PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Tn. Jono umur 45 tahun, bekerja sebagai tenaga ahli Teknik Informatika
datang ke IGD dengan keluhan sakit perut sejak 3 jam yang lalu. Rasa sakit ini
sebenarnya sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, yang makin sering dan makin
berat. Sakit terasa di kanan atas perut. Rasa sakit ini tidak menjalar. Sakit terasa
lebih berat pada malam hari dan bila bergerak. Rasa ini lebih dirasakan seperti
rasa berat dibandingkan dengan rasa nyeri. Nafsu makan berkurang, sering ada
rasa mual, tapi tidak sampai muntah. Gejala lain yang dirasa adalah diare sejak 2
bulan yang lalu dengan volume tinja yang tidak terlalu banyak. Warna tinja
coklat, sering berkaitan dengan asupan makanan. Kencing berwarna seperti teh
botol. Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit hati. Pasien sering
memakan obat pereda sakit puyer bintang tujuh. Akhir-akhir ini berat badan
dirasakan menurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, kulit terlihat
agak kuning, mata ikterus. Tidak ada kelainan pada paru dan jantung. Pada
pemeriksaan abdomen terlihat bagian kanan atas agak membengkak. Teraba masa
di kanan atas perut yang agak menonjol, yang ikut bergerak dengan pernafasan
disertai nyeri tekan. Ditemukan pula shifting dullness. Tidak ditemukan kelainan
lain pada pemeriksaan fisik.
Pria, 45 tahun
Keluhan: Pemfis:
- Nyeri di - Shifting
bagian dullness
abdomen - Massa di
kanan atas kuadran kanan
- mual atas
- Ikterus pada
kulit dan sklera
Riwayat
penggunaan puyer
DD: gangguan fungsi hati
bintang 7
hepatotoxic
Hepatitis
Pem.lab
ALT?
Komplikasi
SGOT?
Anti HBsAg? - Sirosis hati
Anti HCV - keganasan
Tatalaksana
Prognosis
1.6 Hipotesis
Tuan jono, 45 tahun mengalami hepatotoksisitas yang disebabkan kebiasaan
mengkonsumsi puyer bintang 7.
2.7 Hepatitis
Definisi
Hepatitis merupakan isitilah umum untuk inflamasi yang terjadi di hati, dapat
bersifat infeksius (virus, bakteri, fungi, dan organisme parasit) dan non infeksius
(alkohol, obat-obatan, penyakit autoimun, dan penyakit metabolik). Hepatitis secara
umum paling sering disebabkan oleh HAV, HBV, dan HCV. Virus lain yang
diketahui menjadi penyebab hepatitis meliputi HDV dan HEV.
Epidemiologi
Menurut hasil riskesdes tahun 2013 bahwa jumlah orang yang didiagnosis
hepatitis difasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada
menunjukkan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data 2007 dan 2013.
Menurut data WHO 2014, lebih dari 240 juta penduduk di dunia mengalami
infeksi HBV kronis dan lebih dari 780.000 orang pertahun meninggal akibat
komplikasi infeksi HBV akut maupun kronis. Indonesia sendiri termasuk Negara
endemis HBV dengan seroprevalensi HBsAg sebesar 9,4% (kisaran 2,5-36,1%) dan
pengidap karien 5-10% dari populasi umum.
Menurut data WHO tahun 2014 , lebih dari 185 juta penduduk dunia telah
terinfeksi HCV, dan 350.000 jiwa diantaranya meninggal setiap tahunnya. Di Asia
tenggara prevalensi Hepatitis C ialah 2,0% pada populasi dewasa. Berdasarkan
riskedas 2007 angka seroprevalensi anti-HCVpada laki-laki di Indonesia yaitu 1,7%
sementara pada perempuan ialah 2,4%.
Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005: 485) Secara umum hepatitis disebabkan oleh
virus. Beberapa virus yang telah ditemukan sebagai penyebabnya, berikut ini:
1. Virus hepatitis A (HAV)
2. Virus hepatitis B (HBV)
3. Virus hepatitis C (HCV)
4. Virus hepatitis D (HDV)
5. Virus hepatitis E (HEV)
6. Hepatitis F (HFV)
7. Hepatitis G (HGV)
Namun dari beberapa virus penyebab hepatitis, penyebab yang paling dikenal
adalah HAV (hepatitis A) dan HBV (hepatitis B). Kedua istilah tersebut lebih disukai
daripada istilah lama yaitu hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua
penyakit ini dapat ditularkan secara parental dan nonparental (Price dan Wilson,
2005: 243). Hepatitis pula dapat disebabkan oleh racun, yaitu suatu keadaan sebagai
bentuk respons terhadap reaksi obat, infeksi stafilokokus, penyakit sistematik dan
juga bersifat idiopatik (Sue hincliff, 2000: 205).
Klasifikasi
Terdapat berbagai hepatitis diantaranya sebagai berikut
1) Hepatitis A (HAV: hepatitis infeksi). HAV disebabkan kontaminasi fecal oral
yang umumnya melalui air dan makanan yang terkontaminasi. Agen pebawa
sangat menular sebelum kemunculan tanda dan gejala, khususnya penyakit
kuning.
2) Hepatitis B (HBV: seum hepatiis). HBV disebarkan melalui suntikan percutaneus
oleh percutaneous inculation yang disebabkan instrument atau jaru yang
terkontaminasi hepatitis B surface antigen (HBsAg) misalnya selama kontak
seksual, dan lintas-tranmisi virus antara bayi dan ibu yang terjadi dalam rahim,
pada kelahiran atau selama periode paska kelahiran.
3) Hepatitis C (HCV; non-A, non-B). HCV disebarkan secara parental khusunya
tranfusi darah yang terkontaminasi, para pecandu obat-obatan yang menggunakan
jarum terkontainasi, dan melalui kontak cairan tubuh isalnya kontak seksual.
Penyakit ini didiagnosis dengan keberadaan antibody HCV
4) Hepatits D(HDV: delta hepatitis). HDV disebarkan dengan cara sama seperti
HBV maupun seper infeksi pada pembawa HBV. Hepatitis ini didiagnosa dengan
mengidentifikasi antibody terhadap HDV dan menentukan keberadaan antibody
hepatitis D (HDAg)
5) Hepatitis E (HEV). HEV terjadi melalui tranmisi oral-fekal. Presentase klinisnya
sama dengan HAV. HEV didiagnosa dengan menentukan keberadaan antibody
terhadap HEV (anti-HEV)
6) Hepatitis yang disebabkan racun dan obat. Hepatitis ini dapat disebabkan berbagai
kadar obat-obatan beracun, alcohol, toksin industry, atau racun pabrik
Patofisiologi
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada
hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis
sel perenchyn hati.
Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem
drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis
empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu
bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia,
dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbulnya sakit dengan
gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3 bulan
lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepatitis dengan sub akut
dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang
dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi
penyakit kronik hati atau kanker hati.
Manifestasi Klinis
Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak
penularan terjadi, barulah kemudian penderita menunjukkan beberapa tanda dan
gejala terserang penyakit Hepatitis A, antara lain (Depkes RI, 2007)
a. Demam, demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti
demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll
b. Ikterus (mata/kulit berwarna kuning, tinja berwarna pucat dan urin berwarna
gelap)
c. Keletihan, mudah lelah, pusing
d. Nyeri perut, hilang selera makan, muntah-muntah
e. Dapat terjadi pembengkakan hati (hepatomegali), tetapi jarang menyebabkan
kerusakan permanen
f. Atau dapat pula tidak merasakan gejala sama sekali
Hepatitis A dapat dibagi menjadi 3 stadium:
a) Stadium pendahuluan (prodromal) dengan gejala letih, lesu, demam,
kehilangan selera makan dan mual;
b) Stadium dengan gejala kuning (stadium ikterik);
c) Stadium kesembuhan (konvalesensi).
Hepatitis B
a. Gejala hepatitis B akut: demam, sakit perut, mual, muntah dan kuning
(terutama pada area mata yang putih/sklera), hepatomegali.
b. Gejala hepatitis B kronik: cenderung tidak tampak tanda-tanda seperti pada
hepatitis B akut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih
beresiko.
Hepatitis C
a. Sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala,
walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya.
b. Beberapa gejala yang samar diantaranya adalah: lelah, hilang selera makan,
penurunan berat badan, nyeri otot dan sendi, sakit perut, urin menjadi gelap
dan kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi).
Hepatits D
a. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang
ringan (ko-infeksi) atau amat progresif (super-infeksi).
b. Biasanya muncul secara tiba-tiba gejala seperti flu, demam, penyakit kuning,
urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam kemerahan.
c. Pembengkakan pada hati.
2.8 Sirosis hati
Definisi
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada
nodul - nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut
yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat
nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis. Secara lengkap
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah
besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan
terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi (Price wilson, 2005)
Epidemiologi
Penyakit hati kronis dan sirosis hati mengakibatkan sekitar 35.000 kematian
setiap tahun di Amerika Serikat dan bertanggung jawab atas 1,2% dari semua
kematian. Berdasarkan National Vital Statistics Reports, CDC, angka kematian akibat
sirosis hati (CSDR) di Amerika Serikat pada tahun 2005 yaitu 9,3 per 100.000
penduduk, tahun 2006 yaitu 9,2 per 100.000 penduduk. Konsumsi alkohol yang
berlebihan dalam jangka panjang merupakan satu-satunya penyebab penyakit hati
yang paling penting di Amerika Serikat dan beberapa Negara Barat. Sirosis alkoholik
merupakan bentuk sirosis yang paling lazim di Amerika Utara dan Eropa, dan
frekuensinya juga meningkat dengan cepat. Sementara infeksi Hepatitis Virus B
(HBV) merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis, sirosis hati, dan
kanker hati di seluruh dunia. Perkiraan jumlah karier di Amerika Serikat adalah
sekitar 800.000 hingga 1 juta orang. Sekitar 25% dari karier ini berkembang menjadi
hepatitis kronik aktif, yang seringkali berlanjut menjadi sirosis. Diperkirakan 25-40%
penderita HBV akut sangat berisiko mengalami sirosis dan karsinoma hepatoseluler.
Hepatitis kronis terjadi pada sekitar 80% dari semua orang yang terinfeksi HCV, dan
sekitar 70% berkembang menjadi sirosis hati (Gunter, 2005)
Peningkatan kejadian sirosis hati sebagian disebabkan oleh insidensi hepatitis
virus yang meningkat terutama hepatitis B dan C serta asupan alkohol yang tinggi,
meskipun di Indonesia pasien sirosis hati yang disebabkan alkohol jumlahnya sangat
sedikit. Angka-angka yang berasal dari rumah sakit di kota besar di Indonesia
memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak daripada wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Secara umum diperkirakan angka insiden 12
penyakit sirosis hati di rumah sakit di seluruh Indonesia setiap tahun berkisar antara
0,6-14,5%. Berdasarkan data Depkes RI (2005) di Indonesia pada tahun 2004 terdapat
9.441 penderita sirosis hati dengan proporsi 0,4% dan merupakan penyebab kematian
ke-21 dari 50 penyebab kematian dengan jumlah kematian 1.336 orang (PMR 1,2%)
(Departemen Kesehatan, 2013)
Faktor risiko
Faktor risiko terjadinya sirosis hati antara lain:
1. Penyalahgunaan alkohol kronis: Sedikitnya dua minuman per hari untuk
wanita atau empat gelas per hari untuk pria, yang telah dikonsumsi lebih dari 10
tahun, dapat menyebabkan sirosis. Penyakit hati alkoholik menyebabkan 12.000
kematian per tahun di Amerika Serikat.
2. Hubungan seksual yang tidak aman: Hepatitis B dan C infeksi mudah
menular melalui hubungan seksual tanpa pelindung.
3. Penggunaan obat intravena: Transmisi Hepatitis B dan C juga umum
melalui penggunaan narkoba dengan suntikan.
4. Penyakit hati kronis karena keturunan atau didapat setelah lahir:
Hemokromatosis, penyakit Wilson, dan hepatitis autoimun merupakan faktor risiko
kuat untuk sirosis.
Patofisiologi
Patofisiologi Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec,
sirosis pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi
alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik
langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan menghasilkan
asetaldehid yang akan merangsang fibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat
yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus
hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati mengkerut,
berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh jaringan
parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan
empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu
hati. Dari ketiga macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan
kegagalan fungsi hati. Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah
portal ke dalam hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga 15
Universitas Indonesia meningkatkan aliran darah balik vena portal dan tahanan pada
aliran darah portal yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh
darah kolateral portal (esofagus, lambung, rektum, umbilikus). Hipertensi portal
meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan
berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah
ke hati menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH
meningkat di dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat
menyebabkan edema. Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin
(hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi metabolik,
penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam darah (hiperglikemia),
penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga
terjadi keletihan, penurunan sintesis albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul
edema/asites), penurunan sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan
darah meningkatkan resiko perdarahan, penurunan konversi ammonia sehingga ureum
dalam darah menigkat yang akan mengakibatkan ensefalopati hepatikum.
Terganggunya metabolik steroid yang akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis,
ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan
dan tidak dapat diserap usus halus yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi
vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan
produksi sel darah merah (Price Wilson, 2005)
Manifestasi klinis
Gejala
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan
air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan
mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma
(Kumar, 2007)
Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver
sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.17 Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya
kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan
penyakit.
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (asites).
c. hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dank e bawah. Hati
membesar 2-3 cm dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningktan resistensi terhadap
aliran darah melalui vena.
Diagnosis
1. Temuan klinis (D'Amico, A, L, & R, 1986)
a. Spider angioma-spiderangiomata: lesi vascular yang dikelilingi
beberapa vena-vena kecil. Tanda ini seringditemukan di bahu, muka,
dan lengan atas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi
berat bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya
ukurannya kecil.
b. Eritema Palmaris: warna merah saga pada thenar dan hipothenar
telapak tangan. Berkaitan dengan perubahan metabolisme hormone
estrogen. Tanda ini tidak spesifik pada sirosis.
c. Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal
dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanisme belum diketahui
tapi diperkirakan akibat hipoalbuminemia.
d. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier
e. Kontraktur dupuytern akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tapi tidak secara
spesifik berkaitan dengan sirosis
f. Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstedion.
g. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile.
Menonjol pada sirosis alkoholik dan hemokromatosis.
h. Hepatomegali pada awal sirosis, bila hepar sudah mengkerut maka
prognosisnya buruk
i. Splenomegali
j. Asites
k. Fetor hepatikum
l. Ikterus
m. Asterixis-bilateral
Tatalaksana
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi
progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan
diet yang mengandung protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,
diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa
menghambat kolagenik (Makmun, 2007)
Prognosis
Prognosis untuk pasien sirosis tergantung pada komplikasi masing-masing.
Yang mendasari proses morfologi, seperti nekrosis, fibrosis dan regenerasi, gabungan
untuk derajat yang sangat berbeda dalam pasien sirosis tunggal. Ada juga perbedaan-
perbedaan individu dalam tanggapan hemodinamik dan efek yang sesuai pada ginjal,
paru-paru dan hati, dll. Oleh karena itu sangat sulit memberikan prognosis yang
akurat dalam setiap kasus. Selain itu, seperti prognosis hanya mencakup jangka waktu
tertentu yang relatif singkat (beberapa bulan sampai satu tahun) (Kuntz, 2008).
Berbagai indeks telah dikembangkan menggunakan parameter sebaik mungkin
untuk menghitung probabilitas kematian atau kelangsungan hidup dalam setiap kasus.
Klasifikasi sirosis menurut kriteria yang dibuat oleh Child dan Turcotte (1964) dan
modifikasi oleh Pugh (1973) telah diterima secara luas. Prognosis dari sirosis yang
disebabkan oleh racun (alkohol atau obat-obatan, bahan kimia, dll) adalah jauh lebih
baik dengan menghilangkan kausal atau penyebab (Kuntz, 2008).
2.9 Ikterus
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin
dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini
beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali
dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat
ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada
dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan
hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah
normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).
Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu ikterus fisiologis dan patologis (Mansjoer, 2002).
a. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua-ketiga.
Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada
neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.
Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
2.10 Asites
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites
dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga
peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi dan eksudasi.
Sirosis yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah
satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui
mekanisme transudasi.
SIROSIS HATI
HIPERTENSI PORTA
VASODILATASI ARTERIOLAE
SPLANGNIKUS
Adji, D. (2009). Perubahan Fungsi Hepar dan Ekspresi C-Reactive Protein Pasca
Operasi Laparotomi. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM.
Arief Mansjoer, dkk. 2002. Askariasis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid
1, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Halaman : 416 418.
Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed , Vol. 1. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007.
Kuntz B. and Kuntz H. D. 2008. Hepatology Texbook and Atlas. 3nd Ed. Sping
medizin verlag Heidelberg. Germany. 16-77
Makmun D. Ilmu Penyakit Dalam: Sirosis Hati. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD, FKUI; 2007.
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. Biokimia harper (27 ed.).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009
Sherlock, S. (2011). Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Jakarta: Widya
Medika.
Sloane, E. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokeran EGC.
World Health Organization (WHO). Guidelines for the screening, care and
treatment of persons with hepatitis C infection. Perancis:WHO;2014