Tugas Ilmu Bedah Veteriner
Tugas Ilmu Bedah Veteriner
OLEH :
KELOMPOK 19
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
Shock adalah keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh. Shock juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang
bersikulasi secara efektif. Pada hewan yang mengalami shock terjadi penurunan perfusi
produksi energi oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara
adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan
kematian.
Pada syok yang kurang parah, kompensasi tubuh dapat berupa peningkatan laju
jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer (keduanya secara refleks), sehingga hal
tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital. Ketika syok
Shock secara klasik dibagi menjadi tiga katagori, yaitu kardiogenik, hipovolemik, dan
distributif shock. Shock kardiogenik terjadi apabila jantung gagal berfungsi sebagai pompa
untuk mempertahankan curah jantung yang memadai. Disfungsi dapat terjadi pada saat sistole
atau diastole atau dapat merupakan akibat dari obstruksi. Kegagalan sistole atau pengaliran
kerusakan miokardium. Kegagalan diastole atau pengisian jantung dapat diakibatkan oleh
kardiomiopati hipertropik yang mengakibatkan buruknya preload, regurgitasi seperti pada
cacat katup, tamponad atau fibrosis perikardiaum yang mengakibatkan rendahnya preload,
Shock hipovolemik terjadi apabila ada defisit volume darah 15%, sehingga
kehilangan cairan tubuh secara akut atau kronik, misalnya karena oligemia, hemoragi, atau
kebakaran.
vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak memadai
untuk perfusi jaringan. Vasodilatasi perifer menimbulkan hipovelemia relatif. Contoh klasik
dari syok distributif adalah shock septik. Akan tetapi, keadaan vasodilatasi akibat faktor lain
juga dapat menimbulkan shock distributif, seperti pacuan panas (heat stroke), anafilaksis,
shock neurogenik, dan systemic inflamatory response syndrome (SIRS). Shock septik
merupakan komplikasi umum yang dijumpai pada praktik hewan kecil dan dilaporkan
merupakan penyebab kematian yang paling umum pada unit perawatan intensif bukan
kardium.
Tipe-tipe shock tersebut bervariasi dalam etiologi, tanda klinik, dan penanganan.
Seringkali terjadi lebih dari satu tipe shock pada seekor pasien; hewan yang mengalami shock
distributif juga akan mengalami hipovolemi. Shock distributif dan hipovolemik dapat
Shock ringan, kehilangan volume darah dibawah 20% dari volume total. Hipoperfusi
hanya terjadi pada organ non vital seperti kulit, jaringan lemak, otot rangka, dan tulang.
Gambaran klinik perasaan dingin takikardi, pucat, kulit lembab, kolaps vena, dan urin yang
pekat. Kesadaran masih normal, diuresis mungkin berkurang sedikit dan belum terjadi
asidodis metabolik.
Shock sedang, kehilangan 20% sampai 40% dari volume darah total. Hipoperfusi
merambat ke organ vital seperti hati, usus, dan ginjal, kecuali jantung dan otak. Gambaran
klinik berupa haus, takikardi, anuria, dan asidosis metabolik. Kesadaran relatif normal.
Shock berat, kehilangan lebih dari 40% dari volume darah total. Hipoperfusi terjadi
juga pada jantung dan otak. Gambaran klinik berupa penurunan kesadaran (agitasi atau
dilirium), hipotensi, takikardi, nafas cepat dan dalam, oliguria, serta asidosis metabolik.
2.3 Etiologi
Etiologi spesifik dari shock tidak diketahui, tetapi shock dapat terjadi karena stres
yang serius, misal karena trauma yang hebat, kegagalan jantung, perdarahan, terbakar,
anestesi, infeksi berat, obstruksi intestinal, anemia, dehidrasi, anafilaksis, dan intoksikasi.
Shock Hipovolemik
bakar, peritonitis), atau kehilangan air dan elektrolit (misalnya muntah dan diare).
Shock Kardiogenik
Disebabkan oleh :
miokardium akut.
kanan.
Curah jantung yang tidak adekuat, antara lain bradiaritmia, regurgitasi mitral
Tanda klinik shock bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara umum, tanda
kliniknya dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas pulsus jelek,
respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah, capillary refill time lambat,
takikardia atau bradikardia (kucing), oliguria, dan hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi).
Tekanan arteri rendah, membrana mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2
detik), temperatur rektal rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa dingin
merupakan tanda klinik shock kardiogenik dan hipovolemik. Untuk membedakan shock
kardiogenik dengan shock hipovolemik dibutuhkan anamnesis lengkap dan evaluasi jantung.
Pasien yang mengalami shock septik awal, membrana mukosanya mungkin masih merah,
CRT cepat (<1 detik), takikardia, demam, dan terasa hangat saat disentuh. Pada
perkembangan selanjutnya, membrana mukosa tampak keruh, CRT bertambah lambat (>2
detik), pulsus menjadi lemah, dan ekstremitas menjadi dingin. Gambaran unik terjadi pada
shock distributif pada kucing yang seringkali menunjukkan bradikardia daripada tekikardia.
2.5 Penanganan
Tujuan penanganan shock tahap awal adalah untuk mengembalikan perfusi dan
oksigenasi jaringan dengan cara mengembalikan volume dan tekanan darah. Pada tahap yang
lebih lanjut, pengembalian perfusi jaringan saja biasanya tidak cukup sehingga perlu
dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik yang terutama disebabkan oleh bakteri.
penyebab shock. Terapi lainnya tergantung pada penyebab shock itu sendiri.
Terapi cairan merupakan yang paling penting bagi pasien yang mengalami shock
hipovolemik dan distributif. Pemberian secara intravena akan memperbaiki volume darah
yang bersirkulasi, menurunkan viskositas darah, dan meningkatkan aliran darah vena,
jaringan dan memberikan pasokan oksigen kepada sel. Pada terapi awal dapat diberikan
Pada anjing yang mengalai hipovolemik dengan fungsi jantung normal, cairan Ringer
laktat atau Ringer asetat diberikan dengan cepat. Dosis yang direkomendasikan untuk shock
pada anjing adalah 90 ml/kg secara IV. Seperempat dari jumlah tersebut diberikan selama 5-
15 menit pertama dan bersamaan dengan itu dilakukan evaluasi terhadap respon
kualitas pulsus, dan CRT. Kecepatan dan volume terapi cairan harus dapat ditoleransi oleh
individu pasien. Kecepatan dan jumlah pemberian dimonitor pada tekanan vena sentral dan
pengeluaran urin.
Apabila perfusi jaringan berkurang karena kehilangan banyak darah, secara ideal
harus dilakukan transfusi darah dengan kecepatan tidak melebihi 22 ml/kg secara IV dan
Pada kasus shock kadiogenik, terapi cairan yang terlalu cepat dapat berakibat fatal
karena akan meningkatkan beban kerja jantung dan selanjutnya membahayakan sirkulasi.
Jika shock kardiogenik disebabkan oleh kontraktilitas miokardium yang jelek, disarankan
merupakan obat yang paling umum digunakan untuk meningkatkan fungsi jantung. Jika
hewan sedang diberian obat yang menekan miokardium, maka pemberian obat tersebut harus
dihentikan. Perikardiosentesis harus dilakukan jika efusi perikardium cukkup banyak dan
menyebabkan tamponad.
Pada shock distributif apabila hipotensi tetap terjadi walaupun telah dilakukan terapi
cairan yang cukup maka dibutuhkan pemberian vasopresor. Hal ini dikarenakan curah
jaringan, maka pada pasien hipotensi harus dilakukan terapi untuk memaksimalkan fungsi
jantung dengan terapi cairan dan obat inotropik, atau memodifikasi tonus pembuluh darah
Anjing yang edang mendapatkan penanganan shock harus terus dimonitor. Dua faktor
yang sangat penting untuk dimonitor adalah tekanan dan volume darah. Sebagai petunjuk
temperatur, hematokrit, dan pengeluaran urin. Untuk mengevaluasi terapi cairan pada shock
karena perdarahan sangat penting dilakukan pengukuran PCV (packed cell volume) dan TS
(total solid). Tekanan gas dalam darah sangat penting dalam penentuan dan memonitor
keseimbangan asam-basa.
Selain terapi cairan dapat juga digunakan beberapa terapi, antara lain dengan
atau Hydrocortisone sodium succinate dosis 10-2- mg/lb BB. Diberikan secara intravena dan
jika diperlukan dapat diulang setelah 6 jam. Terapi dengan Catecholamines dan stimulantia
dapat dipakai karena dapat memperbaiki perfusi jaringan dan output jantung dengan dosis 1
memperbaiki perfusi jaringan. Bat ini harus diberikan setelah sebagian cairan infus diberikan
dengan cukup sebab obat ini dapat menyebabkan hipotensi. Dosis yang dipakai adalah 0,25
mg/lb BB.
2.6 Pencegahan
1. Posisi Tubuh
a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi
organ vital.
b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan
terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti
c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita
tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk
memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan
nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan
d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala
agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh
lainnya.
e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan
kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan
tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar
2. Pertahankan Respirasi
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
3. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah,
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
Setiawan, Boedi. 2016. Presentasi Kuliah Bedah Shock. Fakulas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga. Surabaya.
Fitria, C N. 2010. Syok dan Penanganannya. Akper PKU Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.