Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY S.

N DENGAN DIAGNOSA CAD STEMI


INFERIOR RIGHT VENTRIKEL ISKEMIK POSTERIOR LATERAL HIGH
LATERAL + ITP + HAP

A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama pasien : Ny. S.N
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Masuk rumah sakit : 6 Mei 2017
No RM : 0005146653
Ruangan : CICU RSHS Bandung
Tgl Pengkajian : 09 Mei 2017

II. Riwayat Singkat Klien


Sejak 1 hari sebelum masuk rs klien mengeluh nyeri ulu hati yang dirasa
tidak membaik setelah minum obat magh, keluhan nyeri dirasa makin
memberat disertai penjalaran kepunggung. Klien datang dengan keluhan
nyeri dada onset 20 jam saat di RSHS, klien dirujuk dari RS Karisma Cimare
dengan ACS STEMI, klien telah mendapat terapi pengobatan: Aspilet 160
mg, CPG 300mg, Anastanin 1x40 mg, dobutamin mcg/kg BB/menit, klien
dirujuk karena ruangan penuh.
Pada saat di IGD mengeluh nyeri dada yang dirasakan seperti terhimpit
beban berat dan menjalar ke punggung, mual serta keringat dingin
membasahi baju, nyeri dada disertai sesak dan mudah lelah. Saat pengkajian
klien mengeluh adanya sesak nafas, batuk, kurang nafsu makan dan tidak
bisa tidur, keluhan dirasakan sampai saat ini. Pada pengkajian TTV
didapatkan TD: 110/80 mmhg, N= 80x/mnt, T = 36,7 oC, Saturasi = 95%,
terpasang O2 binasal kanul 5 Lpm , RR= 26 x/mnt pola nafas cepat dan
dangkal, terdapat bunyi ronki basah, klien mengeluh nyeri dada dalam skala
2 (sedang), P= nyeri dirasakan saat posisi duduk, Q= nyeri seperti ditusuk,R=
nyeri didaerah dada, S= skala nyeri 2, T= nyeri hilang timbul, TB = 155cm,
BB= 50 Kg, terdapat pupura dibagian ekstremitas bawah dan klien
mengatakan sudah beberapa bulan mengalaminya.
Riwayat Kesehatan Dahulu :
Riwayat bengkak di kedua kaki sejak 1 tahun SMRS dirasakan hilang
timbul. Riwayat terbangun tengah malam karena keluhan sesak yang
berkurang dengan posisi duduk sering dialami klien. Klien sering tidur
dengan 2 3 bantal. Riwayat keluhan nyeri dada baru dirasakan saat ini,
klien memilki riwayat hipertensi sejak 10 tahun dengan tekanan darah
tertinggi 170 mmhg rata-rata 140 mmhg, riwayat merokok sejak 20 thn yang
lalu sebanyak 1 bungkus per hari, tidak ada riwayat keluarga menderita
penyakit jantung, pasien minum obat amlodipin tidak teratur.

III. Pola pola fungsi kesehatan


1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien belum mengerti tentang penyakitnya dan memeriksakan penyakit
kemantri bila sedang sakit, klien mengatakan selalu merawat kebersihan
badannya .
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien mengalami kehilangan nafsu makan, sehingga mengalami
penurunan berat badan
3. Pola eliminasi
Eliminasi fekal: BAB lancar tidak ada masalah, Eliminasi urin: BAK
terpasang kateter diuresis 1520 ml/24 jam dengan warna kuning tua,
IWL 21, balans cairan + 350cc.
4. Pola tidur dan istirahat dan aktivitas
Pola tidur dan istirahat klien terganggu karena sesak, klien hanya
melakukan mobilisasi di tempat tidur, pasien sudah dapat duduk semi
fowler dengan bantuan tempat tidur yang dapat diatur sendiri, kebutuhan
pasien semua dibantu oleh perawat. Kelembaban kulit cukup, rambut,
dan kuku bersih. Kulit tidak ada tanda- tanda (decubitus), Warna kulit
putih, terdapat pupura dibagian ekstremitas bawah.
IV. Pola Sensori dan kognitif
Kesadaran klien CM dengan GCS:15, pupil isokor dengan diameter 3
mm/3mm, status mental normal, uji saraf kranial tidak terkaji, kemampuan
motorik baik, refleks normal, wajah menyeringai saat menggerakkan anggota
badan baik ektermitas atas ataupun bawah, pola kognitif baik.

V. Pola Penanggulangan Stress


Klien selalu berdoa demi keselamatan dirinya dan perlu bantuan moral dari
orang-orang yang disekelilingnya

VI. Pemeriksaan Fisik


1. Status Kesehatan Umum
Penampilan : Klien tirah baring terlihat lemah
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5
2. Sistem Integumen
Kulit putih, sianosis (-), turgor kulit baik, edema anasarka (-), terdapat
pupura dibagian ekstremitas bawah
3. Kepala
Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut beruban, lurus tidak ada
odema.
4. Muka
Bentuk muka simetris kanak dan kiri tidak ada kelumpuhan pada wajah
5. Mata
Simetris kanan kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kornea
mata normal, bentuk pupil 3mm/3mm
6. Telinga
Bentuk simetris, tidak ada luka ataupun perdarahan, serumen dalam
batas normal.
7. Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak ada polip, terpasang nasal kanul 5 L/menit
8. Mulut dan faring
Mulut kering tidak ada sianosis, tidak terdapat gangguan menelan dan
sariawan
9. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan JVP 5cm+4cm kelenjar getah
bening tidak teraba membesar, trakea ditengah
10. Thorax
Paru
I = Pengembangan dada simetris, terdapat retaksi dinding dada dan
penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan cepat dan dangkal,
terpasang nasal canule O2 5 ltr/mnt. RR : 26 x/mnt, klien terlihat
sesak dan meringis

P = Tidak terdapat massa dan benjolan

P = Sonor
A = Bunyi nafas ronki basah (+)/(-), saturasi 92%

11. Jantung
I = Denyut Jantung tidak tampak, Ictus cordis tampak

P = Ictus cordis teraba di ICS VI (terjadi pembesaran), denyut Jantung


teraba, thrill (-)

P = Redup batas kiri bawah jantung ICS VI

A = irama regular, bunyi jantung S1 dan S2, S3 (-) mur-mur (-)

12. Abdomen
I = Bentuk simetris

A = bising usus normal 12x/mnt

P = Tidak ada nyeri tekan dan tidak terdepat pembesaran hepar

P = Timpani

Inguinal-Genital-Anus

Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, tidak ada pembengkakkan


pembuluh limfe, tidak ada hemoroid.
13. Ekstremitas
Akral teraba hangat, tidak ada edema skala otot 5555I5555 ekstremitas
atas dan bawah.
VII. Status Neurologis
Status mental normal, uji saraf kranial tidak terkaji, kemampuan motorik
baik, refleks normal, wajah menyeringai saat menggerakkan anggota badan
baik ektermitas atas ataupun bawah.

VIII. Pemeriksaan penunjang


Laboratorium
Trombosit 11000 N (150000-450000/mm3)
Leukosit 15.100 N (4400-11300/mm3)
Kreatinin 1,63 N(0,5-0,9 mg/dl)
Ureum 146 N (15-50 mg/dl)
Kimia urine :
Blood Urine 1+/0,1 N(-)
Lekosit esterase 25 N (-)
AGD:
PH 7,4 / PCO2 28,9 / PO2 98,8 /HCO3 18,6/ TCO2 36,0 /BF -4,2 / sat O2
97,2% (asidosis respiratorik)
Foto Thorax
Efusi pleura kanan, kardiomegali tanpa bendungan paru, arterisklerosis aorta
Hasil EKG irama sinus, QRS rate 80x/mnt, gel P 0,08 s 0,1 mv, PR interval

0,16, Q patologis lead II, II, aVF, V3R, V4, V5R, ST elevasi 1-4 mm di lead

II, II, aVF, V3R, V5R, ST depresi 1-3mm dilead I,aVL, V5-V6, V7-V9, T

inversi di lead II, II, aVF, V3R, V5R, R/S di VI < 1, R V5/V6.

IX. Pengobatan
Alinamin 1x 40gr PO (vitamin b1 dan b2)
Laxadine 1x 50 PO (mengatasi susah BAB)
Diazepam 1 x5mg (antagonis kalsium)
Calos 3x1tab (pencegahan dan terapi untuk gangguan metabolisme atau
defisiensi Ca )
MP 500gr drop (methylprednisolone/ untuk immunosupresan/mengurangi
inflamasi)
Infus dextrose 5% 100 mL
Cefotaxim 3 x 1gr (antibiotik infeksi pernafasan)
Furosemid 1x40mg (mengurangi edema)
Dexametason 40mg drop (kortikosteroid)

B. PATOFISIOLOGI
Injuri atau inflamasi lapisan sel endotel arteri akan meningkatkan adhesi & agregasi
platelet yang akan menarik leukosit ke area injuri sehingga terjadi akumulasi
platelet, Kolesterol, dan komponen darah lain. Keadaan ini akan menstimulasi
proliferasi sel-sel otot halus dan jaringan konektif dinding pembuluh darah secara
abnormal yang mana akan juga terbentuk pembentukan lapisan lemak kekuning-
kuningan pada lapisan dalam arteri pembentukan plaq fibrous. Hal ini akan
menyebabkan penyempitan ukuran lumen arteri koroner dan berdampak pada
penurunan aliran darah ke miokardium (CAD). Suplai oksigen ke miokardium
menurun akan menyebabkan Iskemik Miokardium dan terjadi Peningkatan aktivitas
miokardium, metabolisme Anaerob serta produksi as. Laktat. Keadaan ini
mewnyebabkan stimulasi ujung-ujung saraf di miokardium yang mana dapat
menyebabkan nyeri dada (Angina Pectoris) sehingga aktivitas miokardium menurun
dan pada akhirnya rasa nyeri yang dirasakan akan meningkat.
PATOFISIOLOGI PADA KASUS PASIEN NY.SH

Infrak miokard
Iskemia miokardium Infrak transmiral
Infark subendokardial

Metabolisme anaerob PH
Fungsi ventrikel kiri gg kontraklitas
- Daya frontaksi 2. resti curah jantung
- Perubahan daya kembang & gerakan dinding
Produksi asam laktat
ventrikel
- Curah sekuncupnya Kompensasi curah jtg & perfusi
1. Nyeri
perifer
Refleks simpatis vasokontriksi sistem retensi
Perubahan hemodinamik NA dan air
Tekanan ventrikel kiri
progresif

- Iskemia jaringan Infark pada bagian papila dan korda Denyut jtg & daya kontraksi jtg
- Hipoksemia lendinae septum ventrikel dan gg perfusi perifer, perfusi
Kongesti pulmonalis
- Perubahan kontrol saraf otonom perikardium
- Gg metabolik koroner dan perfusi paru
- Ketida seimbangan elektrolit Beban akhir ventrikel kiri, daya dilatasi
Tekanan hidrostatik melebihi
Hipotensi asidosis tekanan osmotik ventrikel kiri
metabolik dan
Komplikasi pasca hipoksemia
Gg potensial aksi infark Pembesaran ventrikel kiri
4. Resti gg perfusi jar Edema paru
Hipertrofi ventrikel kiri
Perubahan elektrofisiologi 5. Resti kelebihan
Disfungsi otot papilaris defek Syok kakardiogenik
volume cairan
septum ventrikel ruptur
jantung, anurisme ventrikel, Pengembangan paru tidak optimal
Resti aritmia kematian
trombo embolisme perikarditis

Kelemahan fisik 6.Gg pemenuhan ADL 3. Resiko pola nafas tidak efektif

Kondisi & prognosis penyakit

8.kecemasan 9. < pengetahuan 7.Koping individu & efektif 10. Resti ketidakpatuhan pengobatan
C. ANALISA DAN JUSTIFIKASI HASIL PENGKAJIAN

Pada kasus Ny. S tersebut diatas maka perawat harus segera bereaksi terhadap perilaku
pasien baik secara verbal maupun non verbal, melakukan validasi, membagi bereaksi
terhadap perilaku pasien dengan mempersepsikan, berfikir dan merasakan. Perawat
membantu pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan baik fisik maupun psikologis,
ketidakmampuan pasien dalam menolong dirinya, serta mengevaluasi tindakan perawatan
yang sudah dilakukannya. Semua itu dapat diterapkan melalui pendakaan disiplin proses
keperawatan Orlando sebagai berikut :
1. Fase Reaksi Perawat.
Menutut George (1995) bahwa reaksi perawat dimana terjadi berbagi reaksi perawat dan
perilaku pasien dalam disiplin proses keperawatan teori Orlando identik dengan fase
pengkajian pada proses keperawatan.
Pengkajian difokuskan terhadap data-data yang relatif menunjukan kondisi yang
emergenci dan membahayakan bagi kehidupan pasien, data yang perlu dikaji pada kasus
diatas selain nyeri dada yang khas terhadap adanya gangguan sirkulasi koroner, juga
perlu dikaji lebih jauh adalah bagaimana kharakteristik nyeri dada meliputi apa yang
menjadi faktor pencetusnya, bagaimana kualitasnya, lokasinya, derajat dan waktunya.
Disamping itu dapatkan juga data adakah kesulitan bernafas, rasa sakit kepala, mual dan
muntah yang mungkin dapat menyertai keluhan nyeri dada.
Perawat perlu mengkaji perilaku pasien non verbal yang menunjukan bahwa pasien
memerlukan pertolongan segera seperti : tanda-tanda vital, pada kasus didapatkan
tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi 26 kali/menit. Tampak gelisah
dan mengeluh sesak, banyak keluar keringat. Perlu juga dikaji bagaimana kondisi akral
apakah hangat atau dingin, CRT, kekuatan denyut nadi, Selanjutnya perawat perlu
mengetahui data-data lain seperti catatan dari tim kesehatan lain, hasil laboratorium dan
pemeriksaan diagnostik. Pada kasus didapatkan : EKG ST elevasi, diagnosa medis CAD
STEMI. Troponin T positif, CKMB meningkat.
2. Fase Nursing Action
Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action pada
disiplin proses keperawatan mencakup sharing reaction (analisa data), diagnosa
keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan atau implementasi . Tujuannya
adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien terhadap bantuan serta berhubngan
dengan peningkatan perilaku pasien.
Setelah mendapatkan data-data yang menunjukan perilaku pasien, menurut Orlando
perawat perlu melakukan sharing reaction yang identik dengan analisa data, sehingga
dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
a. Diagnosa keperawatan

1) Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam mengatasi rasa nyeri


(berhubungan dengan adanya iskemik)
2) Resiko tinggi penurunan curah jantung dalam mekanis kompensasi
mempertahankan curah jantung (berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel
kiri dan gangguan kontraktilitas)
3) Pola nafas tidak efektif dalam pemenuhan kebutuhan oksigen (berhubungan
dengan hipertropi ventrikel kiri)
4) Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam memelihara perfusi jaringan
otot jantung (berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder terhadap
obstruksi.)
5) Ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktivitas fisik (berhubungan dengan
ketidaksimbangan suplai dan kebutuhan akan oksigen)

b. Rencana Keperawatan

Setelah masalah keperawatan pasien ditentukan disusun rencana keperawatan, fokus


perencanaan pada klien Ny. S yaitu Rencana Ny. S sendiri, dengan merumuskan
tujuan yang saling menguntungkan baik pasien maupun perawat sehingga terjadi
peningkatan perilaku Ny. S kearah yang lebih baik. Adapun tujuannya yang
diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny.S yaitu mampu
menolong dirinya memelihara perfusi otot jantung secara adekuat, pasien mampu
menolong dirinya untuk mengatasi rasa nyeri, serta mampu melakukan pemenuhan
aktivitas tanpa harus memberatkan kerja jantung.
c. Implementasi

Fokus implementasi adalah efektifas tindakan untuk menanggulangi yang sifatnya


mendesak, terdiri dari tindakan-tindakan otomatis seperti melaksanakan tindakan
pengobatan atas instruksi medis dan dan tindakan terencana terencana yang dianggap
sebagai peran perawat profesional sesungguhnya.

D. ANALISA DAN JUSTIFIKASI DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN


1. Hambatan saat pembuatan rencana keperawatan
Pengkajian dilakukan tanggal 09/5/2017 :
Pengkajian telah dilakukan oleh mahasiswa sesuai dengan format yang ada berdasarkan
penerapan teori Orlando ( ruangan tidak memiliki format pengkajian klien) dan telah di
modifikasi dengan pengkajian yang sesuai dengan kasus CAD. Mahasiswa baru pertama
kali ini menerapkan teori keperawatan Orlando dalam kasus pasien jadi mungkin akan
banyak kekurangan yang ditemukan. Kelemahan dan kekurangan dalam pengkajian ini
akan dijadikan pengalaman untuk melakukan pengkajian pada kasus berikutnya agar
dapat lebih baik lagi dalam melakukan pengkajian klien dengan penyakit CAD terutama
dengan penerapan teori keperawatan Orlando.
(Hasil pengkajian sudah dituangkan dalam halamam depan laporan ini
berdasarkan pengembangan teori Orlando dengan beberapa modifikasi).
1) Pengkajian perilaku verbal
Hasil pengakajian, stemi inferior right ventrikel iskemik posterior lateral high lateral
+ itp + hap ditunjukkan dari keluhan sesak dan rasa nyeri di daerah dada, nyeri
dengan skala 2 (sedang), CAD akan menunjukkan keluhan nyeri dada atau ketidak-
nyamanan didada, dada terasa sesak, mual dan muntah, perubahan hemodinamik,
serta gangguan irama jantung (disritmia) (Chulay & Burns, 2006).
Riwayat penyakit pasien menyatakan nyeri dada, keluhan saat masuk RSHS nyeri
dada dan sesak. Dan pasien ada riwayat hipertensi akan menyebabkan peningkatan
tegangan pada ventrikel kiri sehingga akan terjadi hipertropi ventrikel kiri yang pada
akhirnya menurunkan kontraktilitas miokard (Silbernagl, 2007). Hal ini didukung
pula dalam Price , 2006 yaitu peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan
resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja
jantung bertambah. Sebagai akibatnya akan terjadi hipertrofi ventrikel untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui
dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung menjadi semakin terancam oleh
semakin parahnya aterosklerosis koroner.
Kondisi ini sesuai dengan manifestasi klinis CAD yang mana lebih dominan sesak
dan nyeri dada (manurung, 2006). Keadaan ini menunjukkan bahwa pasien
mengalami CAD dan terjadi akibat adanya iskemik, ini sesuai dengan teori yang
mana iskemik diakibatkan adanya CAD. Keadaan ini sesuai dengan teori dimana
pasien ditemukan keadaan yang mengarah pada CAD setelah di bawa ke RSHS.
CAD merupakan penyakit pembuluh darah koroner yang terbanyak akibat dari
arterosklerosis, dimana faktor pencetus terbanyak antaralain hiperlipoproteinemia,
tinggi kolesterol, perokok, dan atau diabetis mellitus (Alwi, 2009). Tindakan medis
yang diberikan pada pasien Ny.SN adalah PCI. Pengobatan tersebut tentunya harus
menghilangkan atau meminimalis penyebab utama atau faktor resikonya (manurung,
2013). Pasien Ny.SN mengalami CAD yang bisa dipastikan bahwa keadaan tersebut
diderita akibat adanya infark kronik akibat penyempitan pembuluh darah jantung.
Keluhan pasien adalah manifestasi dari adanya kelainan anatomi tersebut yaitu CAD.
Kelainan ini sangat beresiko terjadinya henti jantung tiba-tiba, sebagian besar pasien
henti jantung tiba- tiba akibat adanya CAD (Manurung, 2013). Pencegahan henti
jantung dengan tiba- tiba perlu dilakukan terapi adalah menghilangkan penyebab
utamanya yaitu
Justifikasi hasil pengkajian dengan penerapan teori orlando
Pengkajian keperawatan :
Orlando mengidentifikasi bahwa pengkajian keperawatan merupakan reaksi perawat
untuk mengetahui tingkah laku pasien secara verbal meliputi semua penggunaan
bahasa (keluhan, permintaan, pertanyaan, penolakan, tuntutan dan komentar atau
pernyataan). Nonverbal meliputi manifestasi fisiologis seperti: nadi, pernafasan,
tekanan darah, gambaran ECG dan sebagainya, Orlando dalam Alligod & Tomey
(2016). Orlando mengindikasikan bahwa keperawatan adalah membantu individu
yang memerlukan bantuan kapan saja, kesegeraan (immediacy) situasi keperawatan,
Orlando tidak memasukkan pengkajian individu dipengaruhi lingkungan, keluarga
atau kelompok Orlando dalam Alligod & Tomey (2016). Keadaan ini mengharuskan
perawat untuk melakukan pengkajian secara cepat, tepat sesuai perilaku pasien,
dimana pemeriksaan fisik mengacu pada sistem tubuh. Situasi ini juga diperkuat
bahwasanya pengkajian keperawatan kritis lebih berfokus pada lima sistem yaitu
breath, blood, brain, bowel, and bone.
Pengkajian perilaku non verbal.
Pengkajian tanda-tanda vital yang dilakukan :
Tekanan darah adalah tekanan yang mendesak dinding arteri selama sistolik
dan diastolik dari ventrikel, (Smeltzer, 2000). Pada Ny S tekanan darah
110/80 mmhg, keadaan ini merupakan masa pemulihan pasca tindakan dan
reaksi dari terapi obat yang juga diberikan pada pasien.
Nadi : Digunakan untuk mengidentifikadi adanya perubahan fungsi / daya
pompa jantung, (Priharjo, Robert. 2007). Nadi klien Ny.S 80 x/menit masih
dalam batas nilai normal yang menandakan jantung mampu memenuhi
sirkulasi tubuh.
Pola nafas : Adapun dyspnea terjadi karena adanya kegagalan ventrikel kiri
yang menyebabkan kongesti pulmonal atau gangguan dalam mekanisme
control pernapasan. Menurut Black, 2005 Dyspnea terjadi kerena penurunan
volume udara paru (vital capacity) yang digantikan oleh darah atau cairan
interstitial. Kongesti pulmonal dapat menurunkan kapasitas vital paru sebesar
1500 mL atau kurang.
Nilai normal pada orang dewasa sekitar 16 20 x/ menit karena dipengaruhi
oleh medula oblongata, kadar CO2 (Perry & Potter. 2006 ). Pernafasan klien
mengalami peningkatan karena respon dari rasa takut pasien untuk
melakukan ekpansi paru maksimal akibat nyeri yang dirasakan (Black.J.M, &
Hawks.J.H, 2005). Kondisi tersebut mengakibatkan penumpukan sekret pada
pasien Ny.S di paru dan bronkus. Sedangkan suhu tubuh menggambarkan
fungsi metabolik tubuh secara umum, tetapi juga dipengaruhi reseptor yang
ada di otak.( Perry & Potter. 2006 ). Suhu tubuh klien dalam batas normal
yang menandakan tidak adanya keadaan infeksi pada daerah luka.
Sistem pernapasan :Pembedahan jantung yang dilakukan pada pasien juga
dapat mengakibatkan produksi sekret yang meningkat dan dimungkinkan
adanya penumpukan darah ke paru sehingga mengurangi kapasitas volume
paru dan gangguan pertukaran gas yang juga dapat ditandai dengan suara
nafas ronkhi yang pernapasan pasienjelas pada (Black.J.M, & Hawks.J.H,
2005) kondisi tersebut sesuai dengan kondisi pasien Ny.S saat dilakukan
pengkajian dimana ditemukannya suara ronkhi + dan sekret/ produksi sputum
+.
Ronchi adalah suara nafas yang kasar yang berderik-derik seperti snoring
biasanya diakibatkan oleh secret pada jalan nafas bronchial. Ronchi adalah
suara nafas abnormal yang terdengar saat bernafas yang terjadi ketika jalan
nafas mengalami obstruksi secara parsial oleh secret, odema mukosa, atau
tumor yang menekan jalan nafas. Suara dapat diakibatkan oleh udara yang
melewati sekresi mukosa yang tebal pada jalan nafas besar seperti
bronkhiolus tetapi juga dapat berhubungan dengan struktur yang kecil seperti
alveoli (http://en.wikipedia.org/wiki/Rhonchi, diperoleh tanggal 10 Mei
2017).
Pemeriksan fisik kardiovaskuler: Bertujuan untuk memperoleh data tentang
efektifitas kerja jantung melalui pengamatan tentang HR, irama jantung,
curah jantung (Priharjo, Robert. 2007). Murmur terjadi akibat adanya
turbulensi aliran darah pada jantung atau pada pembuluh darah besar.
Murmur dapat disebabkan peningkatan denyut nadi atau peningkatan velocity
aliran darah, incompetent atau stenosis katub, masuknya aliran darah ke
ronnga yang lebih lebar (Woods.S.L.et al, 2005). Pada klien Ny.S tidak
memiliki bunyi murmur saat dilakukan pemeriksaan dengan auskultasi.
Pemeriksaan fisik neurosensori: Pasien Ny.S dalam kondisi sadar, dengan
GCS 15, klien juga mengalami nyeri saat meenggerakkan anggota badannya
baik ektermitas atas atau bawah, sehingga pasien kurang mau melakukan
aktifitas meski fungsi motorik bagus.
Pemeriksaan fisik eliminasi dan cairan :Yang perlu dikaji pada sistem ini
terutama pada pola, frekwensi, karakteristik, keluhan nyeri saat BAB/ BAK,
penggunaan obat. (Perry & Potter : 2007). Klien Ny.S pada saat pengkajian
memiliki balance +350 cc sedangkan untuk eliminasi urin klien sedang
terpasang kateter.
Pemeriksaan fisik pencernaan dan nutrisi :Dalam sistim pencernaan dan
pemenuhan nutrisi klien dengan jantung ada klasifikasi diet yang diberikan (
DJ I-IV) (Perry & Potter : 2007). Sistem ini masih dalam kondisi baik karena
masih ditemukan bising usus + 12 x/menit, dan pasien klien Ny.S mendapat
diet jantung .
Pemeriksaan fisik musculoskeletal aktivitas dan istirahat: Kemampuan
bergerak klien Ny.S untuk memenuhi kebutuhan ADLnya setelah dirawat di
rumah sakit, secara fisik tidak ditemukan

Analisa hambatan dalam pembuatan diagnosa dan rencana keperawatan dengan


penerapan teori orlando :
Hambatan saat pembuatan diagnosa dan rencana keperawatan :
Secara umum tidak ada hambatan dalam pembuatan rencana keperawatan, mahasiswa
menggunakan standar asuhan keperawatan yang telah ada dengan penerapan teori Orlando
dan memodifikasinya dengan rencana keperawatan yang lain. Mahasiswa menggunakan
format lembar rencana keperawatan yang sudah ada yang telah di modifikasi dari ruangan
tempat mahasiswa praktik.
Justifikasi diagnosa dan rencana keperawatan serta evaluasi dengan penerapan teori
orlando :
Diagnosa keperawatan :
Penetapan diagnosa keperawatan menurut Orlando merupakan penentuan kebutuhan pasien
akan bantuan yang memerlukan bantuan. Penentuan kebutuhan didasarkan dari exsplorasi
reaksi perawat dengan pasien (pengkajian perilaku verbal dan nonverbal) Orlando dalam
Alligod & Tomey (2016).
Penentuan diagnosa keperawatan pada pasien berdasarkan kebutuhan pasien akan bantuan di
modifikasi dengan penetapan diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA International (
2015 ). Diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan tersebut berdasarkan pada pengkajian
prilaku verbal dan nonverbal sebelumnya yang telah dilakukan pada saat pengkajian.
Diagnosa keperawatan yang ada pada pasien Ny. S adalah :

1) Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam mengatasi rasa nyeri


(berhubungan dengan adanya iskemik)
2) Resiko tinggi penurunan curah jantung dalam mekanis kompensasi
mempertahankan curah jantung (berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel
kiri dan gangguan kontraktilitas)
3) Pola nafas tidak efektif dalam pemenuhan kebutuhan oksigen (berhubungan
dengan hipertropi ventrikel kiri)
4) Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam memelihara perfusi jaringan
otot jantung (berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder terhadap
obstruksi.)
5) Ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktivitas fisik (berhubungan dengan
ketidaksimbangan suplai dan kebutuhan akan oksigen)
Tujuan :
Asuhan keperawatan pada pasien ini juga telah menetapkan beberapa tujuan keperawatan
yang disesuaikan dengan diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan. Penetapan tujuan
keperawatan dalam proses Orlando merupakan pemenuhan kebutuhan pasien untuk dibantu
yang berhubungan dengan peningkatan tingkah laku pasien (Orlando dalam Alligood &
Tomey, 2016).

Konsep orlando menekankan pada penetapan tujuan mempunyai target yang jelas
pencapaiannya pada setiap intervensi keperawatan yang akan diberikan pada pasien. Target
ini menjadi acuan dalam evaluasi keperawatan. Target harus dicapai secepatnya untuk
dievaluasi secepatnya.
Tujuan keperawatan pada diagnosa 1 adalah Curah jantung optimal setelah dilakukan
tindakan keperawatan dalam waktu 3 X 24 jam, sehingga resiko penurunan kardiac Out put
sangat kecil.

Tujuan keperawatan pada diagnosa 2 adalah Pola nafas efektif dalam pemenuhan kebutuhan
oksigen setelah 1x24 jam, sehingga suplay oksigen bisa terpenuhi keseluruh tubuh

Tujuan keperawatan pada diagnosa 3 adalah (Smeltzer, Suzanne C,. (2006).

Intervensi dan Implementasi :


Intervensi keperawatan telah disusun dalam penatalaksanaan keperawatan pasien untuk
mencapai tujuan keperawatan. Hal itu sesuai dengan pendapat dari Orlando dalam Alligood
& Tomey (2006) bahwa intervensi keperawatan memfokuskan pada cara untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan partisipasi aktif pasien prinsisp ilmu
pengetahuan dan teori keperawatan.

Implementasi merupakan tindakan dari perencanaan dan juga merupkan fase tindakan
perawat dalam disiplin proses Orlando memperhatikan hanya pada keefektifan tindakan
dalam mengatasi kebutuhan yang segera dibantu.

Modifikasi yang dilakuan pada diangnosa keperawatan yang diangkat pada pasien Tn. SP
berdasarkan Doenges, et.al, 2000 untuk pasien dengan diagnosa CAD intervensi yang
dilakukan dapat berupa:

Intervensi yang dapat diberikan pada pasien diantaranya:


1. Monitor tanda-tanda vital pasien secara rutin
Rasional :
Lebih memantau kondisi hemodinamik dan memastikan kerja jantung yang lebih maksimal
atau mengalami penurunan.
2. Memantau adanya suara napas tambahan.
Rasional:
Menyatakan adanya kongesti paru/ pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut
3. Anjurkan pasien untuk melakukan batuk efektif dan menarik nafas dalam.
Rasional:
Membersihkanjalan nafas pada bronkus dan dengan nafas dalam akan membantu persiapan
untuk melakukan batuk efektif dan memudahkan aliran oksigen
4. Dorong perubahan posisi pasien sesering mungkin.
Rasional:
Dengan perubahan posisi akan membantu mengalirkan dahak/ lendir kebronkus sehingga
mudah dikeluarkan dan dapat mencegah atelektasis dan pneumonia
5. Pertahankan posisi baring dengan kepala tempat tidur tinggi 30 derajat, posisi semi
fowler dan sokong tangan dengan bantal.
Rasional:
Meningkatkan inflamasi paru maksimal karena penurunan diafragma dan membantu
menurunkan konsumsi oksigen
6. Pantau pemeriksaan AGD nadi dan oksimetri.
Rasional:
Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru, perubahan kompensasi biasanya ada
pada GJK kronis.
7. Kaji hemodinamik (tekanan darah, nadi, status pernapasan).
Rasional :
Memantau perkembangan kegawatan penurunan curah jantung dapat menunjukkan
menurunnya nadi, tekanan darah, dan meningkatnya pernafasan (Doenges, et.al, 2000).
Monitor dan mempertahankan hemodinamik tetap stabil, merupakan tanggung jawab
perawat, untuk itu perawat perlu memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam
hal tersebut. Perawat juga harus mampu berfikir kritis dalam mengambil keputusan dan
tindakan setiap terjadi perubahan-perubahan yang terjadi (Judy & Botti, 2003).
Rasional :
Irama dan frekwensi terjadi takikardi untuk kompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler,
S1 dan S2 melemah karena menurunnya kerja jantung (Doenges, et.al, 2000). Peningkatan
tekanan vena jugularis secara signifikan akan terlihat pada gagal jantung kanan, karena
terjadi peningkatan tekanan vena secara systemic. JVP juga dapat sebagai indicator tekanan
vena sentral. (Woods.S.L.et al, 2005)
8. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi.
Rasional :
Pemberian therapi oksigen pada pasien dengan gagal jantung untuk mengatasi hypoxia.
Hypoxia merupakan suatu kondisi dimana terjadi kekurangan oksigen untuk kebutuhan
metabolism sel dan jaringan. Hypoxia merupakan akibat dari hypoxemia, dimana terjadi
penurunan kandungan oksigen dalam darah. Terapi oksigen untuk memperbaiki oksigenasi
jaringan. Pemberian udara napas dengan kadar O2 tinggi (fractional O2) dengan konsentrasi
24-28 %, kelembaban cukup, kecepatan pemberian 2-3 ltr / mnt melalui nasal cannule atau
sungkup muka (Perry & Potter, 2006). (Woods.S.L.et al, 2005).
9. Monitor intake dan output
Rasional:
Penderita gagal jantung, terutama yang disebabkan oleh kelainan katub akan mengalami
peningkatan volume atrium kiri akibat adanya residu setiap periode dystolik. Hal ini terjadi
akibat insufisiensi katub mitral, akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan preload
yang akan menambah beban kerja jantung. Selain peningkatan beban kerja jantung, juga akan
mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan kapiler pulmonal sehingga terjadi
perpindahan cairan ke ruang intersisiel di paru dan terjadi edema paru (Woods.S.L.et al,
2005).
10. Lasix
Rasional :
Diuretik bekerja menurunkan volume plasma ( eksrasel fluid ) dan meningkatkan ekskresi
Natrium dan air serta akhirnya menurunkan pre load (Nanas.J.N,et al., 2003). spironolakton
yang daya diuresisnya rendah yang dapat mencegah kehilangan kalium (Tjay, T.H. &
Rahardja, K., 2003).
11. Inhalasi
Rasional :
Pemberian therapy melalui nebulizer (bronchodilator, mucolytic, dan kostikosteroid) akan
meningkatkan bersihan jalan napas dengan mendilatasi broncus, meningkatkan sekresi secret
sehingga lebih mudah di mobilisasi, dan meningkatkan sekresi pulmonal. Klien gagal jantung
dengan peningkatan tekanan arteri dan kaipler pulmonal akan mengalami edema pulmonal.
Inhalasi dengan bronchodilator, mukolytic diharapkan dapat mengurangi akumulasi secret di
alveoli sehingga meningkatkan pertukaran gas (Kastelik.JC B. et al., 2008). Pemberian
normal salin (nacl 0,9 %) saat inhalasi adalah meningkatkan kelembaban udara sehingga efek
terapi optimal.

12. Cefazoline.
Rasional:
Merupakan anti biotika yang bekerja sebagai berspektrum luas yang dapat mencegah
pertumbuhan bakteri di darah maupun di paru (Tjay, T.H. & Rahardja, K., 2003).

Evaluasi :
Perawat harus mengevaluasi keefektifannya setelah selesai melakukan tindakan. kegagalan
evaluasi dapat menghasilkan tindakan yang tidak efektif termasuk kegagalan dalam
memenuhi kebutuhan pasien dan meningkatkan biaya perawatan. Dalam disiplin proses
keperawatan menurut teori Orlando, perawat mengobservasi tingkah laku pasien untuk
melihat apakah pasien sudah mendapat bantuan/terbantu secara optimal.

Hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan yang muncul dalam kasus pasien Tn. SP adalah
1. Diagnosa potensial penurunan curah jantung, tidak sesuai dengan tujuan keperawatan
karena tidak tercapai tepat waktu, dimana mahasiswa sudah pindah ruangan.
2. Diagnosa ketidak efektifan bersihan jalan napas, sesuai dengan tujuan teratasi sesuai
dengan batas waktu yang ditetapkan mahasiswa.
3. Diagnosa Resti ketidak keseimbangan cairan dan elektrolit, sesuai dengan tujuan karena
tercapai pada batas waktu yang ditetapkan mahasiswa.

Pada penerapan teori Jan Orlando tidak mengakui adanya lingkungan secara luas, maka
dalam teori ini perlu dikolaborasi dengan teori lain karena setelah diagnosa pasien teratasi
diperlukan pencegahan agar tidak terulang. Untuk diagnosa 1, pada hari ke 3 tersebut
diagnosa ini teratasi sebagian sebelum mahasiswa pindah rotasi namun orlando tidak
mengenal masalah teratasi sebagian tapi apakah pasien sudah optimal terhindar dari masalah
yang dihadapi atau tidak, sehingga diagnosa teratasi sebagian tidak dikenal.

5. IMPLEMENTASI :
(terlampir dihalaman depan, dengan format yang berdasarkan teori Orlando)

6. EVALUASI :
(terlampir dihalaman depan, dengan format yang berdasarkan teori Orlando)
7. IDENTIFIKASI PROSEDUR KEPERAWATAN YANG BAIK ATAU KURANG
TEPAT DILAKUKAN DI RUANG PERAWATAN:
a. Pemantauaan hemodimika yang terencana dengan baik dengan pelaksanaan kolaboratif
yang tepat.
b. Pemantauan intake dan output yang sangat cepat dan baik dilakukan oleh perawat
c. Pemantauan alat - alat yang dipasang dengan cermat dan cepat pada klien seperti
sheringpump.
d. Pemberian Oksigenasi yang tepat pada pasien berdasarkan kondisi klinis yang ditemukan
pada pasien dengan tepat

8. ANALISA PENGALAMAN MAHASISWA :


a. Saat kontrak dengan pasien
Kontrak awal dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2010, ini merupakan pengalaman yang
sangat menarik saat membuat kontrak dengan klien karena klien dan keluarga menerima
dengan kehadiran mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat menggalih keluhan klien dengan
lebih leluasa. Klien dan keluarga merasa senang bahwa ada yang memberikan informasi
tentang penyakit klien (selama 4 hari dari tanggal 19 s/d 22 Oktober 2010 ).
b. Saat melakukan tindakan keperawatan
Sewaktu melakukan tindakan keperawatan, mahasiswa mendapat pengalaman berharga
terutama dalam perawatan klien dengan CAD dengan tindakan CABG dengan pemasangan
monitoring. Tindakan keperawatan yang dilakukan terutama bagaimana meminimalkan
aktivitas klien yang dapat meningkatkan curah jantung serta bagaimana membuat
hemodinamika pasien dapat stabil.
c. Saat terminasi (19/10/10 ) dengan Tn. SP dan keluarga klien sudah memahami kenapa
mahasiswa harus pindah sesuai dengan kontrak yang telah di sepakati. terimakasih atas
perawatan yang diberikan dan masukan masukan yang sudah diberikan pada keluarga
sehingga mereka memahami apa yang harus dilakukan pada klien nantinya. Klien dan
keluarga sangat berterima kasih bahwa ia sekarang lebih tahu tentang penyakit yang di alami
dan terutama tanda tanda bila keadaannya semakin memburuk. Klien juga dapat lebih jelas
bahwa pasca tindakan ini ia harus melakukan rehabilitasi untuk memulihkan kondisinya
seperti semula.

9. IDENTIFIKASI EVIDENCE BASED YANG PERLU DITELITI LEBIH LANJUT :


1. Pemantauan intake dan output pada klien CAD
2. Aktivitas yang dapat dilakukan pada klien CAD agar tidak menyebabkan peningkatan
curah jantung yang siknifikan
3. Terapi oksigenasi pada pasien dengan diagnosa CAD dengan tindakan CABG baik dengan
atau tampa ventilator
4. Rehabilitasi pasca tindakan CABG
5. Diet yang seimbang pada pasien dengan tindakan CABG

10. ASPEK ETIK DAN LEGAL PADA KLIEN CAD


Selama mahasiswa melakukan asuhan keperawatan pada Tn. SP ( dari tgl 19 s/d 22 Oktober
2010 ) mahasiswa tidak menemukan masalah etik selama merawat pasien Tn. SP dengan
CAD dengan tindakan CABG,, menurut mahasiswa apa yang dilakukan oleh para perawat
ruangan dalam melakukan asuhan keperawatan sudah sesuai dengan protap yang ada di
rumah sakit ( RSJHJ ) walaupun belum dapat dikatakan optimal dalam pelaksanaan
implementasi mandiri perawat, namun juga perlu dijaga jangan sampai ada kelalaian dari
tindakan yang dapat merugikan bahkan membahayakan klien karena klien dengan CAD
pasca tindakan CABG harus meminimalkan aktivitas untuk menurunkan kerja jantungnya,
dan pentingnya perawatan tindak lanjut secepatnya termasuk rehabilitasi jantung Fase I,II
dan III.

Anda mungkin juga menyukai