Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Kajian


1. Memahami Demografi dan Geografi Desa Pangkah Kulon
Desa Pangkah Kulon merupakan sebuah Desa yang masuk dalam
wilayah administrasi Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Provinsi
Jawa Timur. Desa ini dibagi menjadi 4 (empat) Dusun yaitu Dusun Krajan 1,
Dusun Krajan 2, Dusun Kalingapuri dan Dusun Druju, dari 4 Dusun tersebut
dibagi menjadi 11 RW dan 42 RT. Sedangkan Secara geografis sebelah barat
Desa Pangkah Kulon berbatasan dengan Desa Banyu Urip, di sebelah Timur
berbatasan dengan Desa Pangkah Wetan, disebelah Utara berbatasan dengan Laut
Jawa, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kebon Agung.
Berdasarkan data monografi desa pada bulan Desember 2012 bahwa
secara umum desa Pangkah Kulon memiliki luas tanah 1.976.91 Ha yang meliputi
tanah sawah seluas 1,51 Ha, tanah kering 143.31 Ha, tanah pekarangan 60,09 Ha,
tanah basah 1.671.90 Ha, tanah fasilitas umum 60.00 Ha, tanah tempat
pemukiman desa 5.00 Ha, bangunan sekolah 2.50 Ha, pertokoan 1.75 Ha, fasilitas
pasar 0.50 Ha, jalan 3.85 Ha dan tanah hutan 25.00 Ha.
Dilihat dari kondisi geografis, desa Pangkah Kulon memiliki ketinggian
tanah dari permukaan air laut sekitar 2 Mdl, dengan suhu rata-rata harian 320 C
dan curah hujan 1000 Mm, serta jumlah bulan hujan 6 bulan dengan bentang
wilayah datar dan tepi pantai (pesisir).
Desa Pangkah Kulon merupakan daerah pantai atau pesisir bebas banjir
yang mana jarak desa ke ibu kota kecamatan terdekat sekitar 0,3 Km. Untuk
menjangkaunya akan menghabiskan waktu 5 menit jika dengan kendaraan
bermotor dan jika dengan berjalan kaki 15 menit. Sedangkan jarak ke ibu kota
kabupaten terdekat 30 Km dengan lama tempuh dengan kendaraan bermotor 1
jam. Jarak ke ibu kota provinsi 50 Km dengan jarak tempuh ke ibu kota provinsi
dengan kendaraan bermotor menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam.

17
18

Menurut data kependudukan tahun 2012 jumlah penduduk Desa sekitar


2.190 KK yang terdiri dari 4061 jiwa laki - laki, dan 4010 jiwa perempuan (50,31
% laki laki dan 49,68 % ), sedangkan sebaran penduduknya, di Dusun Krajan 1
terdiri dari 1022 jiwa laki-laki dan 1467 jiwa perempuan, di Dusun Krajan 2
terdiri dari 1483 jiwa laki-laki dan 1467 jiwa perempuan, di Dusun Kalingapuri
terdiri dari 334 jiwa laki-laki, dan 319 jiwa perempuan, dan Dusun Druju terdiri
dari 1222 jiwa laki-laki dan 1232 jiwa perempuan.

2. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik Masyarakat Desa Pangkah Kulon


Dilihat dari tingkat ekonominya masyarakat Desa Pangkah Kulon
termasuk desa yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Dari jumlah 2.190
KK di atas, sejumlah 285 KK tercatat sebagai Pra Sejahtera, 637 KK tercatat
Keluarga Sejahtera I, 679 KK tercatat Keluarga Sejahtera II, 394 KK tercatat
Keluarga Sejahtera III, 16 KK sebagai sejahtera III plus. 1 Jika KK golongan Pra-
sejahtera dan KK golongan KS I digolongkan sebagai KK golongan miskin, maka
lebih 45% KK Desa Pangkah Kulon adalah keluarga miskin. Hal ini disebabkan
ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola potensi sumber daya dan
ketidaksiapan sumber daya manusia menerima pemberdayaan. 2
Mayoritas masyarakat Desa Pangkah Kulon bekerja sebagi nelayan dan
petani tambak, hal itu dikarenakan lokasi Desa yang berdekatan dengan laut
sehingga penggunaan lahan di Desa Pangkah Kulon sebagian besar diperuntukkan
sebagai tambak dan pertanian. Namun hal ini tidak lantas membawa dampak yang
signifikan terhadap perekonomian masyarakat, hal itu disebabkan sebagian besar
nelayan di Desa ini tidak mempunyai sarana sendiri Perahu, dll- sehingga dengan
kondisi tersebut mereka harus menjual hasil tangkapannya kepada pemilik kapal/
perahu dengan harga yang sudah ditentukan oleh juragan perahu- yang sudah
pasti harga tersebut jauh lebih murah dari harga yang ada di pasaran.
Dengan kondisi tersebut membuat perekonomian nelayan di Desa
Pangkah Kulon memprihatinkan, karena untuk bisa menyediakan makanan bagi

1
Profil Desa Pangkah Kulon 2012
2
Rizal, wawancara (Pangkah Kulon, 15 September 2015)
19

keluarganya kaum Ibu tidak jarang harus menunggu suami pulang dari melaut dan
mejual hasil laut terlebih dahulu.
Untuk membantu perekonomian keluarga maka banyak Ibu-Ibu yang
membuka usaha, baik mengolah hasil laut maupun usaha dibidang lain. Beberapa
usaha yang dijalankan Ibu di Desa ini antara lain : pracangan, jual pulsa, membuat
dan menjual krupuk ikan, membuat dan menjual kue gapit dan opak, membuat
petis, membuat terasi, jual nasi (warung)/ gorengan, penjahit, isi ulang air galon,
dagang ikan segar, jual bensin dan rokok, tukang kredit barang/ mendreng. 3
Di samping programprogram dari pemerintah yang diperuntukkan untuk
menanggulangi kemiskinan. Saat ini ada satu perusahaan yang peduli dengan
kondisi masyarakat Desa Pangkah Kulon yaitu HESS, sebuah perusahaan yang
bergerak dalam eksploirasi minyak. Perusahaan ini banyak membantu masyarakat
dalam meningkatkan kapasitas SDM dan perekonomian lewat pemberian dana
hibah yang diperuntukkan buat simpan pinjam pelatihan-pelatihan manajemen
kantor untuk karang taruna, pelatihan guru, dan pelatihan perempuan seperti tata
boga, pengembangan membuat ketrampilan, dan sebagainya.4

Tabel 2.1
Mata Pencaharian Masyarakat Pangkah Kulon
(Sumber : Profil Desa Pangkah Kulon 2012)
Jumlah
No. Mata Pencaharian Pokok
Lk Pr
1. Petani 301 25
2. Buruh tani 222 32
3. Buruh migran 86 39
4. PNS 23 18
5. Pengrajin industri rumah tangga 1 9
6. Pedagang keliling 18 29
7. Peternak 5 -
8. Nelayan 685 -
9. Montir 19 -
10. Dokter swasta 1 1
11. Bidan swasta - 3
12. Perawat swasta - 5

3
Wawancara dan Observasi, 15 Spetember 2015
4
Arif, 07 Agustus 2013
20

13. Pembantu rumah tangga 2 35


14. TNI 3 -
15. POLRI 1 -
16. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 10 -
17. Pengusaha kecil dan Menengah 202 211
18. Dosen/ Guru swasta 95 103
19. Arsitek 2 -
20. Karyawan Perusahaan Swasta 126 19
21. Karyawan perusahaan Pemerintah 6 2
22. Buruh nelayan 179 4
23. Ojek 12 -

Penduduk usia produktif pada usia 20-49 tahun Desa Pangkah Kulon
terdapat sekitar 4.3006 atau hampir 51,8%. Hal ini merupakan modal berharga
bagi pengadaan tenaga produktif dan SDM. Namun dalam kenyataannya pada
aspek usia tenaga kerja, mulai dewasa, remaja dan anak-anak hampir semuanya
terlibat dalam kerja produktif.

Tabel 2.2.
Usia Tenaga Kerja
(Sumber : Profil Desa Pangkah Kulon 2012)

No. Tenaga Kerja Laki-laki Perempuan

1. Penduduk usia 18-56 tahun 2.603 2.528

2 Penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja 1.678 1.360

Penduduk usia 18-56 tahun yang belum


3 925 1.168
atau tidak bekerja

4 Penduduk usia 0-6 tahun 926 896

5 Penduduk masih sekolah 7-18 tahun 213 281

6 Penduduk usia 56 tahun ke atas 303 405

Dilihat dari aspek sosial, masyarakat desa Pangkah Kulon merupakan


masyarakat yang memiliki karakteristik sebagai masyarakat homogen. Hal ini
sesuai dengan letak georgrafis desa sebagai daerah pesisir dan pedesaan yang
21

memiliki kecenderungan dan karakter individu yang sama. Sebagai masyarakat


pesisir, masyarakat Pangkah Kulon memiliki rasa kekeluargaan dan rasa gotong
royong yang kuat. Sehingga masyarakat Pangkah Kulon memiliki rasa solidaritas
tinggi terhadap kelompoknya.5
Sedangkan pada aspek politik masyarakat Pangkah Kulon sangat aktif,
hal itu bisa dilihat pada tabel mengenai tingkat partisipasi politik masyarakat desa
Pangkah kulon, yang dimulai dari pemilihan Kepala Desa, Gubernur, Bupati,
Legislatif, bahkan sampai tingkat pemilihan Presiden.

Tabel 2.3.
Tingkat Partisipasi Politik
(Sumber : Profil Desa Pangkah Kulon 2012)

Tingkat Pemilu Pemilu Pemilu Pemilu


Pemilu
Partisipasi Kepala Kepala Kepala Kepala
Presiden
Politik Desa Gubernur Kabupaten Parlemen
Jumlah wanita
yang memiliki 2553 2770 2907 2776 2707
hak pilih
Jumlah wanita
2548 2723 2825 2778 2731
yang memilih
Jumlah pria
yang
2170 2354 2246 2359 2334
memiliki hak
pilih
Jumlah pria
yang 2165 2357 2147 2236 2321
Memilih

3. Kondisi Pendidikan Masyarakat Desa Pangkah Kulon


Dari jumlah masyarakat di atas mayoritas penduduk yang usianya 35
tahun ke atas kebanyakan berpendidikan SMP dan sedikit SMA, sedangkan yang
usia 35 ke bawah saat ini sudah ada beberapa yang lulusan S1 dan beberapa orang
yang saat ini menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi. Namun demikian

5
Arif, wawancara (Pangkah Kulon, 07 Agustus 2013)
22

menurut data dari Desa ternyata angka putus sekolah pada anak usia sekolah
(wajib belajar) masih cukup tinggi. 6

Tabel 2.4.
Tingkat Pendidikan Masyarakat Pangkah Kulon
(Sumber : Profil Desa Pangkah Kulon 2012)

No. Tingkat Pendidikan Penduduk Jumlah


1. Usia 3-6 yang belum masuk TK 102
2. Usia 3-6 tahun yang sedang TK/Playgroup 289
3. Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 1624
4. Usia 18-56 tahun yang tidak pernah sekolah 42
5. Usia 18-56 tahun yang pernah SD tapi tidak tamat 194
6. Tamat SD/sedarajat 1696
7. Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP 285
8. Jumlah usia 18-56 tahun tidak tamat SLTA 275
9. Tamat SMP/sedarajat 1101
10. Tamat SMA/sederajat 1534
11. Tamat D-1/sedarajat 17
12. Tamat D-2/ sedarajat 22
13. Tamat D-3/ sedarajat 40
14. Tamat S-1/sedarajat 335
15. Tamat S-2/ sedarajat 7
16. Tamat SLB A 2
17. Tamat SLB B 3

Di sisi lain, sarana dan prasarana pendidikan di desa Pangkah Kulon juga
kurang representatif. Baik sarana prasarana pendidikan maupun sarana dan
prasarana pendidikan islam bagi masyarakat.

6
Profil Desa Pangkah Kulon Tahun 2012
23

Tabel 2.5.
Sarana dan Prasarana Pendidikan Umum
(Sumber : Profil Desa Pangkah Kulon 2012)

No. Prasarana Pendidikan Jumlah


1. Playgroup 7
2. TK (Taman Kanak-kanak) 4
3. SD/Sederajat 2
4. SMP Sederajat 1
5. SMA/sederajat 1
6. PTN -
7. PTS -
8. SLB 1

Tabel 2.6.
Sarana dan Prasarana Pendidikan Islam
(Sumber : Profil Desa Pangkah Kulon 2012)

No. Sekolah Islam Jumlah


1. Raudhatul Athfal 2
2. Madrasah Ibtidaiyah 3
3. Madrasah Tsanawiyah 1
4. Madrasah Aliyah 1
5. Ponpes 2
6. Perguruan Tinggi -

4. Riwayat Anak Putus Sekolah Agus


Agus lahir di Gresik pada tanggal 05 Mei 1995 dari pasangan suami istri
yang bernama Zaini dan Nur. Dia tinggal bersama orang tuanya di dusun Druju
desa Pangkah Kulon kecamatan Ujung Pangkah. Pada aspek pendidikan, Agus
menempuh sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Muniroh Ujung
Pangkah dan kemudian melanjutkan pendidikan di Madrasah yang sama pada
tahun 2011.
Namun setelah lulus dari MTs Al Muniroh Ujung Pangkah Agus tidak
mau melanjutkan sekolah pada jenjang SMA. Penyebabnya adalah dia jenuh
dengan sekolah yang ada di desanya Al Muniroh. Sebab dia berkeinginan
menghindari pergaulan dengan teman-temannya yang ada di desa yang selalu
24

mengajak dengan sedikit memaksa- mbolos sekolah ketika MTs dulu. Oleh
karena itu dia meminta sekolah di SMK Assaadah yang berada di desa Bungah
agar mendapat teman baru yang lebih baik sehingga dia bisa serius untuk belajar.
Selain itu dia memilih sekolah di SMK adalah karena dia punya keinginan dapat
mengendarai mobil sehingga suatu saat dia berharap dapat menjadi sopir. Tetapi
orang tuanya tidak mengehendaki Agus untuk sekolah di SMK Assaadah Bungah
yang disebabkan selain ketiadaan kendaraan transportasi sepeda motor- juga
disebabkan ketiadaan biaya untuk membiayai sekolah Agus yang cenderung lebih
mahal dari pada sekolah di Al Muniroh Ujung Pangkah.
Oleh karenanya Agus lebih memilih tidak sekolah dari pada sekolah di
SMA Al Muniroh yang menyebabkan dia tidak dapat serius belajar karena
pergaulan teman-temannya yang cenderung negatif seperti membolos sekolah,
nongkrong di warung kopi hingga larut malam dan sebagainya. Menurut Agus
menghindari pergaulan dengan teman-teman satu desa merupakan hal yang sangat
sulit, sebab teman-temannya selalu menuntut agar selalu mengikuti semuan ajakan
kelompok teman-temannya tanpa terkecuali. Sebab jika tidak dituruti, maka Agus
akan dimusuhi dan mendapatkan perilaku kekerasan dari kelompok teman-
temannya.
Untuk itu agus lebih memilih untuk tidak sekolah dari pada
menghabiskan biaya sekolah dari orang tuanya, sedangkan agus sendiri tidak
serius dalam sekolahnya. selain itu agus ingin aman dari ancaman dan perilaku
kekerasan dari kelompok teman-temannya.
Selain itu, dalam pandangan masyarakat desa Pangkah Kulon, seorang
anak putus sekolah merupakan hal yang biasa atau lumrah, sehingga tingkat
kepedulian masyarakat terhadap pendidikan begitu rendah, sebab masyarakat
memandangan sekolah tidaklah begitu penting, begitu pula dengan stakeholder
desa Pangkah Kulon. Sebab pendidikan di percaya belum dapat merubah tingkat
kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.
Sejak kecil Agus agus berteman dengan teman-teman komunitasnya
hingga saat ini. Teman-temannya antara lain Aziz, Badrut, Rizal, Jacky, Ulum,
Rozak dan beberapa teman-teman lainnya. Aktivitas yang dilakukan Agus dalam
25

pergaulannya dengan komunitas antara lain ngopi, olahraga Volly, cangkruk,


bermain kartu, bermain chess dan sebagainya.
Sejak tamat MTs Al Muniroh Ujung Pangkah hingga saat ini, Agus
masih menekuni pekerjaannya sebagai pencari ikan dan kepiting di tambak buri/
miyang- dari pada menganggur di rumah. Dalam bekerja dia membantu ayahnya
Zaini- yang juga memiliki pekerjaan yang sama agar dapat membantu
meringankan beban pekerjaan ayahnya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-
hari. Pada aspek penghasilannya baik sebelum maupun sesudah dibantu Agus
dalam bekerja pendapatan yang diperoleh tetap sama, yaitu rata-rata sekali kerja
mendapatkan keuntungan Rp 50.000 per sekali miyang. Selain berharap dapat
membantu meringankan pekerjaan dia juga berharap dari penghasilan itu dapat
digunakan untuk membeli motor agar dapat dipakai saat bekerja.
Dalam aktivitas kesehariannya, mulai jam 08.0012.00 Agus berkumpul
dengan teman-temannya di Warung Kopi, kemudian pada jam 12.00-15.00 dia
istirah di rumah, jam 15.00-18.00 dia bermain volly di lapangan volly di dekat
rumahnya bersama teman-temannya, jam 18.00-19.30 dia bersama orang tuanya
menyiapkan alat-alat untuk miyang, pada jam 19.30-24.00 dia bersama orang
tuang berangkat ke tambak untuk miyang, dan pada jam 24.00-08.00 Agus tidur.
Dan aktivitas ini dilakukan Agus secara berulang-ulang dan terus menerus hingga
saat ini. 7

B. Perspektif Anak Putus Sekolah dan Proses Pertukaran Sosial


1. Tahap Pertukaran Sosial Anak Putus Sekolah dengan Komunitasnya
(Tahap Mikrostruktur menuju Makrostruktur)
Dalam pertukaran sosial, Agus membangun relasi dengan komunitasnya
karena dia memperoleh reaksi dari komunitasnya dalam bentuk pemberian
reward. Reward yang diperoleh Agus dari komunitasnya ialah dalam bentuk non
material seperti banyak teman, penghargaan, rasa kekeluargaan, saling bantu-
membantu, tidak kesepian, dan rasa aman. Dari reward itulah Agus tertarik untuk
bergabung dengan komunitasnya.

7
Agus, wawancara (Pangkah Kulon, 15 September 2015)
26

Setelah bergabungnya Agus dalam komunitas tersebut, Agus dan anggota


komunitas tersebut saling memberikan reward antara satu anggota dengan yang
lain untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas persahabatan dan
pertemanan dalam komunitas mereka. Dalam tahap selanjutnya, situasi sebaliknya
terjadi, Agus merasa reward yang mereka berikan tidak sesuai dengan apa yang
Agus harapkan, sebab dalam interaksinya dalam komunitas itu Agus sering diajak
untuk melakukan hal-hal negatif seperti, membolos sekolah, ngopi hingga larut
malam, dan beberapa perilaku lainnya yang sesungguhnya tidak diharapkan oleh
Agus sendiri. Bagi Agus ajakan tersebut tidak dapat terhindarkan, sebab jika tidak
menuruti segala ajakan dari komunitasnya Agus merasa mendapat ancaman dan
bahaya dari komunitasnya. Sehingga Agus memilih untuk mengikuti segala
tuntutan dan ajakan komunitasnya agar dia aman dari ancaman dan tindakan
kekerasan dari anggota komunitasnya. Dari proses inilah kemudian terjadi
ketimpangan dalam pertukaran reward antara Agus dan anggota dalam
komunitasnya sehingga timbul perbedaan dalam komunitas.
Dalam kaitannya pengambilan keputusan Agus untuk memilih mengikuti
ajakan dan tuntutan teman-temannya, Agus memilih kemungkinan yang ketiga
dalam teori pertukaran sosial peter Blau sebagai reaksi ketika Agus tidak
memperoleh reward yang sebanding dengan cost yang dikeluarkan. Keputusannya
yaitu, mencoba terus bergaul dengan baik tanpa mendapat apa yang
dibutuhkannya dari orang lain.
Dari keputusan Agus ini kemudian muncul pertanyaan, mengapa Agus
tidak memutuskan memilih kemungkinan pertama, 8 kedua,9 atau keempat10
berdasarkan kemungkinannya Blau. Jika Agus memilih memutuskan

8
Orang itu dapat memaksa orang lain untuk membantunya. Lihat George Ritzer, Modern
Sociological Theory: Seventh Edition McGraw-Hill, terj. Triwibowo B.S, (Ed. VII; Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2014), hlm. 345; Margareth M. Poloma, Cotemporary Sociological
Theory, terj. Yasogama, (Cet. IX; Rajawali Press; Jakarta, 2013), hlm. 85.
9
Orang itu akan mencari sumber lain untuk memenuhi kebutuhannya. Lihat George Ritzer,
Modern, hlm. 345;. Margareth M. Poloma, Cotemporary, hlm. 85.
10
Orang itu mungkin akan menundukkan diri terhadap orang lain dan dengan demikian
memberikan orang lain itu penghargaan yang sama dalam antar hubungan mereka, dan kemudian
dapat menarik penghargaan yang diberikan itu ketika menginginkan orang yang ditundukkan itu
melakukan sesuatu. Lihat Lihat George Ritzer, Modern, hlm. 345;. Margareth M. Poloma,
Cotemporary, hlm. 85.
27

kemungkinan pertama, maka Agus akan dimusihi dan mendapatkan ancaman


kekerasan fisik dari komunitasnya, selain itu Agus juga tidak mau kehilangan
teman. Untuk kemungkinan kedua sesungguhnya adalah pilihan Agus yang
utama, tujuannya adalah untuk mengurangi cost tidak serius sekolah, menuruti
ajakan teman, dan sebagainya- yang diberikan Agus kepada komunitasnya dengan
cara memilih melanjutkan sekolah ke SMK Assaadah Bungah. Dengan sekolah
di sekolah tersebut Agus berharap terhindar dari pergaulan dengan komunitasnya
yang cenderung mengajak pada perilaku negatif dan mengganti komunitasnya di
SMK Bungah. Dia di sana akan mendapat komunitas baru yang dapat
memberikan reward kepada Agus berupaka kesempatan untuk belajar dan sekolah
dengan serius. Sedangkan jika Agus memilih kemungkinan keempat, hanya bisa
dilakukan Agus sebagiannya saja, 11 dan sebagian yang lain tidak dapat dilakukan
Agus karena akan beresiko yang sama sebagaimana kemungkinan yang pertama.
Dalam interaksi antara Agus dan komunitasnya, pada mulanya Agus
tertarik dengan komunitas kelompok yang beranggotakan Aziz, Badrut, Rizal,
Jacky, Ulum, Rozak dan beberapa teman-teman lainnya. Alasan ketertarikan agus
dengan komunitas itu ialah karena komunitas itu dapat memberikan reward yang
berupa penghargaan, rasa kekeluargaan, saling bantu-membantu, kesetia kawanan,
menghilangkan kesepian, dan rasa aman yang menurut Agus reward itu lebih
banyak yang ditawarkan daripada komunitas pertemanan yang lain.
Agar dapat diterima dalam komunitas tersebut, Agus menawarkan reward
kepada anggota komunitasnya dalam bentuk kesetiakawanan dan loyalitas
terhadap komunitas. Reward yang diberikan oleh agus kepada komunitasnya
merupakan simbol yang dapat memberikan kesan kepada anggota komunitasnya
bahwa Agus bergabung dengan komunitas itu akan memberikan banyak manfaat
bagi komunitas hingga akhirnya komunitas pertemanan ini semakin hari semakin
kuat.
Dari upaya Agus ini dan anggota komunitasnya ini kemudian
mengakibatkan persatuan komunitas pertemanan menjadi kuat. Setelah itu dalam
11
Orang itu mungkin akan menundukkan diri terhadap orang lain dan dengan demikian
memberikan orang lain itu penghargaan yang sama dalam antar hubungan mereka. Lihat George
Ritzer, Modern, hlm. 345; Margareth M. Poloma, Cotemporary, hlm. 85.
28

perkembangannya terjadi persaingan antar anggota komunitas, sebab di dalam


komunitas tersebut terjadi perebutan kesan antara satu anggota dengan anggota
yang lain dalam komunitasnya sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota
untuk menawarkan reward kepada komunitasnya. Dari persaingan inilah
kemudian terjadi diferensiasi dalam komunitas.
Pada ahap awal pembentukan komunitas, persaingan Agus untuk
mendapat penghargaan sosial dikalangan anggota komunitasnya sebenarnya
berperan sebagai tes dalam menyaring pemimpin potensial dalam komunitas.
Tetapi agus gagal dalam memberikan kesan kepada anggota kemunitasnya bahwa
ia merupakan calon pemimpin komunitas yang potensial yang disebabkan
keterbatasan Agus dalam beberapa aspek, terutama ekonomi. Sebab dalam
realitasnya Agus tidak memiliki motor sehingga sering kali minta dobonceng oleh
anggota komintasnya ketika bepergian kemanapun. Inilah kemudian yang menjadi
alasan kuat kenapa Agus ingin sekali punya motor sendiri. Selain ketiadaan
motor, Agus merupakan anak yang hidup dalam keluarga yang miskin. Padahal
salah satu indikator pemimpin potensial dalam komunitasnya ialah selain loyalitas
calon pemimpin haruslah orang yang royal. Artinya ia harus mampu
mengeluarkan uangnya untuk membiayai segala aktivitas dalam komunitasnya.
Dan tentu saja indikator ini berat untuk diwujudkan oleh Agus. Sehingga
peluangnya untuk menempati posisi pemimpin komunitas menjadi kecil karena
tidak bisa menawarkan reward yang terbaik.
Sehingga dalam kondisi yang seperti ini, Agus hanya bisa menerima
reward yang ditawarkan oleh pemimpin potensial, yaitu Aziz. Penerimaan reward
oleh agus ini merupakan kompensasi atas kerugian dan kekhawatiran Agus akan
terjadi ketergantungan terhadap pemimpin komunitas Aziz.12 Dan pada akhirnya
Aziz menjadi pemimpin komunitas dan komunitaspun kemudian terdiferensiasi.

12
Dalam realitasnya, agus mengalami kerugian sebagaimana yang dikhawatirkan, sebab
pertemanannya dalam komunitas sangat tergantung dari pemimpin komunitas. Hal ini terjadi
ketika Agus mencoba untuk tidak menuruti ajakan komunitasnya untuk membolos dan ngopi
hingga larut malam. Sehingga pada suatu saat Agus dipukuli oleh anggota komunitasnya. Agus,
wawancara (Pangkah Kulon, 15 September 2015)
29

Selanjutnya dari terjadinya diferensiasi dalam komunitas, maka


pemimpin Aziz- dan anggota komunitas yang salah satunya Agus menimbulkan
kebutuhan terhadap integrasi komunitas. Namun dalam prosesnya berbeda
sebagaimana yang digambarkan oleh Blau yang menyatakan bahwa diferensiasi
tak dapat terhindarkan dalam kehidupan kelompok sehingga menjadi pemimpin
dan pengikut menimbulkan kebutuhan baru akan integrasi. Segera setelah mereka
mengakui status pemimpin kebutuhan pengikut akan integrasi semakin besar juga.
Mulanya pengikut akan memamerkan kualitas mereka yang paling mengesankan.
Kini untuk mencapai integrasi dengan anggota pengikut, pemimpin
mempertontonkan kelemahannya. Dalam hal ini ia menyatakan kepada publik
bahwa mereka tak ingin lagi menjadi pemimpin. Pencelaan diri ini kemudian
menimbulkan simpati dan dukungan sosial dari pemimpin yang lain.
Pemimpinpun kemudian terlibat dalam pencelaan diri sendiri pada saat ini untuk
meningkatkan integrasi kelompok secara menyeluruh. Dengan pengakuan
tersebut maka pemimpin mengurangi kesenjangan bawahannya dan menunjukkan
bahwa ia tidak berupaya untuk mengendalikan setiap bidang kehidupan
kelompok.13
Agus dan pemimpin komunitas Aziz- membutuhkan integrasi
komunitas, tetapi dalam hal ini Agus-lah yang justru menjadi korban kepentingan
integrasi komunitasnya. Kebutuhan Agus terhadap integrasi muncul pasca
keinginannya untuk sekolah ke SMK Assaadah Bungah tidak terpenuhi.
Aziz pemimpin komunitas- justru tidak pernah mempertontonkan
kelemahannya kepada anggota komunitas bahkan kepada Agus. Tetapi Aziz
mempertontonkan superioritas dan dominasinya terhadap anggota komunitasnya
termasuk Agus dengan menyuguhkan reward-reward yang dapat diberikan oleh
Aziz kepada anggotanya sesuai dengan kebutuhan mereka, dan hal inilah yang
kemudian memperoleh simpati dan dukungan sosial dari anggotanya. Dari hal
inilah kemudian anggota berusaha mengurangi kesenjangannya dengan pemimpin
komunitas. Dan mungkin hanya Agus-lah yang berusaha resisten terhadap
pemimpin komunitasnya. Akan tetapi karena keinginannya untuk keluar dari

13
George Ritzer, Modern, hlm. 343-346.
30

komunitasnya dan mencari komunitas baru di luar bungah- tidak terfasilitasi,


maka Agus hanya bisa tunduk pada kehendak dan keinginan komunitasnya. Dan
pada akhirnya Aziz-lah yang mengendalikan setiap bidang kehidupan komunitas.
Dan situasi ini terjadi hingga saat ini.
Dari ilustrasi di atas menunjukkan bahwa makrostruktur komunitas-
yang digeluti oleh Agus merupakan organisasi sosial jenis pertama sebagaimana
teorinya Blau. Komunitas ini lahir dari proses pertukaran dan persaingan antar
anggota komunitas yang lahir dari proses interaksi.

2. Konvensi Nilai dan Norma dalam Komunitas


Di dalam struktur kompleks dalam komunitas yang diikuti oleh Agus
terdapat nilai-nilai yang disepakati bersama. Nilai-nilai itu antara lain:
kekeluargaan, loyalitas, saling membantu, kesetiakawanan, dan kebersamaan.
Kesepakatan antara nilai dan norma mereka gunakan sebagai media kehidupan
antar anggota komunitas dan sebagai mata rantai yang menghubungkan transaksi
antar anggota. Nilai dan norma inilah yang kemudian memungkinkan pertukaran
sosial tak langsung dan menentukan proses integrasi dam diferensiasi dalam
komunitas yang kompleks dan menentukan perkembangan komunitas dan
reorganisasi di dalam komunitas.
Dalam konsep ini kesepakatan nilai dapat mengganti pertukaran langsung
dengan pertukaran tidak langsung dalam komunitas. Agus berusaha menyesuaikan
diri dengan norma komunitas dan kemudian mendapatkan persetujuan karena
penyesuaian dirinya terhadap komunitas. Agus kemudian mendapat persetujuan
secara implisit dari komunitasnya karena dalam kenyataannya penyesuaian diri
Agus terhadap komunitasnya dapat memberikan kontribusi nyata terhadap
pemeliharaan dan stabilitas sosial dalam komunitas. Sehingga dalam hal ini Agus
dan komunitas terlibat dalam suatu hubungan pertukaran.
Sebagaimana empat tipe nilai dalam teorinya Blau, kesepakatan nilai
dalam komunitas yang diikuti hanya terjadi dalam tiga tipe nilai, Pertama, nilai-
nilai yang khusus disepakati oleh komunitas dan Agus berfungsi sebagai media
bagi kohesi dan solidaritas sosial. Kedua, ukuran-ukuran tentang pencapaian dan
31

bantuan sosial yang dibangun dan dipertukarkan dalam komunitas telah berhasil
menciptakan stratifikasi sosial di dalam komunitas. Ketiga, nilai-nilai yang
disepakati dan disahkan itu merupakan medium dalam pelaksanaan wewenang
dan komunitas dalam melakukan usaha-usaha sosial dalam skala besar untuk
mencapai tujuan bersama. Keempat, gagasan oposisi yang terbangun merupakan
media reorganisasi dan perubahan, meskipun yang terjadi dalam komunitas yang
diikuti oleh Agus dalam penyelesaian oposisi dan mewujudkan reorganisasi dan
perubahan tidak sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Blau, tetapi telah
berhasil dalam memberikan legitimasi dalam kepemimpinan Aziz.
Konsep nilai yang disepakati dalam komunitas merupakan kesamaan
perasaan ditingkat kolektif yang mempersatukan Agus atas hubungannya dengan
anggota komunitas. Nilai ini kemudian dapat dijadikan dasar dalam membedakan
orang menjadi dua golongan, yakni golongan yang termasuk anggota komunitas
dan golongan yang bukan termasuk anggota komunitas. Dari nilai inilah
kemudian dapat menjadi landasan dalam meningkatkan persatuan komunitas.

Anda mungkin juga menyukai