ETIOLOGI
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus
Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk
kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus
tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane selubung(amplop)
dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya
lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapatkandungan lemak yang
tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan
jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak,
alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun
dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 60o C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam
penyimpanan kering beku (freezedried)atau pada suhu 40o C dapat tahan selama
bebarapa tahun. Virus rabies dapat ditularkan oleh hewan penular terhadap hewan lain
yang peka atau kepada manusia lain melalui gigitan (mecanical transmision). Penularan
dapat juga terjadi dengan jilatan pada kulit yang lecet, selaput lendir mulut, selaput
lendir mata, anus, dan genitalia (Center for Indonesia Veterinary Analytical Studies,
2010).
Ket: Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi oleh paku-
pakuglikoprotein. Glikonukleoproteinnya tersusun dari nukleoprotein,
phosphorylatedatau phosphoprotein dan polimerase. Diagram melintang ini
menunjukkan lapisankonsentrik yaitu amplop dengan membrane ganda, protein m dan
digulung dalam RNA.
PATOFISIOLOGI
Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan
bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku
hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva
yang ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin infeksius.
Ekskreta kelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan bahaya
rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang
diciptakan oleh kelelawar. Virus rabies masuk ke dalam tubuh melalui luka atau kontak
langsung dengan selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebesar 50:1. Virus
rabies tidak bisa menembus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam otot atau
jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan
neuromuskuler. Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus
menyebar secara sentripetal melalui serabut saraf motorik dan jugaserabut saraf
sensorik tipe cepat dengan kecepatan 50 sampai 100 mm per hari. Setelah melewati
medulla spinalis, virus bereplikasi pada motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya
mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat secara efektif transport akson tipe cepat
tersebut. Virus melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies melekat
pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak
sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus
dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk ke dalam sel
inang dan melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah
transkripsi dan translasi (Priguna dan Mahar, 2008)
Genom RNA untai direkam oleh polymerase RNA terkait, varion menjadi lima spesies
mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan
pembentukan RNA keturunan. RNA genomic berhubungan dengan transkriptase virus,
fosfoprotein dan nukleoprotein. Setelah enkapsidasi, partikel berbentuk peluru
mendapatkan selubung melalui pertusan yang melalui selaput plasma (Priguna dan
Mahar, 2008).
Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi dalam selubung,
sementaraglikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah
bagian- bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan membentuk
virus baru yang menginfeksi inang yang lainnya, kemudian melanjutkan diri bergerak
secara sentripetal sebagai sub viral, tanpa nukleoplasmid menuju jaringan otak (Priguna
dan Mahar, 2008).
Setelah melewati medula spinalis virus akan menginfeksi tegmentum batang otak dan
nukleus selebelaris batang otak selanjutnya virus akan menyebar ke sel purkinye
serebelum, diencephalon, basal ganglia dan akhirnya menuju hipokampusterjadi lebih
lambat dengan girus dentatus yang relatif tidak terinfeksi. Virus rabiestidak bisa
menginfeksi sel granuler pada girus dentatus yang sebagian besar mengandung reseptor
AMPAdan Kainate (Sudomo, 2009)
Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar
kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel
sistim limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus mengenai system limbik dimana
berfungsi erat dengan pengontrolan dan kepekaan emosi. Akibat dari pengaruh infeksi
sel-sel dalam sistim limbic ini, pasien akan menggigit mangsanyatanpa ada provokasi
dari luar. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral virus kemudian
bergerak ke perifer dalam serabut aferen dan pada serabutsaraf volunter maupun
otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ
tubuh dan berkembang biak dalam jaringan sepertikelenjar ludah. Virus rabies
menyebar menuju multi organ melalui neuronotonom dan sensorik terutama melibatkan
jalur parasimpatis yang bertanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah, kulit,
jantung, danorgan lain. Replikasi di luar sel saraf terjadi pada kelenjar ludah, lemak
coklat,dan kornea. Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada
latar belakang genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada
sel inang, jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yangharus ditempuh virus
untuk bergerak dari titik masuk ke susunansaraf pusat. Gambaran yang paling menonjol
dalam infeksi rabies adalahterdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam
sitoplasma sel ganglion besar (Depkes RI, 2000; Sudomo, 2009).
MANIFESTASI KLINIS
2. Serum Momolog
Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU )
Cara pemberian : disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka
sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler
Dosis :
Jenis Dosis Waktu Ket.
serum pemberian
Serum 20 Bersamaan Sebelumnya
heterolog IU/kgBB dengan tidak
pemberian VAR dilakukan
hari ke-0 skin test
III. Dosis dan Cara Pemberian VAR Untuk pengebalan Sebelum Digigit
(Pre Exposure Immunization)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut
sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
Cara pemberian (cara I) :
Disuntikkan secara intra muskuler (IM) di daerah deltoideus.
Dosis :
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian
Dasar I. 0,5 mL Pemberian I (hari ke-
0)
II. 0,5 mL Hari ke 28
Ulangan 0,5 mL 1 tahun setelah
pemberian I
Ulangan 0,5 mL Tiap 3 tahun
selanjutnya
Cara pemberian (cara II) :
Disuntikkan secara intra cutan (dibagian fleksor lengan
bawah)
Dosis :
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian
Dasar I. 0,1 mL Pemberian I (hari ke-
0)
II. 0,1 mL Hari ke 7
III. 0,1 mL Hari ke 28
Ulangan 0,1 mL Tiap 6 tahun-1 tahun
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENCEGAHAN
Pencegahan Sekunder
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya
rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10
menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau
Yodium tincture. Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang
terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari
rumah observasi hewan. Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies
sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau
digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini mungkin mendapat
pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa tidak benar
adanya infeksi rabies.
Pencegahan Tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi
perkembanga ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup
pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila
hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis
atau laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat
tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit
Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.
(Hiswani, 2003)
Akoso, Budi Tri.2008.Pencegahan & Pengendalian Rabies Penyakit Menular pada Hewan
dan Manusia.Yogyakarta:Kanisius.
Center for Indonesia Veterinary Analytical Studies. 2010. Tersedia pada URL
http://www.civas.net/content/etiologi-penyakit-rabies. Diakses 24 Desember 2013.
Departemen Kesehatan R.I. 2000. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus
Gigitan Hewan Tersangka / Rabies di Indonesia.
http://www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf. Diakses 24 Desember
2013.
Gompf, S.G.. 2007. Rabies. Available from : http://www.emedicine.com/med/topic1374.html.
Diakses 24 Desember 2013.
Jameson R.. 2006. Rabies. Available from :
http://www.bio.davidson.edu/courses/immunology/Students-
spring2006/Jameson/Rabies.html. Diakses 24 Desember 2013.
Hiswani. 2003. Pencegahan dan Pemberantasan Rabies. Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2006. Buku Pedoman Standar Pelayanan
Medis dan Standar Pelayanan Operasional Neurologi. Jakarta : PERDOSSI.
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
Cetakan ke-7. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Priguna Sidharta, Mahar Mardjono. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta.
Sudomo, Agung; Kusuma, Megasari; Maryuni, Vivi. 2009. Pemanfaatan Habbatus Sauda
untuk Terapi Penunjang Pencegah Rabies pada Anjing. IPB.