Definisi
Sebenarnya definisi fisiologi yang sempurna DC hingga saat ini belum ada. Oleh
kebanyakan penyelidik, sindroma klinik ini diartikan sebagai suatu keadaan dengan curah
jantung yang tidak adekuat lagi untuk memenuhi kebutuhan seluruh tubuh akan zat asam baik
pada waktu kegiatan maupun istirahat, sementara venous filling masih cukup baik.
Kalau pada sebagian besar kasus terlihat curah jantung berkurang secara absolut (low-
output failure), maka pada beberapa kasus yang lain meskipun curah jantungnya sudah cukup
besar namun masih tetap inadekuat (high-output failure) misalnya pada hyperthyroidism.
Insidens
DC terjadi lebih sering pada umur 5 bulan pertama. Sebagai penyebab paling sering pada
umur 1 minggu pertama ialah hypoplasia jantung kiri pada umur 1 bulan pertama : Co. A, PDA
dan VSD dan pada umur 2 bulan pertama : transposisi arteri-arteri besar dan VSD. Kecuali
disertai lesi jantung lain maka VSD dan PDA jarang menyebabkan DC pada bayi berumur
kurang dari 6 minggu, sebab tahanan vaskular paru-paru masih tinggi sehingga tidak terjadi
aliran darah berlebihan melalui shunt kiri kekanan. Demikian pula TP dan ASD II tidak
menimbulkan DC pada bayi dan anak. KJB jarang menimbulkan DC pada kasus sesudah umur 1
tahun : kalau terjadi maka mungkin ditimbulkan oleh komplikasi SBE atau anemia.
Kalau DC ditimbulkan oleh KJD (biasanya PJR) maka umumnya terjadi sesudah umur
5 tahun.
Etiologi
Fisiologik penyebab DC dapat disusun sebagai berikut :
1. Beban tekanan ;
a. Hipertensi : hipertensi sistemik (nefritis akuta) dapat menimbulkan DC kiri sedangkan
hipertensi pulmonal dapat mengakibatkan DC kanan,
b. Obstruksi pada bagian outflow ventrikel (diatas/pada/dibawah katub semilunar)
misalnya PS dan AS.
2. Beban isi :
a. Shunt kiri kekanan : VSD dan PDA
b. Reflux pada bagian outflow ventrikel ; AI dan PI.
c. Reflux pada bagian inflow ventrikel : MI dan TI.
d. Retensi cairan intravaskular : infus yang masif, payah ginjal.
3. Meningkatnya isi per menit hyperkinetic circulatory state , (menimbulkan high-output
failure) misalnya A-V fistula, anemia, Paget's disease of the bone, hypoxic (cystic fibrosis)
cor pulmonale, beri-beri, thyrotoxicosis.
Kalau pada jantung normal payah jantung baru dapat terjadi sesudah Hb menjadi 5 gm%
atau kurang, maka pada KJB payah jantung sudah dapat timbul pada Hb 7-8 gm%.
4. a. Perubahan frekuensi denyut jantung, lebih 180-200 per menit (tachycardia) dan kurang
56-58 per menit (brady-aritmia),
b. Tachy-aritmia disertai hilangnya atrial support misalnya paroxysismal supraventricular
tachycardia, fibrilasi atrial, ritme nodal. Umumnya bila tachyaritmia menetap selama 56
jam maka kemungkinan mengalami DC adalah 20%, dan kalau berlangsung lebih
daripada 48 jam kemungkinan tersebut meningkat menjadi 50%.
5. Kelainan pada myocard mjsalnya peradangan bakterial/virus, eksotoxiri (difteri), gangguan
gizi (beri-beri), gangguan metabolisme (diabetes mellitus), cardiomyopathy dan penyakit
myocard primer.
6. Sebagai komplikasi post operatif KJB.
7. Kombinasi penyebab-penyebab tersebut diatas.
Fisiologi
Teoritis dikenal 2 konsep DC yaitu backward dan forward failure. Pada teori backward
failure, jantung disamakan dengan 2 pompa yang bekerja sendiri-sendiri (ventrikel kanan dan
kiri), yang gagal bila salah satu pompa tidak sanggup mengosongkan isinya yang diperoleh dari
pompa yang lain misalnya kalau ventrikel kiri gagal dan tidak sanggup mengosongkan isinya
yang diperoleh dari ventrikel kanan maka seterusnya akan bekerja sebagai bendungan dan
menyebabkan bertambah penimbunan darah di bagian belakangnya. Keadaan ini akan
mengakibatkan peninggian isi tekanan dalam atrium kiri/ kanan pulmonalis dan kemudian
didalam arteri pulmonalis, ventrikel kanan, sehingga terjadi bendungan dalam sirkulasi paru (DC
kiri). DC kanan yang ditandai dengan bendungan dalam vena sistemik sukar diterangkan dengan
teori backward failure tersebut karena bendungan terjadi tidak menimbulkan suatu akibat yang
gawat seperti halnya dengan bendungan dalam sirkulasi paru.
Pada teori forward failure, curah jantung menjadi kurang karena ventrikel hanya sanggup
memompa sebagian darah yang ada didalamnya.
Untuk mengatasi perubahan fisiologi sindroma klinik ini. Diduga beberapa faktor ikut
bekerja bersama-sama, dan akan menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
1. Hipertrofi dan dilatasi myocard
Supaya curah jantung menjadi adekuat maka mekanisme yang mumnya tanda-tanda DC yang
terdapat ialah :
- Tachycardia, terjadi akibat bertambahnya rangsangan pada saraf simpatis dan brain bridge
reflex. Sebaiknya denyutan jantung dihitung waktu anak tidur supaya tidak dipengaruhi
faktor-faktor lain Pada bayi denyutan jantung meningkat menjadi lebih dari 180 poer menit
dan pada anak lebih dari 150/menit. Kalau masing-masing meningkat lebih dari 200/menit
dan 180/menit maka mungkin sudah terdapat supraventricular tachycardia.
- Tachypnea (sebenarnya hyperpnea), frekwensi pernafasan meningkat menjadi lebih dari
60/menit pada bayi dan lebih dari 40/menit pada anak. Mekanismenya dapat diterangkan
sebagai berikut :
Akibat dari DC kiri maka terjadi peninggian tekanan dalam atrium kiri dan secara tidak
langsung juga dalam vena pulmonalis. Proses ini menyebabkan transudasi cairan kedalam
jaringan interstitial paru2 sehingga akhirnya paru-paru menjadi keras dan kaku serta
terhalang gerakannya. Supaya isi per menit tetap terpenuhi maka melalui rangsangan pada
receptor di paru / jantung terjadilah pernafasan yang dangkal dan cepat
- Hepatomegali, merupakan tanda khas dari DC kanan. Terdapat peninggian tekanan dalam
vena sistemik yang secara sekunder menyebabkan hepatomegali. Pada bayi hepatomegali
cepat terjadi karena hepar mudah teregang. Tepi hepar seringkali teraba tumpul.
Ketiga manifestasi utama DC tsb terdapat pada hampir semua penderita biventricular
failure (trias bivfentricular failure). Tachypnea tidak terlihat pada DC kanan yang murni.
- Batuk yang persisten, ronchi, wheezing, dan sputum yang bercampur darah terjadi karena
bendungan pada paru-paru.
- Edema perifer, pada bayi dan anak dapat dilihat pada daerah bokong (sacrum), punggung
tangan, sekitar mata dan muka. Oedema pretibial jarang terjadi.
- Bendungan vena jugular, sukar dinilai pada anak karena lehernya pendek dan gemuk
apalagi bila anak rnenang'is dan menahan nafas.
- Sianosis, dapat :
a. Perifer, terjadi karena curah jantung berkurang dan karena pengambilan O2 berlebihan
dalam jaringan akibat perbedaan tekanan O2 arteriovenous yang besar pada lapangan
kapiler.
b. Pulmonal, disebabkan oleh karena gangguan oksigenasi di paru-paru.intrakardial, timbul
kalau penyebabnya KJB dengan shunt kanan kekiri.
2. Capek dan lemah / toleransi kerja berkurang; terjadi karena curah jantung berkurang pada
aktifitas. Pada bayi gejala ini muncul sebagai keluhan lekas capek kalau diberi minum.
3. Berat badan bertambah, karena retensi cairan (200-300 gm/24 jam)
4. Tekanan darah, dapat normal pada DC yang ringan, tekanan sistole yang rendah (50-70
mmHg) terdapat pada DC berat dan dan akan mencapai nilai semula lagi kalau DCnya telah
teratasi. Pulsasi arteri perifer lemah dan tekanan nadi kecil.
5. Waktu sirkulasi, memanjang sampai 30-50 detik (N : 6-12 detik). Perpanjangan waktu
disebabkan oleh bendungan dalam vena sistemik dan sirkulasi paru-paru.
6. Gangguan pertumbuhan, (failure to thrive / poor weight gain) yang diakibatkan oleh :
Kesukaran makan/minum (calorie intake kurang) dan
Meningkatnya rangsangan saraf sympatis sehingga terjadi hypermetabolisrae,
1. Banyak berkeringat, terutama pada kasus-kasus dengan shunt kiri kekanan yang besar seperti
VSD dan PDA. Terjadinya simptom ini karena terdapat hipermetabolisme plus aliran darah
perifer yang kurang. Satu-satunya cara untuk mempertahankan suhu badan yang normal ialah
dengan banyak berkeringat. Banyak berkeringat biasanya terdapat pada kasus-kasus DC yang
dini.
2. Membrana mukosa tidak mengkilap lagi, kuku kabur.
3. Jantung biasanya membesar, dan bunyi, jantung lemah.
Seringkali terdapat BJ III dan IV Ritme gallop terdapat terutama pada KJB, isolated
myocarditis dan nephrotic heart disease yang mengalami DC. Ritme gallop pada PJR plus DC
berarti ada carditis yang aktif. Adanya bising jantung tergantung pada jenis lesi dasar yang
menyebabkan DC.
Kardiomegali mungkin tidak ditemukan pada awal kelainan seperti miokarditis, atresia
vena pulmonalis cortriatriatum dan total anomalous venous drainage.
Pada kasus low-output failure biasanya terdapat nadi arterial lemah, sedangkan pada high-
output failure nadi teraba kuat.
Pada DC kanan dapat dilihat gejala-gejala yang sesuai dengan fisiologi dari bendungan
pada ventrikel kanan / bendungan vena sistemik mis. tekanan vena jugular tinggi,
hepatomegali oedema dll.
Umumnya gambaran klinik DC kiri (terutama pada Co.A, AS dan endoicardial
fibroelastosis) 'terdiri dari gejala-gejala : bendungan pada sirkulasi paru-paru misalnya
tachypnea, lekas capek kalau minum, whizing, ronchi, sputum bercampur darah dan kapasitas
vital berkurang.
Laboratirum
a. Darah :
Pada DC, nilai Hb dan jumlah eritrosit sedikit berkurang akibat proses hemodilusi. Jumlah
lekosit dapat tinggi pada infeksi sekunder, endocarditis atau sepsis. Kadar gula darah rendah
karena penimbunan glikogen dalam hepar berkurang.. Kadar Na dalam darah sedikit
berkurang. Walaupun Na total dalam tubuh bertambah. Keseimbangan asam-basa tergantung
pada keadaan metabolisme, calorie intake, fungsi paru-paru besar,besarnya shunt dan fungsi
ginjal.
b. Kencing :
Terdapat oliguri berat jenis kencing meningkat, transient albuminuri dan microscopic
hematuri.
Elektrokardiografi
Catatan EKG dapat normal atau mengikuti kelainan dasar penyebab DC.
Kateterisasi
Biasanya terdapat peninggian tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri, atrium kiri, dan
vena pulmonalis. Tekanan dalam atrium kanan baru meningkat pada keadaan yang sudah lanjut,
Radiologi
Terlihat pembesaran jantung yang difus. Kalau ada DC kiri maka dapat ditemukan tanda-
tanda bendungan pada vena pulmonalis. Pada sinar tembus terlihat kontraksi jantung berkurang
akibat peninggian isi diastole dan curah jantung yang berkurang. Pada keadaan tertentu mungkin
masih diperlukan lagi pemeriksaan : isotope scanning technic, echokardiografi dan
angiokardiografi.
Diagnosis Banding
Tidak jarang dilihat bayi dengan tanda-tanda / gejala-gejala KJB dirawat sebagai DC
karena menunjukkan gambaran klinik yang serupa misalnya penderita dengan shunt kanan kekiri
dan masih kompensasi yang menunjukkan tanda-tanda kardiomegali, sianosis, tachycardia, dan
tachynea akibat radang atau bendungan di paru-paru. Kasus-kasus ini baru digolongkan dalam
DC kalau terdapat hepatomegali, edema, intoleransi kerja, dan tekanan dalam atrium kanan
tinggi.
Pengobatan
Pada pengobatan DC, penatalaksanaan tidak saja ditujukan pada yang ada tetapi juga
meliputi usaha-usaha untuk menghilangkan kelainan dasarnya.
1. Istirahat
Istirahat absolut dijalankan karena adanya peninggian konsumsi O2 yang relatif. Dengan
istirahat diharapkan kerja jantung menjadi kurang.
2. Digitalisasi
Perlambatan denyut jantung dapat dicapai dengan memakai obat digitalis. Usaha ini pouting
untuk memperbaiki fungsi, jantung yang dekompensasi. Karena efek obat, juga
menyebabkan kontraksi jantung bertambah kuat maka perbaikan klinis dapat segera dilihat
akibat curah jantung yang bertambah adekuat. Digitalis ternyata hanya bekerja pada jantung
yang gagal fungsinya. Dengan dosis terapeutik terlihat tidak terjadi perlambatan frekuensi
denyutan pada jantung yang normal. Obat ini sangat minim efeknya terhadap kasus dengan
high-output failure serta cor pulmonale yang diakibatkan oleh hipertensi pulmonal. Daya
kerja lain digitalis ialah diuretika dan ini tidak tergantung pada efek terhadap jantung. Pada
penderita minus edema atau edema non kardial, terlihat timbul sedikit peninggian ekskresi
garam dan air setelah diberikan digitalis.
Diantara obat-obat digitalis maka digoxin merupakan "the product of choice". Daya
kerjanya cepat (50 menit) dan maksimal sudah dicapai dalam waktu 2-4 jam. Efeknya
berlangsung 4-7 hari. Dapat diberikan per oral atau parenteral. Kalau diberikan dosis per oral
maka absorpsi yang terjadi + 80%. Dosis parenteral ialah 3/4 dosis oral. Dalam waktu 24-48
jam setelah pemberian, terlihat sebagian besar obat telah dikeluarkan dari dalam tubuh. Obat
ini dibuat oleh pabrik Burroughs-Wellcome sebagai lanoxin dalam bentuk tablet putih (0.25
mgm), tablet biru (0.0625 mgm), elixer (0.05 mgm/ml) dan suntikan. Biasanya daya kerja
digoxin sudah nyata sebelum timbul tanda-tanda keracunan. Kalau terdapat tanda-tanda
keracunan maka mampu ringan serta berlangsung singkat. Dosis yang dianjurkan :
* Prematur dan neonatus (0-30 hari) :
1. Dosis digitalisasi 0.03 - 0.05 mg / kgBB i.m.
2. dosis maintenance 1/10 - 1/5 dosis digitalisasi i.m.
* 1 bulan - 2 tahun :
1. dosis digitalisasi 0.06 - 0.08 mg / kgBB oral, 0.04 mg / kgBB
i.m
2. dosis maintenance : 1/5 - 1/3 dosis
digitalisasi, oral
* 2 - 6 tahun :
1. dosis digitalisasi : 0.04 - 0.06 mg / kgBB oral, 0,03 mg / kgBB
i.m.
2. dosis maintenance : 1/5 - 1/5 dosis digitalisasi
* 6 - 12 tahun :
1. dosis digitalisasi : 0.02 - 0.04 mg / kgBB oral, 0.03 mg / kgBB i.m.
2. dosis maintenance : 1/5 - 1/5 dosis digitalisasi oral.
Cara pemberian 1/2 dosis digitalisasi diberikan sekaligus pada permulaan, 1/4 dosis diberikan 8
jam kemudian dan sisanya 8 jam kemudian setelah pemberian kedua. Pemberian digitalisasi
dilanjutkan dengan pemberian digitalis maintenance. Sebaiknya digitalisasi diberikan rumah
sakit sambil mengamati nadi penderita. Sebelum pemberian kedua dilihat lebih dahulu rekaman
EKG dan denyutan nadi. Kalau ada tanda-tanda keracunan maka dosis digitalisasi ke-3 tidak
diberikan lagi. Kadang-kadang diperlukan juga. dosis keempat 8 jam setelah pemberian dosis ke-
3 (besarnya sama dengan dosis ke-3), bilamana sesudah pemberian dosis ke-3 belum ada tanda-
tanda keracunan. Tujuannya agar dicapai efek digitalis yang maximal dan ini baru dicapai kalau
kadar dalam darah mendekati kadar toxis.
Sesekali pada keadaan yang mendesak dapat diberikan secara i.v. dengan dosis sebesar 1/4 - 1/2
dosis digitalisasi dan pemberian berikutnya secara i.m. atau oral. Ada pula klinik yang membagi
dosis digitalisasi dalam 3 (tiap 8 jam) atau 4 (tiap 6 jam) kali pemberian dengan dosis yang sama
diikuti kemudian dengan pemberian maintenance. Digitalisasi tsb dilakukan dalam 48 jam.
Sebaiknya pada beberapa kasus KJB dengan shunt kiri kekanan yang besar (terutama
VSD) yang menunjukkan tanda2 cardiomegali tetapi masih kompensasi diberikan maintenance
digitalis.
Sampai kapan digitalis diberikan masih belum ada persesuaian pendapat, karena
tergantung pada kelainan dasar yang ada. Kepada bayi yang mendapat serangan paroxysmal
supraventricular tachycardia sebelum umur 5 bulan diberikan digitalis dengan dosis main-
tenance sekurang-kurangnyanya selama 1 tahun. Pada. penderita DR dan myocarditis, diberikan
digitalis sedikit-dikitnya selama 2 tahun setelah gejala hilang.
Obat digitalis yang dipakai sebaiknya 1 macam saja untuk seterusnya agar diperoleh
pengalaman dalam menggunakannya dan mudah dikenal tanda-tanda keracunan bila ada.
Karena adanya toleransi individu terhadap digitalis maka dosis dapat berbeda pada setiap anak
atau bayi. Keracunan digitalis dapat terjadi akibat pemakaian dosis berlebihan atau karena
kecelakaan / terminum anak. Gejala dini yang dapat ditemukan ialah rasa mual, muntah dan
anorexia.
Keluhan-keluhan lain dapat berupa gangguan penglihatan, pusing dan sakit kepala. Pada
EKG dapat pula dilihat tanda-tanda keracunan, biasanya dalam bentuk aritmia dan block.
Tanda2 yang khas ialah perubahan-perubahan pada segmen ST dan inversi permulaan
gelombang T. Kadang-kadang perubahan ini tidak ditemukan. Walaupun tidak diperlukan
tindakan yang spesifik namun tindakan pertama yang dilakukan ialah segera menghentikan
pemberian digitalis dan kalau perlu disertai dengan pemberian KC1 secara i.v.
3. Diuretika
Golongan obat ini berguna untuk DC yang mempunyai retensi cairan dan sodium yang
banyak. Pada anak dan bayi dimana sukar menghilangkan garam dari dalam makanannya, obat
ini sangat berarti. Pemberian digitalis plus diuretika merupakan indikasi Kalau digitalis saja
tidak memberikan hasil yang memuaskan. Walaupun demikian, pemakaian diuretic harus
disertai dengan pengawasan agar tidak terjadi kehilangan elektrolit (Na, Cl, dan K) / efek
sampingan. Diuretika biasanya dibutuhkan pada fase akut DC dan hanya sesekali dipakai untuk
waktu yang lama. Yang seringkali dipakai dengan hasil memuaskan ialah Furosemide (lasix,
urecen, impugan). Efek diuretikanya sudah terdapat dalam waktu 20 menit setelah pemberian per
oral sehingga seringkali tidak dibutuhkan pemberian i.v. Dosis ; 1-2 mgm/kgBB. Golongan
diuretika lain yang dapat digunakan juga ialah : Ethacrinic acid (edecrin), Mercurial compounds,
Chlorthiazide (diuril), Purin, Carbonic anhydrase inhibittor, Garam-garam Ammonium Cl dan
Calcium chloride, dan Spirolactone.
4. Diet
Kalori diberikan sesuai dengan kebutuhan bayi / anak. Umumnya makanan dalam bentuk
lunak dan rendah garam. Cairan yang diberikan 80-100 ml/kgBB sehari, maximal 1.500 ml.
1. Pengobatan suportif
a. Zat asam : Pemberian zat asam dapat menyebabkan perbaikan simptom dan peninggian
tekanan O2 didalam vena pulmonalis. Aliran O2 yang dibutuhkan untuk inkubator ialah 4-
5 menit dan untuk kubah 8-10 liter/menit,
b. Sedativa : diberikan pada anak yang tidak tenang misalnya luminal atau morfin.
c. Suhu kamar : Penderita dengan shunt kiri kekanan : yang besar plus hipermetabolisme
sebaiknya dirawat dalam kamar yang sejuk.
d. Posisi : bayi ditidurkan dengan posisi kepala lebih tinggi 20 - 50 derajat supaya keluhan
sesak nafas berkurang
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.
f. Mengatasi anemia ;
DC yang disebabkan oleh anemia, diatasi dengan transfusi packed cells agar tidak terjadi
penambahan beban pada isi jantung. Kalau perlu dengan memakai 3-4-5 rules.
g. Antibiotika : terutama pada kasus yang ada peradangan paru-paru.
h. Rotating tourniquet.
Tourniquet,dipasang secara berpindah-pindah pada salah satu anggota gerak untuk
mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh edema paru-paru yang akut.
Tidak selalu kasus DC mudah diatasi. Pada DC yang refrakter penyebabnya mungkin karena :
1. Pengobatan tidak adekuat
2. Terdapat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
3. Terdapati SBE
4. Adanya shunt kiri kekanan yang besar (VSD besar).
Prognosis
Kalau meninggal biasanya pada umur muda, faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
ialah :
1. Umur makin muda makin buruk
2. Sukar diatasi DC
3. Penyebab DC
4. Akut atau kronis
5. Cepat atau lambat dimulai pengobatan
Gagal jantung didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mana jantung tidak dapat
menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Pada stadium awal gagal jantung, berbagai mekanisme kompensatoir dibangkitkan untuk
mempertahankan fungsi metabolic normal (cadangan jantung). Ketika mekanisme ini
menjadi tidak efektif, akibatnya manifestasi klinisnya makin bertambah berat (Nelson).
Patofisiologi. Jantung dapat dipandang sebagai pompa dengan curah yang sebanding dengan
pengisiannya dan berbanding terbalik dengan tahanan yang melawan pompanya. Ketika
volume akhir diastolic ventrikel naik, jantung sehat akan menaikkan curah jantung sampai
suatu maksimum dicapai dan curah jantung tidak dapat diperbesar lagi (prinsip Frank-
Starling). Kenaikan volume sekuncup yang dicapai dengan cara ini disebabkan oleh
regangan serabut-serabut miokardium, tetapi menaikkan tegangan dinding juga, dan
menaikkan konsumsi oksigen miokardium. Jantung yang bekerja dibawah pengaruh berbagai
jenis stes akan berfungsi sepanjang kurva Frank Starling yang berbeda. Otot jantung dengan
kontraktilitas intriksik yang terganggu akan memerlukan derajat dilatasi yang lebih besar
untuk menghasilkan kenaikkan volume sekuncup dan tidak akan mencapai curah jantung
maksimal sama seperti miokardium normal. Jika rongga jantung dilatasi karena lesi yang
menyebabkan kenaikkan prabeban (preload), hanya aka nada sedikit ruangan utnuk dilatasi
dan memperbesar curah jantung selanjutnya. Adanya lesi yang mengakibatkan kenaikkan
beban pasca (afterload) terhadap ventrikel (stenosis aorta atau pulmonal, koartasio aorta)
akan mengurangi kinerja jantung, sehingga menyebabkan hubungan Frank Starling tertekan.
Kemampuan jantung imatur untuk menaikkan curah jantung dalam responnya terhadap
kenaikan prabeban agak kurang daripada kemampuan jantung dewasa (matur). Dengan
demikian, bayi premature akan lebih tergantung oleh shunt setinggi duktus dai kiri ke kanan
daripada bayi yang cukup bulan (Nelson).
Transport oksigen sistemik (TOS) dihitung sebagai hasil kali curah jantung (CJ) dan kadar
oksigen sistemik (KO2). Curah jantung dapat dihitung sebagai hasil kali frekuensi jantung
dan volume sekuncup (FJ x VS). Penentu utama volume sekuncup adalah beban pasca
(beban tekanan), prabeban (beban volume), dan kontraktilitas (fungsi miokardium intriksik).
Kelainan frekuensi jantung dapat juga mengganggu curah jantung, termasuk bradiaritmia
maupun takiaritmia, yang memperpendek interval waktu diastole selama pengisian ventrikel.
Perubahan dalam kemampuan darah dalam membawa oksigen (missal anemia atau
hipoksemia) akan juga menyebabkan penurunan dalam TOS, dan jika mekanisme
kompensatoir tidak cukup, dapat juga berakibat penurunan penghantaran substrat ke
jaringan, suatu bentuk gagal jantung. Pada beberapa kasus gagal jantung, CJ normal atau
naik, tetapi karena kadar oksigen sistemik (KO2) menurun (akibat anemia) atau
bertambahnya kebutuhan oksigen (akibat hipoventilasi, hipertiroidisme, atau
hipermetabolisme) jumlah oksigen yang dihantarkan tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Keadaan ini disebut gagal curah tinggi, berakibat timbulnya tanda-tanda
dan gejala-gejala gagal jantung kongestif bila tidak ada kelainan dasar pada fungsi
miokardium dan curah jantung lebih besar daripada normal. Keadaan ini juga tampak pada
fistula arteriovenosa sistemik besar. Penyakit ini mengurangi tahanan vascular perifer dan
beban pasca jantung, dan menambah kontraktilitas miokardium. Menghasilkan gagal
jantung bila kebutuhan curah jantung melebihi kemampuan jantung utnuk berespon. Gagal
curah tinggi berat kronis akhirnya dapat menyebabkan penurunan kinerja miokardium karena
kebutuhan metabolic miokardium sendiri tidak terpenuhi (Nelson).
Satu mekanisme kompensatoir utama untuk menaikkan curah jantung adalah naiknya tonus
simpatik, akibat bertambahnya sekresi epinefrin adrenal dalam sirkulasi dan bertambahnya
pelepasan norepinefrin saraf. Pengaruh manfaat awal rangsangan simpatis adalah kenaikan
frekuensi jantung dan kontraktilitas miokardium, yang kedua berperan menaikkan curah
jantung. Karena vasokonstriksi yang terlikalisasi, aliran darah dapat didistribusikan lagi dari
kulit, visceral dan bantalan kapiler ginjal kejantung dan otak. Namun, kenaikan rangsangan
simpatis yang lama dapat mempunyai pengaruh merugikan juga, termasuk
hipermetabolisme, kenaikan beban pasca, aritmogenesis, kenaikan kebutuhan oksigen
miokardium, dan toksisitas miokard langsung. Vasokonstriksi perifer dapat berakibat
penurunan fungsi ginhajl, hati, dan saluran gastrointestinal (Nelson).
Manifestasi Klinis. Manifestasi klinis ini tergantung pada tingkat cadangan jantung pada
berbagai keadaan. Bayi yang sakit berat atau anak yang mekanisme kompensatoirnya telah
sangat lelah pada saat di mana ia tidak mungkin lagi memperoleh curah jantung yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolism basal tubuh, akan bergejala pada saat istirahat.
Penderita lain dapat merasa senang bila tenang tetapi tidak mampu menaikkan curah jantung
sebagai respon terhadap aktivitas yang ringan sekalipun tanpa timbul gejala-gejala yang
berarti. Sebaliknya, anak mungkin memerlukan kerja fisik yang agak berat untuk
mengganggu fungsi jantung pada anak yang menderita penyakit jantung kurang berat.
Riwayat menyeluruh sangat penting, baik dalam membuat diagnosis maupun dalam
mengevaluasi kemungkinan penyebab. Orang tua yang mengamati bayinya setiap hari
mungkin tidak mengenali perubahan yang tidak kentara yang telah terjadi selama perjalanan
beberapa hari atau minggu. Sianosis mungkin hanya dipandang hanya warna gelap dan
tidak dikenali sebagai tanda abnormal. Riwayat dari bayi muda harus juga memfokuskan
pada pemberian minum. Bayi dengan gagal jantung kongestif sering minum volume yang
kurang setiap kali minum, menjadi dispnea sewaktu menghisap, dan dapat berkeringat
banyak. Mendapatkan riwayat kelelahan pada anak yang lebih tua memerlukan pertanyaan
spesifik mengenai aktivitas (Nelson).
Pada anak, tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung kongestif serupa dengan tanda-tanda
dan gejala-gejala pada orang dewasa. Tanda-tanda ini meliputi kelelahan, tidak tahan kerja
fisik, anoreksia, nyeri abdomen, dan batuk. Dipsnea merupakan gambaran kongesti paru.
Kenaikan tekanan venosa sistemik dapat diukur dengan penilaian klinis tekanan vena
jugularis dan pembesaran hati. Ortopnea dan ronki basal dapat ada; edema biasanya dapat
dilihat pada bagian tubuh yang menggantung, atau dapat ada anarsaka. Kardiomegali selalu
ditemukan. Sering ada irama gallop, tanda-tanda auskultasi llain khas untuk lesi jantung
spesifik (Nelson).
Pada bayi, gagal jantung kongestif mungkin lebih sukar ditentukan. Manifestasi yang
menonjol adalah takipnea, kesukaran makan, pertambahan berat jelek, keringat berlebihan,
iritabilitas, nangis lemah, dan pernafasan berisik, berat, dengan retraksi interkostal atau
subkostal serta cuping hidung mengembang. Tanda-tanda kardiopulmonal mungkin tidak
dapat dibedakan dengan tanda-tanda bronkiolitis, termasuk mengi sebagai tanda yang paling
mencolok. Pneumonitis dengan atau tanpa atelektase sering ada, terutama lobus medius dan
bawah kanan, karena kompresi bronkus oleh jantung yang membesar. Hepatomegali hampir
selalu terjadi, dan selalu ada kardiomegali. Walaupun takikardi mencolok, irama gallop
seringkali dapat dikenali. Tanda-tanda auskultasi lain adalah tanda-tanda yang dihasilkan
oleh lesi jantung yang mendasari. Penilaian klinis tekanan vena jugularis pada bayi mungkin
sukar karena leher pendek dan sukar diamati pada keadaan relaks. Edema dapat menyeluruh,
biasanya melibatkan kelopak mata sert sacrum, dan jarang, kaki maupun telapak kaki.
Diagnosis tergantung umur (Nelson).
Diagnosis. Roentgenogram dada menampakkan pembesaran jantung. Vaskularisasi paru
bervariasi tergantung pada penyebab gagal jantung. Bayi dan anak mempunyai shunt dari
kiri ke kanan akan mengalami pembesaran pembuluh darah arteri pulmonalis sampai tepi
lapangan paru, sedang penderita yang menderita kardiomiopati dapat mempunyai bantalan
vaskuler pulmonal relative normal pada awal perjalanan penyakit. Corak perihiler pulmonal
halus member kesan kongesti vena dan edema paru akut yang biasanya tampak hanya pada
gagal jantung akut yang lebih berat (Nelson).
Dengan elektrokardiografi, hipertrofi ruangan jantung dapat membantu dalam penilaian
penyebab gagal jantung kongestif tetapi tidak menegakkan diagnosis. Pada kardiomiopati,
perubahan iskemia ventrikel kiri atau kanan dapat berkorelasi baik dengan parameter klinis
dan parameter noninvasiff lain fungsi ventrikel. Morfologi QRS voltase rendah dengan
kelainan gelombang ST-T dapat juga memberi kesan penyakit radang miokardium tetapi
ditemukan juga pada perikarditis. Elektrokardiogram adalah alat terbaik untuk mengevaluasi
gangguan irama sebagai kemungkinan penyebab gagal jantung (Nelson).
Teknik ekokardiografi sangat berguna dalam menilai fungsi ventrikel. Parameter yang paling
sering digunakan adalah pemendekan fraksional, yang ditentukan sebagai perbedaan antara
diameter akhir-ssistolik dan diameter akhir-diastolik dibagi dengan diameter akhir-diastolik.
Pemendekan fraksional normal adalah antara 28% dan 40%, dibandingkan dengan fraksi
ejeksi normal (yang mengukur volume) 55-65% yang diukur dengann angiografi: Rasio
periode preejeksi/ejeksi (PEP/EP), diukur dengan echo M-mode harus kurang daripada 40%.
Waktu pre-ejeksi yang lama dengan waktu ejeksi yang amat pendek biasanya menunjukkan
kegagalan miokardium. Pemeriksaan Doppler dapat digunakan untuk menghitung curah
jantung. Pemberian Radinuklid juga berguna, karena fraksi ejeksi dapat ditentukan denga
menginjeksikan radioisotope (misal 99mTC) ke dalam vena dan mengukur volume akhir-
diatolik dan volume sistolik dengan menghitung pada kedua ventrikel (Nelson).
Kadar oksigen arteri dapat menurun bila ketidaksamaan ventilasi/perfusi terjadi akibat
edema paru. Bila gagal jantung berat, dapat ada asidosis respiratorik dan/atau metabolic.
Bayi dengan gagal jantung kongestif sering menunjukkan hiponatremia yang disebabkan
oleh retensi air ginjal. Natrium tubuh total mungkin sebenarnya naik. Pemberian pengobatan
diuretic lama dapat menurunkan kadar natrium serum lebih lanjut (Nelson).
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
(Wahab, A. Samik)
Secara klinis, gagal jantung kongestif didefinisikan sebagai suatu keadaa patologis, jantung
tidak mampu lagi memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism
tubuh.
Isi sekuncup jantung normal pada anak, kurang lebih antara 50-70 cc. jantung ini pada
ventrikel kanan maupun ventrikel kiri harus sama. Kalau tidak sama, akan terjadi gangguan-
gangguan yang sangat berat.
Curah jantung (cardiac output) adalah jumlah darah yang dikeluarkan oleh satu ventrikel
selama satu menit. Curah jantung = isi sekuncup x frekuensi jantung. Pada anak berkisar
antara 3-5 liter/menit per m2 luas tubuh.
Dari segi praktis, gagal jantung kongestif ada tiga macam, yaitu gagal jantug kanan, gagal
jantung kiri, dan gagal jantung kanan dan kiri.
Gagal jantung kanan. Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah
yang, cukup banyaknya dari susunan pembuluh darah venosa (a.pulmonalis). oleh karena itu,
darah akan tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan di dalam vena kava
sehingga desakan darah dalam atrium kanan dan vena tersebut meninggi. Makin tinggi
desakan darah dalam vena, vena makin mengembang (dilatasi).
Dalam praktik, desakan venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada jugularis eksterna.
Tentu saja adanya timbunan darah venosa sistemik akan menyebabkan pembengkakan hepar
atau hepatomegali. Pada gagal jantung yang sangat, pinggir bawah hati dapat mencapai
umbilicus. Hati yang membengkak ini konsistensinya keras, permukaannya licin, dan sering
nyeri tekan terutama pada linea mediana.
Hepatomegali merupakan suatu gejala yang penting sekali pada gagal jantung kanan. Kita
akan ragu-ragu pada suatu diagnosis yang tepat, bila pada penderita tersebut hepar tidak
membengkak.
Timbunan darah venosa pada vena-vena di bagian bawah badan akan menyebabkan
terjadinya edema. Mula-mula edema timbul pada tempat mata kaki (pada anak yang sudah
berdiri), jadi pada tempat terendah, karena meningginya tekanan hidrostatis merupakan suatu
factor bagi timbulnya edema. Mula-mula, edema timbul hanya pada malam hari, waktu tidur,
dan paginya edema menghilang. Pada stedium yang lebih lanjut, edema tetap ada pada waktu
siang hari, dan edema tidak timbul pada mata kaki saja, tetapi dapat terjadi juga pada
punggung kaki, paha, kulit perut, dan akhirnya pada lengan dan muka.
Akibat selanjutnya dai timbunan darah venosa ini adalah asites, dan asites ini sangat sering
dijumpai pada anak yang menderita gagal jantung. Dapat juga terjadi hidrotoraks, meskipun
pada anak agak jarang dijumpai. Bila hidrotoraks terlalu banyak akan memperberat keadaa
dispnea penderita.
Adanya kelemahan jantung kanan mula-mula dikompensasi dengan dilatasi dinding jantung
kanan, terutama dinding ventrikel kanan. Adanya dilatasi dinding ventrikel akan menambah
keregangan miokardium, dan ini menurut hokum starking akan memperkuat kontraksi
miokardium sehingga akan memperkuat systole yang berakibat penambahan curah jantung.
Adanya dilatasi dan juga sedikit hipertrofi jantung akan menyebabkan pembesaran jantung
atau disebut kardiomegali.
Upaya penambahan curah jantung karena kelemahan jantung juga dilakukan dengan
menaikkan frekuensi, dan kenaikan ini disebut takikardia. Pada akhirnya, kelemahan jantung
kanan ini tidak dapat dikompensasi lagi sehingga darah yang masuk ke dalam paru akan
berkurang dan ini tentunya akan merangsang paru untuk bernafas lebih cepat guna
mengimbangi kebutuhan O2, akibatnya terjadi takipnea.
Kesimpulan untuk gejala-gejala gagal jantung kanan:
Desakan venosa yang meninggi, hepatomegali, edema(termasuk asites), kardiomegali,
takikardia, takipnea.
Pada anak, memeriksa desakan venosa yang meninggi sering mendapat kesukaran karena
tidak selalu tampak. Oleh karena itu, keenam gejala di atas sangat penting untuk
mendiagnosis gagal jantung kanan.
Gagal jantung kiri. Daun katub mitral pada stenosis katub mitral mengalami suatu
penyempitan. Dengan demikian, darah yang dating dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel
kiri pada waktu diastole mengalami hambatan. Oleh karena keadaan ini, tekanan pada
atrium kiri meninggi sehingga arium kiri mengalami sedikit dilatasi. Makin lama dilatasi ini
semakin berat (bila stenosisnya ini semakin berat) sehingga atrium kiri, disamping dilatasi
juga mengalami hipertrofi karena otot atrium ini terus-menerus mendorong darah yang lebih
banyak dengan hambatan yang makin besar. Oleh karena dinding atrium kiri lebih tipis,
dalam waktu yang relative singkat otot atrium tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya
untuk mengosongkan atrium kiri. Pengosongan atrium kiri makin lama makin tidak
sempurna, dan hal ini akan berakibat naiknya tekanan pada atrium kiri. Menurut pengukuran,
tekanan ini sampai mencapai 24-34 mmHg, padahal tekanan normal hanya 6 mmHg atau
ketika ventrikel kiri tidak mampu memompa darah ke aorta (karena kelemahan ventrikel),
darah tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya darah dari atrium kiri tidak tertampung di
ventrikel kiri, terbendung di atrium kiri, kemudian makin lama makin memenuhi vena
pulmonalis dan akhirnya terjadi edema pulmonum.
Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah dengan meningginya tekanan di
dalamnya, menyebabkan aliran darah dari paru ke dalam atrium kiri terganggu atau
terbendung. Akibatnya tekanan dalam vena pulmonalis meninggi, dan ini juga akan menjalar
ke dalam kapiler di dalam paru, ke dalam a. pulmonalis dan akhirnya ke dalam ventrikel
kanan.
Akhirnya atrium kiri makin tidak mampu mengosongkan darah, bendungan dalam paru
makin berat, terjadilah kongesti paru. Akibatnya, ruangan di dalam paru yang telah
disediakan untuk udara, berkurang dan terjadilah suatu gejala sesak nafas pada waktu
bekerja (dyspnoe deffort). Di sini, ventrikel kanan makin kuat sehingga dorongan darah dari
ventrikel kanan tetap besar, sedangkan atrium kiri tetap tidak mampu menyalurkan darah;
akibatnya bendungan paru semakin berat sehingga akan terjadi sesak nafas meskipun dalam
waktu istirahat (orthopnea). Pada anak, adanya kongesti paru ini akan memudahkan
terjadinya bronchitis sehngga anak sering batuk-batuk.pada auskultasi paru juga terdengar
adanya ronkhi basah.
Seperti disebutkan di atas bahwa darah akan banyak tertimbun dalam ventrikel kanan
sehingga ventrikel kanan akan mengalami dilatasi, kemudian akan diikuti dengan hipertrofi,
yang akibatnya terjadi kardiomegali.
Dalam rangka memperbesar curah jantung, selain jantung memperkuat systole karena
adanya keregangan otot yang berlebihan, jantung akan bekerja lebih cepat, artinya frekuensi
akan naik. Dengan demikian, terjadi takikardia. Oleh karena yang lemah adalah atrium kiri
adan/atau ventrikel kiri maka disebut gagal jantung kiri.
Kesimpulan untuk gejala gagal jantung kiri:
Dyspnoe deffort sampai orthopnea, batuk-batuk kronis atau serring bersin, takikardia,
kardiomegali. Ini jelas merupakan manifestasi naiknya tekanan darah pada paru atau disebut
hipertensi pulmonal.
Gagal jantung kanan dan kiri. Kalau kita melihat pada kasus stenosis katup mitral di atas,
sesudah terjadi hipertensi pulmonal, darah banyak tertimbun dalam ventrikel kanan,
ventrikel kanan dilatasi, kemudian hipertrofi untuk memperkuat systole, akhirnya ventrikel
kanan tidak mampu lagi mengimbangi banyaknya darah yang masuk ke dalamnya dan
menjadi lemah. Akibatnya akan terjadi kelemahan jantung kanan yang kemudian diikuti
dengan gagal jantung kanan dengan gejala-gejalan seperti yang telah disebutkan di atas.
Pada umumnya gagal jantung pada anak adalah gagal jantung kanan, atau kombinasi kanan
dan kiri, dan jarang sekali terjadi gagaal jantung kiri yang berdiri sendiri.
Sebab-sebab terjadinya gagal jantung.
1. Oleh karena jantung mendapat penambahan darah yang melebihi normal sehingga
jantung harus bekerja lebih berat, contoh: ASD. Pada ASD, ada kebocoran pada sekat
atrium sehingga darah akan mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (karena
tekanan atrium kiri lebih besar daripada tekanan atrium kanan). Ini akan
menyebabkan beban atrium akan bertambah karena kemudian darah mengalir ke
ventrikel kanan, beban ventrikel kanan akan bertambah pula. Mula-mula otot atrium
dan ventrikel dapat mengimbangi karana adanya dlatasi (hokum starling) dan
kemudian hipertrofi. Tetapi, akhirnya tenaga cadangan jantung kanan habis dan
terjadilah gagal jantung.
2. Oleh karena jantung harus bekerja lebih berat daripada biasanya, sebab adanya
tahanan yang lebih besar daripada tahanan normal, misalnya pada stenosis katup
aorta atau katup pulmonal. Darah pada ventrikel kiri atau kanan tidak dapat dengan
midah melalui katup-katup tersebut, darah tertimbun di dalam ventrikel, ventrikel
dilatasi systole diperkuat hipetrofi akhirnya cadangan tenaga habis,
terjadilah gagal jantung.
3. Oleh karena kelemahan otot jantung sendiri, misalnya:
Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam rheumatic atau
difteri.
Otot jantung kurang makanan, seperti anemia berat.
Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, missal,
kardiomiopati, kelainan jantung congenital (ASD, VSD, dan PDA).
Gagal jantung tipe 3 ini biasanya terjadinya cepat, tetapi bila sebab-sebab yang mendasari
diobati, penyembuhannya juga cepat. Sedang gagal jantung tipe 1 dan 2 dapat terjadi cepat,
tetapi dapat juga terjadi bertahun-tahun bergantung berat-ringan penyebabnya. Pada anak,
gagal jantung tipe 3 ini banyak terjadi pada kelainan jantung congenital.