Anda di halaman 1dari 15

PENGERTIAN

Yang dimaksud dengan penyakit rabies


Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan menular
rabies terutama anjing, kucing dan kera (Depkes RI, 2000).
Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat
menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai
dengan disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan
kematian. Rabies merupakan salah satu penyakit menular tertua yang dikenal di
Indonesia. Virus rabies termasuk dalam genus Lyssavirus dan famili
Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus sendiri terdiri dari 80 jenis virus dan virus rabies
merupakan prototipe dari genus ini (Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia,
2004; Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2006; Jameson R., 2006).
Rabies adalah suatu infeksi virus pada otak yang menyebabkan iritasi dan
peradangan otak dan medulla spinalis. Menurut cara penularannya rabies termasuk
golongan zoonosis langsung (direct zoonosis) yaitu zoonosis yang
hanyamemerlukan satu jenis vertebrata saja untuk kelangsungan hidupnya, dan
agen penyebab penyakit hanya sedikit berubah atau tidak mengalami perubahan
samasekali selama penularan. Sedangkan menurut reservoir utamanya rabies
digolongkandalam antropozoonosis, yaitu penyakit yang secara bebas berkembang
di alam diantara hewan-hewan. Menurut agen penyebabnya rabies merupakan
zoonosis kausaviral. Rabies dapat ditularkan oleh satwa liar (wild life zoonosis),
hewan piaraan(domesticated animal zoonosis) maupun hewan yang hidup
dipemukiman manusia (domiciliated zoonosis) (Gompf, S.G., 2007).

ETIOLOGI

Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus
Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk
kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus
tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane selubung(amplop)
dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya
lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapatkandungan lemak yang
tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan
jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak,
alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun
dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 60o C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam
penyimpanan kering beku (freezedried)atau pada suhu 40o C dapat tahan selama
bebarapa tahun. Virus rabies dapat ditularkan oleh hewan penular terhadap hewan lain
yang peka atau kepada manusia lain melalui gigitan (mecanical transmision). Penularan
dapat juga terjadi dengan jilatan pada kulit yang lecet, selaput lendir mulut, selaput
lendir mata, anus, dan genitalia (Center for Indonesia Veterinary Analytical Studies,
2010).

Gambar 1. Struktur dan komposisi virus Rabies

Ket: Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi oleh paku-
pakuglikoprotein. Glikonukleoproteinnya tersusun dari nukleoprotein,
phosphorylatedatau phosphoprotein dan polimerase. Diagram melintang ini
menunjukkan lapisankonsentrik yaitu amplop dengan membrane ganda, protein m dan
digulung dalam RNA.

PATOFISIOLOGI

Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan
bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku
hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva
yang ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin infeksius.
Ekskreta kelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan bahaya
rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang
diciptakan oleh kelelawar. Virus rabies masuk ke dalam tubuh melalui luka atau kontak
langsung dengan selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebesar 50:1. Virus
rabies tidak bisa menembus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam otot atau
jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan
neuromuskuler. Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus
menyebar secara sentripetal melalui serabut saraf motorik dan jugaserabut saraf
sensorik tipe cepat dengan kecepatan 50 sampai 100 mm per hari. Setelah melewati
medulla spinalis, virus bereplikasi pada motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya
mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat secara efektif transport akson tipe cepat
tersebut. Virus melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies melekat
pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak
sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus
dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk ke dalam sel
inang dan melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah
transkripsi dan translasi (Priguna dan Mahar, 2008)

Gambar 2. Perjalanan Penyakit Rabies

Genom RNA untai direkam oleh polymerase RNA terkait, varion menjadi lima spesies
mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan
pembentukan RNA keturunan. RNA genomic berhubungan dengan transkriptase virus,
fosfoprotein dan nukleoprotein. Setelah enkapsidasi, partikel berbentuk peluru
mendapatkan selubung melalui pertusan yang melalui selaput plasma (Priguna dan
Mahar, 2008).
Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi dalam selubung,
sementaraglikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah
bagian- bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan membentuk
virus baru yang menginfeksi inang yang lainnya, kemudian melanjutkan diri bergerak
secara sentripetal sebagai sub viral, tanpa nukleoplasmid menuju jaringan otak (Priguna
dan Mahar, 2008).
Setelah melewati medula spinalis virus akan menginfeksi tegmentum batang otak dan
nukleus selebelaris batang otak selanjutnya virus akan menyebar ke sel purkinye
serebelum, diencephalon, basal ganglia dan akhirnya menuju hipokampusterjadi lebih
lambat dengan girus dentatus yang relatif tidak terinfeksi. Virus rabiestidak bisa
menginfeksi sel granuler pada girus dentatus yang sebagian besar mengandung reseptor
AMPAdan Kainate (Sudomo, 2009)

Gambar 3. Replikasi dan Siklus Infeksi Virus

Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar
kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel
sistim limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus mengenai system limbik dimana
berfungsi erat dengan pengontrolan dan kepekaan emosi. Akibat dari pengaruh infeksi
sel-sel dalam sistim limbic ini, pasien akan menggigit mangsanyatanpa ada provokasi
dari luar. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral virus kemudian
bergerak ke perifer dalam serabut aferen dan pada serabutsaraf volunter maupun
otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ
tubuh dan berkembang biak dalam jaringan sepertikelenjar ludah. Virus rabies
menyebar menuju multi organ melalui neuronotonom dan sensorik terutama melibatkan
jalur parasimpatis yang bertanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah, kulit,
jantung, danorgan lain. Replikasi di luar sel saraf terjadi pada kelenjar ludah, lemak
coklat,dan kornea. Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada
latar belakang genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada
sel inang, jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yangharus ditempuh virus
untuk bergerak dari titik masuk ke susunansaraf pusat. Gambaran yang paling menonjol
dalam infeksi rabies adalahterdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam
sitoplasma sel ganglion besar (Depkes RI, 2000; Sudomo, 2009).

Gambar 4. Negri Body di Neuron


Gambar 5 Skema Patogenesis Infeksi Virus Rabies
Nomor Pada Gambar Menunjukkan Urutan Kejadian

MANIFESTASI KLINIS

TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala pada manusia yang teinfeksi rabies


1. Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan
selama beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka.
Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap
rangsang sensorik.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.
Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang
sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat
terkenal diantaranya ialah hidrofobi.
Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh
rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan
menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.
Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi. Tindak-
tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat
responsif.
Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal,
tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah,
hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi Kadang-kadang
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot
yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
(Departemen Kesehatan R.I., 2000 )
Penanganan

Penanganan luka gigitan anjing yang terinfeksi rabies


1. Tindakan pertama penanganan gigitan anjing yang terinfeksi rabies di rumah
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko
tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan air bersih dan sabun/detergen
hingga bersih segera setelah terjadi gigitan sebelum dilakukan pengobatan
selajutnya. Pencucian luka gigitan dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan
orang lain dan tidak perlu menunggu sampai tenaga medis tiba. Jika luka gigitan itu
kecil/sempit dan dalam sehingga tidak dapat dibersihkan dengan sabun ataupun
larutan detergen secara baik, maka pembersihan luka dapat menggunakan asam
mineral kuat, misalnya asam nitrat.
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat
dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada
luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air
(sebaiknya air mengalir) dan sabun atau detergent selama 10-15 menit, kemudian
diberi antiseptic (alkohol 70%, betadine, obat merah dan lain-lain) (Depkes RI,
2000).
2. Penanganan gigitan anjing yang terinfeksi rabies di di Puskesmas/ Rabies Center/
Rumah Sakit di lakukan :
Penanganan luka gigitan :
Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir selama 10
15 menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat merah dll)
Anamnesis
Kontak/jilitan/gigitan
Kejadian didaerah tertular/terancam/bebas
Didahului tindakan provokatif/tidak
Hewan yang mengigit menunjukkan gejala rabies
Hewan yang mengigit hilang, lari, dan tidak dapat di tangkap atau dibunuh
dan dibuat
Hewan yang mengigit mati, tpai masih diragukan menderita rabies
Penderita luka gigitan pernah di VAR dan kapan?
Hewan yang mengigit pernah di VAR dan kapan?
Pemeriksaan fisik
Identifikasi luka gigitan (status lokalis)
Luka resiko tinggi : Jilatan/luka pada mukosa,luka diatas daerah bahu
(mukosa, leher, kepala), luka pada jari tangan, kaki, genetalia, luka
lebar/dalam dan luka yang banyak multiple wound)
Pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai
Serum Anti Rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan
mempertimbangkan hasil-hasil penemuan dibawah ini.
Bila ada indikasi pengobatan Pasteur, maka terhadap luka resiko rendah
diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan
pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar
tangan, badan dan kaki.
Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk
luka berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu
(muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang
lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel).
Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies
atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada
kontak, maka tidak PERLU diberikan pengobatan VAR maupun SAR.
Sedangkan apabila kontak dengan air luir pada kulit luka yang tidak
berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR
apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.
Dosis dengan cara pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies adalah sebagai
berikut :
I. Dosisi dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut
sebanyak 0,5 ml dalam syringe.

a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure


Treatment)
Cara pemberian : disuntikkan secara intra muskuler (IM) di
daerah deltoideus (anakanak di daerah paha)
Dosis:
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian
Anak Dewasa
Dasar 0,5 mL 0,5 mL 4 x pemberian:
Hari ke-0, 2x
pemberian
sekaligus
(deltoideus kiri
dan kanan)
Hari ke 7 dan 21
Ulangan - - -

b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah


digigit (Post Exposure Treatment)
Cara pemberian : disuntikkan secara intra muskuler (IM) di
daerah deltoideus (anakanak di daerah paha)
Dosis
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian
Anak Dewasa
Dasar 0,5 mL 0,5 Ml 0,5 mL 4 x pemberian:
Hari ke-0, 2x
pemberian
sekaligus
(deltoideus kiri
dan kanan)
Hari ke 7 dan 21
Ulangan 0,5 mL 0,5 mL Hari ke 90

2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)


Kemasan :
Dos berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 mL
Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @
0,4 mL

a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure


Treatment)
Cara pemberian :
Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara sub cutan (SC) di
sekitar daerah pusar. Sedangkan untuk vaksinasi ulang
disuntikkan secara intra cutan (IC) di bagaian fleksor lengan
bawah.
Dosis:
Vaksinasi Dosis Waktu Ket.
Anak Dewasa
pemberian
Dasar 1 mL 2 mL 7 x pemberian Anak: 3
setiap hari tahun ke
Ulangan 0,1 0,25 mL Hari ke 11, 15,
bawah
mL 30, dan 90

b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit


(Post Exposure Treatment)
Cara pemberian :
Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara sub cutan (SC) di
sekitar daerah pusar. Sedangkan untuk vaksinasi ulang
disuntikkan secara intra cutan (IC) di bagaian fleksor lengan
bawah.
Dosis:
Vaksinasi Dosis Waktu Ket.
Anak Dewasa
pemberian
Dasar 1 mL 2 mL 7 x pemberian Anak: 3
setiap hari tahun ke
Ulangan 0,1 0,25 mL Hari ke 11, 15,
bawah
mL 25, 35, dan 90

II. Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR)


1. Serum hetorolog (Kuda)
Kemasasn : vial 20 ml (1 ml = 100 IU)
Cara pemberian : disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka
sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra maskuler.
Dosis :

Jenis Dosis Waktu Ket.
serum pemberian
Serum 40 Bersamaan Sebelumnya
heterolog IU/kgBB dengan dilakukan
pemberian VAR skin test
hari ke-0

2. Serum Momolog
Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU )
Cara pemberian : disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka
sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler
Dosis :

Jenis Dosis Waktu Ket.
serum pemberian
Serum 20 Bersamaan Sebelumnya
heterolog IU/kgBB dengan tidak
pemberian VAR dilakukan
hari ke-0 skin test

III. Dosis dan Cara Pemberian VAR Untuk pengebalan Sebelum Digigit
(Pre Exposure Immunization)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut
sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
Cara pemberian (cara I) :
Disuntikkan secara intra muskuler (IM) di daerah deltoideus.
Dosis :
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian
Dasar I. 0,5 mL Pemberian I (hari ke-
0)
II. 0,5 mL Hari ke 28
Ulangan 0,5 mL 1 tahun setelah
pemberian I
Ulangan 0,5 mL Tiap 3 tahun
selanjutnya
Cara pemberian (cara II) :
Disuntikkan secara intra cutan (dibagian fleksor lengan
bawah)
Dosis :
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian
Dasar I. 0,1 mL Pemberian I (hari ke-
0)
II. 0,1 mL Hari ke 7
III. 0,1 mL Hari ke 28
Ulangan 0,1 mL Tiap 6 tahun-1 tahun

2. Suncling Mice Brain Vaccine (SMBV)


Kemasan :
Dus berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 mL
Dus berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul
pelarut @ 0,4 mL
Cara pemberian : disuntikkan secara intra cutan (IC) di bagian
flektor lengan bawah.
Dosis :
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian
Anak Dewasa
Dasar I. 0,1 mL I. 0,25 mL Pemberian I
II. 0,1 mL II. 0,25 mL 3 minggu setelah
pemberian I
III. 0,1 mL III. 0,25 mL 6 minggu setelah
pemberian
Ulangan 0,1 mL 0,25 mL Tiap 1 tahun
(Depkes RI, 2000; Akoso, 2008)

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG

PENCEGAHAN

Tindakan-tindakan pencegahan penyakit rabies


Disini ada beberapa klasifikasi dari pencegahan Rabies yaitu :
Pencegahan Primer
1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing,
kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa
izin ke daerah bebas rabies.
3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerahdaerah
bebas rabies
4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi
yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus
5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang
telah divaksinasi.
6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan dengan jalan
pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
7. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan
ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
8. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2
meter . Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai
tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus
(beronsong).
9. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies,
selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau
yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium
terdekat untuk diagnosa.
10. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan
sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
11. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-
kurangnya 1 meter

Pencegahan Sekunder
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya
rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10
menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau
Yodium tincture. Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang
terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari
rumah observasi hewan. Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies
sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau
digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini mungkin mendapat
pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa tidak benar
adanya infeksi rabies.

Pencegahan Tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi
perkembanga ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup
pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila
hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis
atau laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat
tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit
Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.
(Hiswani, 2003)

Akoso, Budi Tri.2008.Pencegahan & Pengendalian Rabies Penyakit Menular pada Hewan
dan Manusia.Yogyakarta:Kanisius.
Center for Indonesia Veterinary Analytical Studies. 2010. Tersedia pada URL
http://www.civas.net/content/etiologi-penyakit-rabies. Diakses 24 Desember 2013.
Departemen Kesehatan R.I. 2000. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus
Gigitan Hewan Tersangka / Rabies di Indonesia.
http://www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf. Diakses 24 Desember
2013.
Gompf, S.G.. 2007. Rabies. Available from : http://www.emedicine.com/med/topic1374.html.
Diakses 24 Desember 2013.
Jameson R.. 2006. Rabies. Available from :
http://www.bio.davidson.edu/courses/immunology/Students-
spring2006/Jameson/Rabies.html. Diakses 24 Desember 2013.
Hiswani. 2003. Pencegahan dan Pemberantasan Rabies. Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2006. Buku Pedoman Standar Pelayanan
Medis dan Standar Pelayanan Operasional Neurologi. Jakarta : PERDOSSI.
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
Cetakan ke-7. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Priguna Sidharta, Mahar Mardjono. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta.
Sudomo, Agung; Kusuma, Megasari; Maryuni, Vivi. 2009. Pemanfaatan Habbatus Sauda
untuk Terapi Penunjang Pencegah Rabies pada Anjing. IPB.

Anda mungkin juga menyukai