Tabel 16. Data rataan unsur iklim kawasan Danau Maninjau (1995-2004)
Kelembaban Kec. Curah
Bulan Suhu (0 C)
nisbi Angin hujan
Mak. Min. Rata-rata (%) (km/hr) (mm)
Januari 30,58 22,57 26,575 95,20 28,0 246,8
Februari 30,24 22,48 26,360 95,26 25,5 179,8
Maret 32,35 23,24 27,795 95,95 23,1 283,4
April 31,20 22,45 26,825 95,31 22,6 294,3
Mei 31,87 23,31 27,590 96,05 17,7 267,7
Juni 32,93 23,56 28,245 96,45 21,9 171,3
Juli 31,84 22,35 27,095 96,57 19,3 289,1
Agustus 32,29 22,46 27,375 96,11 22,4 267,6
September 30,08 22,15 26,115 95,97 24,7 323,4
Oktober 30,03 22,17 26,100 93,48 30,7 335,4
Nopember 30,63 22,05 26,340 93,08 21,0 497,8
Desember 31,19 23,15 27,170 93,07 24,9 343,4
Rata-rata 31,27 22,66 26,960 95,20 23,5 299,0
Sumber: Data diolah dari pencatatan stasiun penakar hujan PLTA Maninjau, (1995-2005)
Koppen, kawasan Danau Maninjau beriklim hujan tropik dengan suhu bulanan
terdingin > 18 0C. Hal ini dicirikan kondisi daerah tangkapan air selalu basah,
hujan rata-rata tiap bulan > 60 mm, dengan suhu udara berkisar antara 1830 0C
(Handoko, 1995). Tabel 17 memperlihatkan jumlah bulan basah, kering dan
lembab di kawasan Danau Maninjau.
Tabel 17. Jumlah bulan basah, kering dan lembab di kawasan Danau Maninjau
Tahun Jumlah
Bulan basah Bulan kering Bulan lembab
1995 11 0 1
1996 11 0 1
1997 7 3 2
1998 11 0 1
1999 12 0 0
2000 10 2 0
2001 11 0 1
2002 11 1 0
2003 10 2 0
2004 11 1 0
Sumber: Data diolah dari pencatatan stasiun penakar hujan PLTA Maninjau, (1995-2005)
Keterangan: Bulan basah = bulan dengan hujan > 100 mm
Bulan kering = bulan dengan hujan < 60 mm
Bulan lembab = bulan dengan hujan 60-100 mm
4.4. Hidrologi
Kondisi hidrologi kawasan danau secara umum dipengaruhi oleh dua
faktor utama, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan di kawasan danau
sebagian besar mengalir melalui pola penyaluran yang telah terbentuk. Sumber air
Danau Maninjau terutama berasal dari sungai-sungai yang mengalir sepanjang
DAS yang bermuara ke danau dan air hujan.
Di kawasan danau terdapat 88 buah sungai besar dan kecil dengan lebar
maksimum 8 meter yang mengalir ke danau. Kebanyakan dari sungai tersebut
(61,4%) kering pada waktu musim kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair
sepanjang tahun hanya 34 buah sungai. Sungai-sungai tersebut mengalir dengan
debit yang relatif kecil. Tabel 18 menyajikan data debit beberapa sungai besar
yang mengalir ke perairan Danau Maninjau.
Tabel 18. Lebar dan debit beberapa sungai yang bermuara ke Danau Maninjau
No Nama sungai Lebar (m) Debit ( m3/detik)
1 Batang Limau Sundai 7 0,075
2 Batang Maransi 6 0,074
3 Bandar Ligin 6 0,090
4 Jembatan Ampang 8 0,160
5 Batang Kalarian 7 0,160
6 Tembok Asam 8 0,090
Sumber: PSDA Sumatera Barat , (2005)
Tabel 21. Kondisi luas lahan dan kepadatan penduduk kawasan Danau Maninjau
Luas Jumlah penduduk Kepadatan
No Nagari
(km2) (jiwa) penduduk per km2
1 Maninjau 15,83 3.341 211
2 Bayur 18,99 4.255 224
3 III Koto 11,56 4.667 403
4 Koto Kaciak 12,10 3.670 303
5 II Koto 28,55 4.781 167
6 Tanjung Sani 46,35 5.799 125
7 Sungai Batang 17,38 4.019 231
Jumlah 150,76 30.532 203
Sumber: Tanjung Raya dalam Angka, (2005)
157 kali lipat atau sebanyak 1886 unit. Tahun berikutnya jumlah keramba
mengalami peningkatan lagi yakni mencapai 3.500 unit keramba. Pada tahun 1997
terjadi musibah kematian masal ikan akibat penurunan kualitas air, sehingga
jumlahnya KJA mengalami penurunan menjadi 2.856 unit. Semenjak tahun 2000
jumlah KJA di perairan Danau Maninjau terus mengalami peningkatan, yakni dari
3.856 unit menjadi 8.251 unit pada tahun 2005 dengan jumlah petani ikan
sebanyak 677 kepala keluarga. Pada bulan Maret 2006 jumlah keramba di
perairan Danau Maninjau sudah mencapai 8.955 unit dengan jumlah petani ikan
sebanyak 1.264 kepala keluarga.
Kegiatan budidaya perikanan dalam KJA ini berkembang hampir pada
seluruh kawasan perairan danau. Pada umumnya keramba yang diusahakan
menggunakan model rakit dari kayu (bambu) dengan ukuran 7x7x4 meter . Ikan-
ikan dalam KJA ini diberi makan dengan pakan buatan (pellet). Peningkatan
jumlah KJA di perairan danau juga telah meningkatkan limbah KJA, yang pada
akhirnya memberikan dampak negatif terhadap lingkungan perairan. Terjadinya
eutrofikasi yang lebih cepat dengan frekuensi yang sering, sehingga menyebabkan
mutu perairan menjadi menurun. Hal ini merupakan salah satu contoh dampak
dari peningkatan jumlah limbah KJA. Demikian juga halnya dengan limbah sisa
pakan dan kotoran ikan yang menumpuk di dasar perairan danau, untuk
selanjutnya mengalami dekomposisi atau penguraian.
Peningkatan buangan bahan organik ke dasar perairan danau akan
merangsang aktivitas bakteri, jamur dan makro-invertebrata, sehingga
meningkatkan konsumsi oksigen di sedimen. Akibat jumlah sisa pakan cukup
banyak, menyebabkan terjadinya kondisi anaerob di daerah perairan. Oleh karena
itu maka kejadian kematian ikan masal pernah terjadi, disebabkan karena adanya
pengadukan (pembalikan) massa air yang disebut dengan turnover (umbalan) pada
saat penggantian musim kemarau ke musim hujan atau pada saat terjadinya angin
kencang yang telah menelan kerugian yang sangat besar.
Kegiatan budidaya KJA secara langsung akan berpengaruh buruk terhadap
kualitas perairan danau. Hal ini disebabkan dari budidaya KJA terjadi
penambahan yang terus menerus dan penumpukan bahan organik yang berasal
dari sisa pakan dan sisa metabolisme, sehingga akan meningkatkan unsur hara di
73
perairan danau. Unsur hara yang berlebihan dapat menyebabkan eutrofikasi, yang
salah satu indikatornya adalah meningkatnya kekeruhan air (Henderson et al.,
1987). Kekeruhan ini dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi fosfat, terutama
yang berasal dari sisa pakan ikan. Hasil penelitian Syandri (2001) melaporkan
bahwa limbah yang masuk ke perairan danau dari aktivitas 2.410 unit KJA setiap
bulannya adalah 77,49 ton protein limbah, 12,3984 ton nitrogen limbah dan 26,95
ton urea.
Tingginya konsentrasi fosfat, selain dari sisa pakan diduga juga berasal
dari limbah manusia dan limbah domestik lainnya yaitu berupa tinja dan deterjen.
Setiap tahunnya beban limbah fosfor (P) dari deterjen yang masuk ke perairan
danau berjumlah 9,02 ton (LPP-UMJ, 2006). Hal ini akan menstimulir
peningkatan kandungan fosfat dan kekeruhan di perairan danau.
Sedimentasi sebagai akibat erosi dari pemanfaatan lahan di daerah
cathment area dan daerah sempadan danau akan menyebabkan terjadinya
pendangkalan danau, sehingga mempengaruhi elevasi air danau. Erosi juga
menyebabkan meningkatnya kekeruhan di badan air, sehingga mengurangi
penetrasi cahaya yang masuk ke badan air tersebut. Hal ini mengakibatkan
terjadinya penurunan produksi primer perairan danau.