Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

PENGELOLAAN KUALITAS SUMBER DAYA AIR

0
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................5

2.1 Penentuan Titik Pengambilan Sampel..........................................................................................6

2.2 Pengambilan Sampel....................................................................................................................6

2.2.1 Cara Manual.........................................................................................................................7

2.2.2 Cara Otomatis......................................................................................................................8

2.3 Analisa Kualitas Air.....................................................................................................................9

2.4 Mutu dan Kelas Air....................................................................................................................11

2.5 Pengendalian Pencemaran Air...................................................................................................12

2.6 Landasan Hukum Mengenai Kualitas Air dan Air Tercemar......................................................13

BAB III STUDY KASUS..........................................................................................................................14

3.1 Permasalahan.............................................................................................................................14

3.2 Pendekatan Pemecahan masalah................................................................................................14

3.3 Pembahasan...............................................................................................................................16

3.4 Pengembangan Infrastruktrur.....................................................................................................19

KESIMPULAN.........................................................................................................................................25

1
BAB I
PENDAHULUAN

Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Sumber
air tersebut ada yang diperoleh dari air tanah, mata air, air sungai, danau, dan air laut. Sumber air
di bumi tersebut berasal dari suatu siklus air dimana tenaga matahari merupakan sumber panas
yang mampu menguapkan air. Air baik yang berada didarat maupun d laut akan menguapa oleh
panas matahari. Uap kemudian naik berkumpul menjadi awan. Awan mengalami kondensasi dan
pendinginan akan membentuk titik-titik air dan akhirnya akan menjadi hujan. Air hujan jatuh ke
bumi sebagian mengalir meresap kedalam tanah menjadi air tanah dan mata air, sebagian
mengalir melalui saluran yang disebut air sungai, sebagian lagi terkumpul dalam danau/rawa dan
sebagian lagi kembali ke laut.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. Sumber
Daya Air dikelola berdasarkan asas kelestarian, kesimbangan, kemanfaat umum, keterpaduan
dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas
Menurut UU.No 7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa, Pengelolaan Sumber Daya Air
adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi pelenggaraan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Secara umum, Pengelolaan Sumber Daya Air meliputi ; perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, pengkoordinasian, pengendalian, pengawasan, penganggaran dan keuangan.
Pengeloaan Sumber Daya Air juga dapat didefinisikan sebagai aplikasi dari cara
struktural dan non-struktural, untuk mengendalikan system sumber daya air alam dan buatan
manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan. Tindakan-tindakan
struktur (structural measure) untuk pengelolaan air adalah fasilitas-fasilitas terbangun
(constructed facilities) yang digunakan untuk mengendalikan aliran air baik dari sisi kuantitas
maupun kualitas. Tindakan-tindakan non-struktural (non-structual measure) untuk pengelolaan
air adalah program-program atau aktifitas-aktifitas yang tidak membutuhkan fasilitas-fasilitas
terbangun. (Grigg, 1996)
Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas yang
diinginkan sesuai fungsi peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisis
2
alamiahnya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku
mutu air.
Tindakan-tindakan pengelolaan dalam upaya pengaturan kualitas air menurut Brooks dkk,
(1994), dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : pengaturan, fiscal, dan pengelolaan serta investasi
public secara langsung. Dalam pengaturan hal-hal yang berkaitan dengan kualitas air meliputi
zooning, regulasi, peraturan-peraturan spesifik tentang air dan tanah, pengendalian, perijinan,
larangan dan lisensi. Untuk kategori fiscal meliputi harga, pajak, subsidi, denda, dan bantuan.
Sedangkan yang masuk dalam kategori pengelolaan dan investasi publik antara lain bantuan
teknis, riset, pendidikan dan pengelolaan tanah dan air, instansi dan infrstuktur.
Penggunaan teknologi pengelolaan air dapat dilihat berdasarkan :
1. Kualitas Air :
a. Siklus air di alam
b. Baku mutu lingkungan hidup
c. Klasifikasi dan kriteria mutu air (kondisi fisika-kimia-biologis air)
d. Kontrol polusi air
2. Sistem pengolahan air :
a. Tahap pengolahan air tawar
b. Problem dalam unit pengolahan air
Ada beberapa teknologi yang dipakai untuk pengelolaan kualitas air, misalnya:
1. Manipulasi kondisi air kultur
Parameter fisika-kimia kultur (kimia : kandungan oksigen terlarut, kandungan H 2S, NH3,
tingkat keasaman (pH); fisika: salinitas, turbiditas/kekeruhan air, filtrasi, sterilisasi).
Parameter biologis kultur (parameter dan pengukuran kualitas biologis air, bakteri
nitrifikasi (isolasi, substrat, etc), probiotik, bio-flok, perifiton, pakan alami dan aplikasi)
2. Teknologi pengelolaan kualitas air
Teknologi sistem resirkulasi, zero-water discharge
3. Faktor ekonomi dalam pengelolaan kualitas air

Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-
parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di
dalam air. Kriteria mutu air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air. Mutu air dapat
diklasifikasikan menjadi 4 kriteria :
1. Kelas Satu

3
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas Dua
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas Tiga
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas Empat
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengendalikan kualitas air terlebih dahulu menentukan kelas/mutu air yang
ditinjau sebagai patokan dalam menentukan alternatif yang diambil sebagai upaya pengendalian
kualitas air, Untuk menentukan pengendalian kualitas air dilakukan tahap/proses sebagai berikut.

(Gambar 2.1 Diagram Alir Pengendalian Kualitas Air)

5
2.1 Penentuan Titik Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan contoh ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat diketahui kualitas
air alamiah dan perubahan kualitas air yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Kualitas air
alamiah diukur pada lokasi di hulu sungai yang belum mengalami perubahan oleh kegiatan
manusia. Sedangkan perubahan kualitas air dapat diketahui di hilir sungai, setelah melalui
suatu daerah permukiman, industri ataupun pertanian. Di daerah muara sungai diperlukan
pula lokasi pengukuran untuk mengetahui pengaruh intrusi air laut. Pada danau atau waduk
sekurang-kurangnya diperlukan tiga titik pengambilan contoh yaitu sebelum masuk, di
tengah dan setelah keluar dari danau.
Untuk keperluan pengendalian pencemaran air, contoh diambil pada 3 lokasi:
1. Pada perairan penerima sebelum tercampur limbah (upstream) (titik 4)
2. Pada saluran pembuangan air limbah sebelum ke perairan penerima (titik 3)
3. Pada perairan penerima setelah bercampur dengan air limbah (downstream), namun
belum tercampur atau menerima limbah cair lainnya (titik 5)

(Gambar 2.2 Contoh Lokasi Pengambilan Sampel untuk Pengendalian Pencemaran Air)

2.2 Pengambilan Sampel

Pengambilan contoh dapat dilakukan secara manual atau secara otomatis tergantung dari
keperluan dan fasilitas yang ada. Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangan
dalam pelaksanaannya. Berikut adalah beberapa cara yang digunakan dalam pengambilan
sampel.

6
2.2.1 Cara Manual
Pengambilan contoh secara manual mudah diatur waktu dan tempatnya, serta
dapat menggunakan bermacam-macam alat sesuai dengan keperluannya. Apabila
diperlukan volume contoh yang lebih banyak, contoh dapat diambil lagi dengan mudah.
Selain itu biaya pemeliharaan alat dengan cara ini tidak besar bila dibandingkan dengan
cara otomatis. Akan tetapi keberhasilan pengambilan contoh secara manual sangat
tergantung pada keterampilan petugas yang melaksanakannya. Pengambilan contoh
secara manual yang berulang-ulang dapat menyebabkan perbedaan perlakuan yang dapat
mengakibatkan perbedaan hasil pemeriksaan kualitas air.
Pengambilan contoh secara manual sesuai untuk diterapkan pada pengambilan
contoh sesaat pada titik tertentu dan untuk jumlah contoh yang sedikit. Sedangkan untuk
pengambilan contoh yang rutin dan berulang-ulang dalam periode waktu yang lama cara
manual memerlukan biaya dan tenaga kerja yang besar.

Gambar 2.3 Alat Pengambil Contoh Sederhana


(a) Gayung Bertangkai Panjang; (b) Botol; (c) Botol dengan Pemberat

7
2.2.2 Cara Otomatis
Pengambilan contoh cara otomatis sesuai untuk pengambilan contoh gabungan
waktu dan contoh yang diambil rutin secara berulang-ulang. Contoh dapat diambil pada
interval waktu yang tepat secara terus-menerus dan secara otomatis dapat dimasukkan ke
dalam beberapa botol contoh secara terpisah atau ke dalam satu botol untuk mendapatkan
contoh campuran.
Pemeriksaan contoh secara terpisah dari tiap-tiap botol dapat menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan pada masing-masing contoh, serta dapat memberikan nilai
minimum dan maksimum dalam periode waktu tertentu. Sedangkan hasil pemeriksaan
dari contoh komposit merupakan hasil rata-rata selama periode pengukuran.
Dewasa ini telah banyak peralatan mekanis yang dapat digunakan untuk
mengambil contoh cara otomatis yang dirancang sesuai dengan keperluan pemakainya.
Beberapa alat pengambil contoh otomatis dirancang khusus yang dapat digunakan untuk
mengetahui perbedaan karakteristik sumber air dan air limbah setiap waktu, debit air
setiap waktu, berat jenis cairan dan kadar zat tersuspensi, serta terdapatnya bahan-bahan
yang mengapung. Akan tetapi pengambilan contoh secara otomatis memerlukan biaya
yang lebih mahal untuk konstruksi alat dan pemeliharaannya, serta memerlukan tenaga
operator yang terlatih.

Gambar 2.4 Alat pengambil contoh air otomatis

8
2.3 Analisa Kualitas Air
Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air diantaranya adalah :
DO (Dissolved Oxygen)
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demad) dan
pH

2.3.1 DO (Dissolved Oxygen)


Dissolved Oxygen adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal
dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua
mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk
mikroorganisme, seperti bakteri.
Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter
atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati,
tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan
berkembang.
Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan
organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi
karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga
kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti
ikan, udang dan kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang
tercemar? Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses
penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob.

2.3.2 BOD (Biochemical Oxygen Demand)


Biochemical Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen biokimia yang
menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri.
Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar B.O.D nya sedangkan D.O
akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang B.O.D nya kurang dari 1 mg/l atau
1ppm, jika B.O.D nya di atas 4ppm, air dikatakan tercemar.

9
Biochemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang
terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri. Penguraian zat organik adalah
peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat
menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa
mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air
tersebut. Beberapa zat organik maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida,
tembaga, dan sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan
(Alaerts dan Santika, 1984).

2.3.3 COD (Chemical Oxygen Demand)


Chemical Oxygen Demand atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah
oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam
satu liter sampel air, dimana pengoksidanya adalah K2Cr2O7 atau KMnO4.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang
secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sebagian besar zat organik melalui tes COD
ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum,

2.3.4 pH
pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air.
Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Ph sangat penting
sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi
beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup
pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu
apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka.
Besaran pH berkisar dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis).
Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7
menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin). Sedangkan pH = 7 disebut sebagai netral.
Nilai pH bisa ditentukan melalui alat pH meter atau dengan uji kertas lakmus.

10
2.4 Mutu dan Kelas Air (PP No. 8 Tahun 2001 dan PP No.2 Tahun 1990)

a. Definisi (PP No. 8 Tahun 2001 Pasal 1)

Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak
untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.

b. Klasifikasi Mutu dan Kelas Air (PP No. 8 Tahun 2001 Pasal 8)
1. Kelas Satu
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
2. Kelas Dua
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas Tiga
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

c. Penggolongan Air (PP No.2 Tahun 1990 Pasal 7)


Penggolongan air menurut peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut :
1. Golongan A
Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan
terlebih dahulu,
2. Golongan B
Air yang dapat dighunakan sebagai air baku air minum,
3. Golongan C
Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan,
4. Golongan D
Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk
usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.

11
Klasifikasi Kualitas (mutu) Air (*)
Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar
No Parameter Keterangan
Ringan Sedang Berat Sangat Berat
(Kelas 1) (Kelas 2) (Kelas 3) (Kelas 4)
1 BOD/KOB (mg/l) < 1,0 1,0-3,0 3,0-6,0 >6,0 (*) Dijabarkan

2 COD/KOK (mg/l) <5,0 5,0-10,0 10,0-15,0 >15,0 dari baku mutu


Air Gol-A, B,
3 DO/OT (mg/l) >6,0 5,0-6,0 3,0-5,0 <3,0
C dan D
4 pH 6,5-8,5 5,0-9,0 6,0-9,0 5,0-9,0
(PP.20/90)
Tabel 2.1 Kriteria Penilaian parameter Kualitas (mutu) Air

2.5 Pengendalian Pencemaran Air

Pengendalian Pencemaran air dilakukan apabila kualitas sumber air yang ada tidak sesuai
kelas/mutu air yang tetapkan untuk penggunaan sumber air.
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan
baku mutu air
Upaya pengendalian pencemaran air merupakan wewenang Pemerintah dan Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota yang diatur dalam PP No. 8 Tahun 2001, adapun
wewenang dalam pengendalian pencemaran air adalah;
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
e. memantau kualitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

2.6 Landasan Hukum Mengenai Kualitas Air dan Air Tercemar


2.6.1 Undang-Undang No.7 Tahun 2004 Pasal 23 Mengenai Sumber Daya Air
(UU no 7 tahun 2004 Pasal 23)

12
i. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk
mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada pada
sumber-sumber air.
ii. Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
iii. Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana
sumber daya air.
iv. Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

2.6.2 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup


Menurut UU Republik Indonesia No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup yaitu;
masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup, oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya. Demikian pula dengan lingkungan air yang dapat pula tercemar karena
masuknya atau dimasukannya mahluk hidup atau zat yang membahayakan bagi
kesehatan. Air dikatakan tercemar apabila kualitasnya turun sampai ke tingkat yang
membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya.

13
BAB III
STUDY KASUS

3.1 Permasalahan
Sungai merupakan tempat dan wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air
sampai muara dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
Sungai mampu menampung aliran permukaan dari daerah tangkapannya atau disebut dengan
Daerah Pengaliran Sungai (DPS). DPS merupakan satuan hidrologis, dimana didalamnya
berlangsung berlangsung proses biohidrologis, yaitu suatu proses dinamik dalam bentuk,
aktivitas, iterrelasi dan interdepensi antara factor manusia, makhluk hidup lain, fisik
hidrologi didalamnya termasuk didalamnya proses erosi, sedimentasi, pencemaran dan
upaya pengendaliannya.
Perkembangan jumlah manusia dalam satuan DPS, sangat mempengaruhi kualitas
maupun kuantitas air sungai. Aktivitas pembangunan yang meningkat, berbanding lurus
dengan peningkatan jumlah limbah/polutan. Kondisi terkini sungai citarum dan sungai
citanduy adalah penjelasan factual.
Sungai sebagai suatu ekosistem memerlukan suatu sistem pengelolaan yang sesuai
dengan karakteristik dan fungsinya. Variasi karakteristik dan fungsi sungai menghendaki
variasi upaya pengelolaan. Variasi upaya pengelolaan sangat identik dengan variasi aktor
pengelola dan pananggung jawab, serta variasi visi dan misi upaya pengelolaan. Oleh karena
itu diperlukan suatu media agar upaya pengelolaan dilakukan secara terkoordinasi, terpadu
dan sinergi dalam tataran visi dan misi, jenis upaya, ruang, dan waktu. Hal ini sesuai dengan
yang digariskan dalam UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan.

3.2 Pendekatan Pemecahan masalah


Media pengelolaan yang dimaksud berupa Pengembangan Infrastruktur dan pengelolaan
kualitas air sebagai salah satu bentuk upaya pengelolaan Sungai Citarum dan Sungai
Citanduy sebagai contoh kasus. Terdapat dua metoda yang dapat digunakan untuk
menentukan status mutu air, yaitu Metoda STORET atau Metoda Indeks Pencemaran
(Kepmen KLH No. 115 Tahun 2003).

14
3.3 Pembahasan
a. Status Mutu Air Sungai Citarum
Sungai Citarum diperuntukkan sebagai air baku air minum, perikanan dan
peternakan, pertanian, dan lain-lain yang termasuk ke dalam Golongan B; C; D
(Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 39 Tanggal 21 Desember 2000 tentang
Peruntukan Air dan Baku Mutu pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa
Barat). Peruntukan baku mutu air Sungai Citarum yang digunakan disesuaikan dengan
peruntukan baku mutu air Kelas II (PP Nomor 82 Tahun 2001). Hasil perhitungan
terhadap sejumlah data yang dikumpulkan dari 10 titik pengamatan di Sungai Citarum
(BPLHD Jabar, 2004) diperoleh status mutu Sungai Citarum (Metode STORET) yang
disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1. Status Mutu Air Sungai Citarum (Metode STORET)

15
b. Kelas Air Sungai Citarum
Berdasarkan hasil perhitungan status mutu air Sungai Citarum (Gambar 1), kelas air
Sungai Citarum adalah sebagai berikut (Tabel 2):

Tabel 2 Kelas peruntukan air pada ruas-ruas Sungai Citarum

c. Kualitas Air Sungai Citanduy

16
Analisis kualitas air sungai Citanduy dilakukan terhadap data primer dari 9 titik
pengamatan. Letak titik-titik tersebut secara berurutan titik 1 ke titik 9 (dari hulu ke hilir)
adalah : Desa Panumbangan; Desa Sukamulya; Desa Panyingkiran; Desa Handapherang;
Desa Purwaharja; Desa Pataruman; Desa Langensari; Desa Paledah; dan Desa Pamotan
(lihat Gambar 2). Jumlah parameter yang dianalisa sebanyak 7 buah, antara lain : pH, TSS,
BOD, COD, Total N, total P dan Bakteri E-coli.

Gambar 2. Titik pengamatan kualitas air Sungai Citanduy


Di antara 7 parameter tersebut, parameter TSS (Total Suspended Solid), merupakan
parameter yang cukup mengkhawatirkan pada semua titik pengamatan (lihat Gambar 3).
Nilai TSS tidak memenuhi baku mutu kelas I-II, sedangkan jika dimasukkan ke dalam
kelas III-IV semua titik memenuhi baku mutu. Oleh karena itu bahasan dalam tulisan ini
akan difokuskan pada parameter ini.
Berdasarkan Gambar 2, diambil tiga buah titik pengamatan untuk mengetahui jumlah TSS
per tahun (Tabel 3), nampak bahwa titik pengamatan Pataruman mempunyai TSS terbesar.

Tabel 3. Total TSS per tahun untuk tiga titik pengamatan

17
3.4 Pengembangan Infrastruktrur
Prinsip Dasar
Prinsip dasar Pengembangan-Infrstruktur Pengelolaan Kualitas Air adalah:
Kebijaksanaan dan konsep penataan yang jelas
Pemanfaatan mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat
Pengembangan memperhatikan potensi, budaya dan kearifan masyarakat lokal
Pemeliharaan sungai disesuaikan dengan fungsi dan karakteristik sungai
Pengawasan dilakukan secara terus menerus dan efektif
Pengendalian fokus pada kegiatan manusia yang menyebabkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan serta pengendalian aktivitas sungai yang mengancam manusia.
DPS Citarum
Analisa dan Identifikasi Sumber Pencemar
1. Ruas Wangisagara dan Ruas Majalaya
Pada ruas Wangisagara, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS,
kebutuhan oksigen biologis (biological oxygen demand, BOD), E.Coli tinja, dan
deterjen yang melebihi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada
kualitas air Sungai Citarum disebabkan terutama oleh limbah domestik, fluktuasi
aliran sungai, erosi, dan sedimentasi
2. Ruas Majalaya

18
Pada ruas Majalaya, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD,
amonia, seng, koli tinja, dan deterjen yang melebihi baku mutu. Hal ini menunjukkan
bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum masih disebabkan terutama oleh
pencemaran limbah domestik, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi.
3. Ruas Sapan
Pada ruas Sapan, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD,
kebutuhan oksigen kimia (Chemical Oxygen Demand (COD)), oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen (DO)), total fosfat, amonia, E.Coli tinja, dan deterjen yang tidak
memenhui baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air
Sungai Citarum disebabkan oleh limbah domestik dan industri, pertanian, fluktuasi
aliran sungai, erosi, dan sedimentasi.
4. Ruas Cijeruk
Pada ruas Cijeruk, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD, COD,
DO, amonia, koli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini
menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan oleh
pencemaran limbah domestik dan industri, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan
sedimentasi.
5. Ruas Dayeuhkolot
Pada ruas Dayeuhkolot, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD,
COD, DO, amonia, E.Coli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi baku mutu. Hal
ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan oleh
pencemaran limbah domestik dan industri, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan
sedimentasi.
6. Ruas Burujul
Pada ruas Burujul, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD,
COD, DO, total fosfat, amonia, koli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi baku
mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum
disebabkan oleh limbah domestik dan industri, pertanian, fluktuasi aliran sungai,
erosi, dan sedimentasi.
7. Ruas Nanjung
Pada ruas Nanjung, Sungai Citarum memiliki konsentrasi TSS, BOD, COD, DO,
total fosfat, amonia, koli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini
menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan

19
terutama oleh limbah domestik dan industri, pertanian, fluktuasi aliran sungai, erosi,
dan sedimentasi.
8. Ruas Bendung Curug
Pada ruas Bendung Curug, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter-
parameter kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand (BOD)), oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen (DO)), dan E.Coli tinja yang tidak memenuhi baku mutu.
Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan
oleh pencemaran limbah domestik.
9. Ruas Bendung Walahar
Pada ruas Bendung Walahar, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter-
parameter kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand (BOD), oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen (DO)), dan E.Coli tinja yang tidak memenuhi baku mutu.
Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan
oleh pencemaran limbah domestik.
10.Ruas Tanjungpura
Pada ruas Tanjungpura, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter-parameter
kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand (BOD)), oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen (DO)), amonia, E.Coli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi
baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum
disebabkan oleh pencemaran limbah domestik.
Infrastruktur Pengelolaan Kualitas Air
Berdasarkan lokakarya yang telah diselenggarakan oleh KLH, BPLHD Jabar dan
LAPI ITB, terungkap bahwa terdapat beberapa infrastruktur yang telah, sedang dan
akan dikembangkan oleh berbagai stake holder, antara lain:
a. Perda Pengendalian Lingkungan dan Tata ruang, dalam bentuk pengendalian
pemanfaatan ruang dan penertibannya.
b. Pembanguan IPAL dan IPAL Gabungan (terpadu) untuk kawasan industri dan
pemukiman (perumahan).
c. Pengembangan sistem informasi geografis untuk pengendalian pencemaran air
d. Pembuatan saluran pembuangan limbah tertutup di setiap pemukiman padat
e. Pembuatan jamban umum dan septic tank komunal untuk satuan-satuan pemukiman
di sepanjang sungai Citarum
f. Pembuatan Bar Screen untuk mecegah masuknya sampah ke badan sungai
g. Pengadaan Bin Container dan gerobak sampah untuk setaip unit kelurahan atau unit
pemukiman
h. Pembangunan instalasi biogas untuk limbah ternak di setiap unit peternakan

20
i. Pembuatan sumur pantau utuk monitoring kualitas air tanah pada setiap unit
industri, dan pemukiman
j. Pembuatan demonstrasi plot pengendalian erosi dan sedimentasi
k. Pembangunan stabilisasi badan sungai
l. Pembangunan sumur resapan dalam satuan unit pemukiman dan insudtri
m. Pemabngunan IPLT, untuk pengolahan limbah tinja
n. Pembanguan TPS dan TPA untuk limbah domestik dan limbah B3
o. Pembangunan IPLC
p. Pengadaan laboratorium pemantauan dan analisis kualitas air sungai
q. Pembangunan dan pelaksanaan perangkat lunak lain, seperti penyuluhan, program
kali
r. Bersih, pelatihan pemantau kualitas air, dan pelaksanaan program kali bersih.
DPS Citanduy
Seperti telah dikemukakan pada permasalahan diatas, sumber masalah dalam pengendalian
sungai Citanduy adalah TSS. TSS ini hanya sebagai indkator potensi sedimen dan
sedimentasi pada sungai Citanduy. Potensi sedimen sebenarnya dapat digambarkan oleh
besarnya bed load yang pada aliran sungai dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di upper
catchmentnya.
3.4.1 Sumber Pencemar (Sedimen) dan Skenario Pengendalian TSS
Berdasarkan pengamatan lapangan, pencemar (sedimen) berasal dari erosi di
permukaan lahan (erosi lembar, erosi alur, erosi parit, dan erosi jurang); erosi tebing
sungai; erosi di lahan permukiman, jalan dan lahan fasilias umum lainnya;
pengolahan lahan/sawah; penataan bentuk permukaan lahan (perubahan morfologi
lahan); dan sebagainya.

21
Tabel 4. Skenario Pengendalian TSS melalui pengendalian TBE (jagka pendek-panjang)
Erosi di permukaan lahan sebagai salah satu sumber sedimen, dapat diduga dari
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan luasnya. Dengan asumsi erosi permukaan lahan
merupakan penyumbang terbesar sedimen (TSS), maka upaya pengendalian TSS
dapat didekati dengan upaya pengendalian TBE. Skenario pengendalian TBE
disajikan pada Tabel 4.
3.4.2 Infrastruktur Pengendalian TSS
Infrastruktur pengendalian kualitas air dalam rangka pengelolaan sungai Citanduy
menurut pembagian DPS Hulu, Tengah, dan Hilir beserta target objek
permasalahannya disajikan pada Tabel 5.

22
Tabel 5. Infrastrtur pengendalian kualitas air (TSS) DPS Citanduy

23
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan kualitas air Sungai Citarum
dan Citanduy disebabkan oleh pencemaran limbah domestik dan industri, pertanian, fluktuasi
aliran sungai, erosi, dan sedimentasi. Oleh karena itu pengembangan infrastruktur pengelolaan
kualitas air sungai Citarum dan sungai Citanduy harus disesuaikan dengan karakteristik air dan
sumber pencemar di setiap ruas sungai Citarum dan sungai Citanduy.

24

Anda mungkin juga menyukai