Anda di halaman 1dari 7

METODE GEOLOGI LAPANGAN

GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN KUTAI

NAMA : ADAM RAHMAD FIRDAUS


NIM : 1509085008
PROGRAM STUDI : TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2017
1.1 fisiologi cekungan kutai

Secara fisiografis, Cekungan Kutai berbatasan di sebelah utara dengan Tinggian Mangkalihat, Zona Sesar
Bengalon, dan Sangkulirang. Di sebelah selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang yang bertindak
sebagai zona sumbu cekungan sejak akhir Paleogen hingga sekarang (Moss dan Chamber, 1999). Di
sebelah barat berbatasan dengan Central Kalimantan Range yang dikenal sebagai Kompleks Orogenesa
Kuching, berupa metasedimen kapur yang telah terangkat dan telah terdeformasi. Di bagian timur
berbatasan dengan Selat Makassar.

Kerangka tektonik di Kalimantan bagian timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang
melibatkan interaksi antara Lempeng Pasifik, Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia, serta
dipengaruhi oleh tektonik regional di asia bagian tenggara (Biantoro et al., 1992).

Bentukan struktur Cekungan Kutai didominasi oleh perlipatan dan pensesaran. Secara umum, sumbu
perlipatan dan pensesarannya berarah timurlaut-baratdaya dan subparalel terhadap garis pantai timur
pulau Kalimantan. Di daerah ini juga terdapat tiga jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar turun dan sesar
mendatar. Adapun struktur Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 1.

Batuan dasar (basement) dari Cekungan Kutai diduga sebagai karakter benua dan samudera yang dikenal
sebagai transisi mengambang (rafted transitional). Batuan dasar Cekungan Kutai berkaitan dengan
segmen yang lebih awal pada periode waktu Kapur Akhir Paleosen (70 60 MA).

Cekungan pada bagian timur dan tenggara Kalimantan dikontrol oleh adanya proses pergerakan lempeng
kerak samudera dari arah tenggara yang mengarah ke baratlaut Kalimantan seperti terlihat pada Gambar
2.

Gambar 2 Perkembangan tektonik Cekungan Kutai (Hutchison, 1996).


Dari Gambar 2 terlihat bahwa kerak samudera yang berasal dari tenggara Kalimantan mendesak massa
kerak benua Schwaner ke arah baratlaut, dikarenakan massa kerak Schwaner sangat kuat maka kerak
samudera mengalami patah sehingga ada yang turun ke bawah dan naik ke atas. Karena di dorong terus
dari arah Irian Jaya terjadilah obduksi yang akhirnya membentuk batuan ofiolit pada pegunungan
Meratus. Ketika kerak samudera mengalami tekanan dari arah tenggara sudah sampai pada titik jenuh
maka kerak tersebut patah dan karena adanya arus konveksi dari bawah kerak maka terjadilah bukaan
(rifting) yang kemudian terisi sedimen sehingga menyebabkan terbentuknya cekungan-cekungan yang
berarah relatif utaraselatan seperti Cekungan Kutai.

2.1 Struktur Geologi Regional Cekungan Kutai

struktur yang dapat diamati di Lembar Samarinda berupa lipatan antiklinorium dan sesar, lipatan
umumnya berarah Timurlaut- Baratdaya, dengan sayap lebih curam di bagian Tenggara. Formasi
Pamaluan, Berbuluh dan Balikpapan sebagian terlipat kuat dengan kemiringan antara 40 - 75. Batuan
yang lebih muda seperti Formasi Kampungbaru pada umumnya terlipat lemah. Di daerah ini terdapat tiga
jenis sesar yaitu sesar naik, sesar turun, dan sesar mendatar. Sesar naik diduga terjadi pada Miosen Akhir
yang kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang terjadi kemudian. Sesar turun terjadi pada kala
Pliosen. Di daerah Embalut terdapat lipatan yang membentuk antiklin maupun sinklin

Sumberdaya mineral dan energi yang potensi di Lembar Samarinda berupa minyak dan gas bumi serta
batubara, terdapat di Sangasanga, Muarabadak dan Tanjung Selatan , sedangkan batubara terdapat di
Loahaur, Loabukit dan Sebuluh. Semuanya di tepi S. Mahakam.

Struktur geologi regional dan tektonika yang berkembang di sekitar daerah penyelidikan adalah berupa
perlipatan, sesar dan kelurusan berarah Baratdaya-Timurlaut dan Baratlaut-Tenggara.

Struktur perlipatan berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu yang relatif sejajar dengan pola struktur
regional yakni Baratdaya-Timurlaut, sayap-sayap struktur antiklin dan sinklin umumnya membentang
asimetris dengan sudut kemiringan yang landai hingga curam. Secara setempat ujung-ujung sumbu
struktur perlipatan tersebut, sebagian ada yang menunjam, terpotong oleh struktur sesar atau tertimbun
batuan lain.

Struktur antiklin dan sinklin sebagian besar melipat batu-batuan sedimen berumur Tersier dan
menyingkapkan batuan malihan dan sedimen yang berumur jauh lebih tua.

Beberapa batuan sedimen Tersier pembawa batubara yang ikut terlipat, juga menyingkapkan atau
mendekatkan lapisan batubara ke permukaan bumi.

Struktur sesar umumnya membentuk sesar normal, sesar geser dan sesar naik, dengan pola berarah
Baratlaut-Tenggara dan Baratdaya-Timur laut.

Struktur sesar yang nampak saat ini umumnya mengoyak batuan-batuan sedimen berumur Tersier dan
Pra-Tersier.

Struktur ini kemungkinan yang menyebabkan terjadinya proses intrusi yang menghasilkan mineralisasi,
atau mengubah karakteristik lapisan batubara.
Kelurusan-kelurusan yang terbentuk, diperkirakan merupakan jejak atau indikasi struktur sesar dan kekar
dengan pola yang searah struktur umum regional. Kelurusan ini umumnya menoreh batuan-batuan
berumur Tersier dan Pra-Tersier.

Mengingat litologi di daerah ini didominasi oleh batuan yang berumur Tersier, diduga kehadiran sesar,
perlipatan dan kelurusan yang terlihat sekarang, berhubungan erat dengan kegiatan tektonik pada Zaman
Tersier atau Intra Miosen.

Secara regional kegiatan tektonik di daerah ini dimulai sejak Mesozoikum hingga Tersier seiring dengan
terbentuknya urutan stratigrafi dari litologi formasi batuan yang terlihat sekarang. (S. Supriatna, Sukardi,
dan E.Rustandi, 1995)

3. statigrafi cekungan kutai

Pada Kala Miosen Tengah di Cekungan Kutai terbentuk Formasi Warukin (Tmw) dan Formasi Kelinjau
(Tmk) yang keduanya berhubungan saling menjari dan menindih secara tidak selaras Formasi Berai
(Tomb), Montalat (Tomm), Jangkan (Tomj), Keramuan (Tomk), Purukcahu (Tomc), Penuut (Toml) dan
Gunungapi Malasan (Tom).

Pada kala yang sama yakni Miosen Tengah, di Cekungan Mahakam terbentuk Formasi Pulau Balang
(Tmpb) yang disertai kegiatan gunungapi Meragoh. Beberapa satuan batuan anggota kedua formasi ini,
secara setempat berhubungan saling menjari. Selanjutnya terbentuk lagi Formasi Balikpapan (Tmbp) yang
secara tidak selaras menindih Formasi Pulau Balang (Tmpb) dan Formasi Batuan Gunungapi Meragoh
(Tmm).

Pada Kala Miosen Akhir hingga Plistosen (Kuarter), dalam Cekugan Kutai terjadi lagi kegiatan
gunungapi Mentulang dan Bandang (TmQm), yang menindih secara tidak selaras Formasi Warukin
(Tmw) dan Formasi Kelinjau (Tmk).

Pada Kala Pliosen hingga Plistosen (Kuarter), di dalam Cekungan Mahakam terbentuk Formasi
Kampungbaru (Tpkb) yang menindih secara tidak selaras Formasi Balikpapan (Tmbp).

Pada Kala Holosen (Kuarter), di dalam Cekungan Mahakam dan Kutai, terbentuk endapan material hasil
desintegrasi, transportasi serta denudasi berbagai macam batuan yang membentuk endapan kuarter.

Endapan kuarter tersebut adalah Aluvium Sungai (Qa), Aluvium Rawa (Q1) serta Aluvium Pantai (Qs).
Litologi batuan yang menyusun endapan kuarter tersebut umumnya mempunyai sifat belum
terkonsolidasi, mudah lepas ikatan antar butirannya, bentuk membulat dan kegiatannya masih terus
berlangsung hingga kini.

Menurut peneliti yang lain, secara regional di daerah Kalimantan, litologi penyusun Zona Cekungan
Mahakam dan Kutai yang tersingkap sekarang antara lain didominasi oleh Endapan Kuarter dan batuan-
batuan Sedimen berumur Paleosen (Tersier Awal) hingga Plistosen atau Kuarter Awal (W. Hamilton,
1978; Halien, 1969 dan Pupiluli, 1973 dalam Rienno Ismail, 2008).

W. Hamilton (1978) dalam Rienno Ismail (2008), juga menyatakan bahwa secara regional, di daerah
Kalimantan batuan dasarnya yang tersingkap antara lain terdiri dari batuan sedimen, beku dan malihan
serta kombinasi dari ketiganya, yang diduga berumur Pra-Trias (Perem) pada Masa Paleozoikum hingga
Masa Mesozoikum yang berumur Kapur Akhir.

Cekungan Kutai berada di Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur, secara geografis
daerah tersebut terletak antara ( 0o - 6 o) LU, ( 0o - 9 o) LS dan 116o30 - 116o45

Cekungan Kutai yang luasnya + 50.000 km2, cekungan ini mulai diisi sedimen pada permulaan Tersier
sampai Kuarter. Dataran cekungan ini terus melebar ke arah Timur. Pengisisan cekungan ini dimulai dari
lingkungan laut sampai fluvial, pada pengendapan lingkungan paralik banyak diendapkan batubara yang
diselingi endapan sedimen. Pada Miosen Bawah terjadi siklus regresi, lingkungan daratan mulai melebar
ke arah Timur Laut. Di atas endapan tersier diendapakan aluvium yang terdiri dari lempung, lanau dan
gambut, endapan ini mengisi bagian yang rendah.

Stratigrafi daerah Cekungan Kutai merupakan endapan-endapan sedimen Tersier sebagai hasil dari siklus
transgresi dan regresi laut dan memiliki kesebandingan dengan cekungan Barito serta Cekungan Tarakan
(Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Urutan transgresif dapat ditemukan dengan baik di
sepanjang daerah pinggiran cekungan tanpa endapan klastik yang berbutir kasar dan serpih yang
diendapkan pada lingkungan paralis hingga laut dangkal

Urutan regresif Cekungan Kutai mengandung endapan klastik delta hingga paralis yang banyak
mengandung lapisan batubara dan lignit. Sistem delta yang berumur Miosen Tengah berkembang secara
cepat ke arah timur dan ke arah tenggara. Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta yang terus
menerus sepanjang waktu diselang-selingi oleh fasa transgresif secara lokal (Koesoemadinata, 1978 op cit
Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Batupasir yang terbentuk di delta plain dan delta front
yang regresif berumur Miosen Tengah merupakan reservoir di sejumlah lapangan minyak dan gas bumi di
Cekungan Kutai.

Batuan tertua yang ada di Cekungan Kutai berupa batuan metamorf yang menjadi pembentuk batuan
dasar dan berumur Paleozoikum dan Mesozoikum (Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Di
atas batuan dasar ini secara tidak selaras diendapkan Formasi Kiham Haloq berupa alluvial berumur
Paleosen yang terletak dekat dengan batas cekungan bagian barat (Moss dan Chambers, 2000 dalam
Rienno Ismail, 2008). Pada kala Eosen cekungan terus mengalami pendalaman akibat pemekaran batuan
dasar, sehingga terjadi peristiwa transgresi yang mengendapkan Formasi Mangkupa berupa serpih yang
diendapkan pada lingkungan laut terbuka hingga marginal marine (Satyana et al., 1999 dalam Rienno
Ismail, 2008).

Sedimen siliklastik kasar kemudian diendapkan di atas Formasi Mangkupa, yaitu Formasi Beriun yang
berasosiasi dengan serpih pada beberapa tempat, hal ini mengindikasikan terjadinya pengangkatan secara
lokal. Setelah pengendapan Formasi

Beriun, transgresi terjadi kembali dan diendapkan Formasi Atan berupa serpih laut dalam, serta Formasi
Kedango berupa batuan karbonat (Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Di atas Formasi Atan dan Kedango, diendapkan Formasi Pamaluan yang tersusun atas batulempung,
serpih dengan sisipan napal, batupasir, dan batugamping. Formasi ini terbentuk pada kala Oligosen Akhir
hingga Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan berupa laut dalam. Formasi Pamaluan adalah fase
regresif yang berkembang di Cekungan Kutai dan mengalami progradasi secara cepat ke arah timur
(Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Formasi Bebulu diendapakan di atas formasi Pamaluan secara selaras , tersusun atas batugamping dengan
sisipan lanau dan napal yang merupakan endapan karbonat fasa regresif (Satyana et al,. 1999 dalam
Rienno Ismail, 2008). Formasi ini berumur Miosen Awal-akhir Miosen Awal dengan lingkungan
pengendapan laut dangkal (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Formasi Pulubalang diendapkan secara selaras di atas Formasi Bebulu. Formasi ini tersusun atas
perselingan graywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara, dan
tuff dasit. Umur Formasi Pulubalang adalah Miosen Tengah dengann lingkungan pengendapan darat
hingga laut dangkal (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Formasi Balikpapan terbentuk dalam lingkungan peng-endapan delta atau litoral hingga laut dangkal
terbuka, dengan kisaran umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, diduga mempunyai ketebalan
formasi 1.800 m, terdapat secara tidak selaras di bawah Formasi Kampungbaru. Terdiri dari batupasir
kuarsa, batulempung dengan sisipan batulanau, serpih, batugamping dan batubara. Lapisan batupasir
kuarsa berbutir halus sampai sedang, terpilah cukup baik dengan kandungan mineral kuarsa sekitar 70 %,
bersifat kurang padat, bersisipan oksida besi setebal 30 cm, lignit setebal 50 cm-150 cm, dan serpih
setebal 30 cm, serta lensa-lensa batugamping setebal 10 cm - 50 cm yang bersifat keras, pejal dan pasiran.

Formasi Kampung Baru diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Balikpapan. Terdiri dari lapisan
batupasir kuarsa bersisipan dengan batulempung, batulanau, konglomerat aneka bahan, lignit, gambut dan
oksida besi. Lapisan batupasir kuarsa, sedikit mengandung feldspar dan karbon, berbutir halus sampai
menengah, terpilah baik, mudah lepas ikatan antar butirannya. Lapisan batulempung tufan, berlapis tipis,
terdapat alur nodul lempung setebal 1 cm dengan inti kuarsa. Lapisan batulanau, berwarna kehijauan,
setempat berselingan dengan gambut setebal 1 cm. Konglomerat aneka bahan, bagian bawah terdiri atas
komponen basal dan kuarsa berukuran butir 0,5 cm sampai 2 cm serta setempat mencapai 5 cm, matriks
batupasir kuarsa, berstruktur perlapisan silang-siur, berlapisan; bagian atas komponen makin mengecil
dan batupasir makin menyolok serta berstruktur silang-siur. Lapisan lignit dan gambut tersebar tidak
merata dengan ketebalan mencapai 1,5 m. Oksida besi sebagai sisipan dengan ketebalan 2 cm sampai 3
cm, dan nodul bergaris tengah 1 cm sampai 5 cm. Formasi Kampungbaru terbentuk dalam lingkungan
pengendapan delta hingga laut dangkal, dengan kisaran umur Kala Miosen Akhir sampai Plio-Pleistosen,
diduga mempunyai ketebalan formasi berkisar antara 250 m sampai 800 m.

Endapan kuarter Delta Mahakam tersusun dari pasir, lumpur, kerikil dan endapan pantai yang terbentuk
pada lingkungan sungai, rawa, pantai, dan delta dengan hubungan yang bersifat tidak selaras terhadap
batuan di bawahnya. Endapan ini memiliki penyebaran sepanjang pantai timur dan merupakan produk
dari Delta Mahakam modern yang masih berkembang terus hingga sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-putramesra-31000-3-2008ta-2.pdf

http://aryadhani.blogspot.co.id/2012/07/stratigrafi-regional-cekungan-kutai.html

infotambang.com/geologi-regional-cekungan-kutai-p377-143.htm

Anda mungkin juga menyukai