Anda di halaman 1dari 12

IV.

PROFIL DAERAH PENELITIAN

4.1. Letak Administrasi dan Kondisi Geografis


Danau Maninjau secara administrasi termasuk ke dalam wilayah
Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat dengan
jarak 105 km dari kota Padang. Secara geografis wilayah ini terletak pada 00 17
07.04 LS dan 1000 - 0958.0 BT dengan ketinggian 461,5 meter di atas
permukaan laut (dpl). Dilihat dari proses terbentuknya, Danau Maninjau
merupakan danau vulkanis, yaitu berasal dari letusan gunung berapi.
Kawasan Danau Maninjau, memanjang dari arah utara ke selatan dengan
panjang 16,4 km dan lebar 7 km, dengan batas-batas sebelah utara Kecamatan
Palembayan, sebelah selatan Kecamatan V Koto Kabupaten Padang Pariaman,
sebelah barat Kecamatan IV Nagari dan sebelah timur Kecamatan Matur.
Kawasan sekitar Danau Maninjau dikelilingi oleh 7 nagari (gabungan dari
beberapa desa). Nagari-nagari tersebut adalah Nagari Maninaju, Nagari Bayur,
Nagari Koto Kaciak, Nagari Tanjung Sani, Nagari II Koto, Nagari III Koto dan
Nagari Sungai Batang.
Curah hujan di kawasan danau tahun 2003 adalah 1.466 mm dengan
jumlah hari hujan 112 hari, sedangkan curah hujan pada tahun 2004 menurun
1.413 mm dengan jumlah hari hujan 177 hari. Pada tahun 2005 curah hujan
menurun 1.363 mm dengan jumlah hari hujan 140 hari. Bulan terkering di
kawasan Danau Maninjau adalah Juni dengan curah hujan 171,3 mm dan bulan
terbasah adalah Nopember dengan curah hujan 497,8 mm.
Danau Maninjau memiliki satu saluran air keluar yaitu Batang Antokan
yang mengalir ke Samudera Indonesia di pantai barat Sumatera Barat.
Berdasarkan laporan hasil studi LIPI (2003), batimetri danau memiliki
karakteristik sebagai berikut: luas permukaan danau adalah 9.737,50 ha, panjang
maksimum 16,46 km, lebar maksimum 7,5 km, volume air 10.226.001.629,2 m3,
kedalaman maksimum 105 m dengan luas daerah tangkapan air (catchment area)
sebesar 13.260 ha.
63

4.2. Iklim dan Curah Hujan


Iklim berpengaruh terhadap semua proses dinamika perairan yang terjadi,
misalnya pola arus, sebaran panas, proses ekofisiologis biota air, dan kondisi
hidrometeorologi. Perubahan dan penyimpangan iklim akan mempengaruhi
proses-proses yang ada dalam daerah tangkapan air dan badan air, seperti
hidrologi, neraca air, pola arus, sebaran panas, dan proses-proses biokimia yang
ada di dalamnya.
Berdasarkan data curah hujan dari Stasiun Maninjau mulai tahun 1993-
2005 menunjukkan bahwa pola hujan bulanan dapat dikatakan relatif merata
sepanjang tahun. Bulan Nopember yang merupakan bulan dengan curah hujan
lebih tinggi, sedangkan bulan Juni merupakan bulan dengan curah hujan terkecil.
Rata-rata curah hujan bulanan sebesar 299 mm dan curah hujan tahunan 3661
mm. Data pendukung terhadap klasifikasi iklim di daerah kawasan danau
tercantum pada Tabel 16.

Tabel 16. Data rataan unsur iklim kawasan Danau Maninjau (1995-2004)
Kelembaban Kec. Curah
Bulan Suhu (0 C)
nisbi Angin hujan
Mak. Min. Rata-rata (%) (km/hr) (mm)
Januari 30,58 22,57 26,575 95,20 28,0 246,8
Februari 30,24 22,48 26,360 95,26 25,5 179,8
Maret 32,35 23,24 27,795 95,95 23,1 283,4
April 31,20 22,45 26,825 95,31 22,6 294,3
Mei 31,87 23,31 27,590 96,05 17,7 267,7
Juni 32,93 23,56 28,245 96,45 21,9 171,3
Juli 31,84 22,35 27,095 96,57 19,3 289,1
Agustus 32,29 22,46 27,375 96,11 22,4 267,6
September 30,08 22,15 26,115 95,97 24,7 323,4
Oktober 30,03 22,17 26,100 93,48 30,7 335,4
Nopember 30,63 22,05 26,340 93,08 21,0 497,8
Desember 31,19 23,15 27,170 93,07 24,9 343,4
Rata-rata 31,27 22,66 26,960 95,20 23,5 299,0
Sumber: Data diolah dari pencatatan stasiun penakar hujan PLTA Maninjau, (1995-2005)

Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson kawasan


danau memiliki iklim golongan A yaitu daerah yang sangat basah dengan nilai Q
sebesar 4,52%. Hal ini berdasarkan pada jumlah bulan basah yaitu 10,41/tahun.
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Mohr, daerah kawasan Danau Maninjau
termasuk golongan I, yaitu daerah basah. Sementara itu, berdasarkan klasifikasi
64

Koppen, kawasan Danau Maninjau beriklim hujan tropik dengan suhu bulanan
terdingin > 18 0C. Hal ini dicirikan kondisi daerah tangkapan air selalu basah,
hujan rata-rata tiap bulan > 60 mm, dengan suhu udara berkisar antara 1830 0C
(Handoko, 1995). Tabel 17 memperlihatkan jumlah bulan basah, kering dan
lembab di kawasan Danau Maninjau.

Tabel 17. Jumlah bulan basah, kering dan lembab di kawasan Danau Maninjau
Tahun Jumlah
Bulan basah Bulan kering Bulan lembab
1995 11 0 1
1996 11 0 1
1997 7 3 2
1998 11 0 1
1999 12 0 0
2000 10 2 0
2001 11 0 1
2002 11 1 0
2003 10 2 0
2004 11 1 0
Sumber: Data diolah dari pencatatan stasiun penakar hujan PLTA Maninjau, (1995-2005)
Keterangan: Bulan basah = bulan dengan hujan > 100 mm
Bulan kering = bulan dengan hujan < 60 mm
Bulan lembab = bulan dengan hujan 60-100 mm

Kawasan Danau Maninjau memiliki curah hujan rata-rata tahunan kurang


lebih 1.563 mm yang mengalami dua puncak hujan dalam setahun yaitu bulan
AprilMei dan OktoberNopember. Keragaman curah hujan di kawasan danau
juga dipengaruhi oleh sistem topografi yang memungkinkan terjadinya tipe hujan
orografik. Kondisi ini menyebabkan kawasan danau memiliki sifat relatif basah,
terjadi hujan sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata bulanan pada musim yang
lebih kering (kemarau) berkisar antara 171,3267,6 mm, sedangkan pada musim
hujan berkisar antara 283,4497,8 mm.

4.3. Kondisi Topografi


Secara umum, kawasan Danau Maninjau dapat dibedakan atas 2 tipologi
berdasarkan karakteristik wilayahnya:
1) Wilayah di bagian utara-barat punggung dalam Danau Maninjau.
Topografi di wilayah ini relatif datar (0-2% seluas 115,51 ha), sehingga
cenderung menjadi daerah orientasi pembangunan saat ini. Kawasan
65

terbangun ini menunjukan adanya konsentrasi penduduk dan kegiatan,


salah satunya adalah beberapa obyek wisata serta sarana dan prasarana
pendukungnya.
2) Wilayah di bagian timur-selatan punggung dalam Danau Maninjau.
Topografinya cenderung berbukit dan bergunung dengan kemiringan tanah
>15% dengan luas 95,79 ha.

4.4. Hidrologi
Kondisi hidrologi kawasan danau secara umum dipengaruhi oleh dua
faktor utama, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan di kawasan danau
sebagian besar mengalir melalui pola penyaluran yang telah terbentuk. Sumber air
Danau Maninjau terutama berasal dari sungai-sungai yang mengalir sepanjang
DAS yang bermuara ke danau dan air hujan.
Di kawasan danau terdapat 88 buah sungai besar dan kecil dengan lebar
maksimum 8 meter yang mengalir ke danau. Kebanyakan dari sungai tersebut
(61,4%) kering pada waktu musim kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair
sepanjang tahun hanya 34 buah sungai. Sungai-sungai tersebut mengalir dengan
debit yang relatif kecil. Tabel 18 menyajikan data debit beberapa sungai besar
yang mengalir ke perairan Danau Maninjau.

Tabel 18. Lebar dan debit beberapa sungai yang bermuara ke Danau Maninjau
No Nama sungai Lebar (m) Debit ( m3/detik)
1 Batang Limau Sundai 7 0,075
2 Batang Maransi 6 0,074
3 Bandar Ligin 6 0,090
4 Jembatan Ampang 8 0,160
5 Batang Kalarian 7 0,160
6 Tembok Asam 8 0,090
Sumber: PSDA Sumatera Barat , (2005)

Sungai-sungai yang bermuara ke Danau Maninjau memiliki perbedaan


tipe. Sungai-sungai di sebelah utara Danau Maninjau memiliki pola linear (lurus
atau tidak bercabang), sedangkan sungai di sebelah barat danau pada umumnya
berpola dendritik (bercabang). Dengan demikian maka inflow air Danau Maninjau
sebagian besar bersumber dari aliran sungai dan dari dasar danau (Bapedalda
Sumbar, 2001).
66

4.5. Geologi Kawasan Danau Maninjau


Danau Maninjau merupakan danau kaldera yang berbentuk elips dengan
batas di sebelah timur dengan adanya volkano-tektonik yang terbentuk dari batuan
dasar kompleks yaitu granodiorit, diabas, phyllitic, sekis dan gamping. Bentuk
kaldera yang memanjang menunjukkan masa erupsi yang lama pada waktu terjadi
pergeseran lateral kanan pada jalur patahan utama Sumatera.
Jenis tanah yang terdapat di kawasan Danau Maninjau didominasi oleh
jenis tanah andosol-distrik seluas 17.319 ha (32,69%) dan yang paling sedikit
adalah jenis tanah kambisol eutrik seluas 585 ha (1,10 %). Jenis-jenis tanah yang
ada di kawasan danau secara keseluruhan meliputi 6 jenis tanah, yaitu (1) tanah
andosol distrik seluas 17.319 ha (32,69%), (2) glisol distrik seluas 13.323 ha
(25,15%), (3) kambisol distrik seluas 6.808 ha (12,85%), (4) organosol saprik
seluas 3.687 ha (6,69 %), (5) regosol seluas 1.044 ha (1,97%) dan (6) kombisol
eutrik seluas 558 ha (1,10 %).
Kawasan Danau Maninjau mempunyai bentuk lahan dari datar sampai
dengan perbukitan atau bergunung. Topografi kawasan danau terdiri dari berbagai
kelas kelerengan, yaitu lahan datar dengan kelas kelerangan (0 8%), landai (8
15%), agak curam (1525%), curam (2540% ) dan sangat curam > 40%.

4.6. Tataguna Lahan di sekitar Perairan Danau Maninjau


Bentuk penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau terbagi dalam
bentuk tegalan, sawah, hutan dan pekarangan atau permukiman. Penggunaan
lahan yang ada akan berpengaruh terhadap penutupan tanah dan akan berpengaruh
terhadap erosi dan sedimentasi di sub-sub DAS yang bermuara di Danau
Maninjau. Besarnya erosi yang terbawa oleh limpasan yang terjadi di wilayah
kawasan danau per tahun rata-rata 16 ton per ha, dengan total sedimen yang
masuk ke danau setiap tahunnya sebanyak 2.410 ton (PSDA Sumbar, 2005).
Erosi yang terjadi di kawasan Danau Maninjau dapat menyebabkan
merosotnya produktivitas lahan, rusaknya lingkungan, dan terganggunya
keseimbangan estetika danau serta pencemaran perairan danau. Erosi akan
berpengaruh terhadap penurunan produktivitas tanah akibat dari pengikisan tanah
atau hilangnya tanah lapisan atas, memburuknya sifat fisik dan kimia,
berkurangnya aktivitas biologi tanah dan tertutupnya tanah lapisan atas.
67

Penggunaan lahan yang ada akan berpengaruh terhadap penutupan tanah di


sekitar danau. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat erosi dan sedimentasi
yang masuk ke perairan danau. Tingginya pemanfaatan kawasan hutan, terutama
sebelah timur danau (Nagari Sigiran) untuk pertanian menyebabkan semakin
berkurangnya kerapatan tajuk. Hal ini nampak dari banyak tanaman semusim di
lereng-lereng sekitar perairan danau. Tabel 19 memperlihatkan penggunaan lahan
di kawasan Danau Maninjau dan peta penggunaan lahanya dapat dilihat pada
Gambar 9.

Tabel 19. Luas penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau


Penggunaan Lahan (ha)
No Nagari
Sawah Tegalan Permukiman Hutan Lain-lain
1 Maninjau 205 426 110 560 9
2 Bayur 526 435 138 692 8
3 III Koto 421 258 135 152 15
4 Koto Kaciak 460 236 108 369 14
5 II Koto 390 199 144 2.037 12
6 Tanjung Sani 126 1.773 154 2.421 27
7 Sungai Batang 390 279 180 1.223 11
Jumlah 2.518 3.606 869 6.951 96
Persentase (%) 16,70 23,92 5,76 46,11 0,64
Sumber: Tanjung Raya dalam Angka, (2005) dan RLKT-Sub DAS Antokan, (2005)

4.7. Kependudukan di Kawasan Danau Maninjau


Penduduk di daerah penelitian adalah penduduk yang bertempat tinggal di
daerah sekeliling danau yang daerahnya berbatasan langsung dengan Danau
Maninjau. Daerah tersebut adalah Nagari Maninjau, Bayur, Tanjung Sani, Sungai
Batang, Nagari II Koto, Koto Kaciak, dan Nagari III Koto. Jumlah penduduk di
kawasan Danau Maninjau relatif merata di 7 nagari. Jumlah penduduk terbesar
berada di Nagari Tanjung Sani (5.799 jiwa), diikuti oleh Nagari II Koto (4.781
jiwa) serta Nagari III Koto (4.667 jiwa), Nagari Bayur (4.255 jiwa), Nagari
Sungai Batang (4.019 jiwa), Nagari Koto Kaciak (3.670 jiwa), sedangkan Nagari
yang berpenduduk paling sedikit adalah Nagari Maninjau (3.341 jiwa). Gambaran
kondisi jumlah penduduk di kawasan Danau Maninjau disajikan pada Tabel 20.
68

Gambar 9. Peta penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau.

Tabel 20. Rasio jenis kelamin penduduk di kawasan Danau Maninjau


Jenis Kelamin Rasio jenis
No Nagari Jumlah
Laki-laki Wanita kelamin
1 Maninjau 1.633 1.708 3.341 0,96
2 Bayur 2.011 2.244 4.255 0,90
3 III Koto 2.294 2.373 4.667 0,97
4 Koto Kaciak 1.718 1.952 3.670 0,89
5 II Koto 2.249 2.532 4.781 0,89
6 Tanjung Sani 2.864 2.935 5.799 0,98
7 Sungai Batang 1.863 2.156 4.019 0,86
Jumlah 14.866 15.666 30.532 0,95
Sumber: Kecamatan Tanjung Raya dalam Angka, (2005)

Dari Tabel 20 terlihat bahwa di kawasan Danau Maninjau jumlah


penduduk laki-laki adalah 14.866 jiwa (48,69 %) dan jumlah penduduk
perempuan adalah 15.666 jiwa (51,31 %). Dengan demikian terdapat angka
perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan
(sex ratio) adalah 0,95.
69

Selain perbandingan tersebut di atas, unsur kependudukan yang paling


penting untuk diperhatikan adalah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
yang mendiami suatu daerah. Dilihat dari kepadatan penduduk, menunjukkan
bahwa kepadatan penduduk di kawasan Danau Maninjau tidak merata di 7 nagari,
sebagian besar nagari berkepadatan di atas 200 jiwa per km2. Nagari yang
memiliki kepadatan di bawah 200 jiwa per km2 hanyalah Nagari II Koto dan
Tanjung Sani. Wilayah yang memiliki kepadatan tertinggi adalah Nagari III Koto
(403 jiwa per km2), sedangkan daerah yang kepadatannya terendah adalah Nagari
Tanjung Sani (125 jiwa per km2). Pada tahun 2005 jumlah penduduk di
Kecamatan Tanjung Raya sebanyak 30.532 jiwa dengan luas wilayah 150,76 km2,
berarti kepadatan penduduk di kawasan Danau Maninjau pada tahun 2005 rata-
rata sebesar 203 jiwa per km2. Jumlah dan kepadatan penduduk di daerah kawasan
Danau Maninjau disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Kondisi luas lahan dan kepadatan penduduk kawasan Danau Maninjau
Luas Jumlah penduduk Kepadatan
No Nagari
(km2) (jiwa) penduduk per km2
1 Maninjau 15,83 3.341 211
2 Bayur 18,99 4.255 224
3 III Koto 11,56 4.667 403
4 Koto Kaciak 12,10 3.670 303
5 II Koto 28,55 4.781 167
6 Tanjung Sani 46,35 5.799 125
7 Sungai Batang 17,38 4.019 231
Jumlah 150,76 30.532 203
Sumber: Tanjung Raya dalam Angka, (2005)

Angkatan kerja yang terdapat di kawasan Danau Maninjau digambarkan


sebagai bagian dari penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, yang jumlahnya
mencapai 20.337 jiwa (66,61% dari jumlah penduduk). Jumlah penduduk
angkatan kerja mencapai 19.424 jiwa (63,62%), sedangkan jumlah penduduk
angkatan kerja yang mencari pekerjaan mencapai 9.129 jiwa (2,99%).
Pada penelitian ini pertumbuhan penduduk dihitung dari tingkat kelahiran
dan kematian serta mobilitas (datang dan pindah), sehingga dari sini didapatkan
gambaran laju pertambahan penduduk yang terjadi di kawasan Danau Maninjau.
Pertumbuhan penduduk di kawasan Danau Maninjau disajikan pada Tabel 22.
70

Tabel 22. Pertumbuhan penduduk di kawasan Danau Maninjau


Jumlah Penambahan (orang) Pengurangan (orang) Pertumbuhan
Nagari
Penduduk
Lahir Datang Jumlah Meninggal Pergi Jumlah Jiwa %
Maninjau 3341 69 5 74 16 8 24 50 1,49
Bayur 4255 74 8 82 19 11 30 52 1,22
III Koto 4667 80 9 89 27 9 36 53 1,07
Koto
Kaciak 3670 67 7 74 27 10 37 37 1,01
II Koto 4781 80 11 91 26 9 35 56 1,17
Tanjung
Sani 5799 93 8 101 26 16 42 59 1,02
Sungai
Batang 4019 72 8 80 28 9 37 43 1,07
Jumlah 30.532 535 56 591 169 72 241 350 1,15
Sumber: Diolah dari data BPS Kabupaten Agam (2005) dan Puskesmas Kecamatan Tanjung Raya,
(2006)

4.8. Lapangan Kerja di sekitar Perairan Danau Maninjau


Daerah kawasan Danau Maninjau merupakan daerah pedesaan, sehingga
lapangan kerja dari angkatan kerja didominasi olah sektor pertanian. Data
penduduk yang bekerja pada berbagai bidang berjumlah 19.217 orang (62,94%).
Jumlah terbesar pekerjaan penduduk adalah pada bidang pertanian 13.978 orang
(72,47%). Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh perikanan 1.275 orang (6,63%),
perdagangan 1.013 orang (5,27%), jasa (tukang) 886 orang (4,61%), PNS dan
pensiunan 848 orang (4,41%), wiraswasta 577 orang (3,0%), dan lainnya 813
orang (4,23%).
Sebagian penduduk yang bertempat tinggal di sempadan danau juga
memelihara ternak sebagai pekerjaan sampingan. Tidak diperoleh data yang tepat
mengenai rumah tangga yang memiliki ternak. Namun dari hasil survey di
lapangan memperlihatkan bahwa jumlah populasi ternak di sekitar kawasan danau
adalah sebagai berikut: sapi potong 955 ekor, kerbau 356 ekor, kambing 99 ekor,
ayam (buras, petelur dan kampung) 6.181 ekor serta itik 1.177 ekor.

4.9. Pendidikan Masyarakat di Kawasan Danau Maninjau


Prasarana pendidikan di lokasi penelitian masih terbatas sampai pada
jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Sarana pendidikan terdiri atas 24
unit TK, 40 unit SD dan MI, 5 unit SLTP dan MTsN, 3 unit SMU dan SMK.
Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar perairan danau memberikan pengaruh
71

yang signifikan terhadap pencemaran perairan danau. Tingkat pendidikan yang


pernah diikuti oleh penduduk di sekitar Danau Maninjau dapat dilihat pada Tabel
23.

Tabel 23. Tingkat pendidikan penduduk di sekitar Danau Maninjau


Pendidikan (orang)
Nagari Belum Tidak tamat SD SLTP SLTA D3 S1
sekolah SD
Maninjau 271 462 691 1049 850 11 5
Bayur 345 588 881 1337 1083 14 6
II Koto 378 644 966 1466 1187 13 7
Koto Kaciak 298 507 760 1153 934 12 5
III Koto 387 660 990 1502 1217 15 7
Tanjung Sani 470 801 1200 1822 1477 18 8
Sungai Batang 325 555 832 1262 1023 12 6
Jumlah 2.474 4.217 6.320 9.591 7.771 95 44
Persentase (%) 8,11 13,82 20,71 31,43 25,47 0,31 0,14
Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Agam, (2005) dan Kec. Tanjung Raya dalam Angka (2005)

4.10. Kesehatan Masyarakat


Kondisi kesehatan masyarakat di wilayah studi dapat dilihat dari jenis
penyakit yang sering diderita masyarakat. Jenis penyakit yang umum berkembang
di kalangan masyarakat meliputi radang saluran pernapasan, disentri dan penyakit
kulit. Diantara penyakit tersebut, penyakit disentri dan penyakit kulit merupakan
penyakit yang sering diderita masyarakat. Hal ini berhubungan dengan kondisi
wilayah studi yang berada di pinggiran danau, dalam hal ini perairan danau diduga
menjadi media (sumber) penularan berbagai bakteri. Hal ini masih ditambah
dengan kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya sanitasi lingkungan
dan masih minimnya jumlah sarana kesehatan yang ada di kawasan Danau
Maninjau, yakni hanya ada 2 unit pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan 11
unit puskesmas pembantu.

4.11. Isu Pencemaran di Perairan Danau Maninjau


Danau Maninjau sejak tahun 1985 telah berfungsi sebagai pembangkit
listrik tenaga air (PLTA). Semenjak tahun 1992 Danau Maninjau telah
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk aktivitas perikanan keramba jaring apung
(KJA). Pada mulanya jumlah keramba jaring apung yang diusahakan sebanyak 12
unit. Empat tahun kemudian (1996) terjadi peningkatan jumlah keramba hingga
72

157 kali lipat atau sebanyak 1886 unit. Tahun berikutnya jumlah keramba
mengalami peningkatan lagi yakni mencapai 3.500 unit keramba. Pada tahun 1997
terjadi musibah kematian masal ikan akibat penurunan kualitas air, sehingga
jumlahnya KJA mengalami penurunan menjadi 2.856 unit. Semenjak tahun 2000
jumlah KJA di perairan Danau Maninjau terus mengalami peningkatan, yakni dari
3.856 unit menjadi 8.251 unit pada tahun 2005 dengan jumlah petani ikan
sebanyak 677 kepala keluarga. Pada bulan Maret 2006 jumlah keramba di
perairan Danau Maninjau sudah mencapai 8.955 unit dengan jumlah petani ikan
sebanyak 1.264 kepala keluarga.
Kegiatan budidaya perikanan dalam KJA ini berkembang hampir pada
seluruh kawasan perairan danau. Pada umumnya keramba yang diusahakan
menggunakan model rakit dari kayu (bambu) dengan ukuran 7x7x4 meter . Ikan-
ikan dalam KJA ini diberi makan dengan pakan buatan (pellet). Peningkatan
jumlah KJA di perairan danau juga telah meningkatkan limbah KJA, yang pada
akhirnya memberikan dampak negatif terhadap lingkungan perairan. Terjadinya
eutrofikasi yang lebih cepat dengan frekuensi yang sering, sehingga menyebabkan
mutu perairan menjadi menurun. Hal ini merupakan salah satu contoh dampak
dari peningkatan jumlah limbah KJA. Demikian juga halnya dengan limbah sisa
pakan dan kotoran ikan yang menumpuk di dasar perairan danau, untuk
selanjutnya mengalami dekomposisi atau penguraian.
Peningkatan buangan bahan organik ke dasar perairan danau akan
merangsang aktivitas bakteri, jamur dan makro-invertebrata, sehingga
meningkatkan konsumsi oksigen di sedimen. Akibat jumlah sisa pakan cukup
banyak, menyebabkan terjadinya kondisi anaerob di daerah perairan. Oleh karena
itu maka kejadian kematian ikan masal pernah terjadi, disebabkan karena adanya
pengadukan (pembalikan) massa air yang disebut dengan turnover (umbalan) pada
saat penggantian musim kemarau ke musim hujan atau pada saat terjadinya angin
kencang yang telah menelan kerugian yang sangat besar.
Kegiatan budidaya KJA secara langsung akan berpengaruh buruk terhadap
kualitas perairan danau. Hal ini disebabkan dari budidaya KJA terjadi
penambahan yang terus menerus dan penumpukan bahan organik yang berasal
dari sisa pakan dan sisa metabolisme, sehingga akan meningkatkan unsur hara di
73

perairan danau. Unsur hara yang berlebihan dapat menyebabkan eutrofikasi, yang
salah satu indikatornya adalah meningkatnya kekeruhan air (Henderson et al.,
1987). Kekeruhan ini dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi fosfat, terutama
yang berasal dari sisa pakan ikan. Hasil penelitian Syandri (2001) melaporkan
bahwa limbah yang masuk ke perairan danau dari aktivitas 2.410 unit KJA setiap
bulannya adalah 77,49 ton protein limbah, 12,3984 ton nitrogen limbah dan 26,95
ton urea.
Tingginya konsentrasi fosfat, selain dari sisa pakan diduga juga berasal
dari limbah manusia dan limbah domestik lainnya yaitu berupa tinja dan deterjen.
Setiap tahunnya beban limbah fosfor (P) dari deterjen yang masuk ke perairan
danau berjumlah 9,02 ton (LPP-UMJ, 2006). Hal ini akan menstimulir
peningkatan kandungan fosfat dan kekeruhan di perairan danau.
Sedimentasi sebagai akibat erosi dari pemanfaatan lahan di daerah
cathment area dan daerah sempadan danau akan menyebabkan terjadinya
pendangkalan danau, sehingga mempengaruhi elevasi air danau. Erosi juga
menyebabkan meningkatnya kekeruhan di badan air, sehingga mengurangi
penetrasi cahaya yang masuk ke badan air tersebut. Hal ini mengakibatkan
terjadinya penurunan produksi primer perairan danau.

Anda mungkin juga menyukai