2. 3. lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka
terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses
pemolesan. b.Pemolesan kimia mekanis merupakan kombinasi antara etsa
kimia dan pemolesan me kanis yang dilakukan serentak diatas piringan
halus. Partikel pemoles abrasif di campur dengan larutan pengetsa yang
umum digunakan. c.Pemolesan elektro mekanis (metode Reinacher)
merupakan kombinasi antara pemole san elektrolit dan mekanis pada piring
pemoles. Metode ini sangat baik untuk log am mulia, tembaga, kuningan,
dan perunggu. 1.5Etching (Etsa) Etsa merupakan proses
penyerangan/pengikisan batas butir secara selekti fdan ter kendali dengan
pencelupan kedalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maup un
tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati terlihat
dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul
jika diberikan zat etsa, sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk
memilih zat etsa yang tepat. Etsa dibagi menjadi dua macam, yaitu : a.Etsa
kimia merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia
dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga
pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Perlu diingat
bahwa waktu etsa jan gan terlalu lama (umumnya sekitar 4-30 detik), dan
setelah di etsa segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol
kemudian dikeringkan. b.Elektroetsa merupakan proses etsa dengan
menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan
tegangan dan kuat arus listrik serta waktu penge tsaan. Etsa jenis ini
biasanya khusus untuk Stainless Steel karena dengan etsa k imia sulit untuk
mendapatkan detail strukturnya. Pengamatan struktur makro dan mikro
Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu :
1.Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100
kali 2.Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas
100 kali
Continuous Steriliser Sistem Continous adalah system perebusan dimana proses
perebusan TBS dilakukan secara kontinu. Sistem ini hanya dikenal satu jenis saja
yaitu system Continous Sterilizer. Prinsip pengoperasian yang perlu diperhatikan
pada continuous sterilizer antara lain : a. Menggunakan live steam injection dengan
tekanan 14,7 psi (1 bar) atau low pressure sterilizing b. TBS direbus melalui
conveyor dua tingkat yang berada di dalam kompartemen sterilizer c. Proses
perebusan continous single pressure d. Siklus perebusan 60 70 menit Tahap-
tahap system continous sterilizer adalah sebagai berikut :
2) Tahap Sterilization TBS direbus secara kontinyu pada tekanan atmosfer (Low
Pressure Sterilizing) dengan cara melewatkan TBS yang telah dirobek melalui
suatu kompartemen menggunakan conveyor yang kemudian disemprotkan steam
secara kontinyu pada tekanan atmosfer. Untuk mengurangi steam keluar dari dalam
sterilizer digunakan inlet dan outlet flap valve. Pembuangan kondensat dilakukan
secara kontinu melalui talang drain di sepanjang lantai sterilizer sehingga buah
tidak tergenang kondensat.
Metalografi merupakan suatu metode untuk menyelidiki struktur logam dengan menggunakan
mikroskop optis dan mikroskop elektron. Sedangkan struktur yang terlihat pada mikroskop
tersebut tersebut disebut mikrostruktur. Pengamatan tersebut dilakukan terhadap specimen yang
telah diproses sehingga bisa diamati dengan pembesaran tertentu. Gambar 9.1 berikut
menjelaskan specimen dengan pembesaran dan lingkup pengamatannya.
Dari Gambar 9.1 diatas dapat diketahui bahwa penyelidikan mikrostruktur berkisar 10 cm (batas
kemampuan elektron mikroskop hingga 10 cm batas kemampuan mata manusia). Biasanya objek
pengamatan yang digunakan 10 cm atau pembesaran 5000-30000 kali untuk mikroskop elektron
dan 10 cm atau order pembesaran 100-1000 kali mikroskop optik.
Pengujian makro (makroscope test) ialah proses pengujian bahan yang menggunakan mata
terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang dalam permukaan bahan. Angka
kevalidan pengujian makro berkisar antara 0,5 sampai 50 kali. Pengujian cara demikian biasanya
digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki struktur kristal yang tergolong besar atau kasar.
Misalnya, logam hasil coran (tuangan) dan bahan yang termasuk non-metal (bukan logam).
Pengujian mikro adalah suatu pengujian mengenai struktur bahan melalui pembesaran dengan
menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan pengujian mikro struktur, kita dapat
mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses
perlakuan panas, dan perbedaan komposisi. Untuk melakukan pengujian mikro, maka diperlukan
proses metalografi. Proses metalografi bertujuan untuk melihat struktur mikro suatu bahan ada
beberapa tahap yang harus dilakukan. Tahapan yang harus dilalui adalah mounting, grinding,
polishing, dan etching. Dari keempat proses tersebut, proses grinding dan polishing merupakan
proses yang penting. Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat
mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya.
Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses
perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji. Proses grinding dan polishing
merupakan proses yang sangat penting untuk membuat permukaan sampel menjadi benar-benar
halus agar dapat dilakukan pengujian. Pada proses ini biasa digunakan sebuah mesin poles yang
memiliki komponen utama berupa motor penggerak, piringan logam, dan keran air. Pada
pengujian kali ini digunakan sebuah motor penggerak berupa motor listrik yang akan berfungsi
sebagai penggerak dua piringan logam.
Agar permukaan logam dapat diamati secara metalografi, maka terlebih dahulu dilakukan
persiapan sebagai berikut :
1. Pemotongan specimen
Pada tahap ini, diharapkan specimen dalam keadaan datar, sehingga memudahkan dalam
pengamatan.
Tahap mounting ini, specimen hanya dilakukan untuk material yang kecil atau tipis saja.
Sedangkan untuk material yang tebal tidak memerlukan proses mounting.
Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk permukaan specimen agar benar-
benar rata. Grinding dilakukan dengan cara menggosok specimen pada mesin hand grinding
yang diberi kertas gosok dengan ukuran grid yang paling kasar (grid 240) sampai yang paling
halus. Sedangkan polishing sendiri dilakukan dengan menggosokkan specimen diatas mesin
polishing machine yang dilengkapi dengan kain wool yang diberi serbuk alumina dengan
kehalusan 1-0,05 mikron. Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih menghaluskan
permukaan specimen sehingga akan lebih mudah melakukan metalografi.
4. Etsa (etching)
Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau mengkorosikan permukaan specimen
yang telah rata karena proses grinding dan polishing menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan
permukaan specimen ini dikarenakan mikrostruktur yang berbeda akan dilarutkan dengan
kecepatan yang berbeda, sehingga meninggalkan bekas permukaan dengan orientasi sudut yang
berbeda pula. Pada pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan dengan cara mencelupkan
specimen pada cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai cairan etsa (etching reagent)
sendiri-sendiri. Perhatikan Gambar 9.2 yang menunjukkan pengaruh efek proses etsa permukaan
specimen yang telah mengalami proses grinding dan polishing.
Gambar 9.2 Pengaruh etsa terhadap permukaan specimen
Setelah permukaan specimen di etsa, maka specimen tersebut siap untuk diamati di bawah
mikroskop dan pengambilan foto metalografi. Pengamatan metalografi pada dasarnya adalah
melihat perbedaan intensitas sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam
mikroskop sehingga terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang, terang). Dengan demikian
apabila seberkas sinar di kenakan pada permukaan specimen maka sinar tersebut akan
dipantulkan sesuai dengan orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar. Semakin tidak
rata permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul ke dalam mikroskop.
Akibatnya, warna yang tampak pada mikroskop adalah warna hitam. Sedangkan permukaan
yang sedikit terkorosi akan tampak berwarna terang (putih) sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 9.3 berikut.
PENDAHULUAN
Ilmu logam adalah ilmu mengenai bahan-bahan logam dimana ilmu ini berkembang bukan
berdasarkan teori saja melainkan atas dasar pengamatan, pengukuran dan pengujian.
Pengujian bahan logam saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi, permesinan, bangunan,
maupun bidang lainnya. Hal ini disebabkan karena sifat logam yang bisa diubah, sehingga pengetahuan
Untuk mengetahui kualitas suatu logam, pengujian sangat erat kaitannya dengan pemilihan bahan
yang akan dipergunakan dalam konstruksi suatu alat, selain itu juga bisa untuk membuktikan suatu teori
yamg sudah ada ataupun penemuan baru dibidang metalurgi. Dalam proses perencanaan, dapat juga
ditentukan jenis bahan maupun dimensinya, sehingga apabila tidak sesuai dapat dicari penggantinya
yang lebih tepat. Disamping tidak mengabaikan faktor biaya produksi dan kualitasnya.
Uji Kekerasan
Uji Jomini
Uji Impak
Uji Tarik
1. Mengenal alat pengujian, mengetahui bagaimana cara menggunakan, kemampuan dan sifat-sifatnya.
3. Untuk mengetahui perhitungan suatu pengujian material yang dikaitkan dengan penggunaanya didalam
praktek.
5. Mempratekkan teori teori yang diperoleh dalam mata kuliah ilmu logam kedalam praktikum pengujian
material
6. Melengkapi syarat mata kuliah dan syarat mengikuti Praktek Kerja Nyata.
fisik dan lain sebagainya. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban atau
gaya tanpa menimbulkan kerusakan pada benda tersebut. Beberapa sifat mekanik antara lain :
KEKUATAN ( STRENGHT )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah,
kekuatan ini terdiri dari : kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser, dan lain sebagainya.
KEKERASAN ( HARDNESS )
( abrasi ).Sifat ini berkaitan terhadap sifat tahan aus ( wear resistance ).
KEKENYALAN ( ELASTICITY )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk yang permanent setelah tegangan dihilangkan. Tetapi apabila tegangan melampaui batas maka
KEKAKUAN ( STIFNESS )
Adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan terjadinya
PLASTISITAS ( PLASTICITY )
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis ( yang permanent ) tanpa
mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sering disebut sebagai keuletan ( ductility ).
KETANGGUHAN ( TOUGHNESS )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan atau banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan.
MERANGKAK ( CREEP )
Merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan
fungsi waktu pada saat menerima beban yang besarnya relatif besar.
KELELAHAN ( FATIQUE )
Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang ulang yang
BAB II
UJI KEKERASAN
Salah satu sifat mekanik dahan yang penting adalah kekerasan. Untuk mengetahui nilai
kekerasan dari suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu metode tertentu.
Treatment.
Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam
dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi
permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan dan ada pula yang
mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu
mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam.
Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara pengujian ketiga
1. Kekerasan goresan ( Stracht Hardness ), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresan yang terdapat
2. Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil lekukan yang
3. Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah harga kekerasan
yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.
ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari
sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa
Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan diterapkan untuk
inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik sedang ketahanan aus
1. Thermal Treatments.
2. Thermochemical Treatment.
Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda beda pada kekerasan
misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada kedalaman tertentu
dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan yang dilakukan, perlakuan
panas yang digunakan adalah thermal treatment yang meliputi : annealing ( full annealing,
Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai, sedangkan
1. Hardening
Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa waktu, lalu
dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat kekerasan akan meningkat.
Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan struktur
martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan yang rendah.
2. Tempering
Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan dalam.
Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments dipanasi kembali pada suhu 150 oC - 650 oC.
3. Anealing
Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai temperature
tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian didinginkan perlahan.
Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada peristiwa ini dilakukan pemanasan
sampai diatas suhu kritis ( 60 oC ), kemudian setelah suhu rata didinginkan diudara.
4. Normalizing
Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur butiran yang
halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis 721 oC ( 60 oC ), kemudian
Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing. Full annealing digunakan
untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan butir dan dalam beberapa hal dapat memperbaiki
machineability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami pemanasan sampai temperatur yang tinggi.
Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar, sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Maka butiran kristal
Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1 pada dapur
pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan media udara ),
sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC - 60 oC diatas
garis A1.
Pengujian yang paling banyak dipakai adalah penekanan-penekanan tertentu pada benda kerja
dengan bahan tertentu dengan mengukur ukuran penekanan yang berbentuk diatasnya :
a. Metode Brinel
b. Metode Vickers
c. Metode Rockwell
Pada laporan ini akan dijelaskan dua metode pengujian kekerasan yang berkaitan dengan
pengujian yang telah dilaksanakan. Metode yang dilakukan pada pengujian ini adalah Metode Brinell
dan Metode Vickers.
speciment uji. Penekanan ini dilakukan dengan menggunakan suatu penekan (indentor) berbentuk bola.
Pada suatu beban tertentu seperti pada gambar berikut dibawah ini :
d
Gambar 2.1. Metode Pengujian Brinell.
Identor terbuat dari berbagai jenis bahan untuk mengukur berbagai tingkat nilai kekerasan.
Setelah dilakukan pengujian nilai kekerasan Brinell dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
HB=
F = Besar beban ( Kg )
D = Diameter Indentor ( mm )
d = Diameter Indentasi ( mm )
Spesifikasi Alat :
Model : FB-1
S/No : 2502
Made In Japan
Kekerasan ini diukur dengan mempergunakan alat penguji vickers. Dalam pengujian ini dipakai
kekerasan bahan mulai dari sangat lunak ( 5 VHN ) sampai yang sangat keras ( 1500 VHN ), tanpa perlu
mengganti daya tekan dapat dipilih antara 1 120 Kg tergantung kekerasan atau ketebalan bahan
yang diuji.
Kekerasan vickers pada prinsipnya sama dengan kekerasan brinell, yaitu beban dibagi luas tapak
penekanan.
HV = =
Dimana :
F : Force ( Kgf )
D : Diagonal Tapak ( mm )
Piramida intan yang memiliki sudut bidang berhadapan ( 136 ), ditekankan kepermukaan bagian
yang akan diukur dengan beban sebesar P, setelah ditiadakan kemudian diambil panjang diagonal
diagonalnya, kekerasan vickers didapat dari perbandingan antara beban dengan luas tapak penekan
Spesifikasi :
S/No : FV2009
Made In Japan
3. Benda uji di panaskan pada dapur pemanas sampai pada suhu diatas temperatur yang telah ditentukan
6. Permukaan benda uji di bersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar terhadap permukaan
meja uji.
7. Pengukuran kekerasan ( pada metode shore dilakukan pada beberapa titik pada permukaan benda uji ).
8. Khusus metode Brinell, dilakukan pengukuran diameter dengan Imprint Diameter Measuring Device
15 12
Perlakuan selanjutnya yaitu pembersihan penampang permukaan dari terak. Dalam pembersihan ini
penampang harus bersih dan rata serta tegak lurus terhadap sisi lainnya.Dimaksudkan supaya didapat
3. Specimen uji diletakkan pada landasan dengan posisi penampang tegak lurus terhadap indentor.
berikut :
HB = A HB C / D / E
D = diameter indentor.
diameter indentor : 10
3) Meletakkan specimen pada landasan sehingga penampangnya tegak lurus terhadap indentor.
4) Menyetel ketinggian atau kenaikan specimen, agar seratnya terlihat pada microscope kemudian
7) Mengeser posisi indentor dengan sensor kembali, kemudian menghitung diagonal batas penekanan
yang terjadi.
Bahan : ST 37
( oC ( Kg ) ( mm ) ( mm ) ( HB )
)
HB =
HB1 = = 106,869 HB
HB2 = = 159,235 HB
HB3 = = 159,235 HB
HB4 = = 176,928 HB
Bahan : ST 37
Holding : 6 menit
Dimensi : - Panjang : 15 mm
- diameter : 10 mm
(oC) ( Kg ) ( mm ) ( HV )
HV = 1,854
HV1 = 1,854 = 191,79 HV
mm
SD =
=0
SDr =
Dr SDr = 0 0,725
6. Kesalahan Relatif
Kr =
7. Ketelitian Pengukuran
Kp = 100% - Kr
= 100% - 0 % = 56.71 %
Grafik 2.1: Hubungan antara Temperatur dan Kekerasan (HB)
mm
Dr SD = 2,229 0,557
SDr =
6. Kesalahan Relatif
Kr =
7. Ketelitian Pengukuran
Kp = 100% - Kr
2.5 Analisa
Setiap metode pengujian memiliki angka konversi kekerasan yang berbeda-beda oleh karena itu
nilai kekerasan yang didapat juga akan berbeda walaupun dilakukan proses heat treatment yang sama.
benda uji setelah dilakukan proses heat treatment pada dasarnya memiliki angka kekerasan yang
berbanding lurus dengan temperatur pemanasan dengan kata lain kekerasan meningkat seiring dengan
kenaikan temperatur pemanasan kemudian didinginkan dengan cepat.
Perubahan kekerasan suatu logam sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
3. Laju pendinginan yang cepat (tegantung pada komposisi kimia dari logam yang diproses.
Perubahan kekerasan suatu logam akan meningkat bila dipanaskan sampai Temperatur di atas
daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dan apabila kadar karbon diketahui, maka
temperatur pemanasanya dapat dibaca dari diagram keseimbangan besi karbida besi. Akan tetapi bila
komposisi baja tidak diketahui, maka akan sulit untuk menentukan temperatur yang tepat.
BAB III
UJI JOMINI
Untuk mengetahui sifat mampu keras pada suatu logam dilakukan pengujian jomini. Percobaan
jomini berhubungan dengan pengaruh Heat Treatment dan kecepatan pendinginan terhadap kekerasan
suatu bahan atau logam.
Perlakuan panas /heat treatment terhadap baja adalah proses pengubahan stuktur daja dengan cara
pemanasan sampai temperature tertentu selanjutnya diholding pada temperatur tersebut beberapa
saat kemudian didinginkan (cooling)
Heating yaitu proses pemanasan logam sampai temperatur tertentu dengan maksud memberi
kesempatan agar terjadi perubahan struktur baru pada logam tersebut.
Holding yaitu proses penahanan pada temperatur tertentu yang bertujuan agar struktur struktur yang
terbentuk tersebut secara merata sebelum proses pendinginan dilakukan.
Cooling yaitu proses pendinginan dengan kecepatan tertentu guna mendapatkan struktur yang
diinginkan.
B C
A 1 2 3 4 5
Waktu ( menit ) D
Keterangan gambar:
AB : Heating
BC : Holding
CD : Cooling
a. Hardening
Bertujuan untuk memberikan kekerasan maksimum pada baja. Awalnya dilakukan proses heating,
kemudian dilakukan holding kemudian pendinginan cepat dalam air, olie dan lain-lain. Kecepatan
pendinginan yang sesuai akan mendapatkan transformasi yang sempurna dari austenit menjadi
martensit, pearit, bainit, dan lain-lain. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat bermacam-macam media
pendinggin dan kecepatan pendinginannya.
b. Temppering
Bertujuan untuk menggurangi tegangan dalam, menurunkan kekerasan baja yang telah dihardening
dan meningkatkan keuletan.
Macam-macam temppering :
a. Austemper, menghasilkan struktur bainit, bertujuan untuk mengurangi distorsi dan meningkatkan
kekuatan impact dan ductitas.
b. Martempering, digunakan untuk mencegah struktur distorsi dan retak (cracking) selama
pendinginan yang cepat.
c. Normalizing
Bertujuan untuk mengubah struktur baja yang mengalami pemanasan berlebihan (over heating),
menghilangkan internal stress, meningkatkan machinability dan kekuatan bahan.
d. Anealing
Bertujuan untuk menggurangi kekerasan, menghilangkan internal stress, memperbaiki struktur dan dan
menigkatkan machinability.
Prosesnya adalah dengan pamanasan, holding beberapa saat dan pendinginan secara perlahan-lahan
dalam dapur pemanas atau media yang terisolasi.
Setelah melalui proses laku panas (heat treatment) benda uji di holding selama 6 menit, lalu didinginkan
melalui media pendingin tersebut berpengaruh pada kecepatan pendinginan (rapit cooling). Hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam media pendingin itu sendiri, antara lain:
1. Viskositas
Makin tinggi viskositasnya, maka kemampuan untuk menyerap panas semakin berkurang sehingga
hardenabilitynya semakin berkurang sebab waktu yang lama untuk menjadi dingin.
Semakin rendah temperatur cairan pendingin, maka semakin besar laju pendinginan sehingga
hardenabilitasnya meningkat.
Debit ini akan mempengaruhi kapasitas kalor yang dipindahkan dari spesimennya. Semakin tinggi debit
fluidanya makin cepat kalor yang ditransfer, karena luas bidang kontaknya semakin besar pula, dan
hardenabilitasnya meningkat pula.
Sifat mampu keras (hardenability) pada baja yang biasa diukur melalui percobaan jomini dengan
spesimen seperti pada gambar,dipengaruhi oleh enam faktor :
1. Komposisi baja
Meliputi kandungan karbon dan unsur paduan, karbon digunakan untuk meningkatkan kekerasan baja.
Penambahan unsur paduan juga meningkatkan kemampukerasan suatu baja.
2. Ukuran butir
Dengan temperatur austenit lebih tinggi (19260F) akan menghasilkan butiran yang lebih kasar
dibandingkan dengan yang dipanaskan pada temperatur austenit (15000F). Dengan demikian sifat
kemampukerasan baja menjadi lebih meningkat.
3. Homogenitas bahan
Suatu logam yang mempunyai struktur homogen akan mempunyai hardenability lebih tinggi daripada
struktur yang tidak homogen.
4. Dimensi baja
Laju pendinginan pada benda yang besar lebih lambat dari benda kerja dengan ukuran kecil. Suatu baja
dibuat dengan ukuran yang kecil dapat mencari kekerasan yang lebih tinggi sampai bagian tengahnya,
sedangkan ukuran yang besar mungkin saja mencapai kekerasan maksimum. jadi pada bahan pada
dimensi yang kecil kecepatan pendinginanya lebih besar sehingga pada hardenability akan lebih besar.
6. Kecepatan pendinginan
Pada penggujian jomini yang perlu dibedakan antara pengertian kekerasan dan kemampukerasan
(hardenability). Kekerasan adalah ukuran dari pada daya tahan terhadap deformasi plastis, sedangkan
kemampukerasan adalah kemampuan bahan untuk dikeraskan. Pada percobaan ini batang bulat dengan
ukuran tertentu dipanaskan didaerah austenit dan dicelurkan pada ujungnya dalam air dengan
kecepatan aliran dan tekanan tertentu seperti pada gambar 6 dan 7. Nilai kekerasan sepanjang gradien
laju pendinginan diukur dengan ukuran kekerasan rockwell dan hasilnya digambar sebagai kurva
kemampu kekerasan.
Pengujian jkomini merupakan salah satu pengujian untuk menentukan sifat mampu keras suatu
bahan. Dalam pengujian jomini tidak lepas dari proses Heat Treatment, yaitu diantaranya:
Pada uji jomini kita juga dapat melihat proses tebentuknya kekerasan pada spesimen benda kerja
dengan diagram TTT :
Gambar 3.2 Diagram TTT
Daerah A : Dimana terjadi pendinginan secara cepat dan mendapatkan semprotan air secara langsung, struktur austenit
tidak sempat mengalami perubahan menjadi pearlite maupun ferrite, pendinginan cepat mengakibatkan
austenite berubah menjadi martensite yang bersifat keras dan getas.
Daerah B : Struktur austenite mengalami perubahan menjadi bainite yang merupakan struktur transisi antara
martensite dan ferrite yang bersifat lunak dan getas.
Daerah C : Bentuk struktur ferrite yang bersifat lunak dan ulet, sedang kekerasannya menurun dibandingkan di daerah
A, hal ini disebabkan pada daerah ini struktur austenite sempat mengalami perubahan struktur atomnya
sebelum mengalami pendinginan.
Daerah D : Struktur austenite mengalami perubahan menjadi pearlite yang merupakan transisi antara ferrite dan
smentite yang cenderung bersifat ulet dan lunak, tergantung komposisi ferrite dan cementite dan
kandungan karbonnya
Hardenability adalah kemampuan untuk mengeras sampai kekerasan tertentu pada suatu bahan.
Bila bahan tersebut dikenakan suatu perlakuan panas. Sedangkan kekerasan adalah kemampuan bahan
untuk menahan penetrasi dari luar.
Semakin besar kandungan karbon semakin tinggi kekerasannya sehingga menjadi getas.
2.Jarak Pendinginan
Jarak pendinginan pada speciment setelah mengalami perlakuan panas pada tiap titik akan berbeda-
beda, semakin jauh jarak pendinginan maka kekerasannya akan semakin kecil.
3.Heat Treatment
Pada perinsipnya, perlakuan panas pada baja untuk membuat homogen unsur unsur paduan yang
terdapat pada dalam logam sehingga didapat komposisi yang seragam ( uniform ) dan mempunyai
kekerasan tertentu dengan mengukur laju pendinginan.
Kecepatan pendinginan mempengaruhi kekerasan dan hardenability. Hal ini disebabkan kecepatan
pendinginan yang tinggi. Bahan tidak memiliki kesempatan untuk kembali ke struktur semula, semakin
cepat pendinginan bahan tersebut dapat menyebabkan terbentuknya struktur yang bersifat keras tanpa
melalui tahapan tahapan ferrite, pearlite yang mana tahapan itu mempengaruhi hasil akhir dari
kekerasan suatu bahan.
1.Konduktifitas
Konduktifitas berpengaruh pada bahan logam yang berpengaruh pada kecepatan pendinginan
dikarenakan konduktifitas yang besar, maka kecepatan pendinginanjuga besar.
Dimensi yang besar pada benda uji akan meningkatkan kecepatan pendinginan dimana pendinginan
dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan pendinginan yang merata. Sebaliknya semakin kecil
ukuran bahan, maka semakin cepat pendinginan.
3.Media Pendingin
Media pendingin, seperti: oil, udara, air, memiliki kecepatan pendinginan yang berbeda dalam
pendinginan bila digunakan pada bahan, serta pada waktu pendinginan yang sama.
3.3 Prosedur Pengujian
a. Bahan : ST 60
Ukuran : D = 28 mm
d = 25 mm
L = 100 mm
D = 28
d=25
Gambar 3.3 Bentuk speciment jomini
Pemanasan:
Pendinginan:
3. Tang penjepit.
4. Bejana pendingin.
5. Jangka sorong.
6. Kikir.
Gambar 3.4 Rocwell Super facial Hardnes Tester
No
)
1 89 83 6 39
2 80 79 1 1
3 77 75 2 4
4 76 74 2 4
5 73 74 -1 1
6 72 70 2 4
7 67 71 -4 16
8 69 72 -3 9
9 65 69 -4 16
10 65 66 -1 1
= 733 = 95
b. Standard deviasi
SD =
BP =
e. Kesalahan ralatif
KR =
f. Ketelitian pengukuran
Y=a+bX
Dimana :
a = ; b =
Dimana :
Y = kekerasan
n = jumlah percobaan
X = jarak
SdbTabel 3.2 Hubungan kekerasan dengan jarak
NO X Y X2 Y2 X.Y
1 4 89 16 7.921 356
2 8 80 64 6.400 640
b=
a=
=
Dari persamaan regresi maka didapat nilai Y untuk tiap nilai X
1 4 75,697
2 8 75,164
3 12 74,631
4 16 74,098
5 20 73,566
6 24 73,033
7 28 72,500
8 32 71,967
9 36 71,434
10 40 70,902
Grafik. 3.1 Hubungan antara Kekerasan dengan Jarak
Analisa
Untuk Perbandingan dengan yang tidak dilakukan proses perlakuan panas, yang tadinya
kekerasannya lebih tinggi Setelah dilakukan perlakuan panas pada pengujian jomini ternyata kekerasan
benda kerja menurun, ini disebabkan karena dilakukan perlakuan panas berulang atau jarak waktu dan
jenis pendinginan yang berbeda dari sebelumnya mengakibatkan struktur berubah dimana martensit
semakin berkurang dan akan lebih banyak terbentuk pearlit dan bainit, sehingga kekerasan logam
Pada Zona 4-
Dimana terjadi pendinginan secara cepat dan mendapatkan semprotan air secara langsung, struktur
austenit tidak sempat mengalami perubahan menjadi pearlite maupun ferrite, pendinginan cepat tapi
mengakibatkan austenite berubah menjadi martensite yang bersifat keras dan getas.
Struktur austenite mengalami perubahan menjadi bainite yang merupakan struktur transisi antara
martensite dan ferrite yang bersifat lunak dan getas. Bentuk struktur ferrite yang bersifat lunak dan ulet,
sedang kekerasannya menurun dibandingkan di zona 4, hal ini disebabkan pada daerah ini struktur
austenite sempat mengalami perubahan struktur atom karena mengalami pendinginan yang lambat.
BAB IV
MIKROSTRUKTUR
Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh Heat Treatment terhadap perubahan struktur mikro dan
perubahan sifat logam serta membandingkannya dengan sifat mekanik yang diinginkannya.
Sifat sifat logam, terutama sifat mekanik sangat dipengaruhi oleh struktur logam disamping
komposisi kimianya. Misalnya suatu logam atau paduan (dengan komposisi kimia tertentu) akan
mempunyai sifat mekanik yang berubah ubah, bila struktur mikronya diubah.
Struktur mikro dapat diubah dengan jalan memberikan proses perlakuan panas atau Heat
Treatment pada logam atau logam paduan, selain proses perlakuan panas, proses deformasi juga dapat
mengubah struktur mikro dari logam atau logam paduan. Dalam pemeriksaan metalografi ini akan
dilakukan dahulu perlakuan panas, kemudian dilakukan pemeriksaan struktur mikro pada beberapa
sample.
Pada pengujian ini menggunakan ST-37 dengan cara dilaku panaskan dengan thermal treatment
yang mana terdiri dari annealing ( full annealing, annealing); normalizing, hardening ,tempering.
Transportasi fasa yang terjadi pada saat pemanasan recrystalization, annealling stress relif
Baja dipanaskan tepat pada Temperatur kritis ( A1 ), belum tampak adanya perubahan struktur mikro.
baja dipanaskan tepat melewati temperatur kritis (7230 C ) akan mengalami reaksi eutektoid, yaitu
lamel-lamel ferrit dan sementit dari perlit akan bereaksi menjadi austenit.
Perlit ( ferrit sementit ) = austeneaksi ini berlangsung pada temperatur konstan temperatur tidak akan
naik sampai seluruh ferrit dan sementit dalam perlit habis menjadi austenit.
Setelah perlit habis maka mulai terjadi kenaikan temperatur, maka ferrit hypoeutektoid akan mengalami
transformasi allotropik ( ferrit BBC menjadi ferrit FCC ), transformasi ini berlangsung pada temperatur
konstan. Transfomasi allotropik berlangsung bersamaan dengan naiknya temperatur, makin tinggi
Ferrit hypouetektoid telah berubah seluruhnya menjadi austenit ketika tempertur mencapai titik kritis
A3.
Pada saat penahanan temperature dengan waktu tertentu akan terjadi difusi oleh atom-atom
untuk menghomogenkan austenit yang terbentuk.. Pada saat perbandingan austenit akan
bertransformasi kembali, sehingga struktur mikro yang terbentuk sesuai dengan laju perbandingan,
misalnya perlit kasar, perlit halus, bainit bawah, bainit atas, martensit dsb.
Austenit akan mulai membentuk inti ferrit pada saat temperature kritis A3 ( inti ferrit pada batas butir
austenit )
Transformasi ini terjadi karena perubahan allotropic dan besi gamma ke besi alpha. Karena ferrit hanya
dapat melarutkan sangat sedikit sekali, maka karbon pada austenit akan semakin banyak bila ferrit
Besarnya kandungan karbon dalam austenit dengan menurunnya temperature mengikuti garis
temperature kritis A3, sehingga pada saat temperature mencapai temperatur kritis A3, komposisi sisa
austenit sama dengan komposisi eutectoid. Pada temperature ini austenit berubah menjadi perlit
lamellar.
Prosesnya dengan tumbuhnya sementit yang kaya karbon di perlakukan sejumlah besar karbon dari
austenit akan mengalami kekurangan karbon dan berubah menjadi ferrit. Untuk berubahnya austenit
menjadi ferrit ini dikeluarkan sejumlah karbon yang akan menjadi sementit.
Dengan demikian akan membentuk struktur yang lamellar yang dinamakan perlit. Perpindahan atom itu
berlangsung secara difusi, karenanya membutuhkan waktu yang panjang. Karena itu perlit terjadi pada
Transformasi austenit menjadi perlit ( reaksi eutectoid ) mengeluarkan sejumlah panas, sehingga reaksi
eutectoid berlangsung pada temperature konstan ( temperature akan turun bila reaksi sudah selesai ).
Saat berada pada temperature kritis transformasi hanya terjadi pada austenit. Ferrit yang terbentuk
Pada temperatur yang lebih rendah lagi tidak terjadi transformasi fase.
Proses full annealing ini digunakan untuk membuat baja lebih lunak, menghaluskan butir dan
dalam beberapa hal dapat mamperbaiki maehinability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami
temperature pengerjaan yang tinggi dan dapat menghasilkan butiran-butiran kristal yang terlalu besar
sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Dengan proses full annealing inilah butiran kristal
tersebutdihaluskan.
Gambar 4.1 Diagram Fe3C
Diagram ini dapat dipergunakan untuk mengetahui jenis bahan serta paduan bahan tersebut
hingga penentuan prosentase bahan tersebut dalam diagram ini kita dapat membandingkan fase fase
campuran besi karbon, antara lain sebagai berikut ;
1. Ferrite
Ferrite merupakan larutan padat yang terdapat pada beberapa atom karbon yang maksimal 0,02%
pada Temperatur 7400C satuan gugusnya berbentuk BCC ( bodi center cubik ) bersifat lunak liat dan
magnetis.
2. Cementite
Merupakan karbon dalam besi tuang yang terikat dengan besi membentuk cementite atau Fe3C
yang mengandung 6,67 % berat karbon. Sementite adalah senyawa intersisi yang sangat keras dan
rapuh. Tetapi kekuatan kompresinya cukup tinggi. Cementite ini juga merupakan komponen pearlite.
3. Austenite
atau FCC (Face Center Cubic). Bahan dengan fasa austenite mempu-
nyai sifat ulet karena kandungan karbonya sangat kecil yaitu 0,8%.
4. Besi Delta
0
Merupakan larutan karbon didalam besi yang berada diantara temperatur 1400 C 1535 0C (
temperatur cair dan kristalnya berbentuk kubus setengah badan / BCC ) dan daya larut karbon
5. Ledeburit
Merupakan eutektoid dengan kadar karbon 4,3 % yang terjadi pada Temperatur dibawah 1130 0C.
tersusun dari fase pearlite dan cementite mempunyai sifat keras dan rapuh.
6. Martensite
Merupakan larutan padat dari karbon dan unsur unsur dari besi alfa dengan perubahan atom
atomnya. Martensite terbentuk pada pendinginan austenite yang sangat cepat dan temperatur diatas
temperatur kritisnya. Martensite ini terbentuk pada temperatur dibawah 1450 0 C yang mempunyai sifat
7. Pearlite
Merupakan baja eutektoid yang terdiri atas 2 yaitu ferrite dan cementite, yang mengandung
8. Bainit
Merupakan campuran yang sangat halus dari ferrite dan karbid dibentuk pada keadaan
trasformasi isotermis dari austenite mulai dari Temperatur 250 400 0C mempunyai sifat keras, cukup
BCC HCP
FCC
Gambar 4.2 Struktur Kristal Logam
Keterangan gambar ;
1. Face Cubic Centered ( FCC ) yaitu suatu atom disetiap sudut dan satu atom lagi disetiap bidang , atom ini
2. Body Cubic Centered ( BCC ) yaitu satu atom disetiap sudutnya dan satu atom lagi di tengah tengah
sudut dan satu atom di tengah tengahnya, terdapat juga 3 atom yang menyelinap diantara bangun
Proses ini adalah proses pemanasan dan pendinginan logam yang terkontrol, dengan maksud untuk
b. Holding Time pada waktu tertentu sehingga temperaturnya merata pada semua bagian logam.
c. Pendinginan dengan media pendingin yang bervariasi, seperti: air, oil, es, udara, dan lain lain.
perlakuan panas yang di lakukan pada suatu bahan yang menimbulkan perubahan struktur dan sifat
perlakuan panas akan mengakibatkan perubahan terhadap struktur mikro serta sifat mekaniknya.
Perlakuan panas juga mempengaruhi kekerasan yang sama, semakin tinggi Temperatur pemanasan
maka harga kekasaran akan naik, begitu juga pada saat penggosokan juga akan mengakibatkan
Dari percobaan mikroskop ini akan dapat di ketahui perubahan struktur mikro dan sifat serta fasa bahan
4.2.3. Pengetsaan
Tujuan dari pengetsaan adalah untuk memperjelas struktur permukaan bahan yang di laku
panaskan, pengetsaan sangat penting sekali pada proses percobaan struktur mikro, sebab dengan
proses pengetsaan dapat terlihat dengan jelas batas struktur, sehingga dapat dibedakan jenis fase
penyusun bahan tersebut, pengetsaan dilakukan, bila bahan uji benar benar bersih dan mengkilat
Bahan : Baja ST 60
Alat : Microscope
Specifikasi Microscope :
Maker : Union
Maker : Nikon
Made In Japan
Maker : Stures
Model : Labopol 21
Made In Denmark
b. Pengamplasan dengan mesin gosok mulai dari yang kasar sampai yang halus.
c. Setelah speciment mengkilat lalu dietsa dengan larutan kimia yaitu asam nitrat ( NHO3 ) + alcohol.
d. Letakkan speciment dibawah lensa obyektif microscope. Atur sedemikian rupa ketinggiannya sehingga
Keterangan Gambar :
Terang = Ferrite
Gelap = Pearlite
Gambar 4.8 Cara Perhitungan Fasa Ferrit dan Pearlit Baja ST 37 ( Temperatur 746 0C / Air) Pembesaran
100 x
Dari Gambar Mikrostruktur diatas didapat hasil perhitungan persentasi antara Paerlite dan Ferrite
sebagai berikut :
1 18 82
2 14 86
3 16 84
4 21 79
5 17 83
A. Ketelitian pengujian
1.Presentase Ferrite
b) Standart Deviasi ( SD )
SD = = = = 3,820
e) Kesalahan Relatif
KR = % =
2.Presentase Pearlit
b) Standart Deviasi ( SD )
SD = = = 3,7
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu logam adalah ilmu mengenai bahan-bahan logam dimana ilmu ini berkembang bukan
berdasarkan teori saja melainkan atas dasar pengamatan, pengukuran dan pengujian.
Pengujian bahan logam saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi, permesinan, bangunan,
maupun bidang lainnya. Hal ini disebabkan karena sifat logam yang bisa diubah, sehingga pengetahuan
yang akan dipergunakan dalam konstruksi suatu alat, selain itu juga bisa untuk membuktikan suatu teori
yamg sudah ada ataupun penemuan baru dibidang metalurgi. Dalam proses perencanaan, dapat juga
ditentukan jenis bahan maupun dimensinya, sehingga apabila tidak sesuai dapat dicari penggantinya
yang lebih tepat. Disamping tidak mengabaikan faktor biaya produksi dan kualitasnya.
Uji Kekerasan
Uji Jomini
Uji Impak
Uji Tarik
1. Mengenal alat pengujian, mengetahui bagaimana cara menggunakan, kemampuan dan sifat-sifatnya.
praktek.
5. Mempratekkan teori teori yang diperoleh dalam mata kuliah ilmu logam kedalam praktikum pengujian
material
6. Melengkapi syarat mata kuliah dan syarat mengikuti Praktek Kerja Nyata.
Melalui pengujian ini diharapkan dapat mengetahui sifat sifat logam seperti sifat mekanik, sifat
fisik dan lain sebagainya. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban atau
gaya tanpa menimbulkan kerusakan pada benda tersebut. Beberapa sifat mekanik antara lain :
KEKUATAN ( STRENGHT )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah,
kekuatan ini terdiri dari : kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser, dan lain sebagainya.
KEKERASAN ( HARDNESS )
( abrasi ).Sifat ini berkaitan terhadap sifat tahan aus ( wear resistance ).
KEKENYALAN ( ELASTICITY )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk yang permanent setelah tegangan dihilangkan. Tetapi apabila tegangan melampaui batas maka
KEKAKUAN ( STIFNESS )
Adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan terjadinya
PLASTISITAS ( PLASTICITY )
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis ( yang permanent ) tanpa
mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sering disebut sebagai keuletan ( ductility ).
KETANGGUHAN ( TOUGHNESS )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan atau banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan.
MERANGKAK ( CREEP )
Merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan
fungsi waktu pada saat menerima beban yang besarnya relatif besar.
KELELAHAN ( FATIQUE )
Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang ulang yang
UJI KEKERASAN
Salah satu sifat mekanik dahan yang penting adalah kekerasan. Untuk mengetahui nilai
kekerasan dari suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu metode tertentu.
2. Untuk mengetahui perubahan suatu sifat dan perubahan suatu kekerasan dari logam setelah di Heat
Treatment.
Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam
dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi
permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan dan ada pula yang
mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu
mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam.
Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara pengujian ketiga
2. Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil lekukan yang
3. Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah harga kekerasan
yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.
ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari
sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa
Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan diterapkan untuk
inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik sedang ketahanan aus
1. Thermal Treatments.
2. Thermochemical Treatment.
misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada kedalaman tertentu
dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan yang dilakukan, perlakuan
panas yang digunakan adalah thermal treatment yang meliputi : annealing ( full annealing,
Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai, sedangkan
1. Hardening
Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa waktu, lalu
dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat kekerasan akan meningkat.
Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan struktur
martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan yang rendah.
2. Tempering
Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan dalam.
Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments dipanasi kembali pada suhu 150 oC - 650 oC.
3. Anealing
Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai temperature
tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian didinginkan perlahan.
Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada peristiwa ini dilakukan pemanasan
sampai diatas suhu kritis ( 60 oC ), kemudian setelah suhu rata didinginkan diudara.
4. Normalizing
Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur butiran yang
halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis 721 oC ( 60 oC ), kemudian
Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing. Full annealing digunakan
untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan butir dan dalam beberapa hal dapat memperbaiki
machineability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami pemanasan sampai temperatur yang tinggi.
Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar, sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Maka butiran kristal
Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1 pada dapur
pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan media udara ),
sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC - 60 oC diatas
garis A1.
dengan bahan tertentu dengan mengukur ukuran penekanan yang berbentuk diatasnya :
a. Metode Brinel
b. Metode Vickers
c. Metode Rockwell
Pada laporan ini akan dijelaskan dua metode pengujian kekerasan yang berkaitan dengan
pengujian yang telah dilaksanakan. Metode yang dilakukan pada pengujian ini adalah Metode Brinell
dan Metode Vickers.
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan memberikan penekanan kepermukaan suatu
speciment uji. Penekanan ini dilakukan dengan menggunakan suatu penekan (indentor) berbentuk bola.
Pada suatu beban tertentu seperti pada gambar berikut dibawah ini :
d
Identor terbuat dari berbagai jenis bahan untuk mengukur berbagai tingkat nilai kekerasan.
Setelah dilakukan pengujian nilai kekerasan Brinell dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
HB=
F = Besar beban ( Kg )
D = Diameter Indentor ( mm )
d = Diameter Indentasi ( mm )
Spesifikasi Alat :
Model : FB-1
S/No : 2502
Made In Japan
Kekerasan ini diukur dengan mempergunakan alat penguji vickers. Dalam pengujian ini dipakai
Hasil pengujian tidak tergantung pada besarnya beban / gaya tekan. Alat ini dapat mengukur
kekerasan bahan mulai dari sangat lunak ( 5 VHN ) sampai yang sangat keras ( 1500 VHN ), tanpa perlu
mengganti daya tekan dapat dipilih antara 1 120 Kg tergantung kekerasan atau ketebalan bahan
yang diuji.
Kekerasan vickers pada prinsipnya sama dengan kekerasan brinell, yaitu beban dibagi luas tapak
penekanan.
Rumus Kekerasan Vickers :
HV = =
Dimana :
F : Force ( Kgf )
D : Diagonal Tapak ( mm )
Piramida intan yang memiliki sudut bidang berhadapan ( 136 ), ditekankan kepermukaan bagian
yang akan diukur dengan beban sebesar P, setelah ditiadakan kemudian diambil panjang diagonal
diagonalnya, kekerasan vickers didapat dari perbandingan antara beban dengan luas tapak penekan
Spesifikasi :
S/No : FV2009
Made In Japan
3. Benda uji di panaskan pada dapur pemanas sampai pada suhu diatas temperatur yang telah ditentukan
6. Permukaan benda uji di bersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar terhadap permukaan
meja uji.
7. Pengukuran kekerasan ( pada metode shore dilakukan pada beberapa titik pada permukaan benda uji ).
8. Khusus metode Brinell, dilakukan pengukuran diameter dengan Imprint Diameter Measuring Device
15 12
Gambar 2.5. Specimen.
Perlakuan selanjutnya yaitu pembersihan penampang permukaan dari terak. Dalam pembersihan ini
penampang harus bersih dan rata serta tegak lurus terhadap sisi lainnya.Dimaksudkan supaya didapat
3. Specimen uji diletakkan pada landasan dengan posisi penampang tegak lurus terhadap indentor.
berikut :
HB = A HB C / D / E
D = diameter indentor.
diameter indentor : 10
3) Meletakkan specimen pada landasan sehingga penampangnya tegak lurus terhadap indentor.
4) Menyetel ketinggian atau kenaikan specimen, agar seratnya terlihat pada microscope kemudian
7) Mengeser posisi indentor dengan sensor kembali, kemudian menghitung diagonal batas penekanan
yang terjadi.
Bahan : ST 37
( oC ( Kg ) ( mm ) ( mm ) ( HB )
)
HB =
HB1 = = 106,869 HB
HB2 = = 159,235 HB
HB3 = = 159,235 HB
HB4 = = 176,928 HB
Holding : 6 menit
Dimensi : - Panjang : 15 mm
- diameter : 10 mm
(oC) ( Kg ) ( mm ) ( HV )
HV = 1,854
HV1 = 1,854 = 191,79 HV
mm
SD =
=0
SDr =
Dr SDr = 0 0,725
6. Kesalahan Relatif
Kr =
7. Ketelitian Pengukuran
Kp = 100% - Kr
= 100% - 0 % = 56.71 %
Grafik 2.1: Hubungan antara Temperatur dan Kekerasan (HB)
mm
Dr SD = 2,229 0,557
SDr =
6. Kesalahan Relatif
Kr =
7. Ketelitian Pengukuran
Kp = 100% - Kr
2.5 Analisa
Setiap metode pengujian memiliki angka konversi kekerasan yang berbeda-beda oleh karena itu
nilai kekerasan yang didapat juga akan berbeda walaupun dilakukan proses heat treatment yang sama.
benda uji setelah dilakukan proses heat treatment pada dasarnya memiliki angka kekerasan yang
berbanding lurus dengan temperatur pemanasan dengan kata lain kekerasan meningkat seiring dengan
kenaikan temperatur pemanasan kemudian didinginkan dengan cepat.
Perubahan kekerasan suatu logam sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
3. Laju pendinginan yang cepat (tegantung pada komposisi kimia dari logam yang diproses.
Perubahan kekerasan suatu logam akan meningkat bila dipanaskan sampai Temperatur di atas
daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dan apabila kadar karbon diketahui, maka
temperatur pemanasanya dapat dibaca dari diagram keseimbangan besi karbida besi. Akan tetapi bila
komposisi baja tidak diketahui, maka akan sulit untuk menentukan temperatur yang tepat.
BAB III
UJI JOMINI
Untuk mengetahui sifat mampu keras pada suatu logam dilakukan pengujian jomini. Percobaan
jomini berhubungan dengan pengaruh Heat Treatment dan kecepatan pendinginan terhadap kekerasan
suatu bahan atau logam.
Perlakuan panas /heat treatment terhadap baja adalah proses pengubahan stuktur daja dengan cara
pemanasan sampai temperature tertentu selanjutnya diholding pada temperatur tersebut beberapa
saat kemudian didinginkan (cooling)
Heating yaitu proses pemanasan logam sampai temperatur tertentu dengan maksud memberi
kesempatan agar terjadi perubahan struktur baru pada logam tersebut.
Holding yaitu proses penahanan pada temperatur tertentu yang bertujuan agar struktur struktur yang
terbentuk tersebut secara merata sebelum proses pendinginan dilakukan.
Cooling yaitu proses pendinginan dengan kecepatan tertentu guna mendapatkan struktur yang
diinginkan.
B C
A 1 2 3 4 5
Waktu ( menit ) D
Keterangan gambar:
AB : Heating
BC : Holding
CD : Cooling
a. Hardening
Bertujuan untuk memberikan kekerasan maksimum pada baja. Awalnya dilakukan proses heating,
kemudian dilakukan holding kemudian pendinginan cepat dalam air, olie dan lain-lain. Kecepatan
pendinginan yang sesuai akan mendapatkan transformasi yang sempurna dari austenit menjadi
martensit, pearit, bainit, dan lain-lain. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat bermacam-macam media
pendinggin dan kecepatan pendinginannya.
b. Temppering
Bertujuan untuk menggurangi tegangan dalam, menurunkan kekerasan baja yang telah dihardening
dan meningkatkan keuletan.
Macam-macam temppering :
a. Austemper, menghasilkan struktur bainit, bertujuan untuk mengurangi distorsi dan meningkatkan
kekuatan impact dan ductitas.
b. Martempering, digunakan untuk mencegah struktur distorsi dan retak (cracking) selama
pendinginan yang cepat.
c. Normalizing
Bertujuan untuk mengubah struktur baja yang mengalami pemanasan berlebihan (over heating),
menghilangkan internal stress, meningkatkan machinability dan kekuatan bahan.
d. Anealing
Bertujuan untuk menggurangi kekerasan, menghilangkan internal stress, memperbaiki struktur dan dan
menigkatkan machinability.
Prosesnya adalah dengan pamanasan, holding beberapa saat dan pendinginan secara perlahan-lahan
dalam dapur pemanas atau media yang terisolasi.
Setelah melalui proses laku panas (heat treatment) benda uji di holding selama 6 menit, lalu didinginkan
melalui media pendingin tersebut berpengaruh pada kecepatan pendinginan (rapit cooling). Hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam media pendingin itu sendiri, antara lain:
1. Viskositas
Makin tinggi viskositasnya, maka kemampuan untuk menyerap panas semakin berkurang sehingga
hardenabilitynya semakin berkurang sebab waktu yang lama untuk menjadi dingin.
Semakin rendah temperatur cairan pendingin, maka semakin besar laju pendinginan sehingga
hardenabilitasnya meningkat.
Debit ini akan mempengaruhi kapasitas kalor yang dipindahkan dari spesimennya. Semakin tinggi debit
fluidanya makin cepat kalor yang ditransfer, karena luas bidang kontaknya semakin besar pula, dan
hardenabilitasnya meningkat pula.
Sifat mampu keras (hardenability) pada baja yang biasa diukur melalui percobaan jomini dengan
spesimen seperti pada gambar,dipengaruhi oleh enam faktor :
1. Komposisi baja
Meliputi kandungan karbon dan unsur paduan, karbon digunakan untuk meningkatkan kekerasan baja.
Penambahan unsur paduan juga meningkatkan kemampukerasan suatu baja.
2. Ukuran butir
Dengan temperatur austenit lebih tinggi (19260F) akan menghasilkan butiran yang lebih kasar
dibandingkan dengan yang dipanaskan pada temperatur austenit (15000F). Dengan demikian sifat
kemampukerasan baja menjadi lebih meningkat.
3. Homogenitas bahan
Suatu logam yang mempunyai struktur homogen akan mempunyai hardenability lebih tinggi daripada
struktur yang tidak homogen.
4. Dimensi baja
Laju pendinginan pada benda yang besar lebih lambat dari benda kerja dengan ukuran kecil. Suatu baja
dibuat dengan ukuran yang kecil dapat mencari kekerasan yang lebih tinggi sampai bagian tengahnya,
sedangkan ukuran yang besar mungkin saja mencapai kekerasan maksimum. jadi pada bahan pada
dimensi yang kecil kecepatan pendinginanya lebih besar sehingga pada hardenability akan lebih besar.
6. Kecepatan pendinginan
Pada penggujian jomini yang perlu dibedakan antara pengertian kekerasan dan kemampukerasan
(hardenability). Kekerasan adalah ukuran dari pada daya tahan terhadap deformasi plastis, sedangkan
kemampukerasan adalah kemampuan bahan untuk dikeraskan. Pada percobaan ini batang bulat dengan
ukuran tertentu dipanaskan didaerah austenit dan dicelurkan pada ujungnya dalam air dengan
kecepatan aliran dan tekanan tertentu seperti pada gambar 6 dan 7. Nilai kekerasan sepanjang gradien
laju pendinginan diukur dengan ukuran kekerasan rockwell dan hasilnya digambar sebagai kurva
kemampu kekerasan.
Pengujian jkomini merupakan salah satu pengujian untuk menentukan sifat mampu keras suatu
bahan. Dalam pengujian jomini tidak lepas dari proses Heat Treatment, yaitu diantaranya:
Pada uji jomini kita juga dapat melihat proses tebentuknya kekerasan pada spesimen benda kerja
dengan diagram TTT :
Gambar 3.2 Diagram TTT
Daerah A : Dimana terjadi pendinginan secara cepat dan mendapatkan semprotan air secara langsung, struktur austenit
tidak sempat mengalami perubahan menjadi pearlite maupun ferrite, pendinginan cepat mengakibatkan
austenite berubah menjadi martensite yang bersifat keras dan getas.
Daerah B : Struktur austenite mengalami perubahan menjadi bainite yang merupakan struktur transisi antara
martensite dan ferrite yang bersifat lunak dan getas.
Daerah C : Bentuk struktur ferrite yang bersifat lunak dan ulet, sedang kekerasannya menurun dibandingkan di daerah
A, hal ini disebabkan pada daerah ini struktur austenite sempat mengalami perubahan struktur atomnya
sebelum mengalami pendinginan.
Daerah D : Struktur austenite mengalami perubahan menjadi pearlite yang merupakan transisi antara ferrite dan
smentite yang cenderung bersifat ulet dan lunak, tergantung komposisi ferrite dan cementite dan
kandungan karbonnya
Hardenability adalah kemampuan untuk mengeras sampai kekerasan tertentu pada suatu bahan.
Bila bahan tersebut dikenakan suatu perlakuan panas. Sedangkan kekerasan adalah kemampuan bahan
untuk menahan penetrasi dari luar.
Semakin besar kandungan karbon semakin tinggi kekerasannya sehingga menjadi getas.
2.Jarak Pendinginan
Jarak pendinginan pada speciment setelah mengalami perlakuan panas pada tiap titik akan berbeda-
beda, semakin jauh jarak pendinginan maka kekerasannya akan semakin kecil.
3.Heat Treatment
Pada perinsipnya, perlakuan panas pada baja untuk membuat homogen unsur unsur paduan yang
terdapat pada dalam logam sehingga didapat komposisi yang seragam ( uniform ) dan mempunyai
kekerasan tertentu dengan mengukur laju pendinginan.
Kecepatan pendinginan mempengaruhi kekerasan dan hardenability. Hal ini disebabkan kecepatan
pendinginan yang tinggi. Bahan tidak memiliki kesempatan untuk kembali ke struktur semula, semakin
cepat pendinginan bahan tersebut dapat menyebabkan terbentuknya struktur yang bersifat keras tanpa
melalui tahapan tahapan ferrite, pearlite yang mana tahapan itu mempengaruhi hasil akhir dari
kekerasan suatu bahan.
1.Konduktifitas
Konduktifitas berpengaruh pada bahan logam yang berpengaruh pada kecepatan pendinginan
dikarenakan konduktifitas yang besar, maka kecepatan pendinginanjuga besar.
Dimensi yang besar pada benda uji akan meningkatkan kecepatan pendinginan dimana pendinginan
dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan pendinginan yang merata. Sebaliknya semakin kecil
ukuran bahan, maka semakin cepat pendinginan.
3.Media Pendingin
Media pendingin, seperti: oil, udara, air, memiliki kecepatan pendinginan yang berbeda dalam
pendinginan bila digunakan pada bahan, serta pada waktu pendinginan yang sama.
3.3 Prosedur Pengujian
a. Bahan : ST 60
Ukuran : D = 28 mm
d = 25 mm
L = 100 mm
D = 28
d=25
Gambar 3.3 Bentuk speciment jomini
Pemanasan:
Pendinginan:
3. Tang penjepit.
4. Bejana pendingin.
5. Jangka sorong.
6. Kikir.
Gambar 3.4 Rocwell Super facial Hardnes Tester
No
)
1 89 83 6 39
2 80 79 1 1
3 77 75 2 4
4 76 74 2 4
5 73 74 -1 1
6 72 70 2 4
7 67 71 -4 16
8 69 72 -3 9
9 65 69 -4 16
10 65 66 -1 1
= 733 = 95
b. Standard deviasi
SD =
BP =
e. Kesalahan ralatif
KR =
f. Ketelitian pengukuran
Y=a+bX
Dimana :
a = ; b =
Dimana :
Y = kekerasan
n = jumlah percobaan
X = jarak
SdbTabel 3.2 Hubungan kekerasan dengan jarak
NO X Y X2 Y2 X.Y
1 4 89 16 7.921 356
2 8 80 64 6.400 640
b=
a=
=
Dari persamaan regresi maka didapat nilai Y untuk tiap nilai X
1 4 75,697
2 8 75,164
3 12 74,631
4 16 74,098
5 20 73,566
6 24 73,033
7 28 72,500
8 32 71,967
9 36 71,434
10 40 70,902
Grafik. 3.1 Hubungan antara Kekerasan dengan Jarak
Analisa
Untuk Perbandingan dengan yang tidak dilakukan proses perlakuan panas, yang tadinya
kekerasannya lebih tinggi Setelah dilakukan perlakuan panas pada pengujian jomini ternyata kekerasan
benda kerja menurun, ini disebabkan karena dilakukan perlakuan panas berulang atau jarak waktu dan
jenis pendinginan yang berbeda dari sebelumnya mengakibatkan struktur berubah dimana martensit
semakin berkurang dan akan lebih banyak terbentuk pearlit dan bainit, sehingga kekerasan logam
Pada Zona 4-
Dimana terjadi pendinginan secara cepat dan mendapatkan semprotan air secara langsung, struktur
austenit tidak sempat mengalami perubahan menjadi pearlite maupun ferrite, pendinginan cepat tapi
mengakibatkan austenite berubah menjadi martensite yang bersifat keras dan getas.
Struktur austenite mengalami perubahan menjadi bainite yang merupakan struktur transisi antara
martensite dan ferrite yang bersifat lunak dan getas. Bentuk struktur ferrite yang bersifat lunak dan ulet,
sedang kekerasannya menurun dibandingkan di zona 4, hal ini disebabkan pada daerah ini struktur
austenite sempat mengalami perubahan struktur atom karena mengalami pendinginan yang lambat.
BAB IV
MIKROSTRUKTUR
Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh Heat Treatment terhadap perubahan struktur mikro dan
perubahan sifat logam serta membandingkannya dengan sifat mekanik yang diinginkannya.
Sifat sifat logam, terutama sifat mekanik sangat dipengaruhi oleh struktur logam disamping
komposisi kimianya. Misalnya suatu logam atau paduan (dengan komposisi kimia tertentu) akan
mempunyai sifat mekanik yang berubah ubah, bila struktur mikronya diubah.
Struktur mikro dapat diubah dengan jalan memberikan proses perlakuan panas atau Heat
Treatment pada logam atau logam paduan, selain proses perlakuan panas, proses deformasi juga dapat
mengubah struktur mikro dari logam atau logam paduan. Dalam pemeriksaan metalografi ini akan
dilakukan dahulu perlakuan panas, kemudian dilakukan pemeriksaan struktur mikro pada beberapa
sample.
Pada pengujian ini menggunakan ST-37 dengan cara dilaku panaskan dengan thermal treatment
yang mana terdiri dari annealing ( full annealing, annealing); normalizing, hardening ,tempering.
Transportasi fasa yang terjadi pada saat pemanasan recrystalization, annealling stress relif
Baja dipanaskan tepat pada Temperatur kritis ( A1 ), belum tampak adanya perubahan struktur mikro.
baja dipanaskan tepat melewati temperatur kritis (7230 C ) akan mengalami reaksi eutektoid, yaitu
lamel-lamel ferrit dan sementit dari perlit akan bereaksi menjadi austenit.
Perlit ( ferrit sementit ) = austeneaksi ini berlangsung pada temperatur konstan temperatur tidak akan
naik sampai seluruh ferrit dan sementit dalam perlit habis menjadi austenit.
Setelah perlit habis maka mulai terjadi kenaikan temperatur, maka ferrit hypoeutektoid akan mengalami
transformasi allotropik ( ferrit BBC menjadi ferrit FCC ), transformasi ini berlangsung pada temperatur
konstan. Transfomasi allotropik berlangsung bersamaan dengan naiknya temperatur, makin tinggi
Ferrit hypouetektoid telah berubah seluruhnya menjadi austenit ketika tempertur mencapai titik kritis
A3.
Pada saat penahanan temperature dengan waktu tertentu akan terjadi difusi oleh atom-atom
untuk menghomogenkan austenit yang terbentuk.. Pada saat perbandingan austenit akan
bertransformasi kembali, sehingga struktur mikro yang terbentuk sesuai dengan laju perbandingan,
misalnya perlit kasar, perlit halus, bainit bawah, bainit atas, martensit dsb.
Austenit akan mulai membentuk inti ferrit pada saat temperature kritis A3 ( inti ferrit pada batas butir
austenit )
Transformasi ini terjadi karena perubahan allotropic dan besi gamma ke besi alpha. Karena ferrit hanya
dapat melarutkan sangat sedikit sekali, maka karbon pada austenit akan semakin banyak bila ferrit
Besarnya kandungan karbon dalam austenit dengan menurunnya temperature mengikuti garis
temperature kritis A3, sehingga pada saat temperature mencapai temperatur kritis A3, komposisi sisa
austenit sama dengan komposisi eutectoid. Pada temperature ini austenit berubah menjadi perlit
lamellar.
Prosesnya dengan tumbuhnya sementit yang kaya karbon di perlakukan sejumlah besar karbon dari
austenit akan mengalami kekurangan karbon dan berubah menjadi ferrit. Untuk berubahnya austenit
menjadi ferrit ini dikeluarkan sejumlah karbon yang akan menjadi sementit.
Dengan demikian akan membentuk struktur yang lamellar yang dinamakan perlit. Perpindahan atom itu
berlangsung secara difusi, karenanya membutuhkan waktu yang panjang. Karena itu perlit terjadi pada
Transformasi austenit menjadi perlit ( reaksi eutectoid ) mengeluarkan sejumlah panas, sehingga reaksi
eutectoid berlangsung pada temperature konstan ( temperature akan turun bila reaksi sudah selesai ).
Saat berada pada temperature kritis transformasi hanya terjadi pada austenit. Ferrit yang terbentuk
Pada temperatur yang lebih rendah lagi tidak terjadi transformasi fase.
Proses full annealing ini digunakan untuk membuat baja lebih lunak, menghaluskan butir dan
dalam beberapa hal dapat mamperbaiki maehinability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami
temperature pengerjaan yang tinggi dan dapat menghasilkan butiran-butiran kristal yang terlalu besar
sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Dengan proses full annealing inilah butiran kristal
tersebutdihaluskan.
Gambar 4.1 Diagram Fe3C
Diagram ini dapat dipergunakan untuk mengetahui jenis bahan serta paduan bahan tersebut
hingga penentuan prosentase bahan tersebut dalam diagram ini kita dapat membandingkan fase fase
campuran besi karbon, antara lain sebagai berikut ;
1. Ferrite
Ferrite merupakan larutan padat yang terdapat pada beberapa atom karbon yang maksimal 0,02%
pada Temperatur 7400C satuan gugusnya berbentuk BCC ( bodi center cubik ) bersifat lunak liat dan
magnetis.
2. Cementite
Merupakan karbon dalam besi tuang yang terikat dengan besi membentuk cementite atau Fe3C
yang mengandung 6,67 % berat karbon. Sementite adalah senyawa intersisi yang sangat keras dan
rapuh. Tetapi kekuatan kompresinya cukup tinggi. Cementite ini juga merupakan komponen pearlite.
3. Austenite
atau FCC (Face Center Cubic). Bahan dengan fasa austenite mempu-
nyai sifat ulet karena kandungan karbonya sangat kecil yaitu 0,8%.
4. Besi Delta
0
Merupakan larutan karbon didalam besi yang berada diantara temperatur 1400 C 1535 0C (
temperatur cair dan kristalnya berbentuk kubus setengah badan / BCC ) dan daya larut karbon
5. Ledeburit
Merupakan eutektoid dengan kadar karbon 4,3 % yang terjadi pada Temperatur dibawah 1130 0C.
tersusun dari fase pearlite dan cementite mempunyai sifat keras dan rapuh.
6. Martensite
Merupakan larutan padat dari karbon dan unsur unsur dari besi alfa dengan perubahan atom
atomnya. Martensite terbentuk pada pendinginan austenite yang sangat cepat dan temperatur diatas
temperatur kritisnya. Martensite ini terbentuk pada temperatur dibawah 1450 0 C yang mempunyai sifat
7. Pearlite
Merupakan baja eutektoid yang terdiri atas 2 yaitu ferrite dan cementite, yang mengandung
8. Bainit
Merupakan campuran yang sangat halus dari ferrite dan karbid dibentuk pada keadaan
trasformasi isotermis dari austenite mulai dari Temperatur 250 400 0C mempunyai sifat keras, cukup
BCC HCP
FCC
Gambar 4.2 Struktur Kristal Logam
Keterangan gambar ;
1. Face Cubic Centered ( FCC ) yaitu suatu atom disetiap sudut dan satu atom lagi disetiap bidang , atom ini
2. Body Cubic Centered ( BCC ) yaitu satu atom disetiap sudutnya dan satu atom lagi di tengah tengah
sudut dan satu atom di tengah tengahnya, terdapat juga 3 atom yang menyelinap diantara bangun
Proses ini adalah proses pemanasan dan pendinginan logam yang terkontrol, dengan maksud untuk
b. Holding Time pada waktu tertentu sehingga temperaturnya merata pada semua bagian logam.
c. Pendinginan dengan media pendingin yang bervariasi, seperti: air, oil, es, udara, dan lain lain.
perlakuan panas yang di lakukan pada suatu bahan yang menimbulkan perubahan struktur dan sifat
perlakuan panas akan mengakibatkan perubahan terhadap struktur mikro serta sifat mekaniknya.
Perlakuan panas juga mempengaruhi kekerasan yang sama, semakin tinggi Temperatur pemanasan
maka harga kekasaran akan naik, begitu juga pada saat penggosokan juga akan mengakibatkan
Dari percobaan mikroskop ini akan dapat di ketahui perubahan struktur mikro dan sifat serta fasa bahan
4.2.3. Pengetsaan
Tujuan dari pengetsaan adalah untuk memperjelas struktur permukaan bahan yang di laku
panaskan, pengetsaan sangat penting sekali pada proses percobaan struktur mikro, sebab dengan
proses pengetsaan dapat terlihat dengan jelas batas struktur, sehingga dapat dibedakan jenis fase
penyusun bahan tersebut, pengetsaan dilakukan, bila bahan uji benar benar bersih dan mengkilat
Bahan : Baja ST 60
Alat : Microscope
Specifikasi Microscope :
Maker : Union
Maker : Nikon
Made In Japan
Maker : Stures
Model : Labopol 21
Made In Denmark
b. Pengamplasan dengan mesin gosok mulai dari yang kasar sampai yang halus.
c. Setelah speciment mengkilat lalu dietsa dengan larutan kimia yaitu asam nitrat ( NHO3 ) + alcohol.
d. Letakkan speciment dibawah lensa obyektif microscope. Atur sedemikian rupa ketinggiannya sehingga
Keterangan Gambar :
Terang = Ferrite
Gelap = Pearlite
Gambar 4.8 Cara Perhitungan Fasa Ferrit dan Pearlit Baja ST 37 ( Temperatur 746 0C / Air) Pembesaran
100 x
Dari Gambar Mikrostruktur diatas didapat hasil perhitungan persentasi antara Paerlite dan Ferrite
sebagai berikut :
1 18 82
2 14 86
3 16 84
4 21 79
5 17 83
A. Ketelitian pengujian
1.Presentase Ferrite
b) Standart Deviasi ( SD )
SD = = = = 3,820
e) Kesalahan Relatif
KR = % =
2.Presentase Pearlit
b) Standart Deviasi ( SD )
SD = = = 3,7
Reaksi:
Posting Komentar
p@@kdhee kris
pengujian material
2011 (7)
o Januari (7)
lbum Baru "Keseimbangan", Memaknai Kehidupan
ancaman global freemasoonry
taylor swift
proses manufaktur
CNC
transformator
pengujian material
Pengikut