Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini
membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau
Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi
selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas
permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari
ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan
pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas
dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut
China Selatan.
Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan
dengan Selat Sunda.Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik
sekunder yang lebat dengan tanah yang subur.Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra
adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal
yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatra
Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena
dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatra; dan
patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau
geometri (bentuk dan hubungan) yang diakibatkan oleh gejala - gejala gaya endogen. Secara
umum terdapat unsur - unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang perlapisan, Lipatan, Patahan dan
Pada awal berkembangnya geologi, Pemikiran geologi dimulai oleh Leonardo da Vinci
menganggap pembentukan orogenesa dan geosinklin terjadi di tempat yang tetap. Mewakili
pemikiran ini misalnya Erich Haarmann (1930), yang menyatakan bahwa orogenesa terjadi
karena kulit bumi terangkat seperti tumor, dan melengser karena gaya berat. Selanjutnya
pendapat ini diterapkan oleh van Bemmelen (1933) di Indonesia sebagai Teori Undasi.
kesamaan bentuk pantai barat dan timur Atlantik, serta Alfred Lothar Wegener (1915) yang
Perang Dunia II, ketika data geofisika lantai samudera menunjukkan bahwa jalur anomali
magnet mempunyai rasio yang tetap di mana-mana.Pada 250 juta tahun yang lalu benua
merupakan satu kesatuan benua induk, atau Pangea. Perputaran bumi mendorong benua untuk
bergerak ke arah kutub, sehingga benua terpecah-pecah sebagai kepingan benua kecil-kecil
seperti saat ini: 6 lempeng utama dengan 14 lempeng yang lebih kecil. Dengan demikian maka
seluruh permukaan bumi berada di dalam satu kesatuan proses geologis yang universal: Tektonik
Global.
Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia
Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan
arah dan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya.
Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah
timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai
respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara
kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua
lempeng tersebut.
busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan
menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola. Bagian selatan
terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk,
geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang
arah pola vektor hubungannya dengan slip-ratedan segmentasi Sesar Sumatera. Hal tersebut
antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan memberikan
tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua
yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda.
3. Kondisi Geologi Pualu Sumatera
Secara garis besar, Pulau Sumatera terbagi menjadi beberapa geologi regional sumatera
yang dalam makalah ini akan dicoba untuk dibahas satu persatu setiap geologi regional itu.
Dalam pembahasan kali ini, akan dijelaskan mengenai Geologi Regional Sumbar,
Data geologi daerah Provinsi Sumatera Barat merupakan hasil kompilasi/perpaduan dari
beberapa peta geologi sekala 1 : 250.000 yang \ diterbitkan oleh Pusat Survey Geologi (Badan
Geologi), peta geologi tersebut antara lain adalah lembar Pulau Telu Muara Sikabaluan (0615 -
0614); lembar Lubuk Sikaping (0716); lembar Painan - Muara Siberut (0814 - 0714); lembar
Sikakap - Burisi (0713 0712); lembar Sungai Penuh (0813); lembar Padang (0715) dan lembar
Solok (0815)
Struktur yang berkembang di Provinsi Sumatera Barat adalah struktur perlipatan (antiklinorium)
dan struktur sesar dengan arah umum baratlaut tenggara, yang mengikuti struktur regional P.
Sumatera.Kondisi stratigrafi dari struktur geologi sumatera barat adalah sebagai berikut.
dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange, kelompok batuan
Kelompok batuan ultrabasa Pra Tersier disusun oleh batuan harzburgit, dunit,
disusun oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan, rijang aneka warna.
Kelompok batuan malihan Pra Tersier disusun oleh batuan sekis, filit, kwarsit, batusabak,
batugamping termetakan.
Kelompok batuan sedimen Pra Tersier yang didominasi oleh batugamping hablur
sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit, diorit, granodiorit, porfiri
Kelompok transisi Pra Tersier Tersier Bawah yang merupakan kelompok batuan
melange; kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan
terobosan. Kelompok batuan ultrabasa Tersier disusun oleh batuan serpentinit, piroksenit dan
dunit.
Kelompok batuan melang Tersier yang merupakan batuan campur aduk disusun oleh
graywake, serpih, konglomerat, batupasir kwarsa, arkose, serpentinit, gabro, lava basalt dan
batusabak.
Kelompok batuan gunungapi Tersier disusun oleh batuan gunungapi bersifat andesitik-
basaltik, lava basalt sedangkan kelompok batuan terobosan Tersier terdiri dari granit, granodiorit,
kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.
basaltik, tufa, breksi dan endapan lahar sedangkan kelompok batuan terobosan Plio-Plistosen
dan aluvium.
penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra
Asia (gambar 1).Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun
oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda.Batas
tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan
Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan.Adapun batas cekungan sebelah barat laut
yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara
Gambar 1. Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada masa kini
bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-diapir magma
dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma dalam dan hipabisal.
Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur sesar.Secara
Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah
adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari
arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di
Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam
yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower
structure yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur (gambar
3).Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama
dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur
Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun
demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut
Tenggara.
adanya morfologi High Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh struktur dan
(kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter darigraben dan half graben.
Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di
sepanjang cekungan Sumatra tengah.Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan
tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen).Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat
diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi
1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat
laut-Tenggara.
2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan
zaman Kapur.
fase rifting.
4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang
mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif
tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari
arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur
laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah
Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh
fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi
transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi
dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan.
Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later
basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan
dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah
regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di
bawahnya.
Stratigrafi Regional , Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada
awal tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah
berupagreywacke, kuarsit dan argilit.Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada
beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984 dalam
Wibowo, 1995).
Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
tektonik ekstensional (rift) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh
batulempung, serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya refleksi
seismik dan amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang berasosiasi
Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin dariLower
Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah atas menuju fase late rifting,
Tersusun oleh batulempung berwarna merah hijau, batulanau, batupasir kerikilan dan
sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit. Kondisi lingkungan
pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain dilihat dari banyaknya muddy
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna yang coklat
tua sampai hitam.Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di beberapa tempat terdapat
selingan batupasir, konglomerat dan paleosol.Ketebalan formasi ini mencapai lebih dari 530 m di
bagian depocenter.
kondisianoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir
konglomerat diendapkan oleh proses fluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah formasi ini,
terdapat beberapa horison paleosol yang dimungkinkan terbentuk pada bagian pinggiran/batas
danau yang muncul ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman inti batuan di
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang cepat
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown
Shale.Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal dengan
kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya, formasi ini
diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben menjauhi depocenter(gambar 6).
4. Formasi Lake Fill
klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan litoklas kuarsa
dan kuarsit.Struktur sedimen gradasi normal dengan beberapa gradasi terbalik mengindikasikan
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta pada
lingkungan danau.Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan
penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage).Ketebalan formasi mencapai 600
m.
5. Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan aluvial.Tersusun
oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai merah.Baik secara
vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi formasiLower Red Bed, Brown
Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi Pematang
Sag
sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok Sihapas dan
Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari Formasi
Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri.Kelompok ini tersusun oleh
1. Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari gravel
hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi batupasir sedang
hingga halus.Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan, dengan struktur
sedimen trough cross-bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan litologi penyusunnya
Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang bagian atas
berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al., 1995).Ketebalan
2. Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-
3. Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit
interkalasi serpih, batubara dan batugamping.Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya, formasi ini
diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka.Fosil pada serpih menunjukkan umur N6
4. Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi tersusun oleh
serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya.Di beberapa tempat
terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi.Ke arah atas, litologi berubah
Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan
Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah transisi fasies
litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi ini mencapai
beberapa lapisan batupasir dan batulanau.Secara vertikal, kandungan tuf dalam batuan semakin
meningkat.
Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan volkanisme kembali aktif
melimpah.Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan dengan penurunan muka
Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi
Telisa.Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki kontak tidak
Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari pengangkatan Bukit
mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun menjadi sesar naik. Pada fase tektonik
inversi ini diendapkan Formasi Minas yang tersusun oleh endapan darat dan aluvium berupa
tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan
dan kebanyakan sulit ditarik batasnya dengan cekungan berumur Tersier, karena umumnya
sumber daya migas, batubara dan serpih minyak (oil shale). Namun, batasan stratigrafi,
sedimentologi, tektonik & struktur maupun dinamika cekungan semua formasi pembawa potensi
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan
erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut
terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah
barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada
di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam
keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik
lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang dikelilingi
sebagai pegunungan bongkah (block mountain) beberapa tinggian batuan tua yang masih
dan Pulau Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian "Sunda Landmass", yang sekarang berupa
Paparan Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu
yang pertama adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal
dan yang ketiga pada Plio-Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan kondisi struktur
geologi seperti terlihat pada saat ini. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera
Selatan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone perlipatan
yang berarah baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat
laut tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan
Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan
tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di
sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera
Tengah.
Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989)
Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat
adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng
Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah
barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan
Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara
Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal Tersier
(Eosen Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem penunjaman
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu
orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir Tersier Awal dan Orogenesa Plio
Plistosen.
dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk
pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997),
fase ini membentuk sesar berarah barat laut tenggara yang berupa sesar sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak gerak
tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara selatan.Dikombinasikan
dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan batuan Pra Tersier, gerak gerak
tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan
sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang.Pada periode tektonik ini juga terjadi
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang
berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan.Pergerakan horisontal yang terjadi mulai
Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah
sehingga sesar sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir
sejajar dengan sesar Semangko.Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada
Plio Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut barat daya dan barat laut tenggara.Jenis sesar yang terdapat pada
cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut tenggara
sebagai hasil orogenesa Plio Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat
dibedakan atas pola tua yang berarah utara selatan dan barat laut tenggara serta pola muda
yang berarah barat laut tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .
Selatan yang merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) berumur Tersier yang
terbentuk sebagai akibat tumbukan antara Sundaland dan Lempeng Hindia. Secara Geografis Sub
Cekungan Jambi dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di
bagian selatan, Paparan Sunda di sebelah timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat.
Tatanan stratigrafi Sub Cekungan Jambi pada dasarnya terdiri dari satu siklus besar
sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir silkusnya.
Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat
pada Oligosen Awal dan kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara
tidak selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan De Coster (1973), Formasi Talang Akar
merupakan suatu endapan kipas alluvial dan endapan sungai teranyam (braided stream deposit)
yang mengisi suatu cekungan. Fase transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana
pada kala ini berkembang Batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore
reef, dan intertidal (Formasi Batu Raja)pada bagian atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi
maksimum ditunjukkan dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras di
atas Formasi Baturaja yang terdiri dari Batu serpih laut dalam.
Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh
pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi Batu pasir pada lingkungan
pantai dan delta.Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai. Pada
Pliosen Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana lingkungan pengendapan berubah menjadi
laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin yang dicirikan oleh perselingan antara
batupasir dan batulempung dengan sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe
pengendapan ini berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir
1. Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan
Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan
karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap dengan baik di
Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat
berumur permian, Granit dan Filit. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan
Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian
(Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami
pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat
pelapukan tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak teramati karena selain kontak
tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.Menurut
Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti Granit mengintrusi
batuan filit.
2. Formasi Lahat, Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan
dasar, merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari konglemerat,
tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir kuarsa. Secara
lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari formasi lahat.
HI 130-290 mg
Anggota Tuf Kikim Bawah, terdiri dari tuf andesitik, breksi dan lapisan lava. Ketebalan
Anggota Batupasir Kuarsa, diendapkan secara selaras di atas anggota pertama. Terdiri
dari konglomerat dan batupasir berstruktur crossbedding. Butiran didominasi oleh kuarsa.
Anggota Tuf Kikim Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas Anggota
Batupasir Kuarsa. Terdiri dari tuf dan batulempung tufan berselingan dengan endapan mirip
lahar.
3. Formasi Talang Akar, Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri
dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut
dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi
Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara.
Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan
Formasi Talang Akar berkisar antara 400 m 850 m. Secara lebih rinci berikut adalah
HI 150-310 mg
4. Formasi Baturaja, Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang
Akar dengan ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari batugamping,
batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan
dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini diendapkan pada lingkungan
litoral-neritik dan berumur Miosen Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai
Sumatera Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan
antara batupasir dan serpih.Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m -
2200 m dan diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen
Awal-Miosen Tengah. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system
Formasi Gumai dan merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari
batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam
kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung
tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air
Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Secara lebih rinci berikut adalah
0.29-0.30 %Ro
7. Formasi Muara Enim, Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase
regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada
lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500
1000m, terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan batubara. Batupasir pada
formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat
oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang
terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen
Akhir Pliosen Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system
0.29-0.30 %Ro
8. Formasi Kasai, Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara
Enim dengan ketebalan 850 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra
riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumice kaya kuarsa, batupasir,
konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-
abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang
terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras
di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat
Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa Paleogen
diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra searah jarum jam.
Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW dimulai pada Eosen-
Oligosen.Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar mendatar
Sumatra seiring dengan rotasi. Subduksi oblique dan pengaruh sistem mendatar Sumatra
menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan Sidi, 2000).
Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan cekungan-cekungan
belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra Utara, Cekungan Sumatra
Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar Diatas).
Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen di Akhir
Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber dkk, 2005).Sekarang Lempeng
Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20E dengan rata-rata
pergerakannya 6 7 cm/tahun.Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra berhubungan
langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic fore-arc dan volcano-
plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan Sidi, 2000):
1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan yang
memisahkan dari lereng trench.
4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama
pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
5. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah
pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc danback-arc
basin.
Struktur Utama Cekungan Sumatra Selatan
Menurut Salim dkk (1995) Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan belakang busur
karena berada di belakang Pegunungan Barisan sebagai volcanic-arc-nya.Cekungan ini berumur
Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda sebagai bagian dari
Lempeng Kontinen Asia dan Lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah
seluas 330 x 510 km2, bagian barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di
sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sundaland), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan
Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010) perkembangan struktur maupun evolusi
cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga arah struktur utama yaitu, berarah
timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi, berarah baratlaut-tenggara atau disebut Pola
Sumatra, dan berarah utara-selatan atau disebut Pola Sunda. Hal inilah yang membuat struktur
geologi di daerah Cekungan Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan cekungan lainnya di
Pulau Sumatra.Struktur geologi berarah timurlaut-baratdaya atau Pola Jambi sangat jelas
teramati di Sub-Cekungan Jambi.Terbentuknya struktur berarah timurlaut-baratdaya di daerah ini
berasosiasi dengan terbentuknya sistem graben di Cekungan Sumatra Selatan.Struktur lipatan
yang berkembang pada Pola Jambi diakibatkan oleh pengaktifan kembali sesar-sesar normal
tersebut pada periode kompresif Plio-Plistosen yang berasosiasi dengan sesar mendatar (wrench
fault).Namun, intensitas perlipatan pada arah ini tidak begitu kuat.
Pola Sumatra sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan Palembang (Pulunggono dan
Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini berupa perlipatan yang berasosiasi
dengan sesar naik yang terbentuk akibat gaya kompresi Plio-Pleistosen. Struktur geologi berarah
utara-selatan atau Pola Sunda juga terlihat di Cekungan Sumatra Selatan.Pola Sunda yang pada
awalnya dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode tektonik Plio-Pleistosen teraktifkan
kembali sebagai sesar mendatar yang sering kali memperlihatkan pola perlipatan di permukaan.
Gambar Elemen Struktur Utama pada Cekungan Sumatra Selatan.Orientasi Timurlaut-baratdaya
atau Utara-Selatan Menunjukkan Umur Eo-Oligosen dan Struktur Inversi Menunjukkan Umur
Plio-Pleistosen (Ginger dan Fielding, 2005).
C. Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra
Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan Cekungan Sumatra
Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:
Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini menghasilkan
sesar geser dekstral WNW ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan
Lampung, Musi Lineament dan N S trend. Terjadi wrench movement dan intrusi granit
berumur Jurasik Kapur.
Gambar Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk,
1992).
Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal dan
sesar tumbuh berarah N S dan WNW ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di atas
batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu
Formasi Lahat.
Gambar Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model (Pulonggono
dkk, 1992).
Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan
pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika. Yaitu
terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat,
dan Formasi Muara Enim.
Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian Formasi
Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah
yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan
berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di
Cekungan Sumatra Selatan.Selain itu terjadi aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.
Gambar Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model(Pulonggono dkk,
1992).
Sistem Subduksi Sumatra
Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada zaman
Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di mana aktivitas
tersebut terus berlanjut hingga kini.Hal ini disebabkan oleh pembentukan letak samudera di Laut
Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro Sunda dan Lempeng India-Australia terjadi
pada sudut yang kurang tajam.Terjadilah kompresi tektonik global dan lahirnya kompleks
subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera dan pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan pada
zaman Pleistosen.
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut Andaman.Sebagai
akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE menghasilkan patahan berarah utara-
selatan.Sejak Pliosen sampai kini, akibat kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW
yang menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan.
Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau depan (forearch
islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut hingga
P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta
sesar aktif The Great Sumatera Fault yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk
Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman hingga
Burma.Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun
dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.
Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus terhadap arah
pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia.Lempeng Eurasia bergerak relatif ke
arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah timurlaut. Karena
tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis jingga) yang dikenal
dengan nama Sesar Semangko.
Sistem Sesar Sumatra
Di pulau Sumatera, pergerakan lempeng India dan Australia yang mengakibatkan kedua
lempeng tersebut bertabrakan dan menghasilkan penunjaman menghasilkan rangkaian busur
pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P.
Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik
di tengahnya, serta sesar aktif The Great Sumatera Fault yang membelah Pulau Sumatera mulai
dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman
hingga Burma.Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per
tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.
Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar
Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren. Khusus
untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan aktif, yaitu Darul
Imarah dan Darussalam.Patahan ini terbentuk sebagai akibat dari adanya pengaruh tekanan
tektonik secara global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera serta
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan.Daerah-daerah yang berada di sepanjang patahan
tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor, disebabkan oleh adanya
aktivita s kegempaan dan kegunungapian yang tinggi.Banda Aceh sendiri merupakan suatu
dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah graben.Dataran yang terbentuk
tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.
Penunjaman Lempeng India Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau
Sumatera.Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan
bagian timur relatif turun.Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang
sempit dan kadang-kadang terjal.Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang
dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi
dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi
luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa
pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu,
yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng
disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang
terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter
/ tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan
tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun pada awal proses
konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu
kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993
dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini, menurut teori indentasi pada akhirnya
mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk
mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk, 1982).
Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka
dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan
menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera
menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000).
Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu
dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan
bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.