Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 24

Disusun oleh : Kelompok 4

Maulia Wisda Era Chresia 04111001010

Rizky Permata Sari S 04111001013

Melinda Rachmadianty 04111001014

Fitri Hidayati 04111001015

Imam Zahid 04111001019

Clara Adelia Wijaya 04111001020

Lismya Wahyu Ningrum 04111001023

Mentari Indah Sari 04111001024

Meylinda 04111001028

R A Delila Tsaniyah 04111001043

Mia Hayati Khairunnisa 04111001045

Wira Dharma Utama 04111001048

Fadlia 04111001057

Audrey Witari 04111001060

Ferdy Sugianto 04111001062

Tutor: dr. Mazna Hamzah, SpParK, M.Kes.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2014
DAFTAR ISI

Halaman judul 1

Daftar Isi 2

Kata Pengantar 3

Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri

1. Skenario................................................................................................................. 4

2. Klarifikasi Istilah................................................................................................... 5

3. Identifikasi Masalah.............................................................................................. 6

4. Analisis Masalah.................................................................................................... 7

5. Sintesis................................................................................................................... 68

6. Kerangka Konsep................................................................................................... 87

Kesimpulan 87

Daftar Pustaka 88

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial blok 24 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.

Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 4 tutorial, dan
juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan
ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi
revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Palembang, 2 April 2014

Penyusun

3
Skenario A Blok 24 Tahun 2014

Reygen, anak laki-laki usia 11 bulan, dibawa ibunya ke klinik karena BAB cair selama 3 hari
4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, kuning, tidak ada lender dan tidak ada darah. Tidak ada
muntah. Sebelumnya, ia juga pernah mengalami diare pada usia 3 bulan, 8 bulan, dan 10
bulan. Reygen lahir normal, spontan, cukup bulan ditolong bidan dengan berat badan lahir
2800 gram, panjang badan lahir 47 cm, lingkar kepala lahir tidak diukur. Reygen saat ini
mengalami keterlambatan perkembangan, baru bisa merangkak dan duduk pada umur 9
bulan, tapi sejak sakit duduk harus dibantu.

Riwayat nutrisi sebelum sakit: ASI eksklusif dari lahir sampai umur 3 bulan lalu usia setelah
3 bulan sampai dengan sekarang : ASI, susu formula standar merek S 6 kali sehari @2,5
sendok takar dicampur dengan air panas sampai 90 mL, dan bubur bayi beras merah merek C
kali 1 sachet sehari @ 20 gram (80 Kalori). Menurut ibunya, cara membuat campuran susu
formula sudah benar. Ibu tidak pernah membuat bubur bayi rumahan dan lebih suka memakai
bubur bayi pabrikan.

Reygen sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 2 kali, Hepatitis B dua kali dan polio
satu kali.

Reygen dilahirkan dari keluarga: Ayah usia 35 tahun, tidak tamat SD dan tukang becak, Ibu
usia 32 tahun, tidak tamat SD ibu rumah tangga, jumlah saudara 3 orang ( usia 7 tahun, 5
tahun, dan 3 tahun). Rumah masih menyewa, 3 m x 7m, ventilasi jendela cukup, lantai
semen, sumber air minum sumur gali, jarak sumur dengan mck 6 meter.

Pemeriksaan fisik: Kelihatan sangat kurus, kesdaran kompos mentis, denyut nadi 124x/menit,
isi dan tegangan cukup, pernafasan 30x/menit, suhu 36,8oC. Setelah dilakukan pengukuran
antropometri, hasil pengukuran: berat badan 5150 gram, panjang badan 70 cm, lingkar kepal
46 cm, wajah seperti orang tua, tidak ada dismorfik, mata tidak ada tanda-tanda defisiensi
vitamin A, tidak ada edema, iga gambang, perut cekung, lengan dan tungkai kurus, dan
terdapat baggy pants.

4
I. Klarifikasi istilah

1. Diare :Pengeluaran tinja berair berkali-kali yang


tidak normal (biasanya >3 kali dalam 24 jam).
2. ASI eksklusif :Pemberian ASI secara
eksklusif tanpa pemberian makanan dan
minuman lain, sedini mungkin setelah
persalinan pada bayi berumur 0-6 bulan yang
merupakan intervensi paling efektif untuk
mencegah kematian anak.
3. Imunisasi BCG :Basillus Calmette
Guerin; Imunisasi yang diberikan pada bayi
untuk mencegah penyakit TBC.
4. Imunisasi DPT :Imunisasi kombinasi
terhadap batuk pertusis, difteri dan tetanus.
5. Imunisasi Hepatitis B:Imunisasi yang dilakukan
terhadap virus Hepatitis B.
6. Imunisasi Polio :Imunisasi terhadap
penyakit virus akut yang biasanya disebabkan
oleh polio virus atau poliomyelitis.
7. Pengukuran antropometri :Pengukuran yang
dilakukan untuk mengetahui ukuran- ukuran
fisik seorang anak dengan menggunakan alat
ukur tertentu seperti timbangan dan pita
pengukur.
8. Dismorfik :Keadaan dimana terdapat bentuk
morfologi berbeda-beda.
9. Iga gambang :Tulang rusuk (costae) yang
menonjol dan tampak jelas di permukaan
thoraks.
10. Perut cekung :Keadaan permukaan abdomen
yang masuk ke dalam.
11. Baggy pants :Suatu tanda dimana pada daerah
pantat tampak seperti memakai celana longgar.

5
II. Identifikasi masalah
1. Reygen, anak laki-laki usia 11 bulan, dibawa ibunya ke klinik karena BAB cair
selama 3 hari 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, kuning, tidak ada lender dan tidak ada
darah. Tidak ada muntah.
2. Sebelumnya, ia juga pernah mengalami diare pada usia 3 bulan, 8 bulan, dan 10
bulan.
3. Reygen lahir normal, spontan, cukup bulan ditolong bidan dengan berat badan lahir
2800 gram, panjang badan lahir 47 cm, lingkar kepala lahir tidak diukur.

4. Reygen saat ini mengalami keterlambatan perkembangan, baru bisa merangkak dan
duduk pada umur 9 bulan, tapi sejak sakit duduk harus dibantu.

5. Riwayat nutrisi sebelum sakit: ASI eksklusif dari lahir sampai umur 3 bulan lalu usia
setelah 3 bulan sampai dengan sekarang : ASI, susu formula standar merek S 6 kali
sehari @2,5 sendok takar dicampur dengan air panas sampai 90 mL, dan bubur bayi
beras merah merek C kali 1 sachet sehari @ 20 gram (80 Kalori). Menurut ibunya,
cara membuat campuran susu formula sudah benar. Ibu tidak pernah membuat bubur
bayi rumahan dan lebih suka memakai bubur bayi pabrikan.

6. Reygen sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 2 kali, Hepatitis B dua kali dan
polio satu kali.

7. Reygen dilahirkan dari keluarga: Ayah usia 35 tahun, tidak tamat SD dan tukang
becak, Ibu usia 32 tahun, tidak tamat SD ibu rumah tangga, jumlah saudara 3 orang (
usia 7 tahun, 5 tahun, dan 3 tahun). Rumah masih menyewa, 3 m x 7m, ventilasi
jendela cukup, lantai semen, sumber air minum sumur gali, jarak sumur dengan mck 6
meter.

8. Pemeriksaan fisik: Kelihatan sangat kurus, kesdaran kompos mentis, denyut nadi
124x/menit, isi dan tegangan cukup, pernafasan 30x/menit, suhu 36,8oC. Setelah
dilakukan pengukuran antropometri, hasil pengukuran: berat badan 5150 gram,
panjang badan 70 cm, lingkar kepal 46 cm, wajah seperti orang tua, tidak ada

6
dismorfik, mata tidak ada tanda-tanda defisiensi vitamin A, tidak ada edema, iga
gambang, perut cekung, lengan dan tungkai kurus, dan terdapat baggy pants.

III. Analisis masalah


1. Apa etiologi dan bagaimana mekanisme dari BAB cair?
Jawab:

Etiologi diare
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:

a. Infeksi
b. Dimana pada faktor infeksi ini, kuman masuk ke saluran GI dan berkembang. Hal
ini akan merusak sel mukosa usus sehingga menyebabkan gangguan fungsi usus
dalam mengabsorbsi cairan dan elektrolit kemudian akan meningkatkan sekresi
cairan dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya diare
c. Malabsorbsi
d. Kegagalan absorbsi yang terjadi akan meningkatkan tekanan osmotik hal ini
kemuadian akan menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke rongga
usus yang menyebabkan diare
e. Imunodefisiensi
f. Defisiensi imun, terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) akan
mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus, jamur, terutama Candida
yang menyebabkan timbulnya diare pada anak
g. Psikologis
h. Yakni berupa rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, namun dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.

Mekanisme:

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab diare,
maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam tiga macam kelainan pokok yang berupa:
a. Kelainan Gerakan Transmukosal Air dan Elektrolit
Gangguan reabsorbsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare.
Disamping itu peranan faktor infeksi pada patogenesis diare akut adalah penting,

7
karena dapat menyebabkan gangguan sekresi (diare sekretorik), difusi (diare
osmotik), malabsorbsi dan keluaran langsung. Hormon-hormon saluran diduga juga
dapat mempengaruhi absorbsi air pada manusia, antara lain gastrin, sekretin,
kolesistokinin dan glikogen. Suatu perubahan pH cairan usus seperti terjadi pada
Sindrom Zollinger Ellison ataupada jejunitis dapat juga menyebabkan diare.
b. Kelainan Laju Gerakan Bolus Makanan dalam Lumen Usus
Suatu proses absorbsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada dalam keadaan yang
cukup tercerna. Juga waktu sentuhan yang adekuat antara kim dan permukaan mukosa
usus halus diperlukan untuk absorbsi yang normal. Motilitas usus merupakan faktor
yang berperanan penting dalam ketahanan lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan
stasis dapat menyebabkan mikroba usus berkembang biak secara berlebihan, yang
kemudian dapat merusak mukosa usus. Kerusakan mukosa usus akan menimbulkan
gangguan digesti dan absorbsi, yang kemudian akan terjadi diare. Selain itu
hipermotilitas dapat memberikan efek langsung sebagai diare.
c. Kelainan Tekanan Osmotik dalam Lumen Usus
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas
dari pencernaan dan absorbsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorbsi
karbohidrat, lemak, dan protein akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik
intra lumen, yang akan menimbulkan gangguan absorbsi air. Malabsorbsi karbohidrat
pada umumnya sebagai malabsorbsi laktosa, yang terjadi karena defisiensi enzim
laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu mengalami hidrolisis yang
tidak sempurna sehingga kurang diabsorbsi oleh usus halus. Sebagai akibat diare, baik
yang akut maupun kronis akan terjadi:
1. Kehilangan Air dan Elektrolit
Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi), serta gangguan keseimbangan asam basa
disebabkan oleh: (1) previous water losses, kehilangan cairan sebelum
pengelolaan, sebagai defisiensi cairan, (2) normal water losses, berupa kehilangan
cairan karena fungsi fisiologis, (3) concomittant water losses, berupa kehilangan
cairan waktu pengelolaan, dan (4) masukan makanan yang kurang selama sakit,
berupa kekurangan masukan cairan karena anoreksia atau muntah. Mekanisme
kekurangan cairan pada diare dapat terjadi karena: (1) pengeluaran usus yang
berlebihan, karena sekresi mukosa usus yang belebihan atau difusi cairan tubuh
akiban tekanan osmotik intra lumen yang tinggi, (2) masukan cairan yang kurang,

8
karena muntah, anoreksia, pembatasan makan dan minum, keluaran cairan tubuh
yang berlebihan (demam atau sesak napas).
2. Gangguan Gizi
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena: (1) masukan makanan
berkurang, (2) gangguan penyerapan makanan, (3) katabolisme dan, (4)
kehilangan langsung.
3. Perubahan Ekologi dan Ketahanan Usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus,
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna
sehungga dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi
karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi
isi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang
berarti merubah ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan
memberikan kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi
peningkatan jumlah asam empedu yang dapat memberikan timbulnya kerusakan
mukosa usus lebih lanjut. Keadaan ini dapat pula disertai dengan gangguan
mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan oleh kerusakan
mukosa usus maupun perubahan ekologi isi usus

Pada kasus:
Pemberian makanan padat pada usia 3 bulan berbahaya karena bisa
menimbulkan pengendapan zat makanan pada lambung, menimbulkan infeksi
dan juga bisa menyebabkan obstruksi usus karena pada umur 3 bulan, keadaan
saluran pencernaan belum sempurna dimana gerakan peristaltik usus yang
masih belum baik karena saraf-saraf intrinsik usus masih dalam proses
pematangan. Kerusakan mukosa usus dan infeksi Giardiasis merupakan
penyebab dari diare berulang.

9
Higenitas
Anak (11 bln) minum susu formula sejak usia 3 bln kurang higienis
(dari botol, dot, ataupun susu itu sendiri) kontaminasi kuman diare
Infeksi (Sistem Imunitas)
Reygen 11 bulan, minum susu formula dan MP-ASI sejak usia 3 bulan
jumlah ASI yang diberikan lebih rendah kuantitasnya (Karena pemberian ASI
diiringi dengan pemberian susu formula dan MP-ASI) deteoriasi sistem
imun tubuh berisiko tercemar berbagai mikroorganisme terutama virus dan
bakteri penyebab diare yang menyebar melalui media air dan sanitasi yang
buruk diare
Fisiologis pencernaan
Reygen 11 bulan, minum susu formula dan MP-ASI sejak usia 3 bulan
sistem pencernaan bayi belum mampu berfungsi dengan sempurna, sehingga ia
belum mampu mencerna makanan selain ASI + usus bayi masih permeabel,
sehingga mudah dilalui oleh protein asing tidak terjadi pencernaan makanan
dengan baik + hiperosmolaritas(cairan banyak ke lumen usus) diare

Air susu ibu merupakan makanan bayi terbaik dan alami. Air susu ibu dengan
komposisi yang unik, diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sesuai dengan kebutuhan
tumbuh kembang bayi. Air susu ibu mengandung zat antibodi humoral dan selular
sehingga morbiditas bayi yang mendapat ASI lebih rendah dibanding dengan bayiyang
mendapat susu formula. Air susu ibu mengandung enzim-enzim yang membantu
pencernaan dan juga enzim yang berfungsi sebagai antibakteri seperti lisozim, katalase
dan peroksidase. Selain itu ASI mengandung hormonhormon seperti ACTH, TRH,
TSH, EGH, prolaktin, kortikosteroid, prostaglandin dll. Pemberian ASI, mempunyai
dampak pada ibu yaitu mengurangi perdarahan postpartum, mempercepat involusi uterus dan
menunda kembalinya kesuburan.Pemberian ASI dianjurkan sampai anak berusia 2 tahun yaitu
usia anak dapat makan makanan padat dengan baik. Diet ibumempengaruhi kandungan
nutrien dalam ASI.

2. Bagaimana makna klinis dari BAB cair selama 3 hari 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan,
kuning,tidak ada lendir, tidak ada darah dan tidak ada muntah?
Jawab:
Berdasarkan etiologi atau penyebab diare bisa dibedakan menjadi :

10
- Diare akut et causa Rotavirus
Penyebab utama diare pada anak-anak terutama usia < 2 tahun,
dipengaruhi musim, diduga faktor kelembaban yang rendah menaikkan
survival virus.
Gambaran Klinis :
1. Inkubasi: 1-4 hari.
2. Respon terhadap infeksi rotavirus bervariasi: mulai dari subklinis, diare
ringan s/d berat bahkan dapat mengakibatkan kematian.
3. Gambaran utama:
Demam (>380C).
Konsistensi feses cair.
Dehidrasi.
Muntah.
4. Biasanya: berat pada infant & anak balita, tetapi kurang berat pada
neonatus dan dewasa.
5. Lama gejala: 4-5 hari.
6. Virus shedding: 6-10 hari.
- ETEC (Entero Toxigenic E. coli)
Bakteri ini biasanya menyebar melalui makanan dan air yang
terkontaminasi.

Manifestasi klinik:
Diare cair yang mendadak
Nyeri abdomen
Nausea
Muntah
Sedikit atau tidak adanya demam

- INTOLERANSI LAKTOSA
Ketidakmampuan sistem pencernaan tubuh untuk mencerna laktosa karena
kurangnya enzim pencernaan yaitu laktase dalam usus. Klasifikasi:

11
1. Congenital : diturunkan dari generasi ke generasi, bayi tersebut akan
intoleran terhadap laktosa pada ASI ibunya sendiri sehingga akan terjadi
diare sejak lahir.
2. Primer : secara normal, tubuh memproduksi lactase dalam jumlah besar
pada kelahiran dan balita, saat susu menjadi sumber utama nutrisi.
Produksi ini akan berkurang jika sumber makanan kita mulai bervariasi
dan kurangnya asupan susu.
3. Sekunder : produksi lactase berkurang setelah seseorang mengalami
penyakit, operasi pada usus. Keadaan ini hanya akan berlangsung beberapa
waktu dan akan pulih tetapi jika disebabkan oleh penyakit jangka panjang
maka akan bersifat permanent.
Gejala klinik :
diare
kram perut
flatulensi
muntah (anak-anak)
perut tidak nyaman
Berdasarkan gejala klinik kita bisa membedakan diare menjadi :
- Diare akut
- Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan
sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare)
yang bercampur lendir dan darah. Berdasarkan penyebabnya, diare
dibedakan atas:
- Disentri amuba, infeksi parasit Entamoeba histolytica
- Disentri basiler, infeksi bakteri golongan Shigella

Pada disentri basiler, penderita mengalami diare yang hebat yaitu


mengeluarkan feses yang encer hingga 20-30 kali sehari sehingga menjadi
lemas, kurus dan mata cekung karena kekurangan cairan tubuh
(dehidrasi). Gejala lainnya yaitu perut terasa nyeri dan mengejang.
- Kolera adalah penyakit diare akut, yang disebabkan oleh infeksi usus
akibat terkena bakteria Vibrio Cholerae. Bakteri ini masuk kedalam tubuh
seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi serta tinja
orang yang telah terinfeksi. Gejala dimulai dalam 1-3 hari setelah

12
terinfeksi bakteri, mulai dari diare ringan-tanpa komplikasi sampai diare
berat-yang bisa berakibat fatal.
Diagnosa Gejala Kolera :

- Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau
tenesmus. Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup
banyak.
- Feces (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi
cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun
amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
- Feces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan
akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
- Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi,
penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
- Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang
hebat.
Berdasarkan penjelasan di atas dan juga makna klinis yang dialami oleh pasien
maka kemungkinan penyebab diare pada anak ini bisa karena rotavirus atau
E.coli.
Cairan yang keluar : 1 sendok : 8-10 ml ( kesehatan : 15 ml ) jadi total cairan keluar
96 ml 300 ml
= 3 x 4 x 8 = 96 ml
= 3 x 5 x 20 =300 ml

3. Bagaimana dampak dari diare yang dialami oleh Reygen?


Jawab:

Kehilangan cairan dan elektrolit yang secara mendadak dapat mengakibatkan


berbagai macam komplikasi, yaitu:

- Dehidrasi : ringan, sedang, dan berat.


- Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang.
- Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala meteorismus
(kembung perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung dan
usus), hipotonik otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.

13
- Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
- Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
- Kejang terutama pada hidrasi hipotonik.
- Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang, pengeluaran bertambah).
- Selain itu, diare juga dapat menyebabkan dehidrasi, namun pada kasus ini tidak
dijumpai adanya dehidrasi karena tidak dijumpai kondisi seperti pada table .
Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare

4. Bagaimana hubungan diare pada usia 3 bulan, 8 bulan dan 10 bulan dengan diare
yang sekarang?
Jawab:
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa diare terus berulang terjadi sejak ia
usia 3 bulan. Hal ini mentisyaratkan bahwa diare yang terjadi pada reygen terjadi
terus menerus dan ada kaitannya dengan keadaaan gizi buruk yang sedang
dialaminya. Infeksi yang menyebabkan mudahnya Reygen mengalami diare akibat
meningkatnya deteriorasi sistem imun pada reygen. Berkurangnya produksi atau
menurunnya kapasitas fungsional seluruh komponen sel imun telah banyak dilaporkan
pada gizi buruk. Diare yang menyertai kasus gizi buruk biasanya adalah diare

14
persisten. Diare persisten secara definisi berarti diare yang berlangsung lebih dari 14
hari dengan penyebab infeksi. Banyak faktor yang menyebabkan diare akut berlanjut
menjadi diare persisten seperti umur di bawah satu tahun, keadaan malnutrisi,
penyakit gangguan kekebalan tubuh, riwayat diare sebelumnya, dan infeksi usus
spesifik seperti parasit. Malnutrisi merupakan faktor risiko terjadinya diare, demikian
pula sebaliknya diare dapat menimbulkan malnutrisi. Diare pada malnutrisi akan
menyebabkan lamanya penyembuhan dan meningkatkan angka kematian.
Defesiensi makronutrien seperti protein, karbohidrat dan lemak dan
dikombinasi oleh defesiensi mikronutrient adalah masalah yang paling sering terjadi.
Defesiensi nutrisi terutama protein akan menganggu respon imun tubuh, termasuk
cell-mediated immunity dan produksi secretory IgA pada anak. Di sisi lain malnutrisi
akan mempermudah infeksi karena pengaruh negatif pada pertahanan kulit dan
mukosa melalui gangguan imun Sehingga gizi buruk merupakan faktor risiko kuat
untuk meninglkatkan morbiditas dan mortalitas pada infeksi. Jadi apat kita simpulkan
diare persisten dan bverulang yang terjadi pada Reygen diakibatkan oleh gizi buruk
yang dialaminya.
Selain itu dari pernyataan di atas juga diketahui bahwa diare pertama kali
terjadi saat usia Reygen mencapai 3 bulan, saat Reygen mulai mengonsumsi susu
formula. Walaupun bayi umur 0-6 bulan mengalami pertumbuhan yang pesat, namun
sebelum mencapai usia 6 bulan, sistem pencernaan bayi belum mampu berfungsi dengan
sempurna, sehingga ia belum mampu mencerna makanan selain ASI. Berdasarkan
rekomendasi dari WHO dan UNICEF di Geneva pada tahun 1979 menyusui
merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi
secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologik dan psikologik yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dengan alasan apapun susu
formula harus dihindarkan pada saat usia bagi bayi menerima ASI eksklusif (0-6
bulan) karena susu formula mudah terkontaminasi oleh kuman dan dalam pemberian
susu formula harus disesuaikan dengan takaran susu dan umur bayi. (Sarwono, 2010).

5. Bagaimana BAB normal pada bayi?


Jawab:
Bayi memiliki frekuensi defekasi yang beragam dari 8-10 kali per hari sampai
2-3 kali perminggu, dengan rerata 1-2 x/hari. Konsistensi dari yang cair sampai
lembek. Warna feses umumnya berwarna kuning dan coklat. Frekuensi defekasi bayi

15
mulai stabil pada umur 4 bulan, dan pada umur 6 bulan menyerupai anak yang besar
atau dewasa. Konsistensi feses bayi umur 6-12 bulan pada umumnya lembek dan
warna umumnya coklat atau kuning tetapi dapat berwarna hijau. Frekuensi defekasi
bayi yang mendapat ASI lebih sering dan lebih lembek dibandingkan dengan yang
mendapatkan susu formula.
Konsistensi feses berdasarkan Bristol stool chart yang membagi bentuk feses
menjadi 7 tipe. Tipe 1 gumpalan feses terpisah, keras seperti kacang (sulit
dikeluarkan). Tipe 2 bentuk sosis, bergumpal tanpa celah. Tipe 3 seperti sosis dengan
celah pada permukaan. Tipe 4 seperti sosis, halus, dan lembut. Tipe 5 gumpalan
lembut dengan potongan (mudah dikeluarkan). Tipe 6 lunak seperti busa atau bubur.
Tipe 7 seluruhnya cair.3 Tipe 1 dan 2 adalah tipe yang memenuhi kriteria konsistensi
feses yang sesuai dengan batasan konstipasi dan tipe 6 dan 7 memenuhi kriteria
konsistensi feses untuk diare.

16
17
6. Bagaimana kemungkinan riwayat lahir dapat memengaruhi diare dan gizi buruk pada
anak?
Jawab:
Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah
status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik pada anak,
dan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR memengaruhi gizi buruk karena bayi

18
yang mengalami BBLR cenderung mengalami komplikasi penyakit karena kurang
matangnya organ, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan
gizi pada balita
Pada BBLR juga didapatkan kekebalan tubuh kurang sempurna sehingga lebih
mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita
kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh menjadi
berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.
Meningkatnya risiko diare persisten pada gizi buruk disebakan gangguan
protektif dari host sendiri, seperti hipoklorhidria, gangguan motilitas, sintesis antibodi
yang berkurang dan gangguan imunitas seluler sehingga memudahkan kolonisasi
bakteri patogen. Pada anak ini juga terdapat penurunan pergantian sel mukosa usus
setelah infeksi sehingga memperlambat penyembuhannya. Faktor risiko diare
persisten lainnya adalah riwayat diare sebelumnya dan pemakaian antibiotik sebagai
pengobatan.
Pengaruh yang tidak diharapkan dari diare terhadap status nutrisi berupa
penurunan masukan makanan dan absorpsi saluran cerna dan peningkatan
katabolisme dan kehilangan nutrient serta cairan yang dibutuhkan untuk sintesis
jaringan dan pertumbuhan. Diare pada gizi buruk akan menyebabkan lamanya
penyembuhan dan meningkatkan angka kematian. Di sisi lain gizi buruk akan
mempermudah infeksi karena pengaruh negatif pada pertahanan kulit dan mukosa
melalui gangguan imun.
Jadi, bila dalam kasus ada riwayat BBLR, maka itu merupakan faktor risiko
terjadinya gizi buruk. Selanjutnya balita yang berada dalam status gizi buruk,
umumnya sangat rentan terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit tersebut
justru menambah rendahnya status gizi anak.

7. Bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan normal pada usia 11 bulan?


Jawab:
Pertumbuhan normal bayi laki-laki usia 11 bulan menurut Growth Chart WHO:
- Berat badan ideal: 9,4 kg
- Panjang badan: 74,5 cm
- Lingkar kepala: 45,8 cm
- Gigi geligi : 10-12 buah
- Lingkar kepala : 43-47 cm.
19
Perkembangan normal:
- Motorik kasar: Pada usia 11 bulan, bayi berjalan dengan bantuan, merambat.
- Motorik halus: Mulai dari usia 9 bulan, bayi bisa memegang dengan 2 jari. Bayi
mampu memasukkan kubus ke cangkir, memegang sesuatu dengan ibu jari dan
jari lainnya, membenturkan 2 kubus yang dipegang, memindahkan kubus
ketangan yang lain.
- Bicara: Mulai dari usia 9 bulan, bayi bisa menyebutkan bunyi konsonan
(b,d,m,g), mama papa spesifik, bayi dapat bicara 2 kata, meniru bunyi suara,
menoleh kearah suara, berteriak, tertawa.
- Sosial emosi: Mulai dari usia 9 bulan, bayi bisa berinteraksi 2 arah, menunjuk &
memegang benda yg diulurkan.

8. Bagaimana cara mengukur pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia 11 bulan?
Jawab:
SINTESIS

9. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari perkembangan Reygen


sekarang?
Jawab:

20
Berdasarkan skenario diketahui bahwa Reygen mengalami keterlambatan
perkembangan untuk anak seusianya, seharusnya anak berusia 9 bulan pada tabel
sudah bisa berdiri berpegangan, sedangkan pada kasus pada umur 9 bulan Reygen
baru bisa merangkak dan duduk, padahal itu adalah kemampuan untuk anak 6 bulan.
Bahkan keadaan ini menjadi parah ketika Reygen sakit, karena untuk duduk pun
Reygen duduk harus dibantu. Disini terlihat Reygen mengalami perkembangan
motorik yang lambat , dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu
penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau penyakit
neuromuskular. Sedangkan penyebab lainnya :

Kondisi kesehatan anak yang kurang mendukung. Keterlambatan anak mulai


berjalan bisa disebabkan oleh gangguan neurologis, gizi buruk, maupun penyakit
seperti : riwayat kekurangan oksigen saat lahir, penyakit-penyakit perinatal yang berat
(sepsis, kerinikterus, meningitis), bayi lahir dengan berat sangat rendah, bayi
prematur, cerebal palsy, pasca kejang lama, penyakit jantung bawaan, dan lain
sebagainya.
Faktor keturunan. Beberapa kasus menunjukkan orangtua yang mempunyai riwayat
terlambat berjalan akan menurun kepada anaknya.
Bentuk dan berat badan anak. Anak dengan kaki yang pendek biasanya lebih cepat
berjalan daripada yang berkaki panjang. Semakin panjang kaki anak, biasanya jadi
lebih sulit menyeimbangkan badan.
Pengalaman buruk waktu belajar berjalan. Kecelakaan yang mungkin terjadi saat
belajar berjalan seperti tersandung hingga membentur meja bahkan berdarah, bisa
mengakibatkan anak trauma dan malas berlatih lagi. Terlebih lagi jika ditambah
dengan respon orangtua yang terlalu mengkhawatirkannya.
Bayi yang tidak dikelilingi anak-anak lain. Hal ini biasanya mengakibatkan anak
jadi lebih lambat berjalan karena tidak ada yang memberinya contoh (meski tidak
selalu).
Orangtua maupun lingkungan yang overprotective. Rasa sayang yang berlebihan
dengan melarang anak untuk melakukan kegiatan yang menantang karena khawatir
jatuh atau terpeleset, membuat anak kehilangan kepercayaan diri untuk mulai
berjalan. Kebiasaan terlalu sering digendong dan pemakaian baby walker yang
berlebihan juga dapat membuat anak malas belajar jalan.

21
Mekanisme Abnormal :
Keterlambatan perkembangan pada Reygen terjadi karena masalah yang saling
berhubungan. Bukan hanya dari satu faktor. Ada beberapa penyebab :
A. Gizi Buruk

Kondisi Reygen berdasarkan data yang ada bisa kita simpulkan sebagai gizi buruk.
Nutrisi ataupun gizi mempunyai peran penting terhadap perkembangan seorang anak.
Ada beberapa mekanisme untuk itu:

- Banyak penelitian yang menerangkan tentang pengaruh gizi terhadap


perkembangan motorik kasar. Levitsky dan Strupp pada penelitiannya
terhadap tikus mengungkapkan bahwa kurang gizi menyebabkan
functional isolationism isolasi diri yaitu mempertahankan untuk tidak
mengeluarkan energi yang banyak ( conserve energy ) dengan mengurangi
kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku eksploratori, perhatian, dan
motivasi. Aplikasi teori ini kepada manusia adalah bahwa pada keadaan
kurang energi dan potein (KEP), anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif,
dan tidak mampu berkonsentrasi. Akibatnya, anak dalam melakukan
kegiatan eksplorasi lingkungan fisik di sekitarnya hanya mampu sebentar
saja dibandingkan dengan anak yang gizinya baik, yang mampu
melakukannya dalam waktu yang lebih lama. Model functional
isolationism yang dilukiskan ini sama dengan teori sebelumnya bahwa
aspek-aspek essensial dan universal untuk perkembangan kognitif ditekan
oleh mekanisme penurunan aktivitas pada keadaan kurang gizi.Untuk
melakukan suatu aktivitas motorik, dibutuhkan ketersediaan energi yang
cukup banyak. Tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari
melibatkan suatu mekanisme yang mengeluarkan energi yang tinggi,
sehingga yang menderita KEP (Kurang Energi Protein) biasanya selalu
terlambat dalam perkembangan motor milestone. Sebagai contoh, pada
anak usia muda, komposisi serat otot yang terlibat dalam pergerakan
kontraksi kurang berkembang pada anak yang kurang gizi. Keadaan ini
juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tulang sehingga terjadi
pertumbuhan badan yang terlambat. Tengkurap, merangkak, dan berjalan
menurunkan ketergantungan atau kontak yang terus-menerus dengan

22
pengasuhnya. Keadaan ini berpengaruh nyata terhadap mekanisme self-
regulatory ,sehingga anak menjadi lebih bersosialisasi dan ramah dengan
lingkungannya. Sebaliknya, bila terjadi keterlambatan dalam locomotion
dan perkembangan motorik akan merusak akses terhadap sumber-sumber
eksternal yang berpengaruh kurang baik terhadap regulasi emosional,
sehingga akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan kecerdasan
anak. Hasil penelitian tersebut pun menghasilkan suatu dugaan bahwa
perkembangan neurologi sebelum berumur 18 bulan berhubungan erat
dengan defisiensi gizi yang dapat bersifat permanen. Umur 18 bulan dari
hasil penelitian ini dapat merupakan batas atau cut off point . Hasil-hasil
penelitian pada tikus menunjukkan bahwa gizi kurang dapat berakibat
defisit myelinisasi pada otak yang irreversibel . Pada tikus, masa-masa
kritis terjadi pada saat umur 8 14 hari,dan berdasarkan periode puncak
pertumbuhan maka pada manusia dapat terjadi pada usia 6 18 bulan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka bayi kurang gizi yang tidak mendapat
suplemen diduga mengalami defisit myelinisasi. Artinya terjadi kesulitan
dalam menghantarkan informasi dari satu neuron ke neuron yang lain dan
mengakibatkan intelektual anak rendah. Hal ini pun pada akhirnya
mempengaruhi perkembangan motorik anak. Refleks anak terhadap
lingkungannya akan terhambat.
B. Diare

Diare yang di alami oleh Reygen sebenarnya ikut memberikan dampak terhadap
status gizi Reygen sekarang. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali, lebih-lebih
dalam jangka pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang dapat
mempengaruhi proses tumbuh kembang.
Intek gizi yang tidak cukup dan infeksi merupakan penyebab langsung gizi kurang
pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Hal ini berdampak tidak saja terhadap
kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro yang sangat perlu untuk pertumbuhan
dan perkembangan anak usia dini .
Jellife (1990) dalam Hasriani (2004) dalam penelitian Rahmah (2010) mengemukakan
bahwa penyakit infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua umur, tetapi
lebih nyata pada kelompok anak. Kebutuhan energi pada saat infeksi biasa mencapai

23
dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme dalam tubuh. Penyakit
infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat
menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan
atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Masa bayi dan balita
sangat rentan terhadap penyakit. Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna
dalam upaya membentuk pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya
penyakit yang menyerang anak bersifat akut artinya penyakit menyerang secara
mendadak dan gejala timbul dengan cepat.
Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu
memengaruhi nafsu makan sehingga kebutuhan zat gizinya tidak terpenuhi. Secara
umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem
kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan
timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan
keadaan gizi yang kurang dapat mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi.
Pada kasus diare yang dialami Reygen menyebabkan ia tidak mempunyai nafsu
makan sehingga kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya,
yang dapat berakibat kurang gizi. Serangan diare berulang atau diare akut yang berat
pada anak berakibat kurang gizi dan mengarah ke KEP merupakan resiko kematian.
Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta gangguan
keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna, diserap usus dan hilang
larut begitu saja bersama tinja, contohnya zat mikro zink yang akan banyak hilang
ketika anak diare, begitupan dengan natrium dan elektrolit lainnya.
Banyak faktor yang menimbulkan diare ini antara lain faktor lingkungan, faktor balita,
faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari beberapa faktor tersebut, pada kasus ini
faktor lingkungan cukup memberikan peran. Segala aspek harus dibahas mulai dari
Sarana Air Bersih (SAB), jamban, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan
rumah, tempat pembuangan sampah, kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan
hunian.
Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan
ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare
pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu
adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya. Pada aspek
pengetahuan ibu, rendahnya pengetahuan ibu mengenai hidup sehat merupakan faktor
risiko yang menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita (Adisasmito, 2007).

24
Dari faktor pengetahuan didapatkan jenjang pendidikan yang dimiliki oleh ibu dalam
menerima/menyerap informasi karena pada umumnya semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin baik pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003). Dari
hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar 40% ibu mempunyai jenjang
pendidikan terakhir SMA, yang kemungkinan ibu kurang mendapat informasi
mengenai kesakitan bayi dan cara menjaga bayinya. Adapun faktor-faktor lainnya
yang dapat mempengaruhi gangguan pada saluran pencernaan bayi yaitu kurangnya
konsul ibu ke pelayanan kesehatan terdekat, memberikan imunisasi yang teratur,
kurangnya kebersihan lingkungan didalam rumah maupun diluar rumah, kurangnya
memperhatikan kebersihan bayi seperti makanan, mainan, baju, botol susu.

Gordon dan taylor nengatakan adannya hubungan timbal balik antara infeksi dan
nutrisi. Infeksi akan menyebabkan gangguan nutrisi dimana terjadi berkurangnya
intake kalori dan absorbsi intestinal, meningkatnya katabolisme dan kebutuhan
nutrient untuk pertumbuhan dan sintesa sel. Sebaliknya kekurangan nutrisi akan
menyebabkan meningkatnya risiko infeksi oleh karena berkurangnya kemampuan
proteksi kulit dan mukosa disamping terganggunya fungsi imun dari host.

C. Cara Pemberian Makanan Yang Salah

- Pemberian makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah bayi


lebih dari enam bulan atau setelah pemberian ASI eksklusif karena pada
usia tersebut kebutuhan nutrisi masih terpenuhi melalui ASI, selain itu
pemberian ASI akan mengurangi faktor resiko jangka pendek seperti diare.
Bayi yang lebih cepat mendapatkan makanan tambahan akan lebih rentan
terhadap penyakit infeksi seperti infeksi telinga dan pernapasan, diare,
resiko alergi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi (Arisman,
2004)
- Hal ini sesuai dengan Rosidah (2004) yang mengatakan bahwa jika
diberikan makanan tambahan akan dapat menggantikan ASI dimana bayi
akan minum ASI lebih sedikit dan Ibu akan memproduksinya berkurang
maka kebutuhan nutrisi bayi tidak terpenuhi dan faktor-faktor pelindung
dari ASI menjadi sedikit, sehingga kemungkinan terjadi risiko infeksi

25
meningkat, dimana pada usus yang immature, system pelindung tubuh
masih lemah dan gagal berfungsi.
- Maka hal ini sesuai dengan pernyataan Soraya (2005) bahwa pemberian
makanan tambahan yang ditinjau dari jenis, frekuensi dan jumlah yang
tidak disesuaikan dengan perkembangan usia anak akan menimbulkan efek
yang negative misalnya gangguan pada pencernaan dan berbagai penyakit
infeksi yang dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi sehingga bisa
mempengaruhi gangguan pertambahan berat dan panjang badan bayi dan
disamping itu pula dengan pemberian makanan tambahan tersebut bayi
akan kenyang dengan makan dan kurang asupan ASI eksklusif maka
senada dengan hal tersebut bisa memicu tingginya gangguan pada saluran
pencernaan bayi. Menurut Pudjiadi (2005), menunda pemberian makanan
padat memberikan kesempatan pada sistem pencernaan bayi untuk
berkembang lebih matang. Karena sebenarnya bayi siap untuk makan
makanan padat, baik secara pertumbuhan maupun secara psikologis, pada
usia 6-9 bulan. Bila makanan padat sudah mulai diberikan sebelum sistem
pencernaan bayi siap untuk menerimanya, maka makanan tersebut tidak
dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak
menyenangkan (gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi).
Pencernaan protein belum sempurna pada bayi. Asam lambung dan pepsin
disekresi pada saat lahir dan baru dalam 3 sampai 4 bulan terakhir
jumlahnya meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa. Amylase,
enzim yang diproduksi oleh pancreas belum mencapai jumlah yang cukup
untuk mencernakan makanan kasar sampai usia sekitar 6 bulan. Dan enzim
pencernaan karbohidrat seperti maltase, isomaltase dan sukrase belum
mencapai level orang dewasa sebelum 7 bulan. Bayi juga memiliki jumlah
lipase dan bile salts dalam jumlah yang sedikit, sehingga pencernaan
lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 6-9 bulan. Dari
data tersebut mendukung pada hasil penelitian ini yang didapatkan bahwa
sebagian besar mengalami diare sebanyak 20 bayi (40%) dan sebanyak 17
bayi (34%) yang mempunyai frekuensi sering. Sehingga bisa disimpulkan
bahwa kemungkinan efek yang ditimbulkan akibat dari pemberian
makanan tambahan ini terlihat secara langsung, memang dari awal bila
bayi diberikan makanan tambahan justru akan memberikan efek yang tidak

26
baik pada kesehatannya, berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas bahwa
sistem pencernaan bayi belum sempurna sehingga harus bekerja lebih
keras lagi untuk mengolah dan memecah makanan dan kemungkinan
masih berlanjut pada interval umur selanjutnya.
- Bayi yang diberi susu formula akan mengalami growth faltering melalui 2
faktor yaitu tidak mendapatkan cukup energi dan zat gizi lain serta lebih
mudah terkena infeksi ( King& Burges, 1996). Bayi tidak mendapat cukup
energi, terutama pada bayi-bayi yang masih menyusui ASI dengan
ditambah susu formula. Penelitian yang dilakukan oleh Giovanni M, et al
(2004) di Italia menunjukkan bahwa pemberian susu formula akan
menurunkan durasi menyusu ASI pada bayi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya adalah karena bayi sudah merasa kenyang,
produksi ASI yang kurang dan kesulitan adaptasi peralihan gaya menyusu
dari menyusu botol kepada menyusu payudara ibu, atau biasa disebut
dengan bingung puting susu (Fernandez et al , 1993).
Bayi yang diberi ASI dengan ditambah susu formula akan kesulitan untuk
beralih gaya menyusu pada saat menyusu ASI. Bayi akan cenderung
menerapkan gaya menyusu botolnya pada saat menyusu ASI, akibatnya
aliran ASI akan tidak lancar dan berkurang karena sedotan yang tidak
maksimal, sementara bayi juga sudah terbiasa menyusu secara cepat. Hal
ini membuat bayi kemungkinan hanya akan mendapatkan Foremilk, yaitu
ASI yang keluar pada menit pertama, dengan komposisi lebih banyak
mengandung air daripada lemak, sementara Hindmilk yaitu ASI yang
keluar pada menit berikutnya, dengan komposisi tinggi lemak, tidak
sempat diisap oleh bayi, padahal Hindmilk akan lebih dapat
mengenyangkan dan memberi energi yang cukup untuk pertumbuhan bayi
(Fernandez et al 1993), akibatnya bayi tersebut akan kekurangan energi
dari sumber ASI, di lain pihak, pemberian susu formula belum sesuai
dengan kebutuhan bayi, sehingga bayi akan mengalami kekurangan zat-zat
gizi untuk pertumbuhannya.

10. Bagaimana cara pemberian makan untuk bayi baru lahir sampai usia 11 bulan?
Jawab:

27
I. KEBIJAKAN TENTANG PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI

Memberikan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir dalam waktu 1 jam pertama.
Memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai umur 6 bulan.
Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai umur 6 bulan.
Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih.

II. PEMBERIAN ASI (MENYUSUI)

Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama
pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu.
ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh
gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.

28
Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena
mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi,
perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi,
akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat.
Dalam situasi darurat
o Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk
penyiapan susu formula, seperti air bersih, bahan bakar dan kesinambungan
ketersediaan susu formula dalam jumlah yang memadai.
o Pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare,
kekurangan gizi dan kematian bayi.
o Sumbangan susu formula dari donor, maka distribusi maupun penggunaannya
harus di monitor oleh tenaga yang terlatih. Susu formula hanya boleh
diberikan pada keadaan sangat terbatas, yaitu:
Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui dari ibu, dan
relaktasi tidak memungkinkan.
Diberikan hanya kepada anak yang tidak dapat menyusu, misalnya:
anak piatu dll
Bagi bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi bisa menyusui,
persediaan susu formula harus dijamin selama bayi membutuhkannya.
Diusahakan agar pemberian susu formula dibawah supervisi dan
monitoring yang ketat oleh tenaga kesehatan terlatih.
Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi yang memadai dan
konseling tentang cara penyajian susu formula yang aman dan praktek
pemberian makan bayi yang tepat.
Sedapat mungkin susu formula yang di produksi oleh pabrik yang
melanggar Kode Internasional Pemasaran Susu Formula jangan/tidak
boleh diterima.
Susu Kental Manis dan Susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi
berumur kurang dari 12 bulan.
Susu formula diberi label dengan petunjuk yang jelas tentang cara
penyajian, masa kadaluwarsa minimal 1 tahun, dalam bahasa yang
dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga.
Botol dan dot tidak boleh di distribusikan dan tidak dianjurkan untuk
digunakan. Pemberian susu formula hendaknya menggunakan cangkir
atau gelas.
o Susu bubuk skim tidak boleh diberikan sebagai komoditas tunggal atau
sebagai bagian dari distribusi makanan secara umum, karena dikhawatirkan
akan digunakan sebagai pengganti ASI.

III. MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI)

MP-ASI hanya boleh diberikan setelah bayi berumur 6 bulan.


MP-ASI sebaiknya disediakan berdasarkan bahan lokal (bila memungkinkan).

29
MP-ASI harus yang mudah dicerna.
Pemberian MP-ASI disesuaikan dengan umur dan kebutuhan gizi bayi.
MP-ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup.

Jumlah MPASI yang dibutuhkan :


6-8 bulan 2-3x sehari
9-11 bulan 3-4 kali sehari
12-24 bulan tambahkan 1-2 snacks sehari ( buah yang lembut, roti dengan
selai kacang )
Apabila jumlah makanan yang dikonsumsi oleh anak sedikit, maka frekuensi makan
dapat ditingkatkan.
Pada usia 8 bulan anak sudah dapat diberikan makanan yang dipotong kecil-kecil (
finger food )
Pada usia 12 bulan sebagian anak sudah bisa makan makanan keluarga ( namun,
dari WHO menganjurkannya pada usia 2 tahun )

Syarat MPASI :
1. Timely MPASI diberikan ketika dibutuhkan energy dan nutrisi yang lebih
adekuat selain ASI.
2. Adequate Hasrus mengandung energy, protein yang micronutrient yang cukup.
3. Properly Fed diberikan sesuai dengan sinyal-anaknya untuk apetite dan kenyang
dan bahwa frekuensi makan dan metode makan nya sesuai dengan usianya.
4. Safe MPASI harus bersih dan higienis, mulai dari tempat penyimpanan, hingga
digunakan.

MPASI yang baik adalah:


Kaya akan kalori, protein dan mikronutrien (terutama zat besi, zink, calcium,
vitamin A, vitamin C dan asam folat)
Bersih dan aman
Bebas patogen
Bebas zat kimia atau toksin
Bebas tulang atau biji keras yang dapat membuat bayi tersedak
Tidak diberikan dalam keadaan panas

30
Tidak pedas atau asin
Mudah ditelan
Disukai oleh bayi
Mudah didapat dan terjangkau
Mudah disiapkan

orang tua masih dapat memberikan MPASI yang dibuat sendiri, asal makanan tersebut
mengandung mikronutrien zat besi, zink, calcium, tiamin, asam folat, vitamin C,
vitamin A dan lemak. Jenis makanan yang dapat dipilih adalah:
Makanan pokok : mengandung karbohidrat, protein dan vitamin.
Contoh: sereal (beras, gandum, tepung jagung), tanaman menjalar
(singkong, ubi & kentang), buah yang mengandung tepung (sukun)
Sumber hewani : mengandung protein tinggi, zat besi, zink dan
vitamin. Contoh: hati, daging merah, ayam, ikan, telur (putih telur
sebaiknya pada anak > 1 tahun)
Produk Susu: mengandung protein, vitamin A & folat, calcium.
Contoh: ASI /susu formula, keju, yogurt
Sayur berdaun hijau dan berwarna oranye: mengandung vitamin
A,C, folat dan calcium. Contoh: bayam, brokoli, wortel, labu,
kentang. Tunda pemberian sawi pada anak > 1 tahun, karena
mineralnya sangat tinggi, membuat berat kerja ginjal anak.
Kacang-kacangan: mengandung protein dan zat besi. Contoh:
kacang polong, kacang merah, kedelai hitam
Minyak dan Lemak: mengandung energy dan asam lemak esensial,
Contoh: minyak kelapa, margarine, minyak zaitun, butter. Berbeda
dg orang dewasa, makanan sumber kolesterol sangat baik pada
anak (kuning telur, lemak hewan) untuk membentuk otak anak agar
cerdas.
Biji-bijian: menghasilkan energi. Contoh: selai kacang, biji bunga
matahari, wijen

Makanan yang kaya akan Zat besi : Hati, daging merah

31
Makanan yang kaya akan Vitamin A : Hati, kuning telur, buah/sayur berwarna
oranye, sayur berdaun hijau
Makanan yang kaya akan Zink : Hati, ikan segar, ayam, kerang, kuning
telur
Makanan yang kaya akan Calsium : Susu atau produk susu, ikan
Makanan yang kaya akan Vitamin C : Buah segar, tomat, paprika, sayur-
sayuran yang berwarna hijau

Agar seluruh mikronutrien dapat terpenuhi, maka dalam membuat MPASI


campurkanlah kombinasi bahan makanan diatas, misalnya bubur yang terbuat dari
tepung maizena ditambah singkong dilarutkan dalam susu, kacang tumbuk dan butter.
Bisa juga membuat puree yang terdiri dari kentang, singkong atau beras yang
dicampur dengan ikan, kacang merah dan sayur hijau. Berikan juga snack yang
bergizi seperti telur, pisang, papaya, alpukat, yogurt, pudding susu, biscuit atau roti
dengan butter/margarine, kue kacang merah, kentang kukus.

11. Bagaimana dampak pemberian ASI non eksklusif, pemberian susu formula dan bubur
beras merah pada Reygen?
Jawab:
Dampak pemberian ASI non ekslusif
ASI non ekslusif berarti bayi diberi bayi diberi ASI ditambah makanan dan
minuman lain. Pemberian makanan dan minuman pengganti ASI berbahaya bagi
bayi karena saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencernakan makanan
dan minuman selain ASI (Depkes, 1997).
Kerugian dari penggunaan air susu buatan / susu formula, antara lain :
Pengenceran yang pekat dapat menyebabkan hipernatremia, obesitas, hipertensi,
dan enterokolitis nekroticans, sedangkan jika terlalu encer bisa menyebabkan
malnutrisi, dan gangguan pertumbuhan. Semua ini dapat menyebabkan diare.
Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin bebas dari kontaminasi
mikroorganisme pathogen (tidak higienis). Penelitian menunjukkan bahwa banyak
susu formula terkontaminasi pada bulan pertama.

32
Susu sapi dapat menyebabkan alergi dengan gejala pada sistem gastrointestinal
seperti muntah, kolik, diare, perdarahan gastrointestinal, enterokolitis, kehilangan
protein, konstipasi, dan perut gembung.
Kerusakan mukosa usus yang terjadi pada diare akut dapat menyebabkan diare
kronis melalui mekanisme peningkatan absorbs antigen
Tidak praktis, tidak ekonomis, dan menambah beban bagi negara untuk biaya
perawatan bayi yang sakit.

Dampak pemberian susu formula


Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau
karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh
dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase.Enzim
laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus.
Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk
diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak
mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses
pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi
yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di
perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran
cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami
diare.
Pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan mempunyai hubungan dengan
kejadian diare, dan bayi yang diberikan susu formula mempunyai risiko 14,1 kali
terpapar diare, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi susu formula. Terjadinya
diare pada bayi yang diberi susu formula karena bayi dengan usia dibawah 6 bulan
sistem pencernaannya belum sempurna, dan umur bayi berperan terhadap
berkurangnya frekuensi defekasi, dimana hal ini merupakan petunjuk dari semakin
matangnya kapasitas water-conserving pada usus.
Pernyataan Dinkes RI (2005) menyatakan bahwa salah satu perilaku masyarakat yang
dapat menyebabkan penyebaran kuman penyebab diare dan meningkatnya risiko

33
terjangkit diare yaitu menggunakan botol susu yang memudahkan pencemaran
kuman penyebab diare.

Dampak bubur merah

Faktor makanan pada bayi juga cukup berpengaruh terhadap kejadian diare
pada bayi karena sistem pencernaan bayi yang belum sempurna (Kanoa, 2011).
Menurut World Health Organization (2008), bayi yang mendapatkan makanan
pendamping ASI sebelum berusia enam bulan akan mempunyai resiko 17 kali lebih
besar mengalami diare dan 3 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) dibandingkan bayi yang hanya mendapat ASI eksklusif dan
mendapatkan MP ASI dengan tepat waktu (Williams & Wilkins, 2006). Namun
tidak menutup kemungkinan juga bahwa bayi yang usianya lebih dari enam bulan
dan diberi makanan pendamping ASI dengan tepat dapat terserang diare dan infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA). Hal ini terjadi karena diare tidak hanya disebabkan
oleh factor malabsorbsi saja, tapi bisa juga terjadi karena faktor infeksi dan faktor
makanan (Depkes RI, 2007).
Tingginya angka kejadian diare pada bayi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah
satunya oleh pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini. Fungsi faal
bayi yang belum optimal semakin mempermudah patogen penyebab penyakit untuk
masuk ke dalam tubuh bayi sehingga terjadilah diare. Bubur merah merupakan
makanan lunak berupa campuran yang lengkap karena dapat dibuat dari beras,,
bahan makanan sumber protein hewani (hati, daging, telur, atau tepung ikan), dan
bahan makanan sumber protein nabati (tahu, tempe, sayuran hijau). Namun, pada
kasus tidak diketahui komposisi yang jelas untuk diberikan kepada anaknya, dan
juga mengingat akan latar belakang sosioekonomi yang rendah, kebersihan serta
kadar nutrisinya yang rendah, hal ini dapat merupakan predisposisi terjadinya diare,
penurunan berat badan yang dapat menurunkan sistem imunitas anak sehingga
mempermudah terjadinyan infeksi.

Pemberian susu formula dan MP-ASI pada Reygen dilakukan pada usia 3 bulan
(kurang dari 6 bulan) akan memberikan dampak negatif sebagai berikut
Diare

34
Pengonsumsian susu formula dan makanan pendamping ASI pada usia kurang
dari 6 bulan akan menyebabkan terjadinya diare pada bayi. Walaupun bayi umur 0-6
bulan mengalami pertumbuhan yang pesat, namun sebelum mencapai usia 6 bulan,
sistem pencernaan bayi belum mampu berfungsi dengan sempurna, sehingga ia
belum mampu mencerna makanan selain ASI. Kebiasaan ini kurang baik, karena
pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dapat mengakibatkan bayi lebih
sering menderita diare. Hal ini disebabkan pembentukan zat anti oleh usus bayi
belum sempurna dan mungkin juga cara menyiapkan makanan yang kurang bersih.
Bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu. Keadaan ini terjadi akibat usus
bayi masih permeabel, sehingga mudah dilalui oleh protein asing. Bila makanan
yang diberikan kurang bergizi dapat mengakibatkan anak menderita kurang gizi atau
terjadi malnutrisi, dapat pula terjadi overfeeding.8 Berdasarkan rekomendasi dari
WHO dan UNICEF di Geneva pada tahun 1979 menyusui merupakan bagian
terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara ideal dan
alamiah serta merupakan dasar biologik dan psikologik yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Dengan alasan apapun susu formula harus
dihindarkan pada saat usia bagi bayi menerima ASI eksklusif (0-6 bulan) karena
susu formula mudah terkontaminasi oleh kuman dan dalam pemberian susu formula
harus disesuaikan dengan takaran susu dan umur bayi. (Sarwono, 2010).

Mudah Terinfeksi
Karena pemberian ASI diiringi dengan pemberian susu formula dan MP-ASI
maka otomatis jumlah ASI yang diberikan lebih rendah kuantitasnya. Penggunaan
susu formula pada usia kurang dari 6 bulan berisiko tercemar berbagai virus, tetapi
kebalikannya ASI mengandung antibodi terhadap berbagai jenis virus, antara lain
poliovorus, coxsakievirus, echovirus, influenza virus, reovirus, respiratory syncytial
virus (RSV), rotavirus dan rhinovirus. Telah terbukti bahwa ASI menghambat
pertumbuhan virus-virus tersebut, misalnya kolostrum yang terdapat dalam ASI
mempunyai aktivitas menetralisasi terhadap RSV. Virus ini mengancam jiwa dan
sering sebagai penyebab bayi dirawat di beberapa negara berkembang. Bayi yang
dirawat karena menderita infeksi RSV jauh lebih sedikit pada kelompok yang

Gangguan Tumbuh Kembang

35
Anak yang mendapatkan Asi eksklusif akan tumbuh lebih cepat. Hal ini
terlihat pada berat dan tinggi bayi pada usia 6 bulan pertama dibandingkan dengan
anak yang tidak mendapat ASI eksklusif (partially breast-fed). ASI mempengaruhi
pertumbuhan anak melalui dua jalan yang berbeda. Pertama, pertumbuhan
dipengaruhi oleh asupan energi dan zat gizi esensialyang terdapat di ASI. Kedua,
ASI menurunkan angka kesakitan diare yang pada gilirannya mempengaruhi
pertumbuhan. Berdasarkan banyak penelitian lainnya, lamanya memberi ASI
eksklusif berhubungan dengan prevalensi diare dan ISPA
Gangguan Menyusui
Pengenalan makanan selain ASI secara dini akan menurunkan frekuensi dan
intensitas pengisapan bayi, sehingga resiko untuk terjadinya penurunan ASI semakin
besar.

Beban Ginjal
Beban ginjal yang berlebihan dan hiperosmolaris. Makanan padat, banyak
mengandung kadar Natrium Khlorida (NaCl) tinggi yang akan menambah beban
ginjal 2x lebih berat. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan pendamping
lainnya yang mengandung daging. Tingginya solute load dari MP-ASI yang diberikan
dapat menimbulkan hiperosmolaritas yang meningkatkan beban ginjal.
Overfeeding
Perlunya menunda pemberian MP-ASI hingga usia 6 bulan adalah untuk
mencegah kemungkinan overfeeding karena bayi tersebut belum mampu
memberikan pertanda bahwa ia sudah kenyang. Sehingga, makanan yang masuk
tidak akan pernah terukur dengan baik dan bisa mengakibatkan overfeeding pada
bayi. Umumnya dengan cara membalikkan muka atau badan atau wajah yang
memperlihatkan tidak berminat terhadap makanan tersebut lagi. Alasan lain adalah
bayi belum mampu menelan MP-ASI dengan benar dan berpotensi untuk tersedak
dan tidak dapat tidur nyenyak pada malam hari.
Alergi terhadap makanan.
Belum matangnya sistem kekebalan usus pada umur yang dini, dapat
menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan pada masa kanak- kanak.
ASI kadang-kadang dapat menularkan penyebab-penyebab alergi dalam jumlah yang
cukup banyak untuk menyebabkan gejala-gejala klinis, tetapi pemberian makanan
pendamping yang dini menambah terjadinya alergi terhadap makanan.

36
Alasan pemberian makanan pendamping ASI pada usia 4 6 bulan adalah
kebutuhan energi bayi untuk pertumbuhan dan aktivitas fisik makin bertambah,
sedangkan produkasi ASI relatif tetap. Pada usia 4 bulan bayi sudah mengeluarkan
air liur lebih banyak dan produksi enzim amilase lebih banyak sehingga bayi siap
menerima makanan lain selain ASI. Dalam proses menelan pada usia tersebut,
apabila makanan disuapkan ke dalam mulutnya bayi sudah dapat menutup mulutnya
dengan rapat dan menggerakkan lidah ke muka dan ke atas untuk mendorong
makanan ke belakang,untuk ditelan. Pada saat inilah bayi diberikan kesempatan
mempraktekkan kepandaiannyatersebut dengan memberikan makanan lumat.
Dengan bertambah matangnya kemampuan oromotor, bayi usia 69 bulan mulai
belajar mengunyah dengan menggerakkan rahang ke atas dan ke bawah, sehingga
dapat diberikan makanan yang lebih kasar. Demikian juga dengan kemampuan
motorik halus pada awalnya bayi memegang dengan kelima jari tangannya
kemudian pada umur 9 bulan bayi sudah dapat menjimpit, maka untuk
mengembangkan kemampuan tersebut, bayi dapat diberikan makanan yang dapat
dipegang sendiri atau makanan kecil yang dapat dijimpit. Pada usia 6 7 bulan bayi
sudah dapat duduk, sehingga dapat diberikan makanan dalam posisi duduk. Pada
usia 6 9 bulan bibir bayi sudah dapat mengatup rapat pada cangkir, sehingga dapat
dilatih minum memakai cangkir atau gelas.

12. Bagaimana cara pembuatan bubur bayi rumahan dan susu formula yang benar?
Jawab:
Nasir (2011) menerangkan cara penyajian susu formula dalam botol yang benar
adalah sebagai berikut :
1. Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan menggunakan sabun untuk
mencegah kontaminasi dengan lingkungan.

37
2. Gunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama 10-15 menit
agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70 derajat Celcius.
3. Siapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan bayi dan sesuai takaran yang
dianjurkan pada label, lalu aduk hingga tercampur merata.
4. Segera tutup kemasan dengan rapat untuk menghindari paparan udara luar terlalu
lama. Simpanlah susu di tempat yang kering dan bersih, jangan di tempat yang
lembab, karena selain disukai oleh bakteri juga mudah disergap oleh semut.
5. Sisa susu yang telah dilarutkan harus dibuang setelah 2 jam.
6. Selalu perhatikan batas kadaluwarsa kemasan susu formula untuk menghindari
keracunan dan kontaminasi.

Cara pembuatan bubur bayi rumahan:


Di minggu-minggu pertama pemberian MPASI, berikan bubur beras dengan 1
macam sayuran atau 1 macam buah. Kenalkan satu persatu. Jangan dicampuraduk
menjadi satu. Biarkan ia belajar mengenal rasa tiap jenis makanan yang masuk ke
dalam mulutnya.
o Sayuran pertama: Wortel, kentang, lobak, labu parang, ubi merah, segala macam
ubi-ubian, kacang polong, brokoli, kembang kol.
o Buah-buahan pertama: Apel, pear, pisang, pepaya, alpukat.
o Tepung beras (baby rice): Campurkan tepung beras dengan air/ASI/susu
formula. Tepung beras sangat mudah dicerna dan rasa susu membuat masa
transisi ke makanan padat menjadi lebih mudah. Tepung beras dapat diberikan
bersamaan dengan buah atau sayur.
o Daging: Daging giling yang dimasak matang dapat diperkenalkan sebagai
makanan pertama bayi. Meski demikian, secara umum, kebutuhan utama protein
dan zat besi anak usia 6 bl didapatkan dari ASI / susu formula.
Makanan yang perlu dihindari di awal pengenalan MPASI:
Susu sapi/kambing, dairy products (seperti yogurt, keju, dsbnya), telur, makanan
yang mengandung gluten seperti gandum, rye, barley dan oat, madu, kerang-
kerangan dan ikan, makanan pedas, kacang-kacangan (kacang tanah, almond,
dsbnya), daging/ikan asap, garam, gula, buah beraroma tajam / citrus fruits
(strawberry, raspberry, lemon).
Cara memasak MPASI:

38
o Rebus: Gunakanlah sedikit air saat merebus. Hati-hati jangan sampai merebus
sayur atau buah terlalu lama (overcook). Tambahkan ASI / susu / air
secukupnya untuk membuat puree.
o Microwave: Iris sayuran/buah dan taruh dalam piring khusus untuk microwave.
Tambahkan sedikit air dan masak hingga lunak. Haluskan dan aduk rata.
Sebelum diberikan, tes dahulu suhunya.
o Kukus: Cara ini adalah yang sangat ideal untuk menjaga rasa dan juga vitamin
dalam sayuran/buah.Vitamin B dan C adalah vitamin yang larut dalam air dan
sangat mudah hilang/rusak apabila dimasak terlalu lama, terutama jka direbus.
Di hari-hari pertama pemberian MPASI, bayi biasanya hanya memerlukan sedikit
makanan padat, misalnya 2 3 sendok kecil penuh. Dimulai dari 1 kali pemberian
MPASI per hari. Misalkan saat makan siang. Kemudian dapat ditingkatkan
menjadi 3 kali sehari (makan pagi, makan siang dan makan malam).
Hal penting dalam menyiapkan dan mengatur makanan bayi, jangan pernah
menambahkan bumbu penyedap atau MSG, tapi makanan bayi tetap harus
memperhatikanan cita rasa bagi bayi. Bahan ini bisa menimbulkan kerusakan
fungsi otak. Setelah matang, biarkan panas makanan hilang lalu cicipi terlebih
dahulu. Pastikan makanan yang masuk nyaman ditelan olehnya. Sedangkan jika
Anda memilih makanan bayi instan, selalu periksa kemasan dan tanggal
kadaluarsanya. Jangan memilih produk dengan kemasan rusak dan mendekati
tanggal kadaluarsa. Jika Anda menyimpan makanan bayi yang sudah dimasak
untuk diberikan lagi nanti, simpan di tempat yang bersih dan jauh dari bau
menyengat. Jauhkan makanan bayi dari bau durian atau kopi yang bisa
mempengaruhi aroma makanan.

13. Apa perbedaan bubur bayi rumahan dan bubur bayi pabrikan?
Jawab:
Masyarakat mengenal adanya dua jenis MP-ASI, yaitu MP-ASI tradisional
dan pabrikan. Pengolahan MP-ASI tradisional seringkali tidak memenuhi prinsip
higiene sanitasi makanan sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi
mikroorganisme penyebab diare pada bayi. Sementara itu MP-ASI pabrikan
menghasilkan makanan bayi yang relatif lebih higienis dan praktis disajikan.
Kandungan gizi dalam MP-ASI pabrikan juga dapat diformulasikan berdasarkan

39
angka kecukupan gizi bayi Salah satu bentuk MP-ASI pabrikan yang dikenal
masyarakat adalah bubur bayi instan.
Dahulu, WHO dan UNICEF lebih menekankan pemberian MP-ASI yang
dibuat sendiri di rumah daripada makanan instan yang diproduksi pabrik. Namun,
setelah dilakukan banyak penelitian klinis, ternyata banyak bayi yang tidak
memperoleh zat nutrient yang adekuat sesuai dengan yang seharusnya didapatkan.
Hal yang sering terjadi dalam pembuatan MP-ASI di rumah adalah pemenuhan
mikronutrien sebagian besar hanya dipenuhi dari sayuran dan buah-buahan. Bahan
makana yang berasal dari hewan hnaya sedikit diberikan sehingga secara umum
pemenuhan zat besi, zink, kalsium tidak bisa memenuhi kesenjangan nutrisi ASI dan
kebutuhan total bayi.
Untuk itu, WHO/UNICEF mengeluarkan Global Strategy for Infant and
Young Children Feeding dan mengumumkan bahwa makanan tambahan yang
diproses oleh industri makanan dapat digunakan sebagai pilihan para ibu dalam
memberikan makanan tambahan yang mudah disiapkan serta mencukupi kebutuhan
mikronutrien bayi.
Pembutan makanan diatur oleh The Codex Alimentarius Commisison, yaitu
lembaga yang dibuat FAO dan WHO untuk mengatur standar pembuatan makanan
dan menjamin keamanan termasuk cara membuat, promosi dan transportasi dan
dilindungi oleh pemerintah Internasional. The Codex Alimentarius mengatur bahwa
makanan bayi yang diproduksi massal tidak boleh menggunakan pengawet dan zat
aditif yang berbahaya. Yang perlu diperhatikan pembeli saat membeli adalah tanggal
kadaluarsa yang masih jauh, kemasan masih tersegel, warna dan bentuk makanan
tidak berubah atau menggumpal.
Zat gizi yang penting untuk dipenuhi pada masa bayi diantaranya protein dan
vitamin A. Protein untuk bayi berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel,
sedangkan vitamin A berperan dalam fungsi sistem imun, melindungi integritas sel-
sel epitel lapisan kulit, permukaan mata, bagian dalam mulut, serta saluran
pencernaan dan pernafasan.
Departemen Kesehatan RI menetapkan persyaratan kandungan gizi yang harus
dipenuhi dalam 100 g bubur bayi instan, antara lain kandungan energi minimal 400
Kkal, kandungan protein sebesar 15-22 g, dan vitamin A sebesar 250-350 g.
Pemilihan bahan MP-ASI penting untuk memenuhi persyaratan tersebut. Pada
umumnya MP-ASI bubur bayi instan terbuat dari campuran tepung beras, susu skim,

40
gula halus, dan minyak nabati. Untuk meningkatkan kandungan gizi, bahan-bahan
tersebut dapat disubstitusi dengan bahan pangan sumber protein dan vitamin A.
Bahan-bahan serta metode pengolahan MP-ASI selain berpengaruh terhadap
kandungan zat gizi juga dapat mempengaruhi sifat fisik serta daya terima.
Berdasarkan sifat fisiknya, MP-ASI tidak boleh bersifat kamba agar lambung bayi
yang berkapasitas kecil tidak penuh dengan bahan kurang bergizi. Komposisi serta
metode pengolahan yang tepat diharapkan akan menghasilkan MP-ASI yang bergizi
tinggi dan dapat diterima oleh konsumen.
Pemberian makanan bayi instan bila dilakukan rutin dan terus menerus,
membuat bayi tidak mengenal menu keluarga sebenarnya, yaitu makanan segar yang
dimasak untuk disajikan di rumah. Selain itu, bayi kehilangan kesempatan untuk
mengenal cita rasa asli makanan, sebab kebanyakan makanan bayi instan adalah
makanan campuran yang diolah bersamaan. Pada beberapa bayi, ada yang alergi
terhadap susu yang terkandung dalam bubur instan tersebut. Selain itu menu yang
bervariasi, baik untuk bayi sehingga nanti tidak terlalu pilih-pilih makanan.
Bila ibu ingin membuat MP-ASI di rumah, maka makanan tersebut harus
mengandung:
1. Makanan pokok mengandung karbohidrat, protein, vitamin
2. Sumber hewani mengandung protein tinggi, zat besi, dan zink
3. Produk susu mengandung protein, vitamin A, asam folat, kalsium
4. Sayuran berdaun hijau dan oranye mengandung vitamin A, C, kalsium,
asam folat
5. Kacang-kacangan mengandung protein dan zat besi
6. Minyak dan lemak

Komposisi

Kita ambil contoh Pada bubur instan Nestle Cerelac mengandung tepung
beras, susu bubuk skim, gula, campuran minyak nabati (mengandung antioksidan
askorbil dan palmitat), maltodekstrin, mineral, minyak ikan (mengandung antioksidan
natrium askorbat dan toko ferol), premiks vitamin, probiotik (Bifidobacterium lactis),
perisa vanilla dan mempunyai keunggulan:

41
1. CHE (Carbohydrate Hydrolysed Enzimatically) merupakan teknologi milik Nestl
untuk menghidrolisa karbohidrat secara alami dengan menggunakan proses enzimatis.
Manfaat: Mengoptimalkan kepadatan nutrisi, Tekstur lembut sehingga memudahkan
untuk ditelan, Mudah dicerna sehingga dapat meningkatkan cita rasa dan rasa manis
alami tanpa penambahan sukrosa.
2. DHA: Merupakan salah satu nutrisi penting dalam masa pertumbuhan karena
merupakan struktur asam lemak yang dominan pada sistem syaraf dan retina.
Manfaat: Penting untuk otak anak sampai usia 2 tahun
3. Probiotik Bifidus BL merupakan bakteri baik dalam jumlah tertentu yang dapat
tetap hidup serta stabil dalam ekosistem usus sehingga bakteri baik akan tumbuh lebih
dominan dalam usus. Manfaat: Membantu mempertahankan fungsi saluran cerna.
4. Zat besi, Zink, Vitamin A & C merupakan kombinasi mineral dan vitamin yang
disebut immunonutrient. Manfaat: Mendukung fungsi kekebalan tubuh.

14. Bagaimana cara menghitung kalori dan contohnya untuk anak usia 11 bulan?
Jawab:
Tabel Widya Karya Pangan dan Gizi
Umur (tahun) Laki-laki (kkal/kgBB) Perempuan (kkal/kgBB)

01 110 120 110 120

13 100 100

46 90 90

69 80 90 60 80

10 14 50 70 40 55

14 18 40 - 50 40

Pada kasus ini. Berat badan reygen 5,15 Kg, merupakan berat badan yang sangat
rendah karena dibawah < -3SD.
Berat badan ideal bayi 11 bulan menurut growth chart WHO = 9,4 kg
Kebutuhan kalori normal untuk bayi 11 bulan = 110 kkal/kgBB x 9,4 kg = 1034
kkal

42
Perkiraan kebutuhan zat gizi total per hari untuk bayi 0-12 bulan
Protein = 10 % x energi atau
= 2,5 3 gr/kg BBI
Untuk usia 11 bulan = 10 % x 1034 kkal = 103,4 kkal / 4 = 25,85 gram = 26 gram
Lemak = 10- 20 % x energi
Untuk usia 11 bulan = 20 % x 1034 kkal = 206,8 kkal / 9 = 22,97 gram = 23 gram
Karbohidrat = 60- 70 % x energi
Untuk usia 11 bulan = 70 % x 1034 kkal = 723, 8 kkal / 4 = 180,95 gram = 181
gram
Jenis karbohidrat yang sebaiknya diberikan adalah laktosa, bukan sukrosa.
Reygen:
Berat badan ideal Reygen menurut panjang badannya = 8,6 kg
Kebutuhan kalori untuk Reygen sesuai dengan BB ideal menurut panjang
badannya = 110 kkal/kgBB x 8,6 kg = 946 kkal
Perkiraan kebutuhan zat gizi total per hari untuk bayi normal usia 0-12 bulan
Protein = 10 % x 946 kkal = 94,6 kkal / 4 = 23,65 gram
Lemak = 20 % x 946 kkal = 189,2 kkal / 9 = 21,02 gram = 21 gram
Karbohidrat = 70 % x 946 kkal = 662,2 kkal / 4 = 165,5 gram

Contoh menu makanan untuk bayi normal usia 9-12 bulan


Pukul Jenis makanan
06.00 ASI/PASI
08.00 Nasi tim menuju makanan
(makan pagi) keluarga
10.00 Buah segar/biskuit
12.00 (makan Nasi tim menuju makanan
siang) keluarga
14.00 ASI/PASI
16.00 Buah segar/biskuit
18.00 Nasi tim menuju makanan
keluarga

43
21.00 ASI/PASI

15. Apasaja imunisasi yang wajib diberikan pada anak?


Jawab:
Jenis Imunisasi

1. BCG
Fungsi dari imunisasi ini adalah untuk menghindari penyakit TBC.

2. POLIO
Fungsi dari imunisasi ini adalah untuk menghindari penyakit polio. Polio adalah
sejenis penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan.

3. DPT
Fungsi dari imunisasi ini adalah untuk melindungi anak dari 3 penyakit sekaligus
yaitu difteri, pertusis dan tetanus.

4. HEPATITIS B
Fungsi dari imunisasi ini adalah untuk menghindari penyakit yang mengakibatkan
kerusakan pada hati.

5. CAMPAK
Adalah sejenis penyakit yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini sangat menular,yang
ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada seluruh tubuh. Pemberian vaksin
ini saat bayi berusia 9 bulan.

Yang Harus Diperhatikan Setelah Imunisasi


BCG : Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat
suntikan. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan bekas imunisasi.
DPT : Beberapa bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan
imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Keadaan ini
tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh
sendiri. Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut
tidak memberikan perlindungan dan imunisasi tidak perlu diulang.
POLIO : Jarang timbuk efek samping.

44
CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 410 hari
sesudah penyuntikan.
HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.

Jadwal Imunisasi
Umur Jenis Imunisasi

0-7 hari HB 0

1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT/HB 1, Polio 2

3 bulan DPT/HB 2, Polio 3

4 bulan DPT/HB 3, Polio 4

9 bulan Campak
(Sumber : Kementerian Kesehatan RI)

Vaksin BCG BCG, DPT-Hep B, Hep B


Tempat suntikan Lengan kanan atas luar Paha tengah luar
Cara Intracutan Intramuscular/subcutan dalam
penyuntikan
Dosis 0,05 cc 0,5 ml
Ukuran jarum 10 mm, ukuran 26 25 mm, ukuran 23
jenis Bubuk+pelarut Siap pakai
Vaksin Campak Polio
Tempat suntikan Lengan kiri atas Mulut
Cara penyuntikan Subcutan Diteteskan di mulut
Dosis 0,5 ml 2 tetes
Ukuran jarum 25 mm, ukuran 23
Jenis Siap pakai Botol dengan alat tetes mulut

45
16. Bagaimana interpretasi imunisasi yang diberikan pada Reygen?
Jawab:

Jenis-jenis imunisasi yang wajib diberikan pada bayi dan anak menurut Ikatan Dokter Anak
Indonesia adalah :

Imunisasi BCG, cukup diberikan 1 kali sebelum umur 3 bulan. Apabila vaksin BCG
diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih
dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberculin negatif. Vaksin BCG tidak dapat
mencegah infeksi Tuberkulosis, namun dapat mencegah komplikasinya.
Imunisasi Hepatitis B, diberikan sebanyak 3 kali yaitu segera saat bayi lahir,
memasuki bulan pertama, dan diantara bulan ke 3 sampai 6. Apabila sampai dengan

46
usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi Hepatitis B, maka secepatnya
diberikan imunisasi Hepatitis B dengan jadwal 3 kali pemberian ( catch-up
vaccination ).
Imunisasi Polio, diberikan pada bulan ke 0, 2, 4, 6, 18, dan tahun ke 5.
Imunisasi DTP, diberikan pada bulan ke 2, 4, 6, 18, tahun ke 5, dan 12. Imunisasi ini
untuk mencegah difteri, tetanus, dan pertusis.
Imunisasi Campak, diberikan pada bayi usia 9 bulan dan di tahun ke 6 .

Berdasarkan data yang ada pada kasus, bahwa pemberian imunisasi yang
dilakukan belum lengkap. Pemberian imunisasi yang tidak lengkap ini bisa
memberikan efek imunitas yang tidak terlalu berperan untuk melawan
penyakit.

Penjelasan : Pemberian imunisasi itu harus diberikan sesuai dengan jadwal. contoh
vaksin DPT harus diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan karena pada usia tersebut
penyakit ini biasa berjangkit. Pemberian vaksin yang sesuai jadwal saja tidak bisa
melindungi anak dan bayi 100 persen, contoh 3 kali suntikan imunisasi DPT hanya
bisa memberikan perlindungan 90 persen. Jadi kalau hanya satu kali saja dilakukan
atau tertunda, maka efek perlindungannya pun semakin kecil (sekitar 30 persen). Hal
ini pula bisa memungkinkan dampak terkena penyakit menjadi semakin besar. Jadi,
imunisasi tetap harus diberikan sesuai dengan jadwal dan tidak ada istilah hangus.

Imunisasi dilakukan dengan maksud menimbulkan kekebalan tubuh terhadap suatu


penyakit. Kekebalan tubuh sebenarnya paling baik diperoleh dari infeksi alami (sakit),
namun imunisasi memungkinkan membentuk kekebalan yang mirip dengan infeksi
sesungguhnya tanpa harus melewati penderitaan dan bahaya komplikasi akibat sakit
tersebut. Respons kekebalan tubuh terhadap imunisasi sangat lemah jika dibandingkan
dengan respons terhadap infeksi alamiah, sehingga diperlukan vaksinasi penguat
(booster). Banyaknya vaksinasi penguat berbeda-beda pada setiap jenis imunisasi,
untuk dapat mencapai tingkat kekebalan yang diharapkan. Dengan bertambahnya usia
maka tingkat kekebalan tersebut secara perlahan akan memudar, karena itu untuk
menjaga agar tetap pada kadar yang dapat melindungi tubuh, pada beberapa jenis
harus dilakukan imunisasi ulang. Imunisasi terutama dilakukan pada bayi dan anak
kecil karena sistem imun mereka belum sepenuhnya matang, dan juga karena
produksi asam lambung mereka masih sedikit, sehingga bakteri dan virus yang masuk
47
lebih mudah berkembang biak. Akibatnya, bayi dan anak kecil sangat rentan terkena
penyakit. Waktu pemberian imunisasi disusun dengan berbagai pertimbangan.
Pertama, apakah bayi sudah memiliki kekebalan dari ibu, dan berapa lama kira-kira
kekebalan yang didapat secara pasif tersebut menurun sehingga harus diberikan
imunisasi sebagai perlindungan. Kedua, pada usia berapa suatu penyakit paling sering
mengenai anak, sehingga imunisasi itu perlu diberikan sebelum anak mencapai usia
yang rentan. Ketiga, seperti telah dijelaskan di atas, kenaikan sistem kekebalan tubuh
sebagai respons terhadap imunisasi, yang berbeda-beda untuk setiap penyakit. Dengan
mengikuti jadwal imunisasi, kita memastikan bahwa anak mendapat perlindungan
maksimal yang dapat dicapai. Terkadang dapat terjadi penyimpangan jadwal
(terlewat) karena lupa, sakit, atau karena alasan lain. Apabila jadwal imunisasi
terlewat tidak perlu diulang, konsultasikan dengan dokter anak untuk melengkapinya.
Dokter anak Anda mungkin akan melakukan kejar imunisasi, memberikan vaksin
kombinasi, atau pemberian beberapa imunisasi pada saat yang sama, tergantung mana
yang terbaik bagi keadaan dan usia anak saat itu.

17. Bagaimana hubungan riwayat keluarga dengan keluhan?


Jawab:
Apabila melihat dari riwayat keluarga, maka Reygen ini termasuk bayi yang lahir
dalam lingkungan dengan social ekonomi ( pendidikan, pekerjaan, pendapatan ) yang
rendah Keterbatasan sosial ekonomi ini juga berpengaruh langsung terhadap
pendapatan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, berpengaruh pada praktek
pemberian makanan pada bayi dan berpengaruh pula pada praktek pemeliharaan
kesehatan dan sanitasi lingkungan mempengaruhi daya beli dan asupan
makanan untuk memenuhi kebutuhan akan pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh
serta pencegahan terhadap penyakit infeksi yang kesemuanya gangguan
pertumbuhan
pendidikan orang tua rendah orang tua tidak mengetahui pola pemberian
makanan yang baik pada bayi orang tua memberikan MPASI lebih awal dan
susu formula yang diberikan tidak sesuai takaran imunitas bayi masih rendah
, terpapar kuman lebih awal, dan gizi yang didapat bayi tidak cukup
mempermudah terjadinya diare gizi buruk gangguan pertumbuhan

48
18. Bagaimana hubungan riwayat lingkungan/ tempat tinggal dengan keluhan?
Jawab:
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa sosioekonomi keluarga Reygen
rendah. Faktor sosioekonomi yang rendah bisa menjadi risiko seseorang mengalami
gizi buruk akibat tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi tubuh. Sumber air minum
sumur gali denga jarak sumur hanya 6 meter dari mck juga merupakan risiko
tercemarnya sumber air keluarga dengan mikroorganisme yang berbahaya. Jarak
sumur gali dengan mck seharusnya minimal 10 meter dari MCK dan jangan
mendekati jamban. Jika MCK terletak dalam satu pemikimana, Lokasi MCK jenis ini
idealnya harus ditengah para penggunanya/ pemanfaatnya dengan radius 50 100m
dari rumah penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1 MCK adalah 3
ha. Kawasan yang padat penduduknya, umumnya luas rumah di bawah luas hunian
baku per jiwa. Hal ini mengakibatkan sulitnya mencari ruang untuk lokasi sumur
maupun kakus. Kawasan tersebut terutama dihuni oleh warga masyarakat yang
berpenghasilan rendah, yang cenderung tidak dapat menyisihkan sebagian
pendapatannya untuk membangun kakus atau kamar mandi sendiri. Apalagi jika
mereka belum mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan, yang
mempunyai kaitan erat dengan kualitas air tanah. Ditinjau dari sudut kesehatan
lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari
lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air.
Pada kasus, jarak MCK dengan sumber air keluarga Reygen hanya sekitar 6
meter. Maka tidak bisa dipungkiri bawah telah terjadi Kontaminasi dan pencemaran
pada air permukaan dan badan-badan air yang digunakan oleh keluarga. Penyakit
menular seperti polio, kolera, hepatitis A dan lainnya merupakan penyakit yang
disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar seperti penyediaan jamban. Bakteri E.Coli
dijadaikan sebagai indikator tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri
ini hidup dalam saluran pencernaan manusia sebagai flora normal. Proses pemindahan
kuman penyakit dari tinja yang dikeluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai
inang baru dapat melalui berbagai perantara, antara lain air, tangan, serangga, tanah,
makanan, susu serta sayuran. Menurut Anderson dan Arnstein (dalam Wagner dan
Lanoix, 1958) dalam buku M.Soeparman dan Suparmin, 2002, terjadi proses
penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut :

49
1. Kuman penyebab penyakit,

2. Sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab,

3. Cara keluar dari sumber,

4. Cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru potensial,

5. Cara masuk ke inang baru,

6. Inang yang peka (succeptible).

Gambar 1. Transmisi Penyakit Melalui Tinja

Maka untuk penyakit akibat tinja, yang menjadi sumber penyakit adalah tinja
yang mengandung bakteri patogen E.coli yang dapat masuk melalui air, makanan dan
minuman yang mengandung bakteri tersebut. Peran air dalam menularkan penyakit,
menurut Soemirat (2002) adalah :

1. Air sebagai penyebar mikroba patogen.

2. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit.

50
3. Jumlah air yang tersedia tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat
membersihkan dirinya dengan baik.
4. Air sebagai sarang hospes sementara penyakit.

Oleh karena itu dapat kita simpulkan, bahwa lingkungan tempat Reygen
tinggal merupakan risiko terjadinya diare persisten berulang dan gizi buruk pada
Reygen.

Pada kasus :

Lingkungan rumah menyewa 3m x 7m : tidak ada hubungan dengan diare, jika keadaan
rumah tetap dalam lingkungan yang bersih.

Ventilas cukup : tidak ada hubungan dengan diare.

Lantai semen : tidak ada hubungan dengan diare. Karena


syarat rumah yang sehat, jenis lantai rumahnya
yang penting tidak berdebu pada musim
kemarau dan tidak basah pada musim hujan.
Lantai rumah dari tanah agar tidak berdebu
maka dilakukan penyiraman air kemudian
dipadatkan. Dari segi kesehatan, lantai ubin atau
semen merupakan lantai yang baik sedangkan
lantai rumah dipedesaan cukuplah tanah biasa
yang dipadatkan. Apabila perilaku penghuni
rumah tidak sesuai dengan norma-norma
kesehatan seperti tidak membersihkan lantai
dengan baik, maka akan menyebabkan
terjadinya penularan penyakit termasuk diare
(Notoatmodjo, 2003).

19. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik?


Jawab:
Pengukuran Hasil Normal Interpretasi

51
BB 5150 kg BB ideal (menurut BB/U = below -3 severely
BB/U) = 9,4 kg underweight
BB ideal (menurut
BB/PB) = 8,5 kg
PB 70 cm PB ideal (menurut PB/U = -2 stunded (pendek)
PB/U) = 74 cm
BB/PB = below -3 severely
wasted (gizi buruk)
BB/BB ideal x 100% = 5,1/8,5 x
100 = 60 malnutrisi severe

LK 46 cm

52
53
Hasil pemeriksaan Normal Interpretasi

Iga gambang Iga tidak gambang


Perut cekung Perut datar Gizi buruk tanpa edema
Lengan dan tungkai kurus Lengan dan tungkai tidak (marasmus)
kurus
Baggy pants Tidak ada baggy pants

20. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan pemeriksaan tambahan pada kasus ini?

Jawab:

54
Diagnosis untuk marasmus dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.
1. Anamnesis :
- Anamnesis awal
Untuk mengetahui adanya tanda bahaya dan tanda penting:
- syok/renjatan
- letargis
- Muntah dan atau diare atau dehidrasi

- Anamnesis Lanjutan
Riwayat nutrisi selama dalam kandungan, riwayat kehamilan riwayat
kelahiran (berat badan, panjang badan), riwayat pertumbuhan dan perkembangan,
riwayat nutrisi, penyakit yang pernah diderita, imunisasi, penyakit penyerta, keadaan
keluarga (sosial, ekonomi, budaya)

2. Pemeriksaan fisik:
- Pemeriksaan fisik awal :
Untuk mengetahui adanya kedaruratan medis
- gangguan sirkulasi/syok
- gangguan kesadaran
- dehidrasi
- hipoglikemi
- hipotermi

- Pemeriksaan fisik lanjutan


Vital sign, berat badan, panjang badan, lingkar kepala, tanda defisiensi vitamin
A, tanda dan gejala penyakit penyerta serta dicari tanda-tanda gizi buruk :
Tampak sangat kurus, hanya tulang berbungkus kulit.
Wajah seperti orang tua (old man face).
Cengeng, rewel.
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
Perut cekung.
Iga gambang.

55
Edema

3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi
badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit. Diagnosis ditegakkan
dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti BB/U (berat badan
menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas
menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan
atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan antropometrik dapat diklasifikasikan
menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi menurut Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan
klasifikasi berdasarkan WHO dan Depkes RI.

4. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin termasuk hemoglobin dan
serum albumin, glukosa darah pemeriksaan kadar elektrolit, kadar hormone,
perbandingan asam amino esensial dan non esensial, kadar lipid, kadar kolesterol,
urine rutin, serta pemeriksaan radiologi.

5. Analisis Diet
- Kuantitas asupan makanan
- Kualitas asupan makanan

21. Apa DD dan WD dari kasus ini?


Jawab:

Marasmus Kwashiorkor Marasmic-kwashiorkor

Status gizi Buruk Buruk Buruk

Wajah Seperti orang tua Edema (membulat Seperti orang tua


dan sembab)

Tubuh Sangat kurus Edema umumnya Edema sedikit


seluruh tubuh
(terutama punggung
kaki dan wajah)

BB Turun drastis Normal/Sedikit turun Sedikit turun

56
Lemak Sangat sedikit Berlipat-lipat Berlipat-lipat
subkutan bahkan tidak ada
(baggy pants)

Perubahan Jarang, bisa Apatis, rewel Letargi, apatis, iritabilitas


status menjadi berat jika
mental
terjadi pada bayi &
berlangsung lama

Perubahan Lebih jarang Selalu (rambut tipis Ada


rambut kemerahan seperti
warna rambut jagung
dan mudah dicabut)

Diagnosis Kerja
Reygen, anak laki-laki usia 11 bulan menderita gizi buruk tanpa edema
(marasmus) dengan keterlambatan perkembangan ec kekurangan gizi, imunisasi dasar
belum lengkap, sosio ekonomi dan pengetahuan ibu dalam menyiapkan makanan
yang kurang sebagai faktor predisposisi.

22. Apa etiologi dan faktor resiko dari kasus ini?

Jawab:

Etiologi

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut


UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan
yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan
karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan
secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat

57
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk
pada balita, yaitu:
1. Keluarga miskin
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare.

Faktor resiko

1. Faktor diet. Diet kurang energi akan mengakibatkan penderita marasmus.


2. Peranan faktor sosial. Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu
yang sudah turun-temurun.
3. Peranan kepadatan penduduk. Mc Laren (1982) memperkirakan bahwa
marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak akibat suatu daerah terlalu padat
penduduknya dengan higiene yang buruk.
4. Faktor infeksi. Terdapat interaksi sinergistis antara infeksi dan malnutrisi.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan dan
meningginya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh.
5. Faktor kemiskinan. Dengan penghasilan yang rendah, ketidakmampuan
membeli bahan makanan ditambah timbulnya banyak penyakit infeksi karena
kepadatan tempat tinggal dapat mempercepat timbulnya KEP.

23. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini?


Jawab:
Gangguan Perkembangan Anak
Di Indonesia, jumlah balita 10 % dari jumlah penduduk, di mana prevalensi
(rata-rata) gangguan perkembangan bervariasi 12.8% s/d 16% sehingga dianjurkan
melakukan observasi/skrining tumbuh kembang pada setiap anak.

Malnutrisi
Pada umumnya masyarakat indonesia telah mampu mengkonsumsi makanan
yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup banyak yang

58
belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimum. Departemen Kesehatan juga
telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukan bahwa penderita gizi kurang
ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2 4 dari 10 balita di
Indonesia menderita gizi kurang.
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 sekitar 5 juta anak
balita menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta diantaranya
menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000
menderita gizi buruk tingkat berat.
Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur
berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%.
Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila dibandingkan
dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar
18,5%, maka secara nasional target-target tersebut sudah terlampaui. Namun
pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi.
Pada tahun 1990, prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 31%,
sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan menjadi 17,9%. Berdasarkan data
Riskesdas 2010, prevalensi gizi lebih pada Balita sebesar 14,0 %, meningkat dari
keadaan tahun 2007 yaitu sebesar 12,2 %. Masalah gizi lebih yang paling
mengkhawatirkan terjadi pada perempuan dewasa yang mencapai26,9% dan laki-laki
dewasa sebesar 16,3%.
Menurut Sihad, dkk (2001), anak balita gizi buruk jika tidak segera mendapat
penanganan yang serius akan memberikan dampak yang cukup fatal. Hasil penelitian
pada awal usia 6 9 tahun yang sewaktu balita menderita gizi buruk memiliki rata-rata
IQ yang lebih rendah 13,7 poin dibandingkan dengan anak yang tidak pernah
mengalami gangguan gizi.

Diare
Angka kesakitan diare sekitar 200-400 kejadian di antara 1000 penduduk
setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta
kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah Anak di
bawah Lima Tahun (BALITA). Sebagian dari penderita (1- 2%) akan jatuh ke dalam
dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50 - 60% di antaranya dapat meninggal.
Kelompok ini setiap tahunnya mengalami kejadian lebih dari satu kejadian diare.

59
Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%) dibandingkan
dengan anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada balita di perdesaan (14,9%)
dibandingkan dengan perkotaan (12,0%).
proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 11
bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%,
kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada
kelompok umur 54 59 bulan yaitu 2,06%.
Daftar pustaka : Morbiditas dan Mortalitas diare pada balita di Indonesia, tahun 2000-
2007 oleh Dr.Drg. Magdarina Destri Agtini, MPH dalam Buletin Diare 2011.

24. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini?


Jawab:
Pemberian MPASI yang terlalu awal pada Reygen menyebabkan peningkatan
paparan terhadap pathogen, resiko infeksi dan juga mortalitas akan meningkat.
Pemberian ASI yang terlalu awal ini kemungkinan akibat pengetahuan ibu yang
kurang mengenai ASI eksklusif. Data Riset Kesehatan Dasar ( Riskedas ) 2010,
menunjukkan, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di Indonesia hanya 15,3%.
Masalah utama rendahnya pemberian ASI di Indonesia adalah factor social budaya
dan kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat. Apabila MPASI
diberikan terlalu dini, seperti pada kasus ini maka hal tersebut akan mengganggu
pemberian ASI eksklusif karena kemampuan anak untuk menghisap ASI lebih rendah
dan meningkatkan angka kesakitan pada bayi.
Penurunan ASI yang dikonsumsi Reygen menyebabkan kesempatannya untuk
mendapatkan imunitas lebih rendah, ASI mengandung laktoferin dan juga Ig A yang
dapat menghambat pertumbuhan dan melumpuhkan bakteri E.Coli di dalam usus.
sIgA akan menghambat perlekatan Antara bakteri dengan mukosa usus sehingga tidak
terjadi perlekatan dan kolonisasi bakteri. ASI juga bebas dari kontaminasi kuman dan
mengandung factor bifidus, yaitu sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen dan
menunjang untuk pertumbuhan bakteri laktobacilus bifidus , bakteri ini menjaga
keasaman usus bayi dan berguna menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.
ASI juga sudah mengandung zat gizi seperti lemak, protein, karbohidrat, mineral dan
vitamin dalam jumlah yang cukup.
Selain, itu pada kasus ini juga dijumpai pola pemberian makanan yang salah
oleh ibu sehingga gizi yang didapatkan oleh reygen tidak cukup untuk pertumbuhan

60
dan perkembangannya. Pemberian MPASI yang terlalu dini ( mukosa usus belum
matang ), pola pemberian makanan yang salah oleh ibu, sumber makanan yang tidak
hygiene dan sosek yang rendah mengakibatkan reygen mengalami malnutrisi dan
lebih mudah untuk terkontaminasi dengan kuman. Keadaan ini, akan mengakibatkan
terjadinya diare seperti pada kasus, diare dan malnutrisi merupakan suatu lingkaran
setan dimana diare yang disertai dengan malnutrisi akan berlangsung lebih lama dan
sulit untuk disembuhkan, sedangkan malnutrisi juga dapat menyebabkan timbulnya
diare. Diare yang berlangsung terus menerus pada Reygen, mengakibatkan ia jatuh
pada keadaan gizi buruk sehingga ia mengalami gangguan tumbuh kembang karena
tidak tercapainya gizi yang adekuat untuk tumbuh kembangnya tersebut.

25. Apa manifestasi klinis dari kasus ini?


Jawab:
Diare

Menurut Schwartz (2004), tanda dan gejala diare pada anak antara lain :
a. Gejala Umum
1) Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
2) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
3) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
4) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan
gelisah

b. Gejala Spesifik
1) Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis
2) Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah

Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:


a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi.
b. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
d. Anusnya lecet.
e. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
f. Muntah sebelum atau sesudah diare.

61
g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
h. Dehidrasi.

Marasmus

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

26. Bagaimana tata laksana pada kasus ini?


Jawab:

10 tahapan manajemen terapi pada anak dengan malnutrisi berat (WHO) : IT dr.juliis
1. Obati hipoglikemia

62
2. Obati hipotermia
3. Obati dehidrasi
4. Perbaiki keseimbangan elektrolit
5. Obati infeksi
6. Perbaiki defisiensi mikronutrien
7. Mulai memberikan formula 75
8. Mengejar pertumbuhan terlambat (catch-up growth)
9. Merangsang emosional dan perkembangan sensorial
10. Persiapan untuk pulang
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

1 Hipoglikemia

2 Hipotermia

3 Dehidrasi

4 Elektrolit

5 Infeksi

6 MulaiPemberian

Makanan

7 Tumbuh
kejar/peningkatan
pemberian makanan

8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe

9 Stimulasi

10 Tindak lanjut

63
1. Atasi/cegah hipoglikemia
50 ml bolus (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1
sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik (NGT)
Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan bagian dari jatah untuk 2 jam)
2. Atasi/cegah hipotermia Diatasi dengan penggunaan selimut dan hindari adanya
hemusan angina dan pertahankan suhu ruangan 28-30 C
3. Atasi/cegah dehidrasi
Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2 jam
secara oral atau lewat pipa nasogastrik.
Selanjutnya beri 510 ml/kg/jam untuk 410 jam berikutnya; jumlah tepat yang
harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya
kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.
Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus
sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit diberikan mineral mix yang
dicampurkan kedalam formula khusus (F75, F100) dan ReSoMal.
5. Obati/cegah infeksi Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari selama 5
hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg).
6. Memperbaiki Kekurangan zat gizi Mikro :
Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u
peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua
diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala
defisiensi Vitamin A.
Vitamin C : BB > 5 kg, 100 mg/hari (2 tablet)
Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
Vitamin B compleks : 1 tablet / hari
Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau
dalam bentuk preparat oral 75-100mg/kg BB/hari dan
Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg
BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan
preparat oral atau dengan diet.
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari

64
Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari.
Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari. Fe
diberikan setelah minggu ke2 (pada fase rehabilitasi)
7. Mulai pemberian makanan untuk stabilisasi dan transisi :

Fase stabilisasi (F75) untuk menstabilkan kondisi anak, bukan utk menaikan
BB
o Energi : 80-100Kkal/kgBB/hari
o Protein : 1-1,5 g/kgBB/hari
o Cairan : 130 ml/kgBB/hari
Fase Transisi (F 100)
o Energi : 100-150 Kkal/kgBB/hari
o Protein : 2-3 g/kgBB/hari
o Cairan : 150 ml/kgBB/hari
umumnya sudah mulai terjadi kenaikan BB.

8. Memberikan Makanan untuk tumbuh kejar :


Fase rehabilitasi (F100 dan tambahan makanan)
o Cairan : 150-200 ml/kgBB/hari
o Kalori : 150-220 kkal/kgBB/hari
o Protein : 4-6 g/kgBB/hari
Ditambahkan :

o F100, 3 kali.
o Bubur:
BB < 7 kg powder porridge.
BB > 7kg soft porridge.
Buah :

BB < 7 kg jus.
BB > 7 kg potongan buah-buahan.
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan:

Kasih sayang

65
Gerak kasar dan halus
Bicra dan bahasa
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
Aktifitas fisik segera setelah sembuh
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
Sosialisasi dan kemandirian.
10. mempersiapkan untuk tindak lanjut dirumah :
Sarankan kepada orang tua, untuk Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara
teratur:

bulan I : 1x/minggu
bulan II : 1x/2 minggu
bulan III : 1x/bulan.
Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
Pemberian vitamin A setiap 6 bulan
Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis
sudah menghilang, berat badan/umur mencapai minimal 70% atau berat
badan/tinggi badan mencapai minimal 80%.
Penilaian kenaikan BB: baik :50 gram/kgBB/minggu dan kurang: <50 gram /
kgBB / minggu

Tatalaksana diare :

1. Lakukan uji mikroskopik pada feses bayi


2. Jika hasilny (-) diare biasa hilang dengan sendirinya dg pemberian makanan
secara hati-hati
3. Jika hasilnya (+) metronidazol 30-50 mg/kgBB/hari selama 7-10 hari
Follow up

1. Berikan makanan lebih sering.


2. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.
o Bulan pertama, setiap minggu.
o Bualn kedua, setiap 2 minggu.
o Bulan ketiga, setiap bulan.

66
3. Vaksinasi
Vaksin campak setelah fase rehabilitasi.
Imunisasi BCG, Polio, DPT, Hepatitis A.
Vitamin A setiap 6 bulan.

27. Bagimana pencegahan dari kasus ini?


Jawab:
Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi.
Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta
energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan
Pemberian imunisasi.
Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
Memperbaiki kesalahan pembagian jatah makanan di rumah antaranggota keluarga
yang dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan
Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.

28. Apa komplikasi dari kasus ini?


Jawab:
Komplikasi marasmus, antara lain:
a. Hipoglikemia
b. Hipotermi (suhu aksiler < 35o C)
c. Infeksi/sepsis
d. Diare
e. Dehidrasi

67
f. Anemia berat
g. Postur tubuh yang penduk
h. Penurunan intelektual
i. Penurunan perkembangan kognitif
j. Gangguan pemusatan perharian
k. Rasa percaya diri yang kurang
l. Penurunan kualitas kerja dan kemampuan reproduksi saat dewasa
m. Imunitas menurun sehingga mudah untuk terkena infeksi terutama tuberculosis
dan bronkopneumonia

29. Apa prognosis dari kasus ini?


Jawab:
Gizi buruk yang dirawat: kematian 20-30%, akan meningkat bila kadar albumin < 1,5
g%, glukosa < 3 mmol/L atau < 50 mg/dL, suhu rektal < 35,5oC, dan adanya infeksi
berat. Gejala sisa berupa pencapaian tumbuh kembang terhambat termasuk penurunan
intelegensia terutama jika gizi buruk terjadi pada usia < 2 tahun.
Kasus:
Dubia ad bonam

30. Apa SKDI dari kasus ini?


Jawab:
Gangguan Perkembangan : 2
Malnutrisi energi-protein : 4A
Diare : 4A
- Tingkat kemampuan 2 : mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosa klinik terhadap penyakit tersebut
dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

- Tingkat kemampuan 4 : mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara


mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.

68
IV. HIPOTESIS

Reygen, 11 bulan mengalami gizi buruk tanpa edema (marasmus), diare dan
keterlambatan perkembangan ec malnutrisi, sosio-ekonomi rendah, cara pemberian
makan yang salah.

V. LEARNING ISSUE

GIZI BURUK

I. Definisi

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya (
marasmus-kwashiokor ). Gizi buruk ini biasany terjadi pada naka balita ( bawah lima
tahun ) dan ditampakkan oleh membusungnya perut. Gizi buruk adalah suatu kondisi
dimana seseorang dinayatakan kekurangan gizi, atau dengan ungkapan lain status
gizinya berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud dapat berupa
protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi
buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency,
2005).

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar
disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan

69
bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat
berat atau akut (Pardede, J, 2006).

II. Klasifikasi Gizi Buruk


Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus ,kwashiokor,dan marasmus-
kwashiokor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.

1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a) Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,
tinggal tulang terbungkus kulit.
b) Wajah seperti orang tua
c) Iga gambang dan perut cekung
d) Otot paha mengendor ( baggy pants )
e) Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.

2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh .
a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c) Wajah membulat dan sembab
d) Pandangan mata anak sayu
e) Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal
pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

70
f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas

3. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik


kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping
menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000)

III. Patofisiologi Gizi Buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan
nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja
terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel
kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang
atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang
mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul
lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh
waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi
rhodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika
terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak

71
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.
Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi
dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga
defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya
terjadipada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang
kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan
yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan
ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus
adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang
terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.
Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian

72
ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang
kurang akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu
yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi
berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus

IV. Faktor Penyebab Gizi Buruk

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi,


menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak
yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya
menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan
kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga
merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah,
ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi
buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006).

V. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit

73
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana
yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan


hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap
penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama,
bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika
berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi.
Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-
5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan
lembek. Bila ada, berikan ASI.Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan
diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai
dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan
sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.


b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk
meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3
jam.
e. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan
lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).

Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai
150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.

Tahap Lanjutan

74
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,
memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah:

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda


hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan
dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe)
dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP
berat

VI. Perubahan Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada


setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat
badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,
antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai
sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh
kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan
dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan
tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik
untuk :

1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis,
tumbuh kembang dan kesehatan
2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.

75
DIARE

a. DEFINISI
Diare adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan keenceran buang air besar.
Kekerapan yang dianggap masih normal adalah sekitar 1 3 kali dan banyaknya 200 250 gr
sehari. Beberapa penderita mengalami peningkatan kekerapan dan keenceran buang air besar
walaupun jumlahnya < 250 gr dalam kurun waktu sehari. (Soeparman Sarwono
Waspadji,1990).

b. KLASIFIKASI
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7
hari ). Gejala dan tanda sudah berlangsung < 2 minggu sebelum datang berobat.
Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama
kematian bagi penderita diare.
b. Diare kronik, yaitu diare yang gejala dan tanda sudah berlangsung > 2 minggu
sebelum dating berobat atau sifatnya berulang.
c. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi komplikasi pada
mukosa.
d. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus.
Akibat dari diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

c. ETIOLOGI
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :
a. Faktor infeksi
1) Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak :
o Infeksi bakteri : Vibrio, Escherechia Coli, Salmonella, Shigella, Yersina
o Infeksi Virus : Enterovirus
o Infeksi parasit : cacing ( Ascaris, Tricuris, Oxyuris, Strongiloides)
o Infeksi protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Thricomonas
hominis
o Infeksi jamur : Candida albicans

76
2) Infeksi Parenterial yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan
seperti tonsilofaringitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi atau anak di
bawah tiga tahun. Makanan dan miniman yang terkontaminasi melalui tangan
yang kotor, lalat, dan alat-alat makan yang terkontaminasi juga dapat
menyebabkan seseorang tertular penyakit diare tersebut (Azrul Azwar, 1989).
Adapun sumber-sumber penularan penyakit dapat terjadi melalui : air, makanan,
minuman, tanah, tangan dan alat yang digunakan secara pribadi. Bila seseorang
penderita disentri amoeba sembuh dari penyakitnya, maka amoeba akan bertukar
bentuk menjadi bentuk kista. Kista ini akan keluar bersama faeces dan dapat
hidup terus karena tahan terhadap segala pengaruh dari luar. Buang air besar
sembarangan akan menjadikan sarang lalat, apabila lalat tersebut hinggap pada
makanan, maka akan terjadi kontaminasi (Depkes RI, 1991).
b. Faktor Malabsorbsi
Faktor malabsorbsi ini meliputi:
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intolerans laktosa, maltosa, sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terserang ialah intoleransi laktosa
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas, walaupun jarang tetapi menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.

d. PATOFISIOLOGI
Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini :
1. Diare osmotik: Substansi hipertonik nonabsorbsi menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik intralumen usus sehingga cairan masuk ke dalam lumen.
Diare osmotik terjadi karena:
a) Pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan magnesium sulfat atau
antasida mengandung magnesium.
b) Pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi konsentrasi
seperti glukosa tetap berada di lumen usus.
c) Pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau malasorbsi
glukosa-galaktosa.

77
2. Diare sekretorik: Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan
penurunan absorbsi / diare dengan volume tinja sangat banyak.
a) Malasorbsi asam empedu dan asam lemak: Pada diare ini terjadi pembentukan
micelle empedu.
b) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: Terjadi
penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K ATP-ase di enterosit dan
gangguan absorbsi Na dan air.
c) Gangguan motilitas dan waktu transit usus: Hipermotilitas usus tidak sempat di
absorbsi diare.
d) Gangguan permeabilitas usus: Terjadi kelainan morfologi usus pada membran
epitel spesifik gangguan permeabilitas usus.
3. Diare inflamatorik: Kerusakan sel mukosa usus, eksudasi cairan, elektrolit dan mukus
yang berlebihan, diare dengan darah dalam tinja.
4. Diare pada infeksi:
a) Virus
b) Bakteri
- Penempelan di mukosa.
- Toxin yang menyebabkan sekresi.
- Invasi mukosa.
c) Protozoa
- Penempelan mukosa (Giardia lamblia dan Cryptosporidium). Menempel
pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang
kemungkinan menyebabkan diare.

e. AKIBAT DIARE
i. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak dari pemasukan air
ii. Gangguan keseimbangan asam basa
Terjadi karena kehilangan natrium bicarbonat bersama tinja, metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga kotoran tertimbun dalam tubuh, terjadi penimbunan asam laktat
karena adanya anoreksia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena dapat dikeluarkan oleh ginjal dan terjadinya pemindahan ion natrium dari
cairan ekstraselular ke dalam cairan intracelular.
iii. Gangguan sirkulasi

78
Dapat terjadi shock hipovolemik akibat persuasi jaringan berkurang dan erjadi
Hipoksia Asidosis yang bertambah berat dapat mengakibatkan perdarahan pada otak,
kesadaran menurun dan jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan kematian.

f. MANIFESTASI KLINIS
1. Badan letih atau lemah
2. Muntah
3. Panas
4. Tidak nafsu makan
5. Darah dan lendir dalam feses

g. PENCEGAHAN
1. Menggunakan air yang bersih.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
3. Menggunakan jamban untuk buang air besar.
4. Terapi untuk penyakit diare, dan mencegah timbulnya kekurangan cairan bila terjadi
dehidrasi.

PERTUMBUHAN
Pertumbuhan merupakan indikator penting dalam menilai status kesehatan anak,
karena dapat mempengaruhi kualitas hidup anak, oleh sebab itu pertumbuhan perlu dipantau
secara berkala. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau
keseluruhan.
Pemeriksaan dan pengukuran pertumbuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu secara klinis yang dilakukan dalam pelayanan medis maupun secara antropometris.
Pemeriksaan secara klinis bertujuan untuk membuat diagnosis tentang pertumbuhan dan
status gizi anak dalam keadaan sehat maupun sakit. Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan
laboratorium, radiologi serta antropometri. Pada saat ini terdapat beberapa baku antropometri,
berikut di bawah ini merupakan langkah-langkah menilai pertumbuhan menggunakan baku
NCHS tahun 2000 yang kemudian ditampilkan oleh CDC sehingga dikenal sebagai kurva
pertumbuhan CDC 2000.

79
Langkah Persiapan
1. Alat ukur
Timbangan berat badan
Beam balance untuk anak kurang dari 2 tahun, setelah umur tersebut digunakan
timbangan injak atau electronic.
Ukuran panjang / tinggi badan
Untuk anak kurang dari 2 tahun digunakan infantometer, sedangkan apabila
lebih dari 2 tahun digunakan stadiometer atau microtoise
Pita ukur lingkar kepala menggunakan pita ukur lingkar kepala yang tidak melar.
A. Kurva standard pertumbuhan dari CDC 2000
Langkah Pelaksanaan
1. Prosedur Pengukuran Berat Bayi
a.Dilakukan oleh 2 orang, yaitu orang pertama mengukur berat bayi sambil menjaga
anak agar tidak jatuh dan orang kedua mencatat hasil pengukuran.
b.Bayi dalam keadaan tanpa pakaian atau hanya menggunakan popok yang kering.
c.Tempatkan bayi di tengah alat timbangan.
d.Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,01 kg.
2.Prosedur Pengukuran Panjang Bayi
a.Bayi hanya menggunakan popok. Sepatu dan hiasan kepala harus dibuka.
b.Bayi diletakan di tengah alat pengukur.
c.Dilakukan oleh 2 orang, yaitu orang pertama memegang kepala bayi agar
menempel pada ujung papan ukur ang tidak dapat digeser, posisi kepala lurus
dengan pandangan vertical ke atas dalam Frankfort horizontal plane. Orang
kedua meluruskan kedua tungkainya dengan telapak kaki menempel pada papan
pengukur yang dapat digeser.
d.Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,1 cm.
1. Prosedur Pengukuran Lingkar Kepala
a.Topi, hiasan rambut, atau hiasan lainnya yang akan mengganggu pengukuran
harus dilepaskan.
b.Bayi lebih nyaman dalam dekapan orangtua.
c.Ukur lingkaran kepala atau lingkaran occipital-frontal yaitu lingkaran kepala
terbesar melalui belakang kepala (occiput) dan sebelah atas alis mata.
d.Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,1 cm.
1. Prosedur Pengukuran Berat Anak / Remaja
80
a.Timbangan sebaiknya diletakan di ruangan tertutup.
b.Pakaian dilepaskan, hanya menggunakan pakaian dalam saja.
c.Anak / remaja berdiri tegak di tengah alat timbangan.
d.Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,01 kg.
1. Prosedur Pengukuran Tinggi Anak / Remaja
a.Anak / remaja dengan berdiri tegak menempel pada alat stadiometer atau
microtoise tanpa alas kaki.
b.Hiasan di kepala dilepas.
c.Pandangan lurus ke depan.
d.Anak diintruksikan untuk menarik nafas dalam-dalam.
e.Mata pengukur sejajar dengan puncak kepala.
f.Geser alat ukur ke bawah hingga sedikit menekan kepala.
g.Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,1 cm.

Langkah Penilaian
A.Hitung Umur Anak
Cara menghitung umur anak adalah dengan cara mengurangi tanggal pemeriksaan
terhadap tanggal lahir.

Menghitung Umur Anak yang Lahir Prematur


Untuk bayi prematur, dalam mengukur berat dan panjang badan serta lingkar
kepala, harus digunakan umur koreksi sampai anak berusia 2 tahun. Untuk bayi
prematur dengan berat kurang dari 1000 gram, umur koreksi digunakan sampai anak
berusia 3 tahun. Cara menghitung umur koreksi adalah dengan cara mengurangi umur
kronologis terhadap jumlah minggu prematur.
Pertumbuhan seorang anak (growth) merupakan suatu proses dan meski ada
rambu-rambu, pertumbuhan satu bayi dengan bayi lainnya tidak bisa disamaratakan.
Yang penting, orangtua harus mengetahui apakah proses pertumbuhan si anak
berlamngsung secara normal. Pada makalah ini dijelaskan cara membaca dan menilai
pertumbuhan anak secara objektif. Apa yang dimaksud dengan menilai secara
obyektif? Melakukan penilaian dan pemantauan bukan sekedar kesan atau penglihatan
mata melainkan dengan mempergunakan grafik pertumbuhan (growth chart) dan
indeks massa tubuh (BMI: body mass indeks) dari WHO dan ada beberapa contoh

81
(untuk perbandingan) dari KMS (Kartu Menuju Sehat) dan CDC (Central for Disease
Control) Amerika Serikat.

Parameter yang digunakan dalam grafik/kurva pertumbuhan adalah:


umur
jenis kelamin
tinggi badan
berat badan
lingkar kepala
perawakan (stature)
indeks massa tubuh/body mass index

a. Growth Chart (grafik pertumbuhan)


o suatu tabel yang dapat digunakan untuk mengukur dan mendokumentasikan
perkembangan berat badan dan tinggi badan seorang anak dibedakan berdasarkan
jenis kelamin karena pola dan laju pertumbuhan yang berbeda
b. Body Mass Index/BMI (indeks masa tubuh)
o suatu tabel yang dapat digunakan untuk memantau kadar lemak tubuh (secara praktis,
tujuannya untuk sedini mungkin MENDETEKSI obesitas).

Parameter yang dinilai


panjang dan berat badan sesuai umur (laki-laki)
panjang dan berat badan sesuai umur (perempuan)
lingkar kepala sesuai umur (laki) sampai usia 36 bulan
lingkar kepala sesuai umur (perempuan) sampai usia 36 bulan
berat sesuai panjang/tinggi badan (laki-laki)
berat sesuai panjang/tinggi badan (perempuan)
body mass index =

berat badan (kg)/[tinggi badan (m)]2

82
Gambar 1. Kurva pertumbuhan di KIA

Kurva pertumbuhan anak laki-laki

Berikut ini tertera beberapa grafik/kurva pertumbuhan berdasarkan jenis kelamin. Untuk anak
laki-laki, penulis mencantumkan beberapa grafik yaitu grafik berat berdasarkan usia dari
WHO dan grafik BMI untuk usia (Gambar 2A dan 2B). Gambar 3A adalah grafik berat dan
tinggi badan anak laki sesuai usia; Gambar 3B adalah grafik BMI anak laki usia > 2 tahun
dari WHO dan CDC. Kurva pertumbuhan untuk anak perempuan tidak kami kemukakan di
sini karena sebenarnya bisa di down load sendiri di situs nya Who dan CDC.

83
Contoh Growth Chart dan BMI dari CDC (Gambar 3A dan 3B):

b. Langkah-langkah ketika akan menilai status pertumbuhan anak:


1) Pengukuran panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala dengan akurat
2) Menentukan tabel growth chart yang tepat berdasarkan usia dan jenis kelamin
3) Mencatat hasil pengukuran dan informasi postur tubuh orangtua
4) Plot hasil pengukuran kedalam Growth Chart
5) Hitung BMI
6) Plot kedalam kurva BMI
7) Interpretasi hasil pengukuran:

Anthropometric Index Percentile Cut-off Value Nutritional Status Indicator

BMI-for-Age 95th Overweight


Weight-for-Length > 95th
BMI-for-Age 85th At Risk of Overweight

84
BMI-for-Age < 95th
Weight-for-Length < 5th Underweight
Stature/Length-for-Age < 5th Short Stature
Head Circumference < 5th and > 95th Developmental
for-Age Problems

Setiap bulan, bawa bayi dan balita untuk ditimbang dan periksa kesehatan
Catat data berat dan panjang badan anak di buku kesehatannya
Tandai grafik pertumbuhan sesuai data berat dan panjang badan di atas
Lakukan itu setiap bulan sehingga bisa ditarik garis antara titik-titik yang sudah ditandai

Pemberian makan pada Batita

Makanan tambahan pada bayi adalah makanan atau minuman yang mengandung zat
gizi yang diberikan pada bayi atau anak berusia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi
selain dari ASI (Depkes RI, 2006). Makanan tambahan adalah memberi makanan lain selain
ASI oleh karena ASI merupakan makanan alami pertama untuk bayi dan harus diberikan
tanpa makanan tambahan sekurang-kurangnya sampai usia 6 bulan (WHO, 2003). Makanan
tambahan atau makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung
zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi
selain dari ASI (Dinkes propinsi, 2006). Makanan tambahan pada bayi adalah makanan
tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6-24 bulan (Krisnatuti, 2000).

Menurut Depkes RI (2004) menyatakan bahwa makanan tambahan atau makanan


pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi disamping ASI
untuk memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI diberikan mulai umur 624 bulan, dan
merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga, pengenalan dan pemberian
MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan
untuk menyesuaikan kemampuan alat cerna bayi dalam menerima MP-ASI.

Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam yakni makanan


pelengkap, makanan tambahan, makanan padat, makanan sapihan, weaning food, makanan
peralihan, beiskot (istilah dalam bahasa Jerman yang berarti makanan selai dari susu yang
diberikan pada bayi). Keseluruhan istilah ini menunjuk pada pengertian bahwa ASI maupun
pengganti ASI (PASI) untuk berangsur diubah ke makanan keluarga atau orang dewasa
(Depkes RI, 2004).

85
Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi diantaranya untuk melengkapi zat-
zat gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi akan semakin meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia bayi atau anak, mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima
bermacam-macam makanan dengan berbagai bentuk, tekstur dan rasa, melakukan adaptasi
terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi, serta mengembangkan
kemampuan untuk mengunyah dan menelan bayi (Depkes, 1992).

Pemberian makanan tambahan pada bayi juga bertujuan untuk melengkapi ASI (
mixed feeding) dan diperlukan setelah kebutuhan energi dan zat-zat gizi tidak mampu
dipenuhi dengan pemberian ASI saja. Pemberian makanan tambahan tergantung jumlah ASI
yang dihasilkan oleh ibu dan keperluan bayi yang bervariasi dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya diantaranya untuk mempertahankan kesehatan serta pemulihan kesehatan setelah
sakit, untuk mendidik kebiasaan makan yang baik mencakup penjadwalan waktu makan,
belajar menyukai, memilih dan dapat merugikan karena tumbuh kembang bayi akan
terganggu (Sembiring, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal dapat
diketahui dengan cara melihat kondisi pertambahan berat badan anak (Krisnatuti, 2000).

Makanan tambahan pada bayi bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi,
penyesuaian kemampuan alat cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan
masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi
terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan
dimana bayi diajar untuk mengunyah dan menelan makanan padat, serta membiasakan selera-
selera baru (Sohardjo, 1992).

Pemberian makanan tambahan dilakukan secara bertahap untuk mengembangkan


kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima bermacam-macam makanan.
Pemberian makanan tambahan harus bervariasi, dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur
kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat
(Sulistijani, 2001).

Komposisi Makanan Tambahan

Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani dan
nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, daging. Golongan nabati terdiri dari buah-
buahan, sayur-sayuran, padi-padian (Baso, 2007).

86
Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah kalori
atau energi (karbohidrat, protein dan, lemak), vitamin, mineral dan serat untuk pertumbuhan
dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga terjangkau (Judarwanto,
2004), makanan harus bersih dan aman, terhindar dari pencemaran mikroorganisme dan
logam, serta tidak kadaluwarsa (Kepmenkes RI, 2007).

Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah. Untuk mencukupi
kebutuhan energi dianjurkan sekitar 60-70% energi total berasal dari karbohidrat. Pada ASI
dan sebagian besar susu formula bayi, 40-50% kandungan kalorinya berasal dari karbohidrat
terutama laktosa (Krisnatuti, 2000).

Protein ASI rata-rata sebesar 1,15g/100ml sehingga apabila bayi mengkonsumsi ASI
selama 4 bulan pertama (sekitar 600-900ml/hari). Bertambahnya usia bayi maka suplai
protein yang dibutuhkan oleh bayi semakin meningkat. Pertambahan protein pada bayi yang
diberi makanan tambahan ASI untuk pertama kalinya (usia 6-12 bulan) pertambahan
proteinnya tidak terlalu besar. Setelah menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan protein
sekitar dua kali lipat pada masa sebelumnya (Krisnatuti, 2000). Kacang-kacangan merupakan
sumber protein nabati yang baik untuk bayi dan sebagai bahan campurannya digunakan
tempe kedelai, kacang tanah, dan tempe koro benguk (Baso, 2007).

Lemak merupakan sumber energi dengan konsentrasi cukup tinggi. Lemak berfungsi
sebagai sumber asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K, serta pemberi rasa gurih
dan sedap pada makanan. Apabila energi dan protein sudah terpenuhi maka kecukupan gizi
lemak yang dianjurkan tidak dicantumkan karena secara langsung kecukupan lemak sudah
terpenuhi (Krisnatuti, 2000).

Vitamin yang dibutuhkan terdiri dari vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin
yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak terdiri atas vitamin A, D, E, dan K,
sedangkan vitamin yang larut dalam air terdiri dari vitamin C, B1, riboflavin, niasin, B6, B12,
asam folat, dan vitamin lain yang tergolong vitamin B kompleks (Krisnatuti, 2000). ASI tidak
mengandung vitamin D dalam konsentrasi yang dibutuhkan bayi. Vitamin ini secara alami
dihasilkan oleh kulit ketika terpapar sinar matahari, dan bila bayi dibiarkan sering berjemur di
daerah panas atau matahari beberapa kali seminggu maka kulitnya akan menghasilkan semua
vitamin D yang dibutuhkan bayi (Satyanegara, 2004).

87
Mineral dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Unsur Fe (besi) dan I
(iodium) merupakan dua jenis mineral bayi yang jarang terpenuhi yang mengakibatkan
anemia dan gondok. Bayi tidak dilahirkan dengan cadangan zat besi yang memadai yang
akan melindungi bayi dari anemia. Jika bayi diberi ASI, terdapat cukup zat besi yang dapat
diserap baik untuk memberikan pasokan yang memadai pada bayi sehingga tidak dibutuhkan
tambahan. Setelah bayi berusia enam bulan, bayi harus mulai diberikan makanan yang
mengandung zat besi (sereal, daging, sayuran hijau), yang dapat menjamin pasokan zat besi
yang mencukupi untuk pertumbuhan yang sehat (Satyanegara, 2004). Jenis mineral lainnnya
yang dibutuhkan bayi seperti kalsium, fosfor dan seng (Krisnatuti, 2000).

VI. KESIMPULAN
Reygen, anak laki-laki usia 11 bulan menderita gizi buruk tanpa edema
(marasmus) dengan keterlambatan perkembangan ec kekurangan gizi, imunisasi dasar
belum lengkap, sosio ekonomi dan pengetahuan ibu dalam menyiapkan makanan
yang kurang sebagai faktor predisposisi.

88
DAFTAR PUSTAKA

American Academic of Pediatrics. Committee on Nutrition. Pediatric Nutrition Handbook.


Kleinman RE.2008

Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC

Guiding principles for complementary feeding of the breastfed child, World Health
Organization, 2002.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Edisi pertama.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Nelson, Waldo, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15, vol.1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
: percetakan Infomedika

Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu.

Unknown. Gizi Buruk.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20564/3/Chapter%20II.pdf diakses
tanggal 2 april 2014.

Unknown. Diare. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3118884/.diakses tanggal 2


april 2014.

Unknown. Cara Pemberian Makan. http://sari pediatri.idai.or.id diakses tanggal 2 april 2014.

89

Anda mungkin juga menyukai