,
harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh
karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan y ang
memadai. Beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media
pemotong yang d igunakan, meliputi proses pematahan, pengguntingan,
pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric
Discharge Machining). Berdasarkan ting kat deformasi yang dihasilkan,
teknik pemotongan terbagi menjadi dua yaitu : tek nik pemotongan dengan
deformasi yang besar menggunakan gerinda, sedangkan teknik pemotongan
dengan deformasi yang kecil menggunakan low speed diamond saw.
1.2Mounting Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang
tidak beraturan akan sul it untuk ditangani khususnya ketika dilakukan
pengampelasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh spesimen yang berupa
kawat, spesimen lembaran metal tipis, poton gan yang tipis, dan lain-lain.
Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen ter sebut harus
ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-sy
arat yang harus dimiliki bahan mounting adalah bersifat inert (tidak bereaksi
de ngan material maupun zat etsa), sifat eksoterm, viskositas rendah,
penyusutan li near rendah, sifat adhesi yang baik, memiliki kekerasan yang
sama dengan sampel flowabilitas yang baik, dapat menembus pori, dan
celah. Khusus untuk etsa elektr olitik dan pengujian SEM mempunyai
bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sa mpel yaitu bahan mounting
harus konduktif. Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan
material dan jenis ragam etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mo
unting menggunakan material palstik dan sintetik. Materialnya dapat berupa
resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener atau bakelit.
Penggunaan castabl e ersin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih
sederhana dibandingkan bakelit , karena tidak diperlukan aplikasi panas dan
tekanan. Namun bahan castasble resi n ini tidak memiliki sifat mekanis yang
baik/lunak sehingga kurang cocok untuk m aterial-material yang keras.
Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin
dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bu buk yang
tersedia dengan warna yang beragam. 1.3Grinding (Pengamplasan) Sampel
yang baru saja dipotong atau sampel yang telah terkorosi memiliki permuka
an yang kasar. Permukaan yang kasar tersebut harus diratakan agar
pengamatan str uktur mudah dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan
menggunakan kertas amplas y ang ukuran abrasifnya dinyatakan dengan
mesh. Urutan pengamplasan harus dilakuka n dari nomor mesh yang rendah
(hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 h ingga 600 mesh).
Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekerasan perm ukaan
dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang
harus d iperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air
berfungsi sebagai p emindah geram, memperkecil kerusakan akibat panas
yang timbul sehingga dapat mer ubah struktur mikro sampel dan
memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal l ain yang harus
diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka
arah yang baru adalah 450/900 terhadap arah sebelumnya. 1.4Polishing
(Pemolesan) Setelah di amplas sampai halus (600 grit), sampel harus
dilakukan pemolesan. Pem olesan bertujuan untuk memperoleh permukaan
sampel yang halus, bebas goresan dan mengkilap seperti cermin serta
menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga ord e 0,01 m. Permukaan
sampel yang akan diamati dibawah mikroskop harus benar-benar r ata.
Apabila permukaan sampel kasar/bergelombang, maka pengamatan struktur
mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop
dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan kasar
terlebih dahulu dilaku kan kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus.
Terdapat tiga metode pemolesan antara lain sebagai berikut : a.Pemolesan
elektrolit kimia mempunyai hubungan rapat arus dan tegangan bervaria si
untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda untuk tegangan, terbentuk

2. 3. lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka
terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses
pemolesan. b.Pemolesan kimia mekanis merupakan kombinasi antara etsa
kimia dan pemolesan me kanis yang dilakukan serentak diatas piringan
halus. Partikel pemoles abrasif di campur dengan larutan pengetsa yang
umum digunakan. c.Pemolesan elektro mekanis (metode Reinacher)
merupakan kombinasi antara pemole san elektrolit dan mekanis pada piring
pemoles. Metode ini sangat baik untuk log am mulia, tembaga, kuningan,
dan perunggu. 1.5Etching (Etsa) Etsa merupakan proses
penyerangan/pengikisan batas butir secara selekti fdan ter kendali dengan
pencelupan kedalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maup un
tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati terlihat
dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul
jika diberikan zat etsa, sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk
memilih zat etsa yang tepat. Etsa dibagi menjadi dua macam, yaitu : a.Etsa
kimia merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia
dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga
pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Perlu diingat
bahwa waktu etsa jan gan terlalu lama (umumnya sekitar 4-30 detik), dan
setelah di etsa segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol
kemudian dikeringkan. b.Elektroetsa merupakan proses etsa dengan
menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan
tegangan dan kuat arus listrik serta waktu penge tsaan. Etsa jenis ini
biasanya khusus untuk Stainless Steel karena dengan etsa k imia sulit untuk
mendapatkan detail strukturnya. Pengamatan struktur makro dan mikro
Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu :
1.Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100
kali 2.Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas
100 kali
Continuous Steriliser Sistem Continous adalah system perebusan dimana proses
perebusan TBS dilakukan secara kontinu. Sistem ini hanya dikenal satu jenis saja
yaitu system Continous Sterilizer. Prinsip pengoperasian yang perlu diperhatikan
pada continuous sterilizer antara lain : a. Menggunakan live steam injection dengan
tekanan 14,7 psi (1 bar) atau low pressure sterilizing b. TBS direbus melalui
conveyor dua tingkat yang berada di dalam kompartemen sterilizer c. Proses
perebusan continous single pressure d. Siklus perebusan 60 70 menit Tahap-
tahap system continous sterilizer adalah sebagai berikut :

1) Tahap Pre-Sterilization TBS dikondisikan dengan cara merobek janjang TBS


menjadi dua menggunakan alat FFB Crusher. Tujuannya adalah agar memudahkan
penetrasi steam sampai ke dalam rachis mengingat tekanan perebusan yang
digunakan adalah pada tekanan atmosfer.

2) Tahap Sterilization TBS direbus secara kontinyu pada tekanan atmosfer (Low
Pressure Sterilizing) dengan cara melewatkan TBS yang telah dirobek melalui
suatu kompartemen menggunakan conveyor yang kemudian disemprotkan steam
secara kontinyu pada tekanan atmosfer. Untuk mengurangi steam keluar dari dalam
sterilizer digunakan inlet dan outlet flap valve. Pembuangan kondensat dilakukan
secara kontinu melalui talang drain di sepanjang lantai sterilizer sehingga buah
tidak tergenang kondensat.

3) Tahap Post Sterilization Pemanasan lanjut terhadap brondolan yang telah


dipipil dari tandannya menggunakan alat bejana Post Heated Cooker (PH-Cooker)
dan juga pada horizontal digester. Tujuan pemanasan ini adalah untuk
memanaskan buah lebih lanjut sehingga proses pengurangan kadar air dalam buah,
pelepasan ikatan fiber pada mesocarp dari biji dan pemecahan butiran minyak
dalam buah dapat terjadi lebih baik.

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Metalografi merupakan suatu metode untuk menyelidiki struktur logam dengan menggunakan
mikroskop optis dan mikroskop elektron. Sedangkan struktur yang terlihat pada mikroskop
tersebut tersebut disebut mikrostruktur. Pengamatan tersebut dilakukan terhadap specimen yang
telah diproses sehingga bisa diamati dengan pembesaran tertentu. Gambar 9.1 berikut
menjelaskan specimen dengan pembesaran dan lingkup pengamatannya.

Gambar 9.1 Specimen, ukuran dan bentuk obyek pembesaran

Dari Gambar 9.1 diatas dapat diketahui bahwa penyelidikan mikrostruktur berkisar 10 cm (batas
kemampuan elektron mikroskop hingga 10 cm batas kemampuan mata manusia). Biasanya objek
pengamatan yang digunakan 10 cm atau pembesaran 5000-30000 kali untuk mikroskop elektron
dan 10 cm atau order pembesaran 100-1000 kali mikroskop optik.

9.2.1 Dasar teori makro

Pengujian makro (makroscope test) ialah proses pengujian bahan yang menggunakan mata
terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang dalam permukaan bahan. Angka
kevalidan pengujian makro berkisar antara 0,5 sampai 50 kali. Pengujian cara demikian biasanya
digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki struktur kristal yang tergolong besar atau kasar.
Misalnya, logam hasil coran (tuangan) dan bahan yang termasuk non-metal (bukan logam).

9.2.2 Dasar teori mikro

Pengujian mikro adalah suatu pengujian mengenai struktur bahan melalui pembesaran dengan
menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan pengujian mikro struktur, kita dapat
mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses
perlakuan panas, dan perbedaan komposisi. Untuk melakukan pengujian mikro, maka diperlukan
proses metalografi. Proses metalografi bertujuan untuk melihat struktur mikro suatu bahan ada
beberapa tahap yang harus dilakukan. Tahapan yang harus dilalui adalah mounting, grinding,
polishing, dan etching. Dari keempat proses tersebut, proses grinding dan polishing merupakan
proses yang penting. Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat
mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya.
Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses
perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji. Proses grinding dan polishing
merupakan proses yang sangat penting untuk membuat permukaan sampel menjadi benar-benar
halus agar dapat dilakukan pengujian. Pada proses ini biasa digunakan sebuah mesin poles yang
memiliki komponen utama berupa motor penggerak, piringan logam, dan keran air. Pada
pengujian kali ini digunakan sebuah motor penggerak berupa motor listrik yang akan berfungsi
sebagai penggerak dua piringan logam.

Agar permukaan logam dapat diamati secara metalografi, maka terlebih dahulu dilakukan
persiapan sebagai berikut :

1. Pemotongan specimen

Pada tahap ini, diharapkan specimen dalam keadaan datar, sehingga memudahkan dalam
pengamatan.

2. Mounting specimen (bila diperlukan)

Tahap mounting ini, specimen hanya dilakukan untuk material yang kecil atau tipis saja.
Sedangkan untuk material yang tebal tidak memerlukan proses mounting.

3. Grinding dan polishing

Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk permukaan specimen agar benar-
benar rata. Grinding dilakukan dengan cara menggosok specimen pada mesin hand grinding
yang diberi kertas gosok dengan ukuran grid yang paling kasar (grid 240) sampai yang paling
halus. Sedangkan polishing sendiri dilakukan dengan menggosokkan specimen diatas mesin
polishing machine yang dilengkapi dengan kain wool yang diberi serbuk alumina dengan
kehalusan 1-0,05 mikron. Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih menghaluskan
permukaan specimen sehingga akan lebih mudah melakukan metalografi.

4. Etsa (etching)

Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau mengkorosikan permukaan specimen
yang telah rata karena proses grinding dan polishing menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan
permukaan specimen ini dikarenakan mikrostruktur yang berbeda akan dilarutkan dengan
kecepatan yang berbeda, sehingga meninggalkan bekas permukaan dengan orientasi sudut yang
berbeda pula. Pada pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan dengan cara mencelupkan
specimen pada cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai cairan etsa (etching reagent)
sendiri-sendiri. Perhatikan Gambar 9.2 yang menunjukkan pengaruh efek proses etsa permukaan
specimen yang telah mengalami proses grinding dan polishing.
Gambar 9.2 Pengaruh etsa terhadap permukaan specimen

Setelah permukaan specimen di etsa, maka specimen tersebut siap untuk diamati di bawah
mikroskop dan pengambilan foto metalografi. Pengamatan metalografi pada dasarnya adalah
melihat perbedaan intensitas sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam
mikroskop sehingga terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang, terang). Dengan demikian
apabila seberkas sinar di kenakan pada permukaan specimen maka sinar tersebut akan
dipantulkan sesuai dengan orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar. Semakin tidak
rata permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul ke dalam mikroskop.
Akibatnya, warna yang tampak pada mikroskop adalah warna hitam. Sedangkan permukaan
yang sedikit terkorosi akan tampak berwarna terang (putih) sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 9.3 berikut.

Gambar 9.3 Pantulan sinar pada pengamatan metalografi


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Ilmu logam adalah ilmu mengenai bahan-bahan logam dimana ilmu ini berkembang bukan

berdasarkan teori saja melainkan atas dasar pengamatan, pengukuran dan pengujian.

Pengujian bahan logam saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi, permesinan, bangunan,

maupun bidang lainnya. Hal ini disebabkan karena sifat logam yang bisa diubah, sehingga pengetahuan

tentang metalurgi terus berkembang.

Untuk mengetahui kualitas suatu logam, pengujian sangat erat kaitannya dengan pemilihan bahan

yang akan dipergunakan dalam konstruksi suatu alat, selain itu juga bisa untuk membuktikan suatu teori

yamg sudah ada ataupun penemuan baru dibidang metalurgi. Dalam proses perencanaan, dapat juga

ditentukan jenis bahan maupun dimensinya, sehingga apabila tidak sesuai dapat dicari penggantinya

yang lebih tepat. Disamping tidak mengabaikan faktor biaya produksi dan kualitasnya.

Adapun pengujian yang akan kita lakukan adalah:

Uji Kekerasan

Uji Jomini

Uji Struktur Mikro

Uji Impak
Uji Tarik

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1. Maksud Pengujian

Melalui praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Mengenal alat pengujian, mengetahui bagaimana cara menggunakan, kemampuan dan sifat-sifatnya.

2. Untuk mengetahui parameter - parameter pengujian

3. Untuk mengetahui perhitungan suatu pengujian material yang dikaitkan dengan penggunaanya didalam

praktek.

4. Mengetahui sifat sifat karakteristik dan spesifik dari material logam.

5. Mempratekkan teori teori yang diperoleh dalam mata kuliah ilmu logam kedalam praktikum pengujian

material

6. Melengkapi syarat mata kuliah dan syarat mengikuti Praktek Kerja Nyata.

7. Menambah pengetahuan dan kemampuan menyusun suatu laporan.

1.2.2. Tujuan Pengujian


Melalui pengujian ini diharapkan dapat mengetahui sifat sifat logam seperti sifat mekanik, sifat

fisik dan lain sebagainya. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban atau

gaya tanpa menimbulkan kerusakan pada benda tersebut. Beberapa sifat mekanik antara lain :

KEKUATAN ( STRENGHT )

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah,

kekuatan ini terdiri dari : kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser, dan lain sebagainya.

KEKERASAN ( HARDNESS )

Menyatakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan, pengikisan

( abrasi ).Sifat ini berkaitan terhadap sifat tahan aus ( wear resistance ).

KEKENYALAN ( ELASTICITY )

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan

bentuk yang permanent setelah tegangan dihilangkan. Tetapi apabila tegangan melampaui batas maka

perubahan bentuk akan terjadi walaupun beban dihilangkan.

KEKAKUAN ( STIFNESS )

Adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan terjadinya

perubahan bentuk atau defleksi.

PLASTISITAS ( PLASTICITY )

Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis ( yang permanent ) tanpa

mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sering disebut sebagai keuletan ( ductility ).
KETANGGUHAN ( TOUGHNESS )

Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya

kerusakan atau banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan.

MERANGKAK ( CREEP )

Merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan

fungsi waktu pada saat menerima beban yang besarnya relatif besar.

KELELAHAN ( FATIQUE )

Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang ulang yang

besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisnya.

BAB II

UJI KEKERASAN

2.1. Tujuan Pengujian

Salah satu sifat mekanik dahan yang penting adalah kekerasan. Untuk mengetahui nilai

kekerasan dari suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu metode tertentu.

Pengujian kekerasan ini bertujuan :

1. Untuk memperoleh harga kekerasan suatu logam.


2. Untuk mengetahui perubahan suatu sifat dan perubahan suatu kekerasan dari logam setelah di Heat

Treatment.

3. Untuk mengetahui kekerasan baja terhadap kecepatan pendinginan.

4. Untuk mengetahui perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh media pendingin.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Pengertian Kekerasan

Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam
dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi
permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan dan ada pula yang
mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu
mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam.

Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara pengujian ketiga

jenis tersebut adalah:

1. Kekerasan goresan ( Stracht Hardness ), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresan yang terdapat

pada benda kerja. misalnya cara pengujian MOHS.

2. Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil lekukan yang

terdapat pada benda kerja.

3. Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah harga kekerasan

yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.

Misalnya cara penekanan : BRINELL, MEYER, VICKERS, ROCKWELL, dan lain-lain.

Penentuan kekerasan untuk keperluan industri biasanya digunakan metode. Pengukuran

ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari
sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa

kesukaran mengenai spesifikasinya.

Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan diterapkan untuk

inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik sedang ketahanan aus

berbanding terbalik dengan kekerasan.

2.2.2. Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan

Macam-masam proses perlakuan panas

1. Thermal Treatments.

2. Thermochemical Treatment.

3. Inovatif Surface Treatment.

Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda beda pada kekerasan

misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada kedalaman tertentu

dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan yang dilakukan, perlakuan

panas yang digunakan adalah thermal treatment yang meliputi : annealing ( full annealing,

recrystalization annealing, stress relief annealing ), normalizing, hardening, tempering.

Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai, sedangkan

pada thermal treatment prosesnya meliputi:

1. Hardening
Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa waktu, lalu

dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat kekerasan akan meningkat.

Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan struktur

martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan yang rendah.

2. Tempering

Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan dalam.

Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments dipanasi kembali pada suhu 150 oC - 650 oC.

3. Anealing

Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai temperature

tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian didinginkan perlahan.

Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada peristiwa ini dilakukan pemanasan

sampai diatas suhu kritis ( 60 oC ), kemudian setelah suhu rata didinginkan diudara.

4. Normalizing

Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur butiran yang

halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis 721 oC ( 60 oC ), kemudian

setelah merata didinginkan diudara.

Pada percobaan kita menggunakan proses annealing yang bertujuan :

Melunakkan regangan sisa

Menghaluskan ukuran butir

Memperbaiki sifat kelistrikan


Melunakkan dan memperbaiki keuletan

Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing. Full annealing digunakan

untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan butir dan dalam beberapa hal dapat memperbaiki

machineability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami pemanasan sampai temperatur yang tinggi.

Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar, sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Maka butiran kristal

tersebut perlu dihaluskan dengan full annealing.

Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1 pada dapur

pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan media udara ),

sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC - 60 oC diatas

garis A1.

2.2.3. Macam macam Pengujian Kekerasan Yang Dilakukan

Pengujian yang paling banyak dipakai adalah penekanan-penekanan tertentu pada benda kerja

dengan bahan tertentu dengan mengukur ukuran penekanan yang berbentuk diatasnya :

a. Metode Brinel

b. Metode Vickers

c. Metode Rockwell

Pada laporan ini akan dijelaskan dua metode pengujian kekerasan yang berkaitan dengan
pengujian yang telah dilaksanakan. Metode yang dilakukan pada pengujian ini adalah Metode Brinell
dan Metode Vickers.

a) Metode Pengujian Brinel


Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan memberikan penekanan kepermukaan suatu

speciment uji. Penekanan ini dilakukan dengan menggunakan suatu penekan (indentor) berbentuk bola.

Pada suatu beban tertentu seperti pada gambar berikut dibawah ini :

d
Gambar 2.1. Metode Pengujian Brinell.

Identor terbuat dari berbagai jenis bahan untuk mengukur berbagai tingkat nilai kekerasan.

Jenis Indentor yang digunakan antara lain:

a) Bola baja untuk menguji kekerasan Brinell maximum 400.

b) Bola hultgren untuk menguji kekerasan Brinell maximum 600.

c) Bola karbida wolfram.

Setelah dilakukan pengujian nilai kekerasan Brinell dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

HB=

Dimana : HB = Nilai kekerasan Brinell

F = Besar beban ( Kg )

D = Diameter Indentor ( mm )

d = Diameter Indentasi ( mm )
Spesifikasi Alat :

Place of calib : Future-Tech Corp

Model : FB-1

S/No : 2502

Made In Japan

Gambar 2.2. Brinell Hardness Tester.

b) Metode Pengujian Vickers

Kekerasan ini diukur dengan mempergunakan alat penguji vickers. Dalam pengujian ini dipakai

piramid dimana dengan sudut bidang duanya 136o sebagai penekan.


Hasil pengujian tidak tergantung pada besarnya beban / gaya tekan. Alat ini dapat mengukur

kekerasan bahan mulai dari sangat lunak ( 5 VHN ) sampai yang sangat keras ( 1500 VHN ), tanpa perlu

mengganti daya tekan dapat dipilih antara 1 120 Kg tergantung kekerasan atau ketebalan bahan

yang diuji.

Kekerasan vickers pada prinsipnya sama dengan kekerasan brinell, yaitu beban dibagi luas tapak

penekanan.

Rumus Kekerasan Vickers :

HV = =

Dimana :

F : Force ( Kgf )

D : Diagonal Tapak ( mm )

: Sudut puncak identor ( 136 )


Gambar 2. 3 Mekanisme Pengujian Vickers.

Cara Pengujian Vickers :

Piramida intan yang memiliki sudut bidang berhadapan ( 136 ), ditekankan kepermukaan bagian

yang akan diukur dengan beban sebesar P, setelah ditiadakan kemudian diambil panjang diagonal

diagonalnya, kekerasan vickers didapat dari perbandingan antara beban dengan luas tapak penekan
Spesifikasi :

Model : FV- 100E

S/No : FV2009

Place of calib : Future-Tech

Made In Japan

Gambar 2.4. Vickers Hardness Tester

2.3. Prosedur Pengujian


1. Pembuatan benda yang telah di standarkan.

2. Pemilihan metode pengujian kekerasan yang di pakai berdasarkan atas keperluan.

3. Benda uji di panaskan pada dapur pemanas sampai pada suhu diatas temperatur yang telah ditentukan

dalam full annealing.

4. Penahan pada temperatur tersebut sampai dalam waktu tertentu.

5. Pendinginan benda uji menggunakan media udara.

6. Permukaan benda uji di bersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar terhadap permukaan

meja uji.

7. Pengukuran kekerasan ( pada metode shore dilakukan pada beberapa titik pada permukaan benda uji ).

8. Khusus metode Brinell, dilakukan pengukuran diameter dengan Imprint Diameter Measuring Device

untuk memperoleh nilai kerkerasan.

15 12

Gambar 2.5. Specimen.

Prosedur pengujian benda kerja :


Pemanasan semua speciment dalam pemanas ( nabertherm ) :

1. Speciment 1 suhu 7250 C Holding 6 pendinginan air

2. Speciment 2 suhu 7500 C Holding 6 pendinginan air

3. Speciment 3 suhu 7980 C Holding 6 pendinginan air

4. Speciment 4 suhu 8000 C Holding 6 pendinginan air

Perlakuan selanjutnya yaitu pembersihan penampang permukaan dari terak. Dalam pembersihan ini

penampang harus bersih dan rata serta tegak lurus terhadap sisi lainnya.Dimaksudkan supaya didapat

hasil pengukuran yang tepat agar diperoleh nilai yang sebenarnya.

Prosedur pengujian Brinell yaitu :

1. Menentukan besar beban sesuai jenis dan ketebalan bahan.

2. Memasang indentor pada dudukannya.

3. Specimen uji diletakkan pada landasan dengan posisi penampang tegak lurus terhadap indentor.

4. Menaikkan landasan sampai specimen dan indentor bersinggungan.

5. Melakukan penekanan sampai beban yang telah ditentukan.

6. Pemberian holding time selama.

a) 15 detik untuk besi dan baja.

b) 30 detik untuk tembaga dan paduannya.

c) Beberapa menit untuk timah timbel dan paduannya.


7. Menghilangkan beban dari specimen.

8. Menghitung diameter bekas indentasi.

9. Menghitung nilai kekerasan sesuai rumus

Setelah dapat nilai kekerasan Brinnell ( HB ) penulisannya adalah sebagai

berikut :

HB = A HB C / D / E

Dimana ; HB = symbol nilai kekerasan Brinell.

A = hasil perhitungan dari rumus.

C = besar pembebanan yang dikenakan .

D = diameter indentor.

E = holding time dalam detik.

Misal : 120 HB 10 / 1000 / 5

mempunyai arti nilai kekerasan brinall : 120

diameter indentor : 10

besar beban : 1000

Prosedur pengujian Vickers yaitu :


1) Menentukan beban yang akan digunakan.

2) Memasang indentor piramida intan.

3) Meletakkan specimen pada landasan sehingga penampangnya tegak lurus terhadap indentor.

4) Menyetel ketinggian atau kenaikan specimen, agar seratnya terlihat pada microscope kemudian

menggeser posisi sensor dengan indentor.

5) Melakukan penekanan dengan menekan tombol start.

6) Menuggu speciment ditekan sampai lampu holding padam.

7) Mengeser posisi indentor dengan sensor kembali, kemudian menghitung diagonal batas penekanan

yang terjadi.

8) Menghitung nilai kekerasan yang sesuai dengan rumus.

2.4. Data Pengujian

2.4.1. Kekerasan Brinell.

Bahan : ST 37

Media pendingin : Air

Dimensi : - panjang : 15 mm - diameter : 10 mm

Mesin penguji : Mesin Brinell Hardness Tester

Tabel 2.1 Kekerasan Brinell


No Suhu Bahan Beban (F) D d Kekerasan

( oC ( Kg ) ( mm ) ( mm ) ( HB )
)

1 725 ST 37 1000 10 3,4 106,869

2 750 ST 37 1000 10 2,8 159,235

3 798 ST 37 1000 10 2,8 159,235

4 800 ST 37 1000 10 2.6 176,928

Rumus Kekerasan brinell

HB =

HB1 = = 106,869 HB

HB2 = = 159,235 HB

HB3 = = 159,235 HB

HB4 = = 176,928 HB

2.4.2. Kekerasan Vickers.

Bahan : ST 37
Holding : 6 menit

Media pendingin : Air

Dimensi : - Panjang : 15 mm

- diameter : 10 mm

Mesin penguji : Mesin Vickers Hardness Tester

Tabel 2.6 Kekerasan Vickers

No Suhu Bahan Beban ( F ) Diagonal ( d ) Kekerasan

(oC) ( Kg ) ( mm ) ( HV )

1 725 ST 37 30 0,5935 191,79

2 750 ST 37 30 0,5515 182,868

3 798 ST 37 30 0,538 192,456

4 800 ST 37 30 0,546 186,57

Rumus Kekerasan vickers

HV = 1,854
HV1 = 1,854 = 191,79 HV

HV2 = 1,854 = 182,868 HV

HV3= 1,854 = 192,456 HV

HV4 = 1,854 = 186,57 HV

2.5. Perhitungan Ketelitian Pengujian

A. Perhitungan Ketelitian Pengujian Kekerasan Brinell

1. Diameter penekanan rata rata (Identasi rata - rata)

mm

2. Standar Deviasi (SD)

SD =

3. Daerah Penyimpangan Pengukuran Iudentasi


Dr SD = 2,9

=0

4. Standar Deviasi Rata-rata

SDr =

5. Daerah Pengukuran yang Memenuhi Syarat

Dr SDr = 0 0,725

= 0,725 s.d -0,725

6. Kesalahan Relatif

Kr =

7. Ketelitian Pengukuran

Kp = 100% - Kr

= 100% - 0 % = 56.71 %
Grafik 2.1: Hubungan antara Temperatur dan Kekerasan (HB)

B. Perhitungan Ketelitian Pengujian Kekerasan Vickers

1. Diagonal penekanan rata rata (Identasi rata - rata)

mm

2. Standar Deviasi (SD)


SD =

3. Daerah Penyimpangan Pengukuran Iudentasi

Dr SD = 2,229 0,557

= 2,786 s.d 1,672

4. Standar Deviasi Rata-rata

SDr =

5. Daerah Pengukuran yang Memenuhi Syarat

Dr SDr = 2,229 0,139

= 2,368 s.d 2,09

6. Kesalahan Relatif

Kr =

7. Ketelitian Pengukuran
Kp = 100% - Kr

= 100% - 6,235 % = 93,765 %


Grafik 2.2: Hubungan antara Temperatur (oC ) dan Kekerasan (HV) ]

2.5 Analisa

Setiap metode pengujian memiliki angka konversi kekerasan yang berbeda-beda oleh karena itu
nilai kekerasan yang didapat juga akan berbeda walaupun dilakukan proses heat treatment yang sama.
benda uji setelah dilakukan proses heat treatment pada dasarnya memiliki angka kekerasan yang
berbanding lurus dengan temperatur pemanasan dengan kata lain kekerasan meningkat seiring dengan
kenaikan temperatur pemanasan kemudian didinginkan dengan cepat.

Berdasarkan hasil pengujian kekerasan baja ST 37 (memiliki komposisi kimia C = 0.25%, Mn =


3.3%, S = 0.13%, dan Si = 0.55%) dengan metode Brinell dan metode Vickers dapat diketahui perbedaan
temperatur dan tingkat nilai kekerasan. Dari grafik 2.1 dan grafik 2.2 dapat pula diketahui bahwa bila
temperatur , kekerasannya berubah ( naik Turun).

Perubahan kekerasan suatu logam sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Tingginya temperatur pemanasan

2. Lamanya waktu penahanan , dan

3. Laju pendinginan yang cepat (tegantung pada komposisi kimia dari logam yang diproses.

Perubahan kekerasan suatu logam akan meningkat bila dipanaskan sampai Temperatur di atas
daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dan apabila kadar karbon diketahui, maka
temperatur pemanasanya dapat dibaca dari diagram keseimbangan besi karbida besi. Akan tetapi bila
komposisi baja tidak diketahui, maka akan sulit untuk menentukan temperatur yang tepat.
BAB III

UJI JOMINI

3.1 Tujuan Pengujian

Untuk mengetahui sifat mampu keras pada suatu logam dilakukan pengujian jomini. Percobaan
jomini berhubungan dengan pengaruh Heat Treatment dan kecepatan pendinginan terhadap kekerasan
suatu bahan atau logam.

3.2 Teori Dasar

3.2.1. Kemampuan Pengerasan (Hardebility).

3.2.2. Perlakuan panas (heat treatment) :

Perlakuan panas /heat treatment terhadap baja adalah proses pengubahan stuktur daja dengan cara
pemanasan sampai temperature tertentu selanjutnya diholding pada temperatur tersebut beberapa
saat kemudian didinginkan (cooling)

Tahap-tahap dari proses heat treatmen :

Heating yaitu proses pemanasan logam sampai temperatur tertentu dengan maksud memberi
kesempatan agar terjadi perubahan struktur baru pada logam tersebut.

Holding yaitu proses penahanan pada temperatur tertentu yang bertujuan agar struktur struktur yang
terbentuk tersebut secara merata sebelum proses pendinginan dilakukan.

Cooling yaitu proses pendinginan dengan kecepatan tertentu guna mendapatkan struktur yang
diinginkan.
B C

A 1 2 3 4 5

Waktu ( menit ) D

Gambar 3.1 Diagram Temperatur-Waktu

Keterangan gambar:

AB : Heating
BC : Holding

CD : Cooling

C1 : Pendinginan dengan media air garam (Na CL)

C2 : Pendinginan dengan media air

C3 : Pendinginan dengan media udara

C4 : Pendinginan dengan media minyak

C5 : Pendinginan dalam tungku (furnance )

Macam-macam proses heat treatmen :

a. Hardening

Bertujuan untuk memberikan kekerasan maksimum pada baja. Awalnya dilakukan proses heating,
kemudian dilakukan holding kemudian pendinginan cepat dalam air, olie dan lain-lain. Kecepatan
pendinginan yang sesuai akan mendapatkan transformasi yang sempurna dari austenit menjadi
martensit, pearit, bainit, dan lain-lain. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat bermacam-macam media
pendinggin dan kecepatan pendinginannya.

b. Temppering

Bertujuan untuk menggurangi tegangan dalam, menurunkan kekerasan baja yang telah dihardening
dan meningkatkan keuletan.

Macam-macam temppering :

a. Austemper, menghasilkan struktur bainit, bertujuan untuk mengurangi distorsi dan meningkatkan
kekuatan impact dan ductitas.

b. Martempering, digunakan untuk mencegah struktur distorsi dan retak (cracking) selama
pendinginan yang cepat.

c. Normalizing
Bertujuan untuk mengubah struktur baja yang mengalami pemanasan berlebihan (over heating),
menghilangkan internal stress, meningkatkan machinability dan kekuatan bahan.

d. Anealing

Bertujuan untuk menggurangi kekerasan, menghilangkan internal stress, memperbaiki struktur dan dan
menigkatkan machinability.

Prosesnya adalah dengan pamanasan, holding beberapa saat dan pendinginan secara perlahan-lahan
dalam dapur pemanas atau media yang terisolasi.

Setelah melalui proses laku panas (heat treatment) benda uji di holding selama 6 menit, lalu didinginkan
melalui media pendingin tersebut berpengaruh pada kecepatan pendinginan (rapit cooling). Hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam media pendingin itu sendiri, antara lain:

1. Viskositas

Makin tinggi viskositasnya, maka kemampuan untuk menyerap panas semakin berkurang sehingga
hardenabilitynya semakin berkurang sebab waktu yang lama untuk menjadi dingin.

2. Inisial temperatur cairan pendinginan

Semakin rendah temperatur cairan pendingin, maka semakin besar laju pendinginan sehingga
hardenabilitasnya meningkat.

3. Debit fluida pendingin

Debit ini akan mempengaruhi kapasitas kalor yang dipindahkan dari spesimennya. Semakin tinggi debit
fluidanya makin cepat kalor yang ditransfer, karena luas bidang kontaknya semakin besar pula, dan
hardenabilitasnya meningkat pula.

3.2.3. Pengaruh Pada Media Pendinginan

Sifat mampu keras (hardenability) pada baja yang biasa diukur melalui percobaan jomini dengan
spesimen seperti pada gambar,dipengaruhi oleh enam faktor :

1. Komposisi baja
Meliputi kandungan karbon dan unsur paduan, karbon digunakan untuk meningkatkan kekerasan baja.
Penambahan unsur paduan juga meningkatkan kemampukerasan suatu baja.

2. Ukuran butir

Dengan temperatur austenit lebih tinggi (19260F) akan menghasilkan butiran yang lebih kasar
dibandingkan dengan yang dipanaskan pada temperatur austenit (15000F). Dengan demikian sifat
kemampukerasan baja menjadi lebih meningkat.

3. Homogenitas bahan

Suatu logam yang mempunyai struktur homogen akan mempunyai hardenability lebih tinggi daripada
struktur yang tidak homogen.

4. Dimensi baja

Laju pendinginan pada benda yang besar lebih lambat dari benda kerja dengan ukuran kecil. Suatu baja
dibuat dengan ukuran yang kecil dapat mencari kekerasan yang lebih tinggi sampai bagian tengahnya,
sedangkan ukuran yang besar mungkin saja mencapai kekerasan maksimum. jadi pada bahan pada
dimensi yang kecil kecepatan pendinginanya lebih besar sehingga pada hardenability akan lebih besar.

5. Konduktivitas thermal bahan

Konduktivitas yang memperlambat laju pendinginan,sehinggah hardenability baja juga kecil.

6. Kecepatan pendinginan

Semakin cepat pendinginan dilakukan maka kekerasan bahan akan meningkat.

Pada penggujian jomini yang perlu dibedakan antara pengertian kekerasan dan kemampukerasan
(hardenability). Kekerasan adalah ukuran dari pada daya tahan terhadap deformasi plastis, sedangkan
kemampukerasan adalah kemampuan bahan untuk dikeraskan. Pada percobaan ini batang bulat dengan
ukuran tertentu dipanaskan didaerah austenit dan dicelurkan pada ujungnya dalam air dengan
kecepatan aliran dan tekanan tertentu seperti pada gambar 6 dan 7. Nilai kekerasan sepanjang gradien
laju pendinginan diukur dengan ukuran kekerasan rockwell dan hasilnya digambar sebagai kurva
kemampu kekerasan.

Pengujian jkomini merupakan salah satu pengujian untuk menentukan sifat mampu keras suatu
bahan. Dalam pengujian jomini tidak lepas dari proses Heat Treatment, yaitu diantaranya:

Pada uji jomini kita juga dapat melihat proses tebentuknya kekerasan pada spesimen benda kerja
dengan diagram TTT :
Gambar 3.2 Diagram TTT

Berdasarkan diagram transformasi TTTdi atas, dapat dijelaskan bahwa pada:

Daerah A : Dimana terjadi pendinginan secara cepat dan mendapatkan semprotan air secara langsung, struktur austenit
tidak sempat mengalami perubahan menjadi pearlite maupun ferrite, pendinginan cepat mengakibatkan
austenite berubah menjadi martensite yang bersifat keras dan getas.

Daerah B : Struktur austenite mengalami perubahan menjadi bainite yang merupakan struktur transisi antara
martensite dan ferrite yang bersifat lunak dan getas.

Daerah C : Bentuk struktur ferrite yang bersifat lunak dan ulet, sedang kekerasannya menurun dibandingkan di daerah
A, hal ini disebabkan pada daerah ini struktur austenite sempat mengalami perubahan struktur atomnya
sebelum mengalami pendinginan.

Daerah D : Struktur austenite mengalami perubahan menjadi pearlite yang merupakan transisi antara ferrite dan
smentite yang cenderung bersifat ulet dan lunak, tergantung komposisi ferrite dan cementite dan
kandungan karbonnya

3. 2.4. Hubungan Antara Hardenability dan Kekerasan

Hardenability adalah kemampuan untuk mengeras sampai kekerasan tertentu pada suatu bahan.
Bila bahan tersebut dikenakan suatu perlakuan panas. Sedangkan kekerasan adalah kemampuan bahan
untuk menahan penetrasi dari luar.

Besarnya kekerasan dipengaruhi beberapa faktor :


1.Kandungan Karbon

Semakin besar kandungan karbon semakin tinggi kekerasannya sehingga menjadi getas.

2.Jarak Pendinginan

Jarak pendinginan pada speciment setelah mengalami perlakuan panas pada tiap titik akan berbeda-
beda, semakin jauh jarak pendinginan maka kekerasannya akan semakin kecil.

3.Heat Treatment

Pada perinsipnya, perlakuan panas pada baja untuk membuat homogen unsur unsur paduan yang
terdapat pada dalam logam sehingga didapat komposisi yang seragam ( uniform ) dan mempunyai
kekerasan tertentu dengan mengukur laju pendinginan.

3. 2.5. Pengaruh Rapid Cooling pada sifat Baja.

Kecepatan pendinginan mempengaruhi kekerasan dan hardenability. Hal ini disebabkan kecepatan
pendinginan yang tinggi. Bahan tidak memiliki kesempatan untuk kembali ke struktur semula, semakin
cepat pendinginan bahan tersebut dapat menyebabkan terbentuknya struktur yang bersifat keras tanpa
melalui tahapan tahapan ferrite, pearlite yang mana tahapan itu mempengaruhi hasil akhir dari
kekerasan suatu bahan.

Faktor yang mempengaruhi pendinginan antara lain:

1.Konduktifitas

Konduktifitas berpengaruh pada bahan logam yang berpengaruh pada kecepatan pendinginan
dikarenakan konduktifitas yang besar, maka kecepatan pendinginanjuga besar.

2.Ukuran atau Dimensi

Dimensi yang besar pada benda uji akan meningkatkan kecepatan pendinginan dimana pendinginan
dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan pendinginan yang merata. Sebaliknya semakin kecil
ukuran bahan, maka semakin cepat pendinginan.
3.Media Pendingin

Media pendingin, seperti: oil, udara, air, memiliki kecepatan pendinginan yang berbeda dalam
pendinginan bila digunakan pada bahan, serta pada waktu pendinginan yang sama.
3.3 Prosedur Pengujian

3.3.1 Alat dan bahan yang digunakan

a. Bahan : ST 60

Ukuran : D = 28 mm

d = 25 mm

L = 100 mm

D = 28
d=25
Gambar 3.3 Bentuk speciment jomini

Pemanasan:

1. Pemanasan baja ST 60 dimasukan kedalam tungku atau dapur pemanas.


2. Pemanasan dengan 785 0 C dan diholding selama 6.

Pendinginan:

1. Specimen dikeluarkan dan disemprot air dimulai dari ujungnya.


2. Setelah dingin speciment dikikir dua sisi.

b. Alat yang digunakan :


1. Tungku listrik ( Nebertherm ).

2. Rockwell Hardness Tester.

3. Tang penjepit.

4. Bejana pendingin.

5. Jangka sorong.

6. Kikir.
Gambar 3.4 Rocwell Super facial Hardnes Tester

3.3.2 Jalannya pengujian

1. Speciment dibersihkan dan kemudian diukur dimensinya.

2. Speciment dipanaskan dalam tungku listrik sampai temperature yang ditentukan.

3. Setelah sampai pada temperatur yang ditentukan lalu diholding selama 6.

4. Pindahkan speciment kedudukan yang telah disediakan.

5. kikir dan bersihkan diberi jarak interval 4 mm sebanyak 10 titik.

6. Ukur kekerasannya pada mesin Rockwell tepat pada titik interval.

3.4 Perhitungan Data Jomini

Tabel 3.1 Pengolahan data kekerasan

No
)
1 89 83 6 39

2 80 79 1 1

3 77 75 2 4

4 76 74 2 4

5 73 74 -1 1

6 72 70 2 4

7 67 71 -4 16

8 69 72 -3 9

9 65 69 -4 16

10 65 66 -1 1

= 733 = 95

a. Kekerasan rata rata

b. Standard deviasi

SD =

c. Standard deviasi rata rata


d. Batas pengukuran

BP =

= 95,1082 s/d 94,8918

e. Kesalahan ralatif

KR =

f. Ketelitian pengukuran

KP = 100% - KR = 100% - 0,014% = 99,986 %

3.4.1 Analisa Reagresi

Y=a+bX

Dimana :

a = ; b =

Dimana :

Y = kekerasan

n = jumlah percobaan

X = jarak
SdbTabel 3.2 Hubungan kekerasan dengan jarak

NO X Y X2 Y2 X.Y

1 4 89 16 7.921 356

2 8 80 64 6.400 640

3 12 77 144 5.929 924

4 16 76 256 5.776 1.216

5 20 73 400 5.329 1.460

6 24 72 576 5.184 1.728

7 28 67 784 4.489 1.876

8 32 69 1024 4.761 2.208

9 36 65 1296 4.225 2.340

10 40 64 1600 4.096 2.560

= 220 = 733 = 6160 =15.308

b=

a=

=
Dari persamaan regresi maka didapat nilai Y untuk tiap nilai X

Tabel 3.3 Hasil regresi

No Posisi (X) mm Y = 76,230+ (-0,1332).X

1 4 75,697

2 8 75,164

3 12 74,631

4 16 74,098

5 20 73,566

6 24 73,033

7 28 72,500

8 32 71,967

9 36 71,434

10 40 70,902
Grafik. 3.1 Hubungan antara Kekerasan dengan Jarak

Analisa

Untuk Perbandingan dengan yang tidak dilakukan proses perlakuan panas, yang tadinya

kekerasannya lebih tinggi Setelah dilakukan perlakuan panas pada pengujian jomini ternyata kekerasan

benda kerja menurun, ini disebabkan karena dilakukan perlakuan panas berulang atau jarak waktu dan

jenis pendinginan yang berbeda dari sebelumnya mengakibatkan struktur berubah dimana martensit

semakin berkurang dan akan lebih banyak terbentuk pearlit dan bainit, sehingga kekerasan logam

menjadi menurun (Lebih Lunak)


Berdasarkan grafik 3.1 diatas diketahui:

Pada Zona 4-

Dimana terjadi pendinginan secara cepat dan mendapatkan semprotan air secara langsung, struktur

austenit tidak sempat mengalami perubahan menjadi pearlite maupun ferrite, pendinginan cepat tapi

mengakibatkan austenite berubah menjadi martensite yang bersifat keras dan getas.

Setelah Zona 4 s.d 40

Struktur austenite mengalami perubahan menjadi bainite yang merupakan struktur transisi antara

martensite dan ferrite yang bersifat lunak dan getas. Bentuk struktur ferrite yang bersifat lunak dan ulet,

sedang kekerasannya menurun dibandingkan di zona 4, hal ini disebabkan pada daerah ini struktur

austenite sempat mengalami perubahan struktur atom karena mengalami pendinginan yang lambat.

BAB IV

MIKROSTRUKTUR

4.1 Maksud dan Tujuan


Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui struktur mikro logam serta sifat sifatnya.

Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh Heat Treatment terhadap perubahan struktur mikro dan

perubahan sifat logam serta membandingkannya dengan sifat mekanik yang diinginkannya.

4.2. Teori Dasar

Sifat sifat logam, terutama sifat mekanik sangat dipengaruhi oleh struktur logam disamping
komposisi kimianya. Misalnya suatu logam atau paduan (dengan komposisi kimia tertentu) akan
mempunyai sifat mekanik yang berubah ubah, bila struktur mikronya diubah.

Struktur mikro dapat diubah dengan jalan memberikan proses perlakuan panas atau Heat

Treatment pada logam atau logam paduan, selain proses perlakuan panas, proses deformasi juga dapat

mengubah struktur mikro dari logam atau logam paduan. Dalam pemeriksaan metalografi ini akan

dilakukan dahulu perlakuan panas, kemudian dilakukan pemeriksaan struktur mikro pada beberapa

sample.

Pada pengujian ini menggunakan ST-37 dengan cara dilaku panaskan dengan thermal treatment

yang mana terdiri dari annealing ( full annealing, annealing); normalizing, hardening ,tempering.

Transportasi fasa yang terjadi pada saat pemanasan recrystalization, annealling stress relif

dalam proses fullannealing.

Baja dipanaskan tepat pada Temperatur kritis ( A1 ), belum tampak adanya perubahan struktur mikro.

baja dipanaskan tepat melewati temperatur kritis (7230 C ) akan mengalami reaksi eutektoid, yaitu

lamel-lamel ferrit dan sementit dari perlit akan bereaksi menjadi austenit.

Perlit ( ferrit sementit ) = austeneaksi ini berlangsung pada temperatur konstan temperatur tidak akan

naik sampai seluruh ferrit dan sementit dalam perlit habis menjadi austenit.
Setelah perlit habis maka mulai terjadi kenaikan temperatur, maka ferrit hypoeutektoid akan mengalami

transformasi allotropik ( ferrit BBC menjadi ferrit FCC ), transformasi ini berlangsung pada temperatur

konstan. Transfomasi allotropik berlangsung bersamaan dengan naiknya temperatur, makin tinggi

temperatur makin banyak ferrit yang bertransformasi menjadi austenit.

Ferrit hypouetektoid telah berubah seluruhnya menjadi austenit ketika tempertur mencapai titik kritis

A3.

Pada saat penahanan temperature dengan waktu tertentu akan terjadi difusi oleh atom-atom

untuk menghomogenkan austenit yang terbentuk.. Pada saat perbandingan austenit akan

bertransformasi kembali, sehingga struktur mikro yang terbentuk sesuai dengan laju perbandingan,

misalnya perlit kasar, perlit halus, bainit bawah, bainit atas, martensit dsb.

Transformasi pendinginan lambat dengan media udara :

Austenit akan mulai membentuk inti ferrit pada saat temperature kritis A3 ( inti ferrit pada batas butir

austenit )

Transformasi ini terjadi karena perubahan allotropic dan besi gamma ke besi alpha. Karena ferrit hanya

dapat melarutkan sangat sedikit sekali, maka karbon pada austenit akan semakin banyak bila ferrit

semakin banya terbentuk ( dengan turunnya temperatur ).

Besarnya kandungan karbon dalam austenit dengan menurunnya temperature mengikuti garis

temperature kritis A3, sehingga pada saat temperature mencapai temperatur kritis A3, komposisi sisa

austenit sama dengan komposisi eutectoid. Pada temperature ini austenit berubah menjadi perlit

lamellar.
Prosesnya dengan tumbuhnya sementit yang kaya karbon di perlakukan sejumlah besar karbon dari

austenit akan mengalami kekurangan karbon dan berubah menjadi ferrit. Untuk berubahnya austenit

menjadi ferrit ini dikeluarkan sejumlah karbon yang akan menjadi sementit.

Dengan demikian akan membentuk struktur yang lamellar yang dinamakan perlit. Perpindahan atom itu

berlangsung secara difusi, karenanya membutuhkan waktu yang panjang. Karena itu perlit terjadi pada

proses pendinginan yang berlangsung cukup lambat.

Transformasi austenit menjadi perlit ( reaksi eutectoid ) mengeluarkan sejumlah panas, sehingga reaksi

eutectoid berlangsung pada temperature konstan ( temperature akan turun bila reaksi sudah selesai ).

Saat berada pada temperature kritis transformasi hanya terjadi pada austenit. Ferrit yang terbentuk

sebelumnya ( ferrit hypoeutektoid ) tidak mengalami parubahan.

Pada temperatur yang lebih rendah lagi tidak terjadi transformasi fase.

Proses full annealing ini digunakan untuk membuat baja lebih lunak, menghaluskan butir dan

dalam beberapa hal dapat mamperbaiki maehinability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami

temperature pengerjaan yang tinggi dan dapat menghasilkan butiran-butiran kristal yang terlalu besar

sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Dengan proses full annealing inilah butiran kristal

tersebutdihaluskan.
Gambar 4.1 Diagram Fe3C

Diagram ini dapat dipergunakan untuk mengetahui jenis bahan serta paduan bahan tersebut
hingga penentuan prosentase bahan tersebut dalam diagram ini kita dapat membandingkan fase fase
campuran besi karbon, antara lain sebagai berikut ;

1. Ferrite

Ferrite merupakan larutan padat yang terdapat pada beberapa atom karbon yang maksimal 0,02%

pada Temperatur 7400C satuan gugusnya berbentuk BCC ( bodi center cubik ) bersifat lunak liat dan

magnetis.

2. Cementite
Merupakan karbon dalam besi tuang yang terikat dengan besi membentuk cementite atau Fe3C

yang mengandung 6,67 % berat karbon. Sementite adalah senyawa intersisi yang sangat keras dan

rapuh. Tetapi kekuatan kompresinya cukup tinggi. Cementite ini juga merupakan komponen pearlite.

3. Austenite

Merupakan larutan padat bersel satu satuan kubus pusat permukaan

atau FCC (Face Center Cubic). Bahan dengan fasa austenite mempu-

nyai sifat ulet karena kandungan karbonya sangat kecil yaitu 0,8%.

4. Besi Delta

0
Merupakan larutan karbon didalam besi yang berada diantara temperatur 1400 C 1535 0C (

temperatur cair dan kristalnya berbentuk kubus setengah badan / BCC ) dan daya larut karbon

maksimum 0,1 % pada Temperatur 14900C

5. Ledeburit

Merupakan eutektoid dengan kadar karbon 4,3 % yang terjadi pada Temperatur dibawah 1130 0C.

tersusun dari fase pearlite dan cementite mempunyai sifat keras dan rapuh.

6. Martensite

Merupakan larutan padat dari karbon dan unsur unsur dari besi alfa dengan perubahan atom

atomnya. Martensite terbentuk pada pendinginan austenite yang sangat cepat dan temperatur diatas

temperatur kritisnya. Martensite ini terbentuk pada temperatur dibawah 1450 0 C yang mempunyai sifat

kuat, keras , rapuh dan penghantar listrik yang kurang baik.

7. Pearlite
Merupakan baja eutektoid yang terdiri atas 2 yaitu ferrite dan cementite, yang mengandung

karbon 0,8% yang terjadi pada temperatur dibawah 723 0C.

8. Bainit

Merupakan campuran yang sangat halus dari ferrite dan karbid dibentuk pada keadaan

trasformasi isotermis dari austenite mulai dari Temperatur 250 400 0C mempunyai sifat keras, cukup

ulet dan magnetis.

BCC HCP
FCC
Gambar 4.2 Struktur Kristal Logam

Keterangan gambar ;

1. Face Cubic Centered ( FCC ) yaitu suatu atom disetiap sudut dan satu atom lagi disetiap bidang , atom ini

tersusun atas 14 atom.

2. Body Cubic Centered ( BCC ) yaitu satu atom disetiap sudutnya dan satu atom lagi di tengah tengah

bidang kubus , atom ini terdiri atas 9 atom.


3. Hexagonal Closed Packed ( HCP ) yaitu tersusun atas 2 buah hexagonal yang terdiri dari satu atom tiap

sudut dan satu atom di tengah tengahnya, terdapat juga 3 atom yang menyelinap diantara bangun

hexagonal, atom ini tersusun atas 17 atom.

4. 2. 1. Proses Heat Treatment

Proses ini adalah proses pemanasan dan pendinginan logam yang terkontrol, dengan maksud untuk

mengubah sifat logam secara fisik.

Heat treatment secara khusus terbagi menjadi :

a. Pemanasan sampai temperatur dan kecepatan pendinginan tertentu.

b. Holding Time pada waktu tertentu sehingga temperaturnya merata pada semua bagian logam.

c. Pendinginan dengan media pendingin yang bervariasi, seperti: air, oil, es, udara, dan lain lain.

4.2.2. Pengaruh Perlakuan Panas Pada Struktur Mikro

perlakuan panas yang di lakukan pada suatu bahan yang menimbulkan perubahan struktur dan sifat

perlakuan panas akan mengakibatkan perubahan terhadap struktur mikro serta sifat mekaniknya.

Perlakuan panas juga mempengaruhi kekerasan yang sama, semakin tinggi Temperatur pemanasan

maka harga kekasaran akan naik, begitu juga pada saat penggosokan juga akan mengakibatkan

perubahan struktur dan sifat dari bahan.

Dari percobaan mikroskop ini akan dapat di ketahui perubahan struktur mikro dan sifat serta fasa bahan

dengan membandingkan foto hasil referensi bahan uji setelah dipotret.

4.2.3. Pengetsaan
Tujuan dari pengetsaan adalah untuk memperjelas struktur permukaan bahan yang di laku

panaskan, pengetsaan sangat penting sekali pada proses percobaan struktur mikro, sebab dengan

proses pengetsaan dapat terlihat dengan jelas batas struktur, sehingga dapat dibedakan jenis fase

penyusun bahan tersebut, pengetsaan dilakukan, bila bahan uji benar benar bersih dan mengkilat

seperti kaca,sehingga butir butir bahan jelas terlihat pada mikroskop.

4.3 Prosedur Pengujian

4.3.1 Alat dan bahan yang digunakan

Bahan : Baja ST 60

Alat : Microscope

Mesin alat gosok

Bahan etsa, asam nitrat ( NHO3 ) + alcohol


Gambar 4.3. Furnace Nabertherm

Specifikasi Microscope :

Maker : Union

Model : Type MCB-1 (Conventional 35 mm Camera)

Magnification range : 50 1000X for visual observation 20 160X for 35 mm


photography and 50 400X for Polaroid Photography

Specifikasi Digital Camera :

Maker : Nikon

Model : SMZ 800

Made In Japan

With Optional : Camera 35 mm


Eyepieces lens C-W 10 X

Gambar 4.4. Mikroskop dan Kamera Digital


Specifikasi:

Maker : Stures

Model : Labopol 21

Made In Denmark

Grinding/ Polishing machine (300 rpm)


for 2 disk 250 , 230 , 200 mm

Gambar 4.5. Mesin Poles

4.3.2 Jalannya pengujian

a. Mengukur speciment yang telah ditentukan .

b. Pengamplasan dengan mesin gosok mulai dari yang kasar sampai yang halus.

c. Setelah speciment mengkilat lalu dietsa dengan larutan kimia yaitu asam nitrat ( NHO3 ) + alcohol.

d. Letakkan speciment dibawah lensa obyektif microscope. Atur sedemikian rupa ketinggiannya sehingga

terlihat struktur dengan jelas.


e. Kemudian dilakukan pemotrretan dengan kamera aparatur speed.

f. Analisa struktur micro.

Gambar 4.6. Struktur Ferrite dan Pearlit

4.4. Data Pengujian (Poto Mikrostruktur Baja ST 37)

4.4.1. Poto Mikrostruktur Baja ST 37 dengan Temperatur 750 oC

Larutan Etcha: 5 % Nitrid Acid + 95 % Alkohol = Nital 5 %

Temperatur 750 0C / Pendingin Air


Pembesaran 100 X

Gambar 4.7. Mikrostruktur Baja ST 37 pembesaran 100 X

Keterangan Gambar :

Terang = Ferrite

Gelap = Pearlite

Gambar 4.8 Cara Perhitungan Fasa Ferrit dan Pearlit Baja ST 37 ( Temperatur 746 0C / Air) Pembesaran
100 x

Dari Gambar Mikrostruktur diatas didapat hasil perhitungan persentasi antara Paerlite dan Ferrite

sebagai berikut :

Tabel 4.1 Prosentase Paerlite dan Ferrite

NO. Pearlite (%) Ferrite (%)

1 18 82

2 14 86

3 16 84
4 21 79

5 17 83

86/5 = 17.2 414/5 = 82.8

Tabel 4.2 Data Prosentase Ferrite

No Ferrite (Fe - ) (Fe - )2

1 82 82.8 -0.8 0.64

2 86 82.8 3.2 10.24

3 84 82.8 1.2 1.44

4 79 82.8 -3.8 14.44

5 83 82.8 0.2 0.04

414/5 = 82.8 26.8

Tabel 4.3 Data Prosentase Pearlite

No Paerlite (Pe ) (Pe )2


1 18 17.2 0.8 0.64

2 14 17.2 -3.2 10.24

3 16 17.2 -1.2 1.44

4 21 17.2 3.8 14.44

5 17 17.2 -0.2 0.04

86/5 = 17.2 26.8

A. Ketelitian pengujian

1.Presentase Ferrite

a) Nilai rata rata ferrite

b) Standart Deviasi ( SD )

SD = = = = 3,820

c) Batas Hasil Pengukuran ( HP )

Fe =43,2 3,820 = 39,38 s/d. 47,02

d) Harga Standart Deviasi Rata rata

e) Kesalahan Relatif
KR = % =

f) Ketelitian Pengukuran (KP)

KP = 100 % - KP = 100% - 1,768% = 98,232%

2.Presentase Pearlit

a) Nilai Rata rata Pearlite

b) Standart Deviasi ( SD )

SD = = = 3,7

c) Batas Hasil Pengukuran ( HP )

280,3 s/d 287,7

d) Harga Standart Deviasi Rata-rata

e) Kesalahan Relatif (KR)


KR =

f) Ketelitian pengukuran (KP)

KP = 100 % - KP = 100% - 0,260 % = 99,74 %

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Ilmu logam adalah ilmu mengenai bahan-bahan logam dimana ilmu ini berkembang bukan

berdasarkan teori saja melainkan atas dasar pengamatan, pengukuran dan pengujian.

Pengujian bahan logam saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi, permesinan, bangunan,

maupun bidang lainnya. Hal ini disebabkan karena sifat logam yang bisa diubah, sehingga pengetahuan

tentang metalurgi terus berkembang.


Untuk mengetahui kualitas suatu logam, pengujian sangat erat kaitannya dengan pemilihan bahan

yang akan dipergunakan dalam konstruksi suatu alat, selain itu juga bisa untuk membuktikan suatu teori

yamg sudah ada ataupun penemuan baru dibidang metalurgi. Dalam proses perencanaan, dapat juga

ditentukan jenis bahan maupun dimensinya, sehingga apabila tidak sesuai dapat dicari penggantinya

yang lebih tepat. Disamping tidak mengabaikan faktor biaya produksi dan kualitasnya.

Adapun pengujian yang akan kita lakukan adalah:

Uji Kekerasan

Uji Jomini

Uji Struktur Mikro

Uji Impak

Uji Tarik

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1. Maksud Pengujian

Melalui praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Mengenal alat pengujian, mengetahui bagaimana cara menggunakan, kemampuan dan sifat-sifatnya.

2. Untuk mengetahui parameter - parameter pengujian


3. Untuk mengetahui perhitungan suatu pengujian material yang dikaitkan dengan penggunaanya didalam

praktek.

4. Mengetahui sifat sifat karakteristik dan spesifik dari material logam.

5. Mempratekkan teori teori yang diperoleh dalam mata kuliah ilmu logam kedalam praktikum pengujian

material

6. Melengkapi syarat mata kuliah dan syarat mengikuti Praktek Kerja Nyata.

7. Menambah pengetahuan dan kemampuan menyusun suatu laporan.

1.2.2. Tujuan Pengujian

Melalui pengujian ini diharapkan dapat mengetahui sifat sifat logam seperti sifat mekanik, sifat

fisik dan lain sebagainya. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban atau

gaya tanpa menimbulkan kerusakan pada benda tersebut. Beberapa sifat mekanik antara lain :

KEKUATAN ( STRENGHT )

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah,

kekuatan ini terdiri dari : kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser, dan lain sebagainya.

KEKERASAN ( HARDNESS )

Menyatakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan, pengikisan

( abrasi ).Sifat ini berkaitan terhadap sifat tahan aus ( wear resistance ).

KEKENYALAN ( ELASTICITY )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan

bentuk yang permanent setelah tegangan dihilangkan. Tetapi apabila tegangan melampaui batas maka

perubahan bentuk akan terjadi walaupun beban dihilangkan.

KEKAKUAN ( STIFNESS )

Adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan terjadinya

perubahan bentuk atau defleksi.

PLASTISITAS ( PLASTICITY )

Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis ( yang permanent ) tanpa

mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sering disebut sebagai keuletan ( ductility ).

KETANGGUHAN ( TOUGHNESS )

Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya

kerusakan atau banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan.

MERANGKAK ( CREEP )

Merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan

fungsi waktu pada saat menerima beban yang besarnya relatif besar.

KELELAHAN ( FATIQUE )

Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang ulang yang

besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisnya.


BAB II

UJI KEKERASAN

2.1. Tujuan Pengujian

Salah satu sifat mekanik dahan yang penting adalah kekerasan. Untuk mengetahui nilai

kekerasan dari suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu metode tertentu.

Pengujian kekerasan ini bertujuan :

1. Untuk memperoleh harga kekerasan suatu logam.

2. Untuk mengetahui perubahan suatu sifat dan perubahan suatu kekerasan dari logam setelah di Heat

Treatment.

3. Untuk mengetahui kekerasan baja terhadap kecepatan pendinginan.

4. Untuk mengetahui perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh media pendingin.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Pengertian Kekerasan

Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam
dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi
permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan dan ada pula yang
mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu
mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam.

Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara pengujian ketiga

jenis tersebut adalah:


1. Kekerasan goresan ( Stracht Hardness ), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresan yang terdapat

pada benda kerja. misalnya cara pengujian MOHS.

2. Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil lekukan yang

terdapat pada benda kerja.

3. Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah harga kekerasan

yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.

Misalnya cara penekanan : BRINELL, MEYER, VICKERS, ROCKWELL, dan lain-lain.

Penentuan kekerasan untuk keperluan industri biasanya digunakan metode. Pengukuran

ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari

sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa

kesukaran mengenai spesifikasinya.

Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan diterapkan untuk

inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik sedang ketahanan aus

berbanding terbalik dengan kekerasan.

2.2.2. Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan

Macam-masam proses perlakuan panas

1. Thermal Treatments.

2. Thermochemical Treatment.

3. Inovatif Surface Treatment.


Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda beda pada kekerasan

misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada kedalaman tertentu

dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan yang dilakukan, perlakuan

panas yang digunakan adalah thermal treatment yang meliputi : annealing ( full annealing,

recrystalization annealing, stress relief annealing ), normalizing, hardening, tempering.

Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai, sedangkan

pada thermal treatment prosesnya meliputi:

1. Hardening

Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa waktu, lalu

dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat kekerasan akan meningkat.

Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan struktur

martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan yang rendah.

2. Tempering

Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan dalam.

Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments dipanasi kembali pada suhu 150 oC - 650 oC.

3. Anealing

Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai temperature

tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian didinginkan perlahan.

Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada peristiwa ini dilakukan pemanasan

sampai diatas suhu kritis ( 60 oC ), kemudian setelah suhu rata didinginkan diudara.
4. Normalizing

Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur butiran yang

halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis 721 oC ( 60 oC ), kemudian

setelah merata didinginkan diudara.

Pada percobaan kita menggunakan proses annealing yang bertujuan :

Melunakkan regangan sisa

Menghaluskan ukuran butir

Memperbaiki sifat kelistrikan

Melunakkan dan memperbaiki keuletan

Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing. Full annealing digunakan

untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan butir dan dalam beberapa hal dapat memperbaiki

machineability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami pemanasan sampai temperatur yang tinggi.

Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar, sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Maka butiran kristal

tersebut perlu dihaluskan dengan full annealing.

Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1 pada dapur

pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan media udara ),

sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC - 60 oC diatas

garis A1.

2.2.3. Macam macam Pengujian Kekerasan Yang Dilakukan


Pengujian yang paling banyak dipakai adalah penekanan-penekanan tertentu pada benda kerja

dengan bahan tertentu dengan mengukur ukuran penekanan yang berbentuk diatasnya :

a. Metode Brinel

b. Metode Vickers

c. Metode Rockwell

Pada laporan ini akan dijelaskan dua metode pengujian kekerasan yang berkaitan dengan
pengujian yang telah dilaksanakan. Metode yang dilakukan pada pengujian ini adalah Metode Brinell
dan Metode Vickers.

a) Metode Pengujian Brinel

Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan memberikan penekanan kepermukaan suatu

speciment uji. Penekanan ini dilakukan dengan menggunakan suatu penekan (indentor) berbentuk bola.

Pada suatu beban tertentu seperti pada gambar berikut dibawah ini :
d

Gambar 2.1. Metode Pengujian Brinell.

Identor terbuat dari berbagai jenis bahan untuk mengukur berbagai tingkat nilai kekerasan.

Jenis Indentor yang digunakan antara lain:


a) Bola baja untuk menguji kekerasan Brinell maximum 400.

b) Bola hultgren untuk menguji kekerasan Brinell maximum 600.

c) Bola karbida wolfram.

Setelah dilakukan pengujian nilai kekerasan Brinell dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

HB=

Dimana : HB = Nilai kekerasan Brinell

F = Besar beban ( Kg )

D = Diameter Indentor ( mm )

d = Diameter Indentasi ( mm )

Spesifikasi Alat :

Place of calib : Future-Tech Corp

Model : FB-1

S/No : 2502
Made In Japan

Gambar 2.2. Brinell Hardness Tester.

b) Metode Pengujian Vickers

Kekerasan ini diukur dengan mempergunakan alat penguji vickers. Dalam pengujian ini dipakai

piramid dimana dengan sudut bidang duanya 136o sebagai penekan.

Hasil pengujian tidak tergantung pada besarnya beban / gaya tekan. Alat ini dapat mengukur

kekerasan bahan mulai dari sangat lunak ( 5 VHN ) sampai yang sangat keras ( 1500 VHN ), tanpa perlu

mengganti daya tekan dapat dipilih antara 1 120 Kg tergantung kekerasan atau ketebalan bahan

yang diuji.

Kekerasan vickers pada prinsipnya sama dengan kekerasan brinell, yaitu beban dibagi luas tapak

penekanan.
Rumus Kekerasan Vickers :

HV = =

Dimana :

F : Force ( Kgf )

D : Diagonal Tapak ( mm )

: Sudut puncak identor ( 136 )

Gambar 2. 3 Mekanisme Pengujian Vickers.

Cara Pengujian Vickers :

Piramida intan yang memiliki sudut bidang berhadapan ( 136 ), ditekankan kepermukaan bagian

yang akan diukur dengan beban sebesar P, setelah ditiadakan kemudian diambil panjang diagonal
diagonalnya, kekerasan vickers didapat dari perbandingan antara beban dengan luas tapak penekan

Spesifikasi :

Model : FV- 100E

S/No : FV2009

Place of calib : Future-Tech

Made In Japan

Gambar 2.4. Vickers Hardness Tester


2.3. Prosedur Pengujian

1. Pembuatan benda yang telah di standarkan.

2. Pemilihan metode pengujian kekerasan yang di pakai berdasarkan atas keperluan.

3. Benda uji di panaskan pada dapur pemanas sampai pada suhu diatas temperatur yang telah ditentukan

dalam full annealing.

4. Penahan pada temperatur tersebut sampai dalam waktu tertentu.

5. Pendinginan benda uji menggunakan media udara.

6. Permukaan benda uji di bersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar terhadap permukaan

meja uji.

7. Pengukuran kekerasan ( pada metode shore dilakukan pada beberapa titik pada permukaan benda uji ).

8. Khusus metode Brinell, dilakukan pengukuran diameter dengan Imprint Diameter Measuring Device

untuk memperoleh nilai kerkerasan.

15 12
Gambar 2.5. Specimen.

Prosedur pengujian benda kerja :

Pemanasan semua speciment dalam pemanas ( nabertherm ) :

1. Speciment 1 suhu 7250 C Holding 6 pendinginan air

2. Speciment 2 suhu 7500 C Holding 6 pendinginan air

3. Speciment 3 suhu 7980 C Holding 6 pendinginan air

4. Speciment 4 suhu 8000 C Holding 6 pendinginan air

Perlakuan selanjutnya yaitu pembersihan penampang permukaan dari terak. Dalam pembersihan ini

penampang harus bersih dan rata serta tegak lurus terhadap sisi lainnya.Dimaksudkan supaya didapat

hasil pengukuran yang tepat agar diperoleh nilai yang sebenarnya.

Prosedur pengujian Brinell yaitu :

1. Menentukan besar beban sesuai jenis dan ketebalan bahan.

2. Memasang indentor pada dudukannya.

3. Specimen uji diletakkan pada landasan dengan posisi penampang tegak lurus terhadap indentor.

4. Menaikkan landasan sampai specimen dan indentor bersinggungan.

5. Melakukan penekanan sampai beban yang telah ditentukan.

6. Pemberian holding time selama.

a) 15 detik untuk besi dan baja.


b) 30 detik untuk tembaga dan paduannya.

c) Beberapa menit untuk timah timbel dan paduannya.

7. Menghilangkan beban dari specimen.

8. Menghitung diameter bekas indentasi.

9. Menghitung nilai kekerasan sesuai rumus

Setelah dapat nilai kekerasan Brinnell ( HB ) penulisannya adalah sebagai

berikut :

HB = A HB C / D / E

Dimana ; HB = symbol nilai kekerasan Brinell.

A = hasil perhitungan dari rumus.

C = besar pembebanan yang dikenakan .

D = diameter indentor.

E = holding time dalam detik.

Misal : 120 HB 10 / 1000 / 5

mempunyai arti nilai kekerasan brinall : 120

diameter indentor : 10

besar beban : 1000


Prosedur pengujian Vickers yaitu :

1) Menentukan beban yang akan digunakan.

2) Memasang indentor piramida intan.

3) Meletakkan specimen pada landasan sehingga penampangnya tegak lurus terhadap indentor.

4) Menyetel ketinggian atau kenaikan specimen, agar seratnya terlihat pada microscope kemudian

menggeser posisi sensor dengan indentor.

5) Melakukan penekanan dengan menekan tombol start.

6) Menuggu speciment ditekan sampai lampu holding padam.

7) Mengeser posisi indentor dengan sensor kembali, kemudian menghitung diagonal batas penekanan

yang terjadi.

8) Menghitung nilai kekerasan yang sesuai dengan rumus.

2.4. Data Pengujian

2.4.1. Kekerasan Brinell.

Bahan : ST 37

Media pendingin : Air

Dimensi : - panjang : 15 mm - diameter : 10 mm

Mesin penguji : Mesin Brinell Hardness Tester


Tabel 2.1 Kekerasan Brinell

No Suhu Bahan Beban (F) D d Kekerasan

( oC ( Kg ) ( mm ) ( mm ) ( HB )
)

1 725 ST 37 1000 10 3,4 106,869

2 750 ST 37 1000 10 2,8 159,235

3 798 ST 37 1000 10 2,8 159,235

4 800 ST 37 1000 10 2.6 176,928

Rumus Kekerasan brinell

HB =

HB1 = = 106,869 HB

HB2 = = 159,235 HB

HB3 = = 159,235 HB

HB4 = = 176,928 HB

2.4.2. Kekerasan Vickers.


Bahan : ST 37

Holding : 6 menit

Media pendingin : Air

Dimensi : - Panjang : 15 mm

- diameter : 10 mm

Mesin penguji : Mesin Vickers Hardness Tester

Tabel 2.6 Kekerasan Vickers

No Suhu Bahan Beban ( F ) Diagonal ( d ) Kekerasan

(oC) ( Kg ) ( mm ) ( HV )

1 725 ST 37 30 0,5935 191,79

2 750 ST 37 30 0,5515 182,868

3 798 ST 37 30 0,538 192,456

4 800 ST 37 30 0,546 186,57

Rumus Kekerasan vickers

HV = 1,854
HV1 = 1,854 = 191,79 HV

HV2 = 1,854 = 182,868 HV

HV3= 1,854 = 192,456 HV

HV4 = 1,854 = 186,57 HV

2.5. Perhitungan Ketelitian Pengujian

A. Perhitungan Ketelitian Pengujian Kekerasan Brinell

1. Diameter penekanan rata rata (Identasi rata - rata)

mm

2. Standar Deviasi (SD)

SD =

3. Daerah Penyimpangan Pengukuran Iudentasi


Dr SD = 2,9

=0

4. Standar Deviasi Rata-rata

SDr =

5. Daerah Pengukuran yang Memenuhi Syarat

Dr SDr = 0 0,725

= 0,725 s.d -0,725

6. Kesalahan Relatif

Kr =

7. Ketelitian Pengukuran

Kp = 100% - Kr

= 100% - 0 % = 56.71 %
Grafik 2.1: Hubungan antara Temperatur dan Kekerasan (HB)

B. Perhitungan Ketelitian Pengujian Kekerasan Vickers

1. Diagonal penekanan rata rata (Identasi rata - rata)

mm

2. Standar Deviasi (SD)


SD =

3. Daerah Penyimpangan Pengukuran Iudentasi

Dr SD = 2,229 0,557

= 2,786 s.d 1,672

4. Standar Deviasi Rata-rata

SDr =

5. Daerah Pengukuran yang Memenuhi Syarat

Dr SDr = 2,229 0,139

= 2,368 s.d 2,09

6. Kesalahan Relatif

Kr =

7. Ketelitian Pengukuran
Kp = 100% - Kr

= 100% - 6,235 % = 93,765 %


Grafik 2.2: Hubungan antara Temperatur (oC ) dan Kekerasan (HV) ]

2.5 Analisa

Setiap metode pengujian memiliki angka konversi kekerasan yang berbeda-beda oleh karena itu
nilai kekerasan yang didapat juga akan berbeda walaupun dilakukan proses heat treatment yang sama.
benda uji setelah dilakukan proses heat treatment pada dasarnya memiliki angka kekerasan yang
berbanding lurus dengan temperatur pemanasan dengan kata lain kekerasan meningkat seiring dengan
kenaikan temperatur pemanasan kemudian didinginkan dengan cepat.

Berdasarkan hasil pengujian kekerasan baja ST 37 (memiliki komposisi kimia C = 0.25%, Mn =


3.3%, S = 0.13%, dan Si = 0.55%) dengan metode Brinell dan metode Vickers dapat diketahui perbedaan
temperatur dan tingkat nilai kekerasan. Dari grafik 2.1 dan grafik 2.2 dapat pula diketahui bahwa bila
temperatur , kekerasannya berubah ( naik Turun).

Perubahan kekerasan suatu logam sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Tingginya temperatur pemanasan

2. Lamanya waktu penahanan , dan

3. Laju pendinginan yang cepat (tegantung pada komposisi kimia dari logam yang diproses.

Perubahan kekerasan suatu logam akan meningkat bila dipanaskan sampai Temperatur di atas
daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dan apabila kadar karbon diketahui, maka
temperatur pemanasanya dapat dibaca dari diagram keseimbangan besi karbida besi. Akan tetapi bila
komposisi baja tidak diketahui, maka akan sulit untuk menentukan temperatur yang tepat.
BAB III

UJI JOMINI

3.1 Tujuan Pengujian

Untuk mengetahui sifat mampu keras pada suatu logam dilakukan pengujian jomini. Percobaan
jomini berhubungan dengan pengaruh Heat Treatment dan kecepatan pendinginan terhadap kekerasan
suatu bahan atau logam.

3.2 Teori Dasar

3.2.1. Kemampuan Pengerasan (Hardebility).

3.2.2. Perlakuan panas (heat treatment) :

Perlakuan panas /heat treatment terhadap baja adalah proses pengubahan stuktur daja dengan cara
pemanasan sampai temperature tertentu selanjutnya diholding pada temperatur tersebut beberapa
saat kemudian didinginkan (cooling)

Tahap-tahap dari proses heat treatmen :

Heating yaitu proses pemanasan logam sampai temperatur tertentu dengan maksud memberi
kesempatan agar terjadi perubahan struktur baru pada logam tersebut.

Holding yaitu proses penahanan pada temperatur tertentu yang bertujuan agar struktur struktur yang
terbentuk tersebut secara merata sebelum proses pendinginan dilakukan.

Cooling yaitu proses pendinginan dengan kecepatan tertentu guna mendapatkan struktur yang
diinginkan.
B C

A 1 2 3 4 5

Waktu ( menit ) D

Gambar 3.1 Diagram Temperatur-Waktu

Keterangan gambar:

AB : Heating
BC : Holding

CD : Cooling

C1 : Pendinginan dengan media air garam (Na CL)

C2 : Pendinginan dengan media air

C3 : Pendinginan dengan media udara

C4 : Pendinginan dengan media minyak

C5 : Pendinginan dalam tungku (furnance )

Macam-macam proses heat treatmen :

a. Hardening

Bertujuan untuk memberikan kekerasan maksimum pada baja. Awalnya dilakukan proses heating,
kemudian dilakukan holding kemudian pendinginan cepat dalam air, olie dan lain-lain. Kecepatan
pendinginan yang sesuai akan mendapatkan transformasi yang sempurna dari austenit menjadi
martensit, pearit, bainit, dan lain-lain. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat bermacam-macam media
pendinggin dan kecepatan pendinginannya.

b. Temppering

Bertujuan untuk menggurangi tegangan dalam, menurunkan kekerasan baja yang telah dihardening
dan meningkatkan keuletan.

Macam-macam temppering :

a. Austemper, menghasilkan struktur bainit, bertujuan untuk mengurangi distorsi dan meningkatkan
kekuatan impact dan ductitas.

b. Martempering, digunakan untuk mencegah struktur distorsi dan retak (cracking) selama
pendinginan yang cepat.

c. Normalizing
Bertujuan untuk mengubah struktur baja yang mengalami pemanasan berlebihan (over heating),
menghilangkan internal stress, meningkatkan machinability dan kekuatan bahan.

d. Anealing

Bertujuan untuk menggurangi kekerasan, menghilangkan internal stress, memperbaiki struktur dan dan
menigkatkan machinability.

Prosesnya adalah dengan pamanasan, holding beberapa saat dan pendinginan secara perlahan-lahan
dalam dapur pemanas atau media yang terisolasi.

Setelah melalui proses laku panas (heat treatment) benda uji di holding selama 6 menit, lalu didinginkan
melalui media pendingin tersebut berpengaruh pada kecepatan pendinginan (rapit cooling). Hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam media pendingin itu sendiri, antara lain:

1. Viskositas

Makin tinggi viskositasnya, maka kemampuan untuk menyerap panas semakin berkurang sehingga
hardenabilitynya semakin berkurang sebab waktu yang lama untuk menjadi dingin.

2. Inisial temperatur cairan pendinginan

Semakin rendah temperatur cairan pendingin, maka semakin besar laju pendinginan sehingga
hardenabilitasnya meningkat.

3. Debit fluida pendingin

Debit ini akan mempengaruhi kapasitas kalor yang dipindahkan dari spesimennya. Semakin tinggi debit
fluidanya makin cepat kalor yang ditransfer, karena luas bidang kontaknya semakin besar pula, dan
hardenabilitasnya meningkat pula.

3.2.3. Pengaruh Pada Media Pendinginan

Sifat mampu keras (hardenability) pada baja yang biasa diukur melalui percobaan jomini dengan
spesimen seperti pada gambar,dipengaruhi oleh enam faktor :

1. Komposisi baja
Meliputi kandungan karbon dan unsur paduan, karbon digunakan untuk meningkatkan kekerasan baja.
Penambahan unsur paduan juga meningkatkan kemampukerasan suatu baja.

2. Ukuran butir

Dengan temperatur austenit lebih tinggi (19260F) akan menghasilkan butiran yang lebih kasar
dibandingkan dengan yang dipanaskan pada temperatur austenit (15000F). Dengan demikian sifat
kemampukerasan baja menjadi lebih meningkat.

3. Homogenitas bahan

Suatu logam yang mempunyai struktur homogen akan mempunyai hardenability lebih tinggi daripada
struktur yang tidak homogen.

4. Dimensi baja

Laju pendinginan pada benda yang besar lebih lambat dari benda kerja dengan ukuran kecil. Suatu baja
dibuat dengan ukuran yang kecil dapat mencari kekerasan yang lebih tinggi sampai bagian tengahnya,
sedangkan ukuran yang besar mungkin saja mencapai kekerasan maksimum. jadi pada bahan pada
dimensi yang kecil kecepatan pendinginanya lebih besar sehingga pada hardenability akan lebih besar.

5. Konduktivitas thermal bahan

Konduktivitas yang memperlambat laju pendinginan,sehinggah hardenability baja juga kecil.

6. Kecepatan pendinginan

Semakin cepat pendinginan dilakukan maka kekerasan bahan akan meningkat.

Pada penggujian jomini yang perlu dibedakan antara pengertian kekerasan dan kemampukerasan
(hardenability). Kekerasan adalah ukuran dari pada daya tahan terhadap deformasi plastis, sedangkan
kemampukerasan adalah kemampuan bahan untuk dikeraskan. Pada percobaan ini batang bulat dengan
ukuran tertentu dipanaskan didaerah austenit dan dicelurkan pada ujungnya dalam air dengan
kecepatan aliran dan tekanan tertentu seperti pada gambar 6 dan 7. Nilai kekerasan sepanjang gradien
laju pendinginan diukur dengan ukuran kekerasan rockwell dan hasilnya digambar sebagai kurva
kemampu kekerasan.

Pengujian jkomini merupakan salah satu pengujian untuk menentukan sifat mampu keras suatu
bahan. Dalam pengujian jomini tidak lepas dari proses Heat Treatment, yaitu diantaranya:

Pada uji jomini kita juga dapat melihat proses tebentuknya kekerasan pada spesimen benda kerja
dengan diagram TTT :
Gambar 3.2 Diagram TTT

Berdasarkan diagram transformasi TTTdi atas, dapat dijelaskan bahwa pada:

Daerah A : Dimana terjadi pendinginan secara cepat dan mendapatkan semprotan air secara langsung, struktur austenit
tidak sempat mengalami perubahan menjadi pearlite maupun ferrite, pendinginan cepat mengakibatkan
austenite berubah menjadi martensite yang bersifat keras dan getas.

Daerah B : Struktur austenite mengalami perubahan menjadi bainite yang merupakan struktur transisi antara
martensite dan ferrite yang bersifat lunak dan getas.

Daerah C : Bentuk struktur ferrite yang bersifat lunak dan ulet, sedang kekerasannya menurun dibandingkan di daerah
A, hal ini disebabkan pada daerah ini struktur austenite sempat mengalami perubahan struktur atomnya
sebelum mengalami pendinginan.

Daerah D : Struktur austenite mengalami perubahan menjadi pearlite yang merupakan transisi antara ferrite dan
smentite yang cenderung bersifat ulet dan lunak, tergantung komposisi ferrite dan cementite dan
kandungan karbonnya

3. 2.4. Hubungan Antara Hardenability dan Kekerasan

Hardenability adalah kemampuan untuk mengeras sampai kekerasan tertentu pada suatu bahan.
Bila bahan tersebut dikenakan suatu perlakuan panas. Sedangkan kekerasan adalah kemampuan bahan
untuk menahan penetrasi dari luar.

Besarnya kekerasan dipengaruhi beberapa faktor :


1.Kandungan Karbon

Semakin besar kandungan karbon semakin tinggi kekerasannya sehingga menjadi getas.

2.Jarak Pendinginan

Jarak pendinginan pada speciment setelah mengalami perlakuan panas pada tiap titik akan berbeda-
beda, semakin jauh jarak pendinginan maka kekerasannya akan semakin kecil.

3.Heat Treatment

Pada perinsipnya, perlakuan panas pada baja untuk membuat homogen unsur unsur paduan yang
terdapat pada dalam logam sehingga didapat komposisi yang seragam ( uniform ) dan mempunyai
kekerasan tertentu dengan mengukur laju pendinginan.

3. 2.5. Pengaruh Rapid Cooling pada sifat Baja.

Kecepatan pendinginan mempengaruhi kekerasan dan hardenability. Hal ini disebabkan kecepatan
pendinginan yang tinggi. Bahan tidak memiliki kesempatan untuk kembali ke struktur semula, semakin
cepat pendinginan bahan tersebut dapat menyebabkan terbentuknya struktur yang bersifat keras tanpa
melalui tahapan tahapan ferrite, pearlite yang mana tahapan itu mempengaruhi hasil akhir dari
kekerasan suatu bahan.

Faktor yang mempengaruhi pendinginan antara lain:

1.Konduktifitas

Konduktifitas berpengaruh pada bahan logam yang berpengaruh pada kecepatan pendinginan
dikarenakan konduktifitas yang besar, maka kecepatan pendinginanjuga besar.

2.Ukuran atau Dimensi

Dimensi yang besar pada benda uji akan meningkatkan kecepatan pendinginan dimana pendinginan
dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan pendinginan yang merata. Sebaliknya semakin kecil
ukuran bahan, maka semakin cepat pendinginan.
3.Media Pendingin

Media pendingin, seperti: oil, udara, air, memiliki kecepatan pendinginan yang berbeda dalam
pendinginan bila digunakan pada bahan, serta pada waktu pendinginan yang sama.
3.3 Prosedur Pengujian

3.3.1 Alat dan bahan yang digunakan

a. Bahan : ST 60

Ukuran : D = 28 mm

d = 25 mm

L = 100 mm

D = 28
d=25
Gambar 3.3 Bentuk speciment jomini

Pemanasan:

1. Pemanasan baja ST 60 dimasukan kedalam tungku atau dapur pemanas.


2. Pemanasan dengan 785 0 C dan diholding selama 6.

Pendinginan:

1. Specimen dikeluarkan dan disemprot air dimulai dari ujungnya.


2. Setelah dingin speciment dikikir dua sisi.

b. Alat yang digunakan :


1. Tungku listrik ( Nebertherm ).

2. Rockwell Hardness Tester.

3. Tang penjepit.

4. Bejana pendingin.

5. Jangka sorong.

6. Kikir.
Gambar 3.4 Rocwell Super facial Hardnes Tester

3.3.2 Jalannya pengujian

1. Speciment dibersihkan dan kemudian diukur dimensinya.

2. Speciment dipanaskan dalam tungku listrik sampai temperature yang ditentukan.

3. Setelah sampai pada temperatur yang ditentukan lalu diholding selama 6.

4. Pindahkan speciment kedudukan yang telah disediakan.

5. kikir dan bersihkan diberi jarak interval 4 mm sebanyak 10 titik.

6. Ukur kekerasannya pada mesin Rockwell tepat pada titik interval.

3.4 Perhitungan Data Jomini

Tabel 3.1 Pengolahan data kekerasan

No
)
1 89 83 6 39

2 80 79 1 1

3 77 75 2 4

4 76 74 2 4

5 73 74 -1 1

6 72 70 2 4

7 67 71 -4 16

8 69 72 -3 9

9 65 69 -4 16

10 65 66 -1 1

= 733 = 95

a. Kekerasan rata rata

b. Standard deviasi

SD =

c. Standard deviasi rata rata


d. Batas pengukuran

BP =

= 95,1082 s/d 94,8918

e. Kesalahan ralatif

KR =

f. Ketelitian pengukuran

KP = 100% - KR = 100% - 0,014% = 99,986 %

3.4.1 Analisa Reagresi

Y=a+bX

Dimana :

a = ; b =

Dimana :

Y = kekerasan

n = jumlah percobaan

X = jarak
SdbTabel 3.2 Hubungan kekerasan dengan jarak

NO X Y X2 Y2 X.Y

1 4 89 16 7.921 356

2 8 80 64 6.400 640

3 12 77 144 5.929 924

4 16 76 256 5.776 1.216

5 20 73 400 5.329 1.460

6 24 72 576 5.184 1.728

7 28 67 784 4.489 1.876

8 32 69 1024 4.761 2.208

9 36 65 1296 4.225 2.340

10 40 64 1600 4.096 2.560

= 220 = 733 = 6160 =15.308

b=

a=

=
Dari persamaan regresi maka didapat nilai Y untuk tiap nilai X

Tabel 3.3 Hasil regresi

No Posisi (X) mm Y = 76,230+ (-0,1332).X

1 4 75,697

2 8 75,164

3 12 74,631

4 16 74,098

5 20 73,566

6 24 73,033

7 28 72,500

8 32 71,967

9 36 71,434

10 40 70,902
Grafik. 3.1 Hubungan antara Kekerasan dengan Jarak

Analisa

Untuk Perbandingan dengan yang tidak dilakukan proses perlakuan panas, yang tadinya

kekerasannya lebih tinggi Setelah dilakukan perlakuan panas pada pengujian jomini ternyata kekerasan

benda kerja menurun, ini disebabkan karena dilakukan perlakuan panas berulang atau jarak waktu dan

jenis pendinginan yang berbeda dari sebelumnya mengakibatkan struktur berubah dimana martensit

semakin berkurang dan akan lebih banyak terbentuk pearlit dan bainit, sehingga kekerasan logam

menjadi menurun (Lebih Lunak)


Berdasarkan grafik 3.1 diatas diketahui:

Pada Zona 4-

Dimana terjadi pendinginan secara cepat dan mendapatkan semprotan air secara langsung, struktur

austenit tidak sempat mengalami perubahan menjadi pearlite maupun ferrite, pendinginan cepat tapi

mengakibatkan austenite berubah menjadi martensite yang bersifat keras dan getas.

Setelah Zona 4 s.d 40

Struktur austenite mengalami perubahan menjadi bainite yang merupakan struktur transisi antara

martensite dan ferrite yang bersifat lunak dan getas. Bentuk struktur ferrite yang bersifat lunak dan ulet,

sedang kekerasannya menurun dibandingkan di zona 4, hal ini disebabkan pada daerah ini struktur

austenite sempat mengalami perubahan struktur atom karena mengalami pendinginan yang lambat.

BAB IV

MIKROSTRUKTUR

4.1 Maksud dan Tujuan


Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui struktur mikro logam serta sifat sifatnya.

Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh Heat Treatment terhadap perubahan struktur mikro dan

perubahan sifat logam serta membandingkannya dengan sifat mekanik yang diinginkannya.

4.2. Teori Dasar

Sifat sifat logam, terutama sifat mekanik sangat dipengaruhi oleh struktur logam disamping
komposisi kimianya. Misalnya suatu logam atau paduan (dengan komposisi kimia tertentu) akan
mempunyai sifat mekanik yang berubah ubah, bila struktur mikronya diubah.

Struktur mikro dapat diubah dengan jalan memberikan proses perlakuan panas atau Heat

Treatment pada logam atau logam paduan, selain proses perlakuan panas, proses deformasi juga dapat

mengubah struktur mikro dari logam atau logam paduan. Dalam pemeriksaan metalografi ini akan

dilakukan dahulu perlakuan panas, kemudian dilakukan pemeriksaan struktur mikro pada beberapa

sample.

Pada pengujian ini menggunakan ST-37 dengan cara dilaku panaskan dengan thermal treatment

yang mana terdiri dari annealing ( full annealing, annealing); normalizing, hardening ,tempering.

Transportasi fasa yang terjadi pada saat pemanasan recrystalization, annealling stress relif

dalam proses fullannealing.

Baja dipanaskan tepat pada Temperatur kritis ( A1 ), belum tampak adanya perubahan struktur mikro.

baja dipanaskan tepat melewati temperatur kritis (7230 C ) akan mengalami reaksi eutektoid, yaitu

lamel-lamel ferrit dan sementit dari perlit akan bereaksi menjadi austenit.

Perlit ( ferrit sementit ) = austeneaksi ini berlangsung pada temperatur konstan temperatur tidak akan

naik sampai seluruh ferrit dan sementit dalam perlit habis menjadi austenit.
Setelah perlit habis maka mulai terjadi kenaikan temperatur, maka ferrit hypoeutektoid akan mengalami

transformasi allotropik ( ferrit BBC menjadi ferrit FCC ), transformasi ini berlangsung pada temperatur

konstan. Transfomasi allotropik berlangsung bersamaan dengan naiknya temperatur, makin tinggi

temperatur makin banyak ferrit yang bertransformasi menjadi austenit.

Ferrit hypouetektoid telah berubah seluruhnya menjadi austenit ketika tempertur mencapai titik kritis

A3.

Pada saat penahanan temperature dengan waktu tertentu akan terjadi difusi oleh atom-atom

untuk menghomogenkan austenit yang terbentuk.. Pada saat perbandingan austenit akan

bertransformasi kembali, sehingga struktur mikro yang terbentuk sesuai dengan laju perbandingan,

misalnya perlit kasar, perlit halus, bainit bawah, bainit atas, martensit dsb.

Transformasi pendinginan lambat dengan media udara :

Austenit akan mulai membentuk inti ferrit pada saat temperature kritis A3 ( inti ferrit pada batas butir

austenit )

Transformasi ini terjadi karena perubahan allotropic dan besi gamma ke besi alpha. Karena ferrit hanya

dapat melarutkan sangat sedikit sekali, maka karbon pada austenit akan semakin banyak bila ferrit

semakin banya terbentuk ( dengan turunnya temperatur ).

Besarnya kandungan karbon dalam austenit dengan menurunnya temperature mengikuti garis

temperature kritis A3, sehingga pada saat temperature mencapai temperatur kritis A3, komposisi sisa

austenit sama dengan komposisi eutectoid. Pada temperature ini austenit berubah menjadi perlit

lamellar.
Prosesnya dengan tumbuhnya sementit yang kaya karbon di perlakukan sejumlah besar karbon dari

austenit akan mengalami kekurangan karbon dan berubah menjadi ferrit. Untuk berubahnya austenit

menjadi ferrit ini dikeluarkan sejumlah karbon yang akan menjadi sementit.

Dengan demikian akan membentuk struktur yang lamellar yang dinamakan perlit. Perpindahan atom itu

berlangsung secara difusi, karenanya membutuhkan waktu yang panjang. Karena itu perlit terjadi pada

proses pendinginan yang berlangsung cukup lambat.

Transformasi austenit menjadi perlit ( reaksi eutectoid ) mengeluarkan sejumlah panas, sehingga reaksi

eutectoid berlangsung pada temperature konstan ( temperature akan turun bila reaksi sudah selesai ).

Saat berada pada temperature kritis transformasi hanya terjadi pada austenit. Ferrit yang terbentuk

sebelumnya ( ferrit hypoeutektoid ) tidak mengalami parubahan.

Pada temperatur yang lebih rendah lagi tidak terjadi transformasi fase.

Proses full annealing ini digunakan untuk membuat baja lebih lunak, menghaluskan butir dan

dalam beberapa hal dapat mamperbaiki maehinability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami

temperature pengerjaan yang tinggi dan dapat menghasilkan butiran-butiran kristal yang terlalu besar

sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Dengan proses full annealing inilah butiran kristal

tersebutdihaluskan.
Gambar 4.1 Diagram Fe3C

Diagram ini dapat dipergunakan untuk mengetahui jenis bahan serta paduan bahan tersebut
hingga penentuan prosentase bahan tersebut dalam diagram ini kita dapat membandingkan fase fase
campuran besi karbon, antara lain sebagai berikut ;

1. Ferrite

Ferrite merupakan larutan padat yang terdapat pada beberapa atom karbon yang maksimal 0,02%

pada Temperatur 7400C satuan gugusnya berbentuk BCC ( bodi center cubik ) bersifat lunak liat dan

magnetis.

2. Cementite
Merupakan karbon dalam besi tuang yang terikat dengan besi membentuk cementite atau Fe3C

yang mengandung 6,67 % berat karbon. Sementite adalah senyawa intersisi yang sangat keras dan

rapuh. Tetapi kekuatan kompresinya cukup tinggi. Cementite ini juga merupakan komponen pearlite.

3. Austenite

Merupakan larutan padat bersel satu satuan kubus pusat permukaan

atau FCC (Face Center Cubic). Bahan dengan fasa austenite mempu-

nyai sifat ulet karena kandungan karbonya sangat kecil yaitu 0,8%.

4. Besi Delta

0
Merupakan larutan karbon didalam besi yang berada diantara temperatur 1400 C 1535 0C (

temperatur cair dan kristalnya berbentuk kubus setengah badan / BCC ) dan daya larut karbon

maksimum 0,1 % pada Temperatur 14900C

5. Ledeburit

Merupakan eutektoid dengan kadar karbon 4,3 % yang terjadi pada Temperatur dibawah 1130 0C.

tersusun dari fase pearlite dan cementite mempunyai sifat keras dan rapuh.

6. Martensite

Merupakan larutan padat dari karbon dan unsur unsur dari besi alfa dengan perubahan atom

atomnya. Martensite terbentuk pada pendinginan austenite yang sangat cepat dan temperatur diatas

temperatur kritisnya. Martensite ini terbentuk pada temperatur dibawah 1450 0 C yang mempunyai sifat

kuat, keras , rapuh dan penghantar listrik yang kurang baik.

7. Pearlite
Merupakan baja eutektoid yang terdiri atas 2 yaitu ferrite dan cementite, yang mengandung

karbon 0,8% yang terjadi pada temperatur dibawah 723 0C.

8. Bainit

Merupakan campuran yang sangat halus dari ferrite dan karbid dibentuk pada keadaan

trasformasi isotermis dari austenite mulai dari Temperatur 250 400 0C mempunyai sifat keras, cukup

ulet dan magnetis.

BCC HCP
FCC
Gambar 4.2 Struktur Kristal Logam

Keterangan gambar ;

1. Face Cubic Centered ( FCC ) yaitu suatu atom disetiap sudut dan satu atom lagi disetiap bidang , atom ini

tersusun atas 14 atom.

2. Body Cubic Centered ( BCC ) yaitu satu atom disetiap sudutnya dan satu atom lagi di tengah tengah

bidang kubus , atom ini terdiri atas 9 atom.


3. Hexagonal Closed Packed ( HCP ) yaitu tersusun atas 2 buah hexagonal yang terdiri dari satu atom tiap

sudut dan satu atom di tengah tengahnya, terdapat juga 3 atom yang menyelinap diantara bangun

hexagonal, atom ini tersusun atas 17 atom.

4. 2. 1. Proses Heat Treatment

Proses ini adalah proses pemanasan dan pendinginan logam yang terkontrol, dengan maksud untuk

mengubah sifat logam secara fisik.

Heat treatment secara khusus terbagi menjadi :

a. Pemanasan sampai temperatur dan kecepatan pendinginan tertentu.

b. Holding Time pada waktu tertentu sehingga temperaturnya merata pada semua bagian logam.

c. Pendinginan dengan media pendingin yang bervariasi, seperti: air, oil, es, udara, dan lain lain.

4.2.2. Pengaruh Perlakuan Panas Pada Struktur Mikro

perlakuan panas yang di lakukan pada suatu bahan yang menimbulkan perubahan struktur dan sifat

perlakuan panas akan mengakibatkan perubahan terhadap struktur mikro serta sifat mekaniknya.

Perlakuan panas juga mempengaruhi kekerasan yang sama, semakin tinggi Temperatur pemanasan

maka harga kekasaran akan naik, begitu juga pada saat penggosokan juga akan mengakibatkan

perubahan struktur dan sifat dari bahan.

Dari percobaan mikroskop ini akan dapat di ketahui perubahan struktur mikro dan sifat serta fasa bahan

dengan membandingkan foto hasil referensi bahan uji setelah dipotret.

4.2.3. Pengetsaan
Tujuan dari pengetsaan adalah untuk memperjelas struktur permukaan bahan yang di laku

panaskan, pengetsaan sangat penting sekali pada proses percobaan struktur mikro, sebab dengan

proses pengetsaan dapat terlihat dengan jelas batas struktur, sehingga dapat dibedakan jenis fase

penyusun bahan tersebut, pengetsaan dilakukan, bila bahan uji benar benar bersih dan mengkilat

seperti kaca,sehingga butir butir bahan jelas terlihat pada mikroskop.

4.3 Prosedur Pengujian

4.3.1 Alat dan bahan yang digunakan

Bahan : Baja ST 60

Alat : Microscope

Mesin alat gosok

Bahan etsa, asam nitrat ( NHO3 ) + alcohol


Gambar 4.3. Furnace Nabertherm

Specifikasi Microscope :

Maker : Union

Model : Type MCB-1 (Conventional 35 mm Camera)

Magnification range : 50 1000X for visual observation 20 160X for 35 mm


photography and 50 400X for Polaroid Photography

Specifikasi Digital Camera :

Maker : Nikon

Model : SMZ 800

Made In Japan

With Optional : Camera 35 mm


Eyepieces lens C-W 10 X

Gambar 4.4. Mikroskop dan Kamera Digital


Specifikasi:

Maker : Stures

Model : Labopol 21

Made In Denmark

Grinding/ Polishing machine (300 rpm)


for 2 disk 250 , 230 , 200 mm

Gambar 4.5. Mesin Poles

4.3.2 Jalannya pengujian

a. Mengukur speciment yang telah ditentukan .

b. Pengamplasan dengan mesin gosok mulai dari yang kasar sampai yang halus.

c. Setelah speciment mengkilat lalu dietsa dengan larutan kimia yaitu asam nitrat ( NHO3 ) + alcohol.

d. Letakkan speciment dibawah lensa obyektif microscope. Atur sedemikian rupa ketinggiannya sehingga

terlihat struktur dengan jelas.


e. Kemudian dilakukan pemotrretan dengan kamera aparatur speed.

f. Analisa struktur micro.

Gambar 4.6. Struktur Ferrite dan Pearlit

4.4. Data Pengujian (Poto Mikrostruktur Baja ST 37)

4.4.1. Poto Mikrostruktur Baja ST 37 dengan Temperatur 750 oC

Larutan Etcha: 5 % Nitrid Acid + 95 % Alkohol = Nital 5 %

Temperatur 750 0C / Pendingin Air


Pembesaran 100 X

Gambar 4.7. Mikrostruktur Baja ST 37 pembesaran 100 X

Keterangan Gambar :

Terang = Ferrite

Gelap = Pearlite

Gambar 4.8 Cara Perhitungan Fasa Ferrit dan Pearlit Baja ST 37 ( Temperatur 746 0C / Air) Pembesaran
100 x

Dari Gambar Mikrostruktur diatas didapat hasil perhitungan persentasi antara Paerlite dan Ferrite

sebagai berikut :

Tabel 4.1 Prosentase Paerlite dan Ferrite

NO. Pearlite (%) Ferrite (%)

1 18 82

2 14 86

3 16 84
4 21 79

5 17 83

86/5 = 17.2 414/5 = 82.8

Tabel 4.2 Data Prosentase Ferrite

No Ferrite (Fe - ) (Fe - )2

1 82 82.8 -0.8 0.64

2 86 82.8 3.2 10.24

3 84 82.8 1.2 1.44

4 79 82.8 -3.8 14.44

5 83 82.8 0.2 0.04

414/5 = 82.8 26.8

Tabel 4.3 Data Prosentase Pearlite

No Paerlite (Pe ) (Pe )2


1 18 17.2 0.8 0.64

2 14 17.2 -3.2 10.24

3 16 17.2 -1.2 1.44

4 21 17.2 3.8 14.44

5 17 17.2 -0.2 0.04

86/5 = 17.2 26.8

A. Ketelitian pengujian

1.Presentase Ferrite

a) Nilai rata rata ferrite

b) Standart Deviasi ( SD )

SD = = = = 3,820

c) Batas Hasil Pengukuran ( HP )

Fe =43,2 3,820 = 39,38 s/d. 47,02

d) Harga Standart Deviasi Rata rata

e) Kesalahan Relatif
KR = % =

f) Ketelitian Pengukuran (KP)

KP = 100 % - KP = 100% - 1,768% = 98,232%

2.Presentase Pearlit

a) Nilai Rata rata Pearlite

b) Standart Deviasi ( SD )

SD = = = 3,7

c) Batas Hasil Pengukuran ( HP )

280,3 s/d 287,7

d) Harga Standart Deviasi Rata-rata

e) Kesalahan Relatif (KR)


KR =

f) Ketelitian pengukuran (KP)

KP = 100 % - KP = 100% - 0,260 % = 99,74 %

Diposting oleh p@@kdhee kris

Reaksi:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Beranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Ada kesalahan di dalam gadget ini

Ada kesalahan di dalam gadget ini


Mengenai Saya

p@@kdhee kris

Lihat profil lengkapku

pengujian material
2011 (7)
o Januari (7)
lbum Baru "Keseimbangan", Memaknai Kehidupan
ancaman global freemasoonry
taylor swift
proses manufaktur
CNC
transformator
pengujian material

Pengikut

Anda mungkin juga menyukai