Pendahuluan
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebakan terjadinya peradangan pada
paru namun patogenesisnya sangat tergantung dari sistim tubuh manusia. Jika sistim tubuh
manusia baik maka kuman ini akan mati atau kekal dormant di dalam jaringan paru. Jika
sistim imun tubuh manusia buruk, maka kuman ini akan menimbulkan penyakit. Penyakit
tuberkulosis paru merupakan penyakit yang berprevalensi tinggi di negara berkembang
khususnya di Indonesia.
Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menahun, bahkan dapat seumur hidup. Setelah
seorang terinfeksi kuman tuberkulosis, hampir 90% penderita secara klinis tidak sakit, hanya
didapatkan test tuberkulin positif, 10% akan sakit. Penderita yang sakit, bila tanpa
pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita TB paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan
tubuh yang baik dan 25% menjadi kronik dan infeksius.
1
Skenario 11:
Rumusan Masalah:
Seorang perempuan berusia 25 tahun yang didiagnosis tuberkulosis paru dan diharapkan
dapat berobat sampai sembuh.
Anamnesis
Diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi atau
dari daerah endemisnya.
Gejala lokal:
Efek sistemik:
Obat- obatan
2
- Pernahkah pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa
lama terapinya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi, dan apakah
dilakukan pengawasan terapi?
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada
kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Demikian juga bila sarang
penyakit terletak di dalam akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik karena
hantaran getaran atau suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan
dengan pneumonia biasa. Pada pemeriksaan fisik umum, diperiksa : tingkat kesadaran pasien,
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, suhu tubuh. Pada pemeriksaan fisik khusus
paru / thoraks, diperiksa :
o Inspeksi
Inspeksi keadaan umum pasien, mungkin ditemukan konjungtivitas mata atau kulit pucat
karena anemia, badan kurus, atau berat badan menurun
o Palpasi
Bila sarang penyakit terdapat di dalam sulit untuk dipalpasi karena hantaran getaran/suara
yang lebih dari 4 cm ke dalam paru-paru. Pada limfadenitis tuberkulosa didapatkan
pembesaran kelenjar limfe, sering di daerah leher, kadang disertai adanya skrofuloderma.
o Perkusi
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks. Bila dicurigai ada
infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup. Bila terdapat cavitas yang
cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani. Bila TB mengenai pleura ,
terjadi efusi pleura, pada perkusi terdengar suara beda.
o Auskultasi
3
TB paru yang menimbulkan infiltrat yang luas didapatkan auskultasi suara napas bronchial,
didapatkan pula suara tambahan seperti ronchi basah, dan amforik.
Tetapi bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler lemah. Pada
efusi pleura akibat TB paru menimbulkan suara napas yang melemah sampai tidak terdengar
sama sekali pada auskultasi toraks.
Pemeriksaan penunjang1-5
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di
Indonesia adalah 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka
positif palsunya masih besar.
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak dipakai yaitu Peroksidase Anti
Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa ahli mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifitasnya
cukup tinggi (85-95%) tetapi beberapa peneliti lain meragukannya karena mendapatkan
angka-angka yang lebih rendah. PAP-TB masih dipakai tetapi kurang bermanfaat bila
digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB.
Uji serologis lain yang sama dengan PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen
LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkana pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini
4
dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi
sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.
o Pemeriksaan bakteriologis
Spesimen pemeriksaan bisa berupa dahak, cairan pleura, cairan serebro spinalis, bilasan
lambung, urin dan biopsi.
Waktu yang terbaik untuk mengumpulkan sputum adalah segera sesudah bangun di pagi hari
sesudah berpuasa, karena sekresi bronkus yang abnormal cenderung tertimbun waktu sedang
tidur.
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberkulosis sudah dipastikan. Selain itu pemeriksaan sputum juga memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga
dapat dikerjakan di puskesmas. Kadang-kadang tidak mudah mendapatkan sputum terutama
pasien yang tidak pernah batuk atau batuk yang non-produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu
hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan
diajarkan refleks natuk. Dapat juga menggunakan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran
atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.
Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing
atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga
didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dilakukan pada anak-anak karena mereka
sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Kriteria
sputum positif jika sekurang-kurangnya ditemukan 3 kuman batang BTA padsa satu sediaan.
Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dari 1 mL sputum. Pewarnaan yang biasa
digunakan adalah pewarnaan Tan Thiam Hok (Kinyoun-Gabbet) atau Ziehl Neelsen.
5
Cara pemeriksaan sputum yang dilakukan adalah:
Selain dilakukan kultur pada sputum, perlu dilakukan juga uji resistensi bakteri
M.tuberculosis dengan cara proporsi pada media Lowenstein-Jensen, dimana dilakukan
pengujian menggunakan 4 OAT lini pertama yaitu INH, Streptomycin, Rifampicin,
Ethambutol. Pembacaan hasil dilakukan dengan cara membagi jumlah koloni pada media
dengan obat dengan jumlah koloni pada media yang bebas obat lalu dikalikan 100. bakteri
dianggap sensitif bila hasilnya <1%, sedangkan bila >1% maka dianggap bakteri resisten
terhadap suatu OAT.
o Pemeriksaan radiologis
Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Pemeriksaan ini terutama memberikan keuntungan seperti pada kasus
tuberkulosis anak anak dan tuberkulosis milier. Pada keadaan tersebut, diagnosis dapat
diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu
negatif.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau
segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau
di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial)
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak bercak seperti awan dan dengan batas batas-batas yang tidak
tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan
batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan nama tuberkuloma.
Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mulamula berdinding tipis, lama kelamaan
dinding menjadi sklerotik dan tampak menebal. Bila terjadi fibrosis, akan tampak bayangan
yang bergarisgaris. Pada kalsifikasi, bayangannya tampak sebagai bercakbercak padat
6
dengan densitas tinggi. Pada atelektasis tampak seperti fibrosis yang luas disertai penciutan
yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru-paru.
Pemeriksaan khusus yang kadang kadang diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk
melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis.Pemeriksaan ini
umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah CT scan dan MRI. Pemeriksaan MRI tidak
sebaik CT scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang,
perbatasan dadaperut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal.
o Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB terutama
pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5TU (intermediate strength). Bila
ditakutkan reaksi hebat dengan 5TU dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU (first strength).
Kadang-kadang bila dengan 5TU masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan
250TU (second strength). Bila dengan 250TU masih memberikan hasil negatif, berarti
tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5TU saja sudah cukup
berarti.
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami
infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar
7
tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen
baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculose atau BCG) tubuh manusia akan
mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada permulaan dan
kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan
menekankan antibodi seluler.
Bila pembentukan antibodi seluler cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang
sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan
antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi
penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dengan
antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen
tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antobodi humoral,
makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas hasil tes Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0-5 mm
(diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral
paling menonjol; 2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade sensitivity.
Disini peran antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien TB memberikan reaksi Mantoux yang positif (99.8%).
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu.
- Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis
8
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +5mm, dinilai positif.6
Penatalaksanaan7
Dosis mg/kg
Obat anti TB Sifat Potensi Intermiten
Harian
3x/minggu 2x/minggu
Isoniazid (INH) Bakterisid Kuat 5 10 15
Rifampicin (R) Bakterisid Kuat 10 10 10
9
Pyirazinamid (Z) Bakterisid Lemah 25 35 50
Streptomycin (S) Bakterisid Lemah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Lemah 15 30 45
Tabel 1. Obat Anti TB
Regimen pengobatan TB
Kategori
Fase inisial Fase lanjutan
diagnosa TB
(harian atau 3x/minggu (harian atau 3x/minggu
10
Obat Anti Tuberkulosa Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)8-9
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Memberikan OAT dengan dosis tunggal tidak
akan memberikan efek yang baik, dikarenakan bakteri kuman TB harus di lemahkan dan
dihambat pertumbuhannya. Pemberian OAT dosis tunggal hanya untuk profilaksis, sedangkan
jika untuk pengobatan maka minimal menggunakan beberapa regiman obat TB. Dikarenakn
menggunakan beberapa regimen obat, untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dari
pasien maka diberikanlah OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Pemakaian OAT-KDT
lebih menguntungkan dikarenakan pasien tidak perlu meminum beberapa regimen obat,
melainkan satu tablet OAT-KDT.
Sama dengan pemberian OAT pada umumnya, pasien yang menggunakan OAT-KDT juga
mengikuti sesuai dengan kategeori TB yang mereka derita. Selain itu juga pengobatan TB
diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal intensif dan lanjutan. Panduan dalam menggunakan
OAT-KDT pada kategori 1 (tabel 3) dan kategori 2 (tabel 4).
B. Kategori 2 Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
11
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Saat terapi dijalankan, spesimen sputum dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen dilakukan pada
setiap bulan hingga didapatkan specimen yang kulturnya negatif sehingga 2 kali berturut-
turut. Durasi untuk pengobatan lanjutan tergantung pada hasil kultur yang telah terkonversi
menjadi negatif yang didapatkan setelah fase terapi intensif yaitu pada akhir bulan kedua
terapi dijalankan. Hasil kultur sputum setelah fase pengobatan intensif dan sekiranya ada atau
tidak kavitasi pada rontgen inisial foto torak, telah didapatkan mempunyai korelasi sebanyak
20% dengan kemungkinan terjadi relaps pada pasien TB yang telah mendapatkan rawatan.10
12
Oleh karena itu, pasien dengan hasil kultur sputum yang masih positif setelah fase
pengobatan intensif dan adanya kavitasi pada rontgen inisial foto torak, disarankan untuk
melanjutkan pengobatan dengan isoniazid (INH) dan Rifampisin (RIF) selama 3 bulan lagi
yang menjadikan total terapi menjadi 9 bulan berbanding hanya 6 bulan. Disarankan juga
untuk berbuat demikian jika pasiennya mempunyai juga faktor lain seperti berat badan ideal
yang kurang dari 10%, perokok aktif, diabetes, infeksi HIV atau mempunyai kondisi
immunosuppresan lain.
Jika terjadi gangguan (interruptions) sewaktu terapi pengobatan berjalan, maka petugas yang
bertanggungjawab perlu membuat keputusan apakah perlu mengulangi semula terapi dari
awal atau dilanjutkan sahaja sebagaimana awalnya. Secara umumnya, lebih awal terjadi
gangguan terapi dan lebih lama durasinya, maka lebih serius dampaknya dan keperluan untuk
mengulangi semula regimen pengobatan dari awal. Pengobatan secara kontinu adalah amat
penting pada fase intensif sewaktu populasi bakteri dan kemungkinan terjadi resistansi obat
adalah tertinggi
Dari 5 kelompok OAT yang ada, rejimen terapi individual sebaiknya mengikutsertakan OAT
kelompok 1 yang masih sensitif atau diduga efektif (lini pertama). Salah satu OAT injeksi
pada kelompok 2, ditambahkan dengan salah satu fluorokuinolon serta OAT kelompok 4
sampai tercukupi minimal kebutuhan 4 macam obat yang dipastikan atau hampir pasti efektif
pada pasien. Obat pada kelompok 5 tidak digunakan untuk TB-MDR dan hanya untuk kasus
TB-XDR (extensively-drug resistant).11
Menurut WHO, pengobatan yang rasional adalah suatu keadaan di mana pasien menerima
pengobatan sesuai dengan kebutuhan. Maka, adalah amat penting untuk dokter memastikan
pasien mendapatkan dosis yang tepat, bagaimana cara pemberian, durasi dan jenis
pengobatan. Selanjutnya, biaya pengobatan harus yang paling terjangkau dan kepatuhan
pasien terhadap proses pengobatan harus ditingkatkan. Meningkatkan kepatuhan berarti
14
pemberian pengobatan harus disertai dengan pemberian informasi yang memadai. Pasien
perlu dibantu mengembangkan strategi memperbaiki kepatuhan minum obat.10
Antara punca pasien tidak patuh meminum obat resep yang diberikan dokter adalah:
a) Keyakinan
a. Persepsi pasien terhadap penyakit
b) Memori
a. Pernah makan obat yang sama dan mendapatkan efek samping tertentu
c) Sosial
a. Terlalu memikirkan persepi atau anggapan masyarakat terhadap dirinya yang
sakit
d) Sosio-demografik
a. Umur, pendidikan,pekerjaan, pendapatan dan tanggungjawab
e) Sikap
a. Menganggap obat tidak berkesan atau membahayakan
f) Terapi, dosis dan jadual pengobatan yang berbeda
a. Kompleksitas jadual dosis
b. Kompleksitas regimen
c. Farmakologi dari obat
Relasi dokter dan pasien adalah amat penting untuk memastikan pasien tetap patuh terhadap
rawatan yang dijalankan. Oleh itu, perlu dipastikan antara dokter dan pasien mempunyai:
a) Hubungan baik
b) Durasi masa konsultasi
c) Kualitas informasi yang tersedia
d) Ketrampilan bahasa dan komunikasi
e) Gaya mendengarkan aktif
Tujuan dari pelaksanaan DOT adalah menjamin kesembuhan bagi penderita, mencegah
penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat dan segera mengatasi efek
15
samping obat jika timbul, yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat tuberkulosis di dunia.10,12
Pemeriksaan mikroskopis sputum adalah metode yang paling efektif untuk penyaringan
terhadap tersangka tuberkulosis paru. WHO merekomendasikan strategi pengawasan
tuberkulosis, dilengkapi dengan laboratorium yang berfungsi baik untuk mendeteksi dari
mulai awal, tindak lanjutan dan menetapkan pengobatannya (7). Secara umum pemeriksaan
mikroskop merupakan cara yang palingcost effective dalam menemukan kasus tuberkulosis.
Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks, dengan
kriteria-kriteria yang jelas yang dapat diterapkan di masyarakat (3).
16
3. Pengawasan Pengobatan Standard
Pemberian obat yang diawasi secara langsung, atau dikenal dengan istilah DOT (Directly
Observed Therapy), pasien diawasi secara langsung ketika menelan obatnya, dimana obat
yang diberikan harus sesuai standard. Dalam aturan pengobatan tuberkulosis jangka pendek
yang berlangsung selama 6 8 bulan dengan menggunakan kombinasi obat anti TB yang
adekuat. Pemberian obat harus berdasarkan apakah pasien diklasifikasikan sebagai kasus baru
atau kasus lanjutan/kambuh, dan seyogyanya diberikan secara gratis kepada seluruh pasien
tuberkulosis.
Pengawasan pengobatan secara langsung adalah penting setidaknya selama tahap pengobatan
intensif (2 bulan pertama) untuk meyakinkan bahwa obat dimakan dengan kombinasi yang
benar dan jangka waktu yang tepat. Dengan pengawasan pengobatan secara langsung, pasien
tidak memikul sendiri tanggung jawab akan kepatuhan penggunaan obat. Para petugas
pelayanan kesehatan, petugas kesehatan masyarakat, pemerintah dan masyarakat semua harus
berbagi tanggung jawab dan memberi banyak dukungan kepada pasien untuk melanjutkan
dan menyelesaikan pengobatannya. Pengawas pengobatan bisa jadi siapa saja yang
berkeinginan, terlatih, bertanggung jawab, dapat diterima oleh pasien dan bertanggung jawab
terhadap pelayanan pengawasan pengobatan tuberkulosis.
4. Penyediaan obat
Jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu, sangat diperlukan guna
keteraturan pengobatan. Masalah utama dalam hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan
stok obat pada berbagai tingkat daerah. Untuk ini diperlukan pencatatan dan pelaporan
penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan,
kasus yang ditangani pada waktu lalu (untuk memperkirakan kebutuhan), data akurat stok
masing-masing gudang yang ada, dan lain-lain.
Sistem pencatatan dan pelaporan digunakan untuk sistematika evaluasi kemajuan pasien dan
hasil pengobatan. Sistem ini terdiri dari daftar laboratorium yang berisi catatan dari semua
pasien yang diperiksa sputumnya, kartu pengobatan pasien yang merinci penggunaan obat
dan pemeriksaan sputum lanjutan.
17
Setiap pasien tuberkulosis yang diobati harus mempunyai kartu identitas penderita yang telah
tercatat di catatan tuberkulosis yang ada di kabupaten. Kemanapun pasien ini pergi, dia harus
menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan pemgobatannya dan tidak sampai
tercatat dua kali.
Di luar lima komponen penting ini, tentu juga ada beberapa kegiatan lain yang penting,
seperti pelatihan, supervisi, jaringan laboratorium, proses jaga mutu (quality control) dan
lain-lain.
Seperti kita ketahui pengobatan tuberkulosa memakan waktu 6 bulan. Setelah memakan obat
selama 2 atau 3 bulan, tidak jarang keluhan pasien telah menghilang, ia merasakan dirinya
telah sehat dan meghentikan pengobatannya. Karena itu harus ada suatu sistem yang
menjamin pasien mau menyelesaikan seluruh masa pengobatannya sampai selesai yang harus
ditunjuk seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
18
Edukasi
Antara edukasi yang boleh diberikan kepada pasien tuberkulosis (TB) adalah:12
Kesimpulan
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Antara gejala termasuk batuk yang lama, sesak napas,
kelainan rontgen toraks, demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Penderita
tuberkulosis perlu makan obat dan mengikuti rejimen obat secara standar selama 6 bulan
dengan patuh untuk mengelakkan terjadinya resistansi obat-obatan. Pegawai perobatan perlu
19
membuat pemantauan dan memberikan dukungan kepada penderita tuberkulosis serta
memberikan edukasi agar perawatan dapat disempurnakan dan penularan penyakit
tuberkulosis paru dapat dicegah.
Daftar pusaka
2) Departemen Penyakit Dalam FKUI. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III Dalam:
Zulkifli A, Asril B, penyunting. Tuberkulosis Paru. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Penyakit Dalam; 2009.p. 2230-8.
3) Staff Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Dalam: Robert U, Harul H,
penyunting. Kuman Tahan Asam. Edisi revisi. Jakarta: Bina Rupa Akhsara; 2007.p.228-9.
6) Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 2196-9, 2230-47, 2256-7.
9) Soematri ES, Uyainah A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 3. Jakarta: FK UI.
2003.h 881.
21