Anda di halaman 1dari 13

SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Referat

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

DISTOSIA BAHU

Disusun Oleh
Ramdhan Gautama
06.55351.00294.09

Pembimbing
dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada


SMF/Laboratorium Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2011
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang . 3


1.2 Tujuan . 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi .. 5

2.2 Faktor risiko dan pencegahan 5

2.3 Diagnosis 6

2.4 Penanganan . 7

2.5 Komplikasi . 10

DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Angka kejadian distosia bahu menurut American College of Obstetricians


and Gynecologists (ACOG) adalah 0,6-1,4%. Namun angka kejadian ini bervariasi
mulai dari 1 dalam 750 kelahiran hingga 1 dalam 15 kelahiran (Sokol & Blackwell,
2003 dan Poggi dkk, 2004). Salah satu alasan utama variasi ini adalah kesulitan
dalam diagnosis dan adanya kasus distosia bahu yang tidak dilaporkan karena
kondisinya yang bersifat ringan dan dapat ditangani dengan outcome yang
menguntungkan (Allen & Gurewitsch, 2010). Bahkan kejadian distosia bahu
diperkirakan bisa lebih tinggi lagi karena tidak pernah dilaporkan oleh dokter atau
bidan yang menolong persalinan karena pertimbangan litigasi (Cluver & Hofmeyr,
2009).
Angka kejadian distosia bahu juga bervariasi berdasarkan berat bayi yang
dilahirkan, dimana 0,6-1,4% terjadi pada bayi dengan berat 2500-4000 gram, dan
meningkat hingga 5-9% pada bayi dengan berat 4000-4500 gram dari ibu tanpa
diabetes. Distosia bahu tidak dipengaruhi oleh status wanita yang primigravida
maupun dengan multigravida, meskipun lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari
ibu dengan diabetes (Sokol & Blackwell, 2003), dimana sebesar 16/1000 kelahiran
sering berhubungan dengan obesitas dan kontrol yang buruk terhadap diabetesnya
(SOGC, 2005).
Diperkirakan angka kejadian distosia bahu akan terus meningkat, yang
kemungkinan bisa disebabkan oleh adanya wanita yang memiliki anak pada usia
reproduksi lanjut dan juga tingkat obesitas yang semakin meningkat (Cluver &
Hofmeyr, 2009).
Distosia bahu mempunyai kemungkinan berulang sebesar 10-15%, dimana
wanita dengan riwayat persalinan distosia bahu yang mengakibatkan cedera pada
bayi yang dilahirkannya mempunyai resiko lebih besar berulang pada persalinan
selanjutnya (Lerner, 2004). Sehingga informasi adanya persalinan dengan distosia
bahu perlu disampaikan kepada wanita hamil untuk memudahkan perencanaan
persalinan pada kehamilan selanjutnya.

1.2 Tujuan

Referat ini akan memaparkan definisi, faktor risiko, diagnosis, penanganan,


dan komplikasi dari distosia bahu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Distosia bahu adalah persalinan yang memerlukan tambahan manuver
obstetri setelah kegagalan gentle downward traction pada kepala bayi untuk
melahirkan bahu (ACOG, 2002). Juga adanya patokan waktu antara lahirnya kepala
dengan lahirnya badan lebih dari 60 detik, maka dianggap sebagai distosia bahu dan
dibutuhkan manuver obstetrik tambahan (Spong dkk, 1995).

2.2 Faktor resiko & pencegahan


a. Makrosomia

Diartikan sebagai bayi besar berdasarkan berat badan post partum yang
berkisar dari 4000 -5000 gram. Bayi yang besar memiliki peningkatan
peluang terjadinya distosia bahu dan sulit diestimasi dengan pemeriksaan
Leopold, bahkan pemeriksaan USG juga tidak akurat dalam menilai berat
janin (Hendrix dkk, 2000). USG hanya memiliki sensitivitas 22-44% dan nilai
prediksi positif 30 - 44% dalam menentukan makrosomia. Dan kebanyakan
bayi dengan berat lahir di atas 4000 gram dengan persalinan pervaginam
tidak mengalami distosia bahu (Cluver & Hofmeyr, 2009).
b. Etnisitas
Wanita Afrika-Amerika memiliki peningkatan resiko terjadinya distosia bahu
(Cheng dkk, 2006). Ini dimungkinkan karena kecenderungan memiliki
panggul tipe android.
c. Presentasi janin
Posisi occipitoposterior memiliki efek protektif untuk distosia bahu, namun
risiko cedera pleksus brakialis meningkat dalam persalinan dengan
occipitoposterior yang persisten (Cheng dkk, 2006).
d. Kelainan persalinan
Insiden yang lebih tinggi distosia bahu bisa didapatkan pada persalinan kala
II lama yang mungkin berkaitan dengan makrosomia. Distosia bahu lebih
sering terjadi pada persalinan presipitatus (Cluver & Hofmeyr, 2009). Juga
banyak dilaporkan pada kala I lama, partus macet, stimulasi oksitosin, dan
persalinan pervaginam dengan tindakan (RCOG, 2005)

Pencegahan distosia bahu dilakukan dengan menawarkan pilihan dilakukan


seksio sesaria pada rencana persalinan pervaginam dengan janin luar biasa besar(>5
kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4 kg) dengan
riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya atau kala II memanjang dengan
janin besar (Smeltzer dkk, 2000).

2.3 Diagnosis
Salah satu gambaran yang sering terjadi adalah turtle sign dimana bisa
terlihatnya kepala janin namun juga bisa retraksi (analog dengan kura-kura menarik
ke dalam cangkangnya) dan wajah bayi yang eritematous. Ini terjadi ketika bahu bayi
mengalami impaksi didalam panggul ibu (Mir & Abida, 2010).
Distosia bahu juga dapat dikenali bila didapatkan keadaan :
- Kepala bayi telah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
- Kepala bayi telah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang
- Dagu tertarik dan menekan perineum
- Traksi pada kepala bayi tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap berada di
cranial simfisis pubis (Broek, 2002).
2.4 Penanganan

Yang paling diutamakan dalam penanganan distosia bahu adalah menghindari


3P yaitu :

1. Panic, semua penanganan dilakukan melalui manuver sistematis dan setiap


penolong harus tenang agar dapat mendengar dan mengerti ketika ada
permintaan bantuan dan dapat dengan jelas memimpin ibu untuk kapan
mengejan dan kapan tidak mengejan.
2. (Pulling) menarik di kepala / leher - traksi lateral akan meningkatkan resiko
cedera pleksus brakialis.
3. (Pushing) mendorong fundus, karena tidak akan membantu ketika bahu
benar-benar mengalami impaksi dan meningkatkan risiko ruptur uteri.
Tekanan dilakukan pada suprapubik untuk melepaskan impaksi bahu anterior.

Akronim ALARMER merupakan panduan yang dapat membantu


melakukan penanganan yang tepat, yaitu :
Ask for help
Legs hyperflexed (McRoberts manoeuvre),
Anterior shoulder disimpaction (suprapubic pressure)
Rotation of the posterior shoulder (Woods screw manoeuvre)
Manual delivery of the posterior arm
Episiotomy
Roll over onto all fours

1. Ask for help / Meminta bantuan


Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver McRoberts dan
penekanan suprapubik.
Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus.
2. Kaki hiperfleksi (manuver McRoberts)
Disiapkan masing-masing satu penolong di setiap sisi kaki ibu untuk
membantu hyperfleksi kaki dan sekaligus mengabduksi panggul
Memposisikan sakrum ibu lurus terhadap lumbal
3. Disimpksi bahu depan (tekanan suprapubik)
Bahu bayi yang terjepit didorong menjauh dari midline ibu, ditekan pada atas
simfisis pubis ibu. Tekanan suprapubik ini dilakukan untuk mendorong bahu
posterior bayi agar dapat dikeluarkan dari jalan lahir dan digunakan tumit
tangan.

4. Rotasi bahu posterior (manuver Woods screw)


Digunakan 2 jari untuk menekan sisi anterior bahu dan memutarnya hingga
1800 atau oblique, dapat diulang jika diperlukan.
5. Mengeluarkan secara manual lengan posterior
Ditentukan siku lengan posterior bayi, difleksikan dengan tekanan pada fossa
antecubital sehingga tangan bayi dapat dipegang. Tangan tersebut kemudian
ditarik hingga melewati dada bayi sehingga keseluruhan lengan dapat
dilahirkan.

6. Episiotomi
Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu,
dengan memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke
dalam vagina untuk melakukan manuver lainnya.
7. Roll over on all fours
Langkah ini memungkinkan posisi bayi bisa bergeser dan terjadi disimpaksi
bahu anterior. Hal ini juga memungkinkan akses yang lebih mudah untuk
memutar bahu posterior atau bahkan melahirkannya langsung.

Jika manuver tersebut tidak ada yang berhasil, bisa disarankan untuk
mematahkan klavikula bayi, simpisiotomi, manuver Zavanelli . Bila distosia bahu
telah berhasil ditangani, maka dilakukan :

Penilaian bayi untuk mengetahui adanya trauma.


Analisa gas darah tali pusat.
Penilaian ibu untuk tears pada saluran genital.
Manajemen aktif kala III untuk mencegah perdarahan postpartum.
Mencatat manuver yang telah dilakukan.
Menjelaskan semua langkah yang telah dilakukan kepada ibu dan keluarga
yang mungkin ada pada saat dilakukan penanganan (SOGC, 2005).

2.5 Komplikasi

Sekuel dari distosia bahu dan berbagai manuver obstetrik untuk melahirkan
bahu bayi diantaranya adalah : fraktur klavikula, lesi pleksus brachialis, distensi otot
sternocleidomastoid dengan atau tanpa hematoma, paralisis diafragma, sindrom
Horner, asfiksia peripartal dan cerebral palsy serta kematian peripartal. Cedera
pleksus brachialis merupakan komplikasi janin yang paling penting untuk
diperhatikan dari distosia bahu, karena pada beberapa kasus menjadi disfungsi
pleksus brachialis permanen (Hruban dkk, 2010).
Komplikasi ibu akibat distosia bahu adalah perdarahan postpartum, laserasi
serviks dan vagina, simpisiolisis dan rupture uterus dan dilakukannya seksio cesaria
sekunder akibat gagalnya prosedur obstetrik atau sebagai kelanjutan manuver
Zavanelli's (Hruban dkk, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Allen, Robert H & Edith D Gurewitsch 2010. Shoulder dystocia.


http://emedicine.medscape.com/article/1602970-overview

Broek, NV 2002. Life saving skills manual essential obstetric care. London : RCOG
Press

Cheng YW, Norwitz ER, Caughey AB 2006. The relationship of fetal position and
ethnicity with shoulder dystocia and birth injury. Am J Obstet Gynecol; 195(3):
856-862.
Cluver CA & GJ Hofmeyr 2009. Shoulder dystocia: An update and reviewof new
techniques. SAJOG volume 15 No. 3.
Hendrix NW, Grady CS, Chauhan SP, 2000. Clinical vs. sonographic estimate of
birth weight in term parturients. A randomized clinical trial. J Reprod Med 45:
317-220.
Hruban L, Prochzka M, Jank P 2010. Shoulder dystocia during vaginal delivery.
Ceska Gynekol 75(4):79-274.
Lerner, Henry 2004. Shoulder dystocia fact, evidence, and conclusions.
http://www.shoulderdystociainfo.com/shoulder_dystocia.htm
Mir, Shylla & Abida Ahmad 2010. Review article : Shoulder dystocia. JK Science
volume 12 No.4
Poggi SH, Allen RH, Patel CR, Ghidini A, Pezzullo JC, Spong CY
2004. Randomized trial of McRoberts versus lithotomy positioning to decrease
the force that is applied to the fetus during delivery. Am J Obstet
Gynecol. Sep 2004;191(3):874-8.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists 2005. Shoulder dystocia.
Guideline no. 42

Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada (SOGC), 2005. Advances in


Labour and Risk Management Course (ALARM) 13th edition dalam Perinatal
Outreach Program of Southwestern Ontario PERINATAL MANUAL
CHAPTER 12 SHOULDER DYSTOCIA.
http://www.sjhc.london.on.ca/sjh/profess/periout/chapters/12_shoulder_dystoci
a_revised_apr_06.pdf

Smeltzer, JS 2000. Shoulder dystocia, dalam Clinical maternal-fetal medicine. New


York : Parthenon Publishing 92-183
Sokol RJ, Blackwell SC 2003. American College of Obstetricians and Gynecologists.
Committees on Practice Bulletins-Gynecology. Shoulder dystocia. Int J
Gynecol Obstet :80:87-92

Anda mungkin juga menyukai