236
237
Gambar 3.1.
Efek Sudut Kemiringan terhadap Fw
(Ahmed.Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
kecil harga saturasi minyak tersisa, makin kecil kemungkinan untuk memperoleh
keuntungan dari injeksi air yang dilakukan, hal ini diakibatkan oleh pengurasan
minyak tahap lanjut memerlukan modal yang besar dan jumlah minyak yang dapa
diambil semakin kecil sebab minyak yang tersisa di dalam reservoir semakin
kecil.
mobilitas, maka semakin baik efisiensi pendesakannya, hal ini terjadi karena
viskositas minyak yang semakin kecil.
Gambar 3.2.
Kurva Pengaruh Kemiringan Formasi pada Fractional Flow a. Strongly
Water-Wet Rock. b. Strongly Oil-Wet Rock
(Ahmed.Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
dalam reservoir tersebut adalah gas, maka dinamakan injeksi gas (immiscible gas
flooding). Namun, dalam pembahasan secondary recovery ini yang dibahas
mengenai water flooding.
Proses penginjeksian air (water flooding) dari permukaan bumi ke dalam
reservoir minyak adalah didasarkan pada suatu kenyataan bahwa air aquifer
berperan sebagai pengisi atau pengganti minyak yang terproduksi, disamping
berperan sebagai media pendesak. Sedangkan pertimbangan dilakukan water
flooding adalah bahwa sebagian besar batuan reservoir bersifat water wet (sifat
kebasahan), sehingga fasa air lebih banyak ditangkap oleh batuan akibatnya
minyak akan terdesak dan bergerak ketempat lain (permukaan sumur).
Untuk reservoir minyak yang mempunyai viskositas lebih 200 cp akan
sulit dilakukan proses injeksi air karena akan terjadi fingering yang hubungannya
dengan mobilitas. Begitu pula dengan reservoir yang heterogen akan cenderung
fingering, maka perlu ditambah polimer untuk mengurangi masuknya air pada
zona-zona yang permeable. Untuk reservoir strong water drive percuma dilakukan
injeksi air, lebih baik jika dilakukan pada reservoir depletion drive. Pertimbangan
lain dilakukan injeksi air adalah :
1. Saturasi minyak sisa (Sor) cukup besar
2. Recoverynya 30% _ 40% dari original oil in place (OOIP)
3. Air murah dan mudah diperoleh
4. Mudah menyebar ke seluruh reservoir dan kolom air memberikan tekanan
yang cukup besar dan efisiensi penyapuan yang cukup tinggi.
5. Berat kolom air dalam sumur injeksi turut menekan, sehingga cukup banyak
mengurangi besarnya tekanan injeksi yang perlu diberikan di permukaan, jika
dibandingkan dengan injeksi gas, dari segi berat air sangat menolong.
6. Efisiensi pendesakan air juga cukup baik, sehingga harga Sor sesudah injeksi
air = 30% cukup mudah didapat.
Injeksi air merupakan salah satu metode pengurasan minyak tahap lanjut
yang paling banyak dilakukan sampai saat ini. Pemakaian injeksi air sebagai
metode untuk menaikkan perolehan minyak dimulai pada tahun 1880 setelah John
244
F.Carll menyimpulkan bahwa air tanah dari lapisan yang lebih dangkal dapat
membantu produksi minyak. Tujuan untuk dilakukannya injeksi air adalah untuk
mengimbangi penurunan tekanan reservoir dengan menginjeksikan air ke dalam
reservoir.
Pada awalnya metode waterflooding dilakukan dengan menginjeksikan air
ke dalam sumur tunggal, saat zona yang terinvasi air meningkat dan sumur-sumur
yang berdekatan dimana air tidak menjangkaunya dijadikan sumur penginjeksi
untuk memperluas daerah invasi air. Ini dikenal sebagai circle flooding. Teknik
ini kemudian diperbaiki oleh Forest Oil Corp. dengan mengubah beberapa sumur
produksi menjadi sumur injeksi air dan membentuk suatu pola line drive.
Gambar 3.3 menunjukkan kedudukan partikel air A, B, C, D dan E yang
bergerak pada waktu bersamaan di sekeliling lubang sumur, melalui jalur arus 1,
2, 3, 4 dan 5. Jalur-jalur ini merupakan seperempat bagian dari pola injeksi-
produksi lima titik (five spot). Gambar ini memperlihatkan pula kedudukan
partikel air yang membentuk batas air-minyak sebelum (a) dan sesudah (b) tembus
air (water breakthrough) pada sumur produksi. Fraksi air yang turut terproduksi
ini semakin lama semakin besar, sehingga suatu saat produksi sumur tidak
ekonomis lagi. Untuk mengetahui berapa besar recovery yang dapat diproduksi,
dimana tahap secondary recovery ini merupakan kelanjutan dari tahap primer. Hal
ini perlu diperkirakan sebelum proses penginjeksian air dilakukan.
sumur produksi B
A
A D
C
B
D
sumur injeksi
E E
(a) (b)
Gambar 3.3.
Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus Sebelum dan Sesudah
Breakthrough pada Sumur Produksi
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
245
4. Pilot project
Mencoba mengaplikasikan ke dalam permasalahan di lapangan. Ada dua jenis
pola injeksi yang umum digunakan, yaitu pula five-spot dan single injection.
Kedua pola ini dapat memaksimalkan jumlah migrasi minyak.
5. Monitoring
Melihat dan mengevaluasi hasil yang diperoleh di lapangan . dievaluasi
apakah tidak terjadi aliran minyak yang keluar dari pilot area.
6. Resimulasi
Hasil yang diperoleh di lapangan dibandingkan dengan simulasi reservoir
yang dibuat, lalu dilakukanlah penyesuaian antara kondisi lapangan dengan
simulasi reservoirnya.
7. Evaluasi Ekonomi
Meliputi : perkiraan biaya yang dibutuhkan, perhitungan-perhitungan, dan
presentasi.
pendesak) dan displaced fluid (fluida yang didesak). Jika fluida pendesaknya
adalah wetting phase maka proses pendesakannya digolongkan sebagai proses
imbibition (gambar 3.6), sebaliknya jika fluida pendesaknya non-wetting phase
maka digolongkan sebagai proses drainage contoh dari proses imbibitions adalaha
injeksi air ke batuan reservoir yang water-wet, sedangkan pada drainage adalah
perpindahan minyak ke dalam reservoir water-saturated dengan wettabilitas
water-wet.
Gambar 3.4.
Proses Drainage dan Imbibition
(Ahmed.tarek,Reservoir Engineering handbook,2006)
248
Pada awalnya ruang pori yang terdapat pada batuan reservoir diisi oleh air,
namun ketika terjadi migrasi minyak ke batuan reservoir menyebabkan
perpindahan sebagian air formasi dan mengurangi jumlahnya ke saturasi residual.
Ketika ditemukan, ruang pori reservoir diisi oleh saturasi water connate dan
saturasi minyak. Semua percobaan di laboratorium dirancang untuk menyamakan
saturasi di reservoir, proses peningkatan kurva tekanan kapiler dengan
pemindahan fasa wetting (air) dengan fasa nonwetting (minyak dan gas) disebut
proses drainage.
Proses aliran lainnya yaitu pengembalian proses drainage dengan
perpindahan fasa nonwetting (minyak dan gas) dengan fasa wetting (air) yang
disebut proses imbibisi. Proses saturasi dan desaturasi sebuah core dengan fasa
nonwetting disebut capillary hysteresis.
Perbedaan saturasi dan desaturasi dari kurva tekanan kapiler sangat
berhubungan berdasarkan peningkatan maupun penurunan sudut kontak yang
berbeda pada suatu padatan. Pada system air formasi - crude oil, wettabilitasnya
akan berubah terhadap waktu.
sebagainya. Besar lubang pori bervariasi pada tiap sampel batuan reservoir
tergantung pada jenis batuannya. Tapi secara umum dapat dikategorikan sebagai
lubang pori - pori kecil, sedang dan besar tergantung pada besarny jari-jari lubang
pori.
Gaya kapiler akan bertambah besar dengan berkurangnya jari-jari porinya,
gaya ini akibat pengaruh dari tegangan permukaan dan tegangan antar permukaan,
ukuran pori-pori, bentuk pori-pori, dan wetabilitas batuan. Pori-pori yang
mempunyai jari-jari kecil cenderun untuk diisi oleh fluida yang membasahi,
sedangkan batuan dengan pori-pori yang mempunyai jari-jari yang besar
cenderung untuk diidi fluida yang tidak membasahi dan fluida yang membasahi
hanya akan membentuk suatu film tipis pada dinding pori-porinya.
Gambar 3.5.
Distribusi Saturasi Inisial Reservoir
(Ahmed.tarek,Reservoir Engineering handbook,2006)
Pada gambar diatas menerangkan distribusi reservoir yang terdiri dari air,
minyak dan gas. Saturasi secara bertahap berubah dari 100% air pada zona air
hingga saturasi water irreducible pada arah vertikal diatas zona air, area vertikal
menyatakan zona transisi yang didefenisikan sebagai ketebalan vertikal dimana
250
Gambar 3.6.
Distribusi Saturasi saat Pendesakan
(Ahmed.tarek,Reservoir Engineering handbook,2006)
251
Perubahan saturasi fluida tidak akan dialami oleh bagian reservoir yang
tidak tersapu oleh fluida pendesak, apabila fluida yang didesak di depan front
lebih dari satu fluida seperti minyak dan gas, mka distribusi saturasi yang terletak
di depan front akan lebih kompleks jika dibandingkan dengan ruang hanya
terdapat satu fluida saja. Seperti suatu injeksi air ke reservoir minyak dengan
mekanisme pendorong gas terlarut (solution gas drive reservoir).
Minyak dan gas yang terdapat di dalam reservoir keduanya akan dapat
bergerak, tetapi karena viskositas gas lebih kecil dari minyak, maka pada
umumnya mobilitas gas akan lebih besar dari mobilitas minyak.
Ketidakseragaman mobilitas fluida ini akan membentuk suatu zona tertentu di
depan front yang mempunyai saturasi minyak yang besar karena telah
ditinggalkan oleh gas yang bergerak lebih cepat, zona ini disebut oil bank.
gasnya sama dengan nol, untuk gas pada saat saturasi minyak sisanya dan untuk
minyak pada saat irreducible water saturation. Set dari permeabilitas relatif (oil -
water dan gas - water) ditunjukkan pada gambar 3.7.
Gambar 3.7.
Tipe Kurva Permeabilitas Relatif untuk system Gas-Oil-Water
(Ahmed.Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
Gambar 3.8.
Korelasi antara Sudut Kontak dan Permeabilitas Relatif End Point
(Willhite,G.Paul,Waterflooding,SPE.1986)
Kd.o
M
d.Ko .(3 - 2)
Jika pada injeksi air beerubah menjadi :
Kw.o
M
w.Ko .(3 - 3)
Viskositas air dalam reservoir biasanya mencapai range antara 0,1 sampai
1000 cp, dalam penentuang perbandingan minyak dan air dengan menggunakan
viskositas minyak sebesar 0,5 cp maka perbandingan mobilitas pada injeksi air
mempunyai range antara 0,024 sampai 3,5 untuk system water wet dan 0,15
sampai 4,2 untuk system oil wet. Kebanyakan di lapangan perbandingan mobilitas
selama injeksi air didapat range antara 0,02 sampai 2,00 cp.
Gambar 3.9.
Hubungan Viskositas Minyak dengan Mobility Ratio Air-Minyak pada
Viskositas Air = 0,5 cp
(Forrest.F.Craigh,The Reservoir Engineering Aspec of Waterfloodint,SPE.1971)
q U
U V
A dan .(3 - 4)
Gambar 3.10.
Kurva Drainage Tekanan Kapiler
(Ahmed.Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
256
Gambar 3.11.
Histeresis Tekanan Kapiler
(Ahmed.Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
akan berbeda-beda tergantung pada tempat fluida itu berada dan waktu
pelaksanaan injeksi fluidanya. Mobilitas fluida kadang-kadang tidak beraneka
ragam harganya untuk suatu reservoar pada saat proses pendesakan berlangsung,
tetapi bila terjadi perubahan biasanya dicari harga rata-ratanya sehingga dapat
digunakan untuk perhitungan.
Mobilitas ratio akan tetap konstan sampai terjadinya breakthrough
(penerobosan air), sehingga saturasi air rata-rata di belakang front tetap konstan
dan permeabilitas relatif air tidak berubah.. Setelah breakthrough, mobilitas ratio
tidak lagi konstan, melainkan meningkat sejalan dengan saturasi air rata-rata
sehingga permeabilitas air pun meningkat.
k
displacing
D
M= .................................................................... .(3-5)
d k
displaced
Dimana :
D : mobilitas fasa pendesak(displacing) di belakang front
d : mobilitas fasa yang didesak (displaced) didepan front.
Soi Sor
Ed ..................................................................................... (3-8)
Soi
dimana :
Ed = efisiensi pendesakan, fraksi
Soi = saturasi minyak mula (pada awal pendesakan), fraksi volume pori-pori
Pada prakteknya Sor dan Ed harganya akan tetap sampai pada bidang front
mencapai titik produksinya. Pada saat dan sebelum breaktrough terjadi, efisiensi
pendesakan ditunjukkan oleh persamaan:
S (Sor ) BT
(E d ) BT oi ..................................................................... (3-9)
Soi
Harga Sor akan berkurang dan Ed akan bertambah dengan terus berlalunya
zona transisi melalui sumur produksi, sehingga setelah zona transisi ini berlalu
akan diperoleh harga Sor minimum yang merupakan harga saturasi minyak
irreducible dan efisiensi pendesakan mencapai harga maksimum, sesuai dengan
persamaan:
260
S (Sor ) min
(E d ) max oi .................................................................(3-10)
Soi
3.2.3.1.1. Teori Frontal Advance
Pada saat fluida didesak oleh fluida yang lain yang tidak bercampur
dengan fluida pendesak, prosesnya disebut proses tak tercampur. Air dan gas
padad tekanan rendah merupakan concoh pendesakan tidak tercampur.
Permukaan antara fluida yang didesak dengan fluida pendesak disebut
flood front, bergerak melalui media berpori hingga mencapai breakthrough sumur
produksi, pergerakan floodfront dan distribusi saturasi fluida dapat ditentukan
dengan menggunakan teori frontal advance. Tujuannya yaitu untuk membentuk
kurva fraksional flow dari fluida pendesak dengan saturasinya.
Untuk pendesakan satu dimensi di dalam media berpori, fraksi aliran
fluida pendesak adalah:
M gsin 1Pc
f1 1 .............................................(3-11)
1 M (1 M) (1 M)
1 k
M r1 2 ..............................................................................(3-12)
2 k r2 1
dimana:
M = perbandingan mobilitas antara fluida pendesak dengan fluida yang didesak
1 = mobilitas fluida pendesak, m2/Pa s
2 = mobilitas fluida yang didesak, m2/Pa s
= perbedaan densitas antara dua fluida, kg/m3
= kecepatan superficial (permukaan), m/s
g = kecepatan gravitasi, m/s2
= sudut kemiringan, derajat
Pc = gradien tekanan kapiler
kr1 = permeabilitas relatif fluida pendesak,
kr2 = permeabilitas relatif fluida yang didesak
1 = viskositas fluida pendesak, Pa s
2 = viskositas fluida yang didesak, Pa s
261
Gambar 3.12.
Profil Saturasi Sebelum Breakthrough
(Ahmed.Tarek,Reservoir Engineering Handbook,2006)
Gambar 3.13.
Profil Saturasi dalam Setelah Breakthrough
(Ahmed.Tarek,Reservoir Engineering Handbook,2006)
efisiensi pendesakan pada volume yang diinjeksikan. Dengan kata lain, efisiensi
pendesakan pada abondonment akan lebih tinggi pada mobilitas rasio yang lebih
kecil karena berkurangnya producing cut dari fluida pendesak.
f1
M
M 1
1 N g sin ....................................................................(3-14)
g
Ng 2 ...................................................................................(3-15)
u
1 o
N g sin < 0
o
M > 1
Fractional Flow
o
N g sin = 0
o
M = 1
o
N g sin >0
o
M < 1
0 Displacing Fluid Saturation 1
Gambar 3.14.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gaya Gravitasional
terhadap kurva Fractional Flow
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE, Richardson, Texas)
264
1
Ultimate Displacement Efficienc y After Breakthrough
Displacement Efficiency
o o
M < 1 and N g sin >0
gh
u
ro
Breakthrough
kth
ea
o o
M = 1 and N g sin = 0
Br
e
or
f
Be
o o
M > 1 and N g sin < 0
0
Pore Volumes Injected
Gambar 3.15.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gaya Gravitasional
terhadap Efisiensi Pendesakan
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE, Richardson, Texas)
Jika harga (Ng sin ) besar, gaya gravitasional akan cukup berpengaruh
kuat terhadap kurva fraksi aliran. Harga positif yang lebih tinggi dari Ng sin
menurunkan fraksi aliran fluida pendesak pada saturasinya. Jadi pengaruh gaya
gravitasional positif sama dengan pengaruh mobilitas rasio yang kecil.
menaikkan aliran fraksional fluida pendesak pada saturasi air yang diberikan.
Pengaruh ini akan lebih besar pada gradien saturasi air yang lebih besar, seperti
pada daerah didekat flood front, seperti terlihat pada Gambar 3.18. Akibatnya
keberadaan dan pengaruh tekanan kapiler menyebabkan terjadinya pelebaran front
saturasi sampai melewati jarak tertentu.
1
1- S2r
Displacing Fluid Saturation
No Capillary Pressure
S1r
Gambar 3.16.
Pengaruh Tekanan Kapiler
terhadap Profil Saturasi dalam Pendesakan Tak Tercampur
(Rose C. Stephen, dkk, 1989, The Design Engineering Aspects of Waterflooding SPE, Richardson, Texas)
Total Area
Reservoir Volume
( Vt )
Confined Area
Reservoir Volume
( Vc )
Coverage Factor = Vt / Vc
Gambar 3.17.
Faktor Cakupan (Coverage Factor)
(Willhite, G. Paul, Waterflooding, Third Printing, , Texas.1986)
Pada pola sumur yang teratur, efisiensi tersebut dapat diperkirakan sebagai
fungsi dari bentuk pola, volume pori yang diinjeksikan dan perbandingan
mobilitas. Kegiatan perolehan minyak tahap lanjut tidak semuanya menggunakan
pola sumur teratur, sehingga efisiensi penyapuan areal akan menurun dengan
adanya coverage factor.
Coverage factor (faktor cakupan) adalah perbandingan sederhana antara
volume reservoar didalam pola sumur yang teratur dengan volume reservoar total,
seperti terlihat pada Gambar 3.17. Volume reservoar digunakan sebagai pengganti
areal untuk memasukkan variasi ketebalan lapisan.
1,0
0,9 3,0
Areal swept efficiency, Es
1,0
2,0
0,8 0,9 1,5
BR
EA
KT
0,7 0,8
HR
OU 0,7
0,6 GH
0,6
0,5
0,5
0,4 injected volume
displaceable pore volume
0,3
0,1 1 10 100 1000
Mobility ratio, M
Gambar 3.18.
Efisiensi Penyapuan Areal untuk pola Five-Spot
(Willhite, G. Paul, Waterflooding, Third Printing, , Texas.1986)
Efisiensi penyapuan areal pada volume pori yang telah diinjeksi, akan
berkurang dengan naiknya perbandingan mobilitas. Perbandingan mobilitas akan
meningkat dengan naiknya volume yang telah diinjeksikan, sehingga harga akhir
untuk efisiensi penyapuan areal akan diambil pada harga volume pori yang telah
diinjeksikan dihubungkan dengan limiting cut yang ditentukan dalam produksi.
Hal yang perlu dicatat adalah daerah harga efisiensi penyapuan yang
ditentukan dari korelasi tidak dapat menunjukkan beberapa anisotropi (variasi
permeabilitas directional) atau heterogenitas. Untuk kasus dimana terdapat faktor
tersebut, teknik simulasi reservoar harus dipakai untuk mendapatkan peramalan
efisiensi penyapuan areal yang memberikan hasil yang lebih baik.
268
2,5
2,25
2,00
1,75
1,50
% Area swept
1,40
1,30 1,20
1,10
1,00
0,90
b
0,75
a
H
G
ROU
H
AKT
0,80 BRE
a= b
Gambar 3.20.
Perbedaan antara Invaded Region dan Contacted Region
(Willhite, G. Paul, Waterflooding, Third Printing, , Texas.1986)
Gambar 3.21.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gravitasi terhadap
Efisiensi Penyapuan Vertikal
(Willhite, G. Paul, Waterflooding, Third Printing, , Texas.1986)
1
Mobility Ratio and
Heterogeneity
Vertical Sweep Efficiency
Increasing
0
Pore Volumes Injected
Gambar 3.22.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Heterogenitas terhadap
Efisiensi Penyapuan Vertikal
(Willhite, G. Paul, Waterflooding, Third Printing, , Texas.1986)
272
akan dapat menurunkan efisiensi invasi. Efek dari perbedaan densitas pada
evisiensi invasi pada gambar 3.23.
Gambar 3.23.
Pengaruh Perbandingan Mobilitas dan Grafitasi terhadap Efisiensi Invasi
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
pendesak. Pada bidang front ini saturasi fluida pendesak melonjak naik, kemudian
di belakang front saturasi fluida naik secara berangsur-angsur sampai mencapai
saturasi maksimalnya, yaitu seharga (1-Sor fluida yang didesak) yaitu seharga satu
dikurangi saturasi residual fluida yang terdesak.
Persamaan Fraksi Aliran
Anggapan /asumsi yang digunakan :
- Aliran mantap (steady state)
- Sistem pendesakan dari dua macam fluida yang tidak larut satu sama lain
(immiscible).
- Fluida yang tidak dapat dimampatkan (incompressible).
- Aliran terjadi pada media berpori yang homogen.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi pendesakan
dikembangkan pertama kali oleh Buckley-Leverret, yang didasarkan pada
persamaan Darcy :
k P
V sin ................................................................................(3-17)
s
dimana :
s = sumbu yang searah dengan aliran
= sudut kemiringan
= massa jenis
k = permeabilitas
P = tekanan
V = laju aliran
Untuk aliran horizontal, persamaan (4-13) berubah menjadi :
k dP
V ................................................................................................(3-18)
ds
Jika dua macam fluida yang mengali, misalkan air dan minyak, maka persamaan
aliran untuk masing-masing fasa menjadi :
kw P
Vw w g sin ......................................................................(3-19)
w ds
275
ko P
Vo o g sin .......................................................................(3-20)
o ds
Selanjutnya gabungan dari persamaan (3-19) dan (3-20) menjadi :
w q w o qo
d
Po Pw Pw Po sin
A K w A Ko ds
d
g P sin ................................................................(3-21)
ds
q
A Luas penampang
A
Jika qt qo qw ...............................................................................................(3-22)
Maka persamaan (3-21) menjadi :
w qw o qt o qw dPc
g P sin .....................................................(3-23)
A Kw A Ko A Ko ds
o qt
Dengan cara membagi persamaan (3-22) dengan dan mendefinisikan fraksi
ko
qw
aliran fw , maka :
qt
ko A dPc
1 g P sin
qt o ds ..................................................................(3-24)
fw
ko w
1
k w o
dan dinyatakan dalam satuan :
k = mD Pc = psi
= cp s = ft
A = ft3 = gr/cc
k o A dPc
1 0,001127 0,433 P sin
qt o ds
fw ..................................................(3-25)
k
1 o w
kw o
Data tekanan kapiler umumnya dinyatakan sebagai fungsi dari (Sw) gradien
dPc
tekanan kapiler dapat dinyatakan dalam hubungan :
ds
276
dPc dPc dS w
...........................................................................................(3-26)
ds dsw ds
dPc dS w
dimana harga diperoleh dari grafik tekanan kapiler. Akan tetapi sulit
dS w ds
diperoleh, atau tidak diketahui sama sekali. Berdasarkan hal itu untuk segi
dPc
praktisnya maka harga diabaikan. Jadi persamaan fraksi aliran mnjadi :
ds
1 0,0048
ko A
sin
o qt
fw .................................................................(3-27)
ko w
1
k w o
Persamaan ini akan lebih sederhana bila aliran terjadi dalam arah
horizontal, = 0.
1
fw ..........................................................................................(3-28)
k
1 ro w
k rw o
Gambar 3.24.
Kurva fraksi aliran sebagai fungsi dari saturasi air.
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
277
Gambar 3.25.
Penampang Melintang Sumur Injeksi Produksi
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
q w . w q w . w A. dx w .S w (3-29)
x x dx
t
278
Atau :
q .
q .
q . dx A. dx .S .(3-30)
w w x w w x x w w t w w
q w . w A.. w .Sw (3-31)
x t
Dengan anggapan pendesakan incompressible (w kostan)
q w S w
A.. (3-32)
x t t x
Tujuannya adalah mempelajari pergerakan bidang dengan Sw = konstan, dSw = 0.
Maka :
S w S dx
t w t sw
t x dt
Masukkan persamaan tersebut kepersamaan (3-33)
q w q S
t w w t
t Sw x
Maka diperoleh :
q w dx
t A.. S w .(3-34)
S w dt
q w q T .f w df incompressible
Def : qw = qT.fw t t q T w Sw
Sw Sw dSw q T konstan
.............................(4-30)
dx q df
Maka Vsw = S w T w (3-35)
dt A dSw
Persamaan (3-35) merupakan persamaan Bucley-Leverett
Utuk qT = qi = Konstan, maka kecepatan bidang dengan Sw konstan, proporsional
terhadap tururnan fw terhadap Sw pada Sw yang bersangkutan. Integrasikan untuk
waktu total sejak injeksi dimulai :
t
1 df w
A. dSw 0
XSw = q T dt ..(3-36)
279
Wi df w
= S w .(3-37)
A. dSw
Gambar 3.26.
Plot dfw/dSw vs Sw
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
280
Gambar 3.27.
Efek Tekanan Kapiler terhadap Kurva Fw
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
1
fw (untuk reservoar horizontal) ...............................(3-38)
K
1 w ro
K rw o
281
K.K ro .A .sin
1
qt. o 1.0133 10 6
fw (untuk reservoar miring)(3-39)
w K ro
1
K rw o
Gambar 3.28.
Pendekatan Untuk Mencapai Swf Menurut Welges
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE Texas.)
282
Material balance :
Wi = x 2 .A. S w S wc .(3-40)
Wi 1
S w S wc S wc S wf
x 2 .A. df w
dSw
Untuk Sw rata-rata dibelakang front dapat pula dicari dengan integrasi
profil saturasi :
x2
1 Sor x1 Sw dx
Sw
x1
.(3-41)
x2
Untuk sejumlah volume injeksi air tertentu, dimana Sw Swf persamaan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
S
1 Sor df w 1 Sor Sw .d df w
wf
dSw 1Sor dSw
Sw ..(3-42)
df w
S wf
dSw
df w
karena x1 Sw
dSw
Sw d w Sw f w 1Sor (3-43)
Swf
1 f w S wf
Sw Sw ...(3-44)
df w
S wf
dSw
df w
fw dan keduanya untuk front.
dSw
Samakan persamaan (3-44) ini dengan persamaan (3-42) dimuka :
S S 1 .(3-45)
w wf
df w
S wf
dSw
df w
Swf
1 f w Swf 1
(3-46)
dSw Sw Swf Sw S wc
Gambar 3.29.
Kurva Fraksional Flow
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE Texas.)
284
Ps
tekanan kapiler, dipenuhi hanya dibelakang front.
x
Wi df w
Sebelum breaktrough (bt) : persamaan x Sw Sw dapat dipakai untuk
A dSw
Gambar 3.30.
Ilustrasi Untuk Peramalan Recovery Minyak
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE Texas.)
pengamatan di lapangan)
1
Persamaan terdahulu di muka maka dapat diRec : S wbt S wc WiDbt =
df w
S wbt
dSw
q i PV
NpDbt = iwD.xtbt, (iwD) = , waktu waktu terjadinya breaktrouhg :
LA bt
WiDbt
t bt .......................................(3-48)
i wD
Sesudah :
bt : L = Kta; Swc dan fwc naik terus.
Perhitungan recovery lebih sulit dilakukan karena adanya kesulitan untuk
membagi dua luas daerah yang sama, maka disempurnakan oleh Welge (dimana
front lebih dulu sampai pada sumur produksi).
S w S wc 1 f we
1
.(3-49)
df w
S wc
dSw
Dengan memakai persamaan (3-36) dapat juga dituliskan sebagai berikut :
286
Dengan mengabaikan
Pc (efek gravitasi boleh dimasukkan).
x
b. Tarik garis tangensial terhadap kurva ini dari titik Sw = Swc, fw = 0.
titik tangensial tersebut merupakan koordinat, Sw = Swf = Swbt,
f w f w Swf f wbt . Dan ekstrapolasikan garis tersebut ke fw = 1
WiDbt
memberikan S w S wbt (saturasi dibelakang front pada bt dan t bt
i wD
dapat dipakai.
c. Ambil Swe sebagai variabel bebas; ambil harga-harga Swe dengan
pertambahan 5% (diatas Swbt), setiap titik pada kurva fw, untuk Swe > Swbt
mempunyai koordinat Sw = Swe, fw = Fwe.
Untuk setiap harga baru Swc, harga-harga Sw yang bersangkutan
ditentukan secara gratis dan recovery minyak dihitung dari :
N pd Sw Swc (PV).
Kebalikkan dari kemiringan kurva S untuk setiap Swe, memberikan Wid
1
df w wc
dSw
(jumlah volume pori dari air yang diinjeksikan) persamaan:
Wi 1
Wid (3-51)
L.A. df w
S wc
dSw
287
Gambar 3.31.
Pendesakan Frontal dengan Pendesakan Torak
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE Texas.)
Gambar 3.32.
Pengaruh Efisiensi Penyapuan Vertikal terhadap WOR
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
289
Keterangan:
Keterangan:
- Permebilitas variation V :
.. (3-57)
290
....................................................................(3 - 60)
dimana:
3. Plot WOR vs Ev pada kertas kartesian dan hitung efisiensi penyapuan vertikal
pada saat breakthrough EVBT dengan eksrtapolasi kurva WOR vs Ev dimana
harga WOR = 0.
4. Hitung kumulatif injeksi air dengan persamaan :
. (3 - 61)
Keterangan:
7. Asumikan nilai WOR dari 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 50, 100 bbl/bbl
8. Hitung nilai Ev dari tiap harga WOR yang diasumsikan (step 3)
9. Ubah harga WOR yang diasumsikan ke water cut fw2 dan surface water cut :
.. (3 - 64)
Keterangan:
10. Hitung saturasi air Sw2 dari tiap harga fw2 dari kurva water cut
11. Hitung efisiensi penyapuan area Ea dari tiap harga fw2 dengan persamaan
ataupun dengan gambar 3.33 :
.....(3 - 65)
Gambar 3.33.
Efisiensi Penyapuan Areal Sebagai Fungsi 1/M dan fw
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
292
12. Hitung saturasi air rata - rata dari tiap harga fw2 dengan persamaan :
...................................................................... (3 - 66)
13. Hitung efisiensi penyapuan Ed untuk tiap harga saturasi air rata - rata :
.... (3 - 67)
Keterangan:
15. Plot kumulatif produksi minyak vs WORs pada kertas kartesian seperti
gambar 3.34, dan hitung areal dibawah kurva pada beberapa harga WORs.
Areal dibawah kurva menyatakan kumulatif produksi air Wp pada harga
WORs.
Gambar 3.34.
Kumulatif Produksi Air dari WOR vs Kurva Np
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
293
16. Hitung kumulatif air yang diinjeksikan pada tiap harga WOR yang dipilih :
(3 - 69)
Keterangan:
keterangan:
VD =volume pori yang didesak, cuft
ViD =volume fluida yang diinjeksian
Vb =volume bulk batuan,cuft
=porositas batuan
Swc =saturasi air konate
Sor =saturasi minyak residu
Sifat-sifat aliran dan reservoir yang dipakai dalam model fisik adalah:
a. Tebal lapisan lebih kecil daripada ukuran reservoir, sehingga dapat
dianggap dua dimensi.
b. Tidak ada pengaruh gravitasi atau kemiringan reservoir kecil (<100)
c. Reservoir bersifat homogen
d. Pada proses injeksi berlaku pendesakan torak dan aliran mantap.
3. Dari garfik pada Gambar 3.35. dapat ditentukan hubungan Es dan ViD,
kemudian dibuat gambarnya seperti Gambar 3.36.
Dari grafik tersebut dapat dihitung:
Es dEs
1. ( fo )res tViD 0 lim ................................................(3 74)
ViD dViD
( f w ) 1 ( f o ) res
295
keterangan :
fw =fraksi total aliran air
fo =fraksi total aliran minyak
( f w )res
2. (WOR)res .......................................................................(3 75)
1 ( f w )res
Bo
(WOR) s (WOR)res .....................................................................(3 76)
Bw
keterangan:
(WOR)res dan (WOR)s berturut-turut adalah perbandingan debit produksi air
dan minyak direservoir dan dipermukaan.
( Es )mod el x(VD )
Np .......................................................................(3 77)
Bo
(W ) x(VD )
3. Wi iD mod el ......................................................................(3 78)
Bw
W B N p Bo
WP i w .........................................................................(3 79)
Bw
Dari perhitungan diatas dapat dihitung:
dN p
( fo )s ......................................................................(3 80)
d (Wp Nv )
1 ( fo )s
(WOR) ........................................................................(3 81)
( fo )s
Gambar 3.35.
Plot antara Es dengan M
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE Texas.)
296
Gambar 3.36.
Hubungan ViD Vs Es
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE Texas.)
Volume air dan situasi minyak pada saat oil bank breakthrough :
Displaceble pore volume (VD) = Vb (1-Swc-Sgr-Sor)
1. Keadaan minyak pada oil bank
So (1 Swc S gr ).....................................................................(3 82)
(S g S gr )
WiDf ........................................(3 83)
qo Bo
1 (1 Swc S gr Sor )
tw Bw
a. Sampai dengan fill up, minyak yang diproduksi:
Wif VDViDf
N pf qo x qo x ...............................................(3 84)
iw Bw iw Bw
b. Sesudah fill up, produksi minyak kumulaitf:
( Es ViDf )VD
N p N pf ....................................................(3 85)
Bo
Voulme air yang telah diinjeksikan sejak operasi dimulai:
Vi
xVD
Wt VD mod el
..................................................................(3 86)
Bw
Produksi air kumulatif (Wp) sebanding dengan selisih antara volume air
yang diinjeksikan sebelum fill up dengan volume air yang menggantikan minyak
sesudah fill up.
(ViD ViDf )VD ( Es ViDf )VD (ViD Es )VD
Wp ................(3 87)
Bw Bw Bw
Perbandingan air-minyak di permukaan:
dWp
(WOR)s = .......................................................................(3 88)
dN p
Gambar 3.37.
Diagram Terner pada Sistem Hidrokarbon
(Cain, Mc W.D., Jr., The Properties of Petroleum Fluids.1973)
C1 C1
T, Konstan C7+
C7+ C2 + C6 P, Konstan C2 _ C6
Gambar 3.38.
Pengaruh Tekanan dan Temperatur
Terhadap Daerah Dua Fasa dalam Diagram Terner
(Cain, Mc W.D., Jr., The Properties of Petroleum Fluids.1973)
**)Jadi pada saat tekanan reservoir masih tinggi (P>>) dan temperatur rendah (T<<) akan sangat menguntungkan bagi
pendesakan tercampur karena daerah dua fasa (dalam diagram Terner) dibuat kecil.
9. CO2 dapat diperoleh dari gas buangan atau dari reservoir yang mengandung
CO2.
Sedangkan beberapa kekurangan injeksi CO2 adalah seabagai berikut :
1. Kelarutan CO2 di air dapat menaikkan volume yang diperlukan selam
bercampur dengan minyak.
2. Viskositas yang rendah dari setiap gas CO2 bebas pada tekanan reservoir yang
rendah akan menyebabkan penembusan yang lebih awal pada sumur produksi
sehingga mengurangi effisiensi penyapuan.
3. Setelah fluida tercampur terbentuk, viskositas minyak lebih rendah dari pada
minyak reservoir sehingga menyebabkan fingering dan penembusan yang
belum waktunya. Untuk mengurangi fingering maka diperlukan injeksi slug
water.
4. CO2 dengan air akan membentuk asam karbonik yang sangat korosif.
5. Injeksi alternatif slug CO2 dan air memerlukan sistem injeksi ganda dan hal
ini akan menambah biaya dan kerumitan sistem.
6. Diperlukan injeksi dalam jumlah yang besar (5 10) MCF gas untuk
memproduksi satu STB minyak).
7. Sumber CO2 biasanya tidak diperoleh ditempat yang berdekatan dengan
proyek injeksi CO2 sehingga memerlukan pemipaan dalam jarak yang
panjang.
1. Kemurnian CO2
Hasil percobaan pada berbagai tingkat kemurnian yang digunakan,
menunjukkan bahwa semakin murni CO2 semakin besar miscibilitasnya.
Adanya C1 dan N2 di dalam CO2 akan
mempengaruhi terjadinya miscibilitas, sedangkan adanya H2S didalam
CO2 pengaruhnya lebih kecil dibanding C1 dan N2.
2. Komposisi Minyak
Hasil percobaan pada berbagai tingkat kemurnian yang digunakan,
menunjukkan bahwa semakin murni CO2 semakin besar miscibilitasnya.
Adanya C1 dan N2 di dalam CO2 akan
mempengaruhi terjadinya miscibilitas, sedangkan adanya H2S didalam
CO2 pengaruhnya lebih kecil dibanding C1 dan N2.
3. Temperatur
Temperatur minyak juga akan mempengaruhi tekanan yang diperlukan untuk
pendorongan miscible. Kesimpulannya jika temperatur semakin besar,
tekanan pendorongan makin besar.
4. Tekanan
Tekanan yang diperlukan untuk pendorongan miscible akan dipengaruhi oleh
kemurnian CO2, komposisi minyak dan tekanan reservoir. Pada tekanan
pendorongan miscible CO2 terhadap minyak reservoir dengan adanya
komponen hidrokarbon ringan C2, C3, C4 didalam minyak reservoir tidak
mempengaruhi proses miscibility. Pendorongan miscible sangat dipengaruhi
oleh adanya komponen C5-C30 di dalam reservoir.
Tabel III-1.
Solution Gas Drive dengan CO2 yang Diinjeksikan pada Tekanan 900 psi
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Oil Recovered
Pressure Oil In Place
(Percent of
(psig) (Precent PV)
Oil In Place)
900 - 47,2
400 14,2 40,5
200 18,6 38,4
Jadi CO2 adalah gas yang masuk dalam larutan dengan pengembangan
minyak sebagai suatu kenaikan tekanan, minyak dapat keluar dari larutan dengan
penurunan tekanan.
307
Untuk gas yang dibawa dengan menginjeksikan terus menerus gas CO2 ke
dalam reservoir maka diharapkan gas CO2 ini dapat melarut dalam minyak dan
mengurangi viskositasnya, dapat menaikkan densitas (sampai tahap tertentu, yang
kemudian diikuti dengan penurunan densitas), dapat mengembangkan volume
minyak dan merefraksi sebagian minyak, sehingga minyak akan lebih banyak
terdesak keluar dari media berpori.
Untuk cara yang kedua, yaitu dengan menginjeksikan carbonat water ke
dalam reservoir. Sebenarnya carbonat water adalah percampuran antara air
dengan gas CO2 (reaksi CO2 + H2O) sehingga membentuk air karbonat yang
digunakan sebagai injeksi dalam proyek CO2 flooding. Tujuan utama adalah
untuk terjadi percampuran yang lebih baik terhadap minyak sehingga akan
mengurangi viskositas dari minyak serta mengembangkan sebagian volume
minyak sehingga dengan demikian penyapuan akan lebih baik.
309
Pada cara yang ketiga, yaitu membentuk slug penghalang dari CO2 yang
kemudian diikuti air sebagai fluida pendorong. Sama seperti cara pertama dan
kedua, pembentukan slug ini untuk lebih dapat mencampur gas CO2 kedalam
minyak, kemudian karena adanya air yang berfungsi sebagai pendorong maka
diharapkan efisiensi pendesakan akan lebih baik.
Untuk cara yang keempat sebenarnya sama dengan cara yang ketiga tetapi
disini lebih banyak fluida digunakan CO2 untuk lebih melarutkan minyak setelah
proses penyapuan terhadap pendesakan minyak, maka minyak yang telah tersapu
dan akan diproduksikan melalui sumur produksi.
Gambar 3.39.
Mekanisme Injeksi CO2
(Stevens, S. Enhanced Oil Recovery Scoping Study. 1999)
Dari studi yang dilakukan menunjukkan bahwa injeksi CO2 dan air secara
simultan terbukti merupakan mekanisme pendesakan yang terbaik diantara
keempat metode tersebut (oil recovery sekitar 50 %). Disusul kemudian injeksi
slug CO2 dan air bergantian. Injeksi langsung CO2 dan injeksi slug CO2 diikuti air
sama buruknya dengan kemampuan mengambil minyak hanya sekitar 25 %.
Dalam semua kasus, pemisahan gaya berat antara CO2 dan air terjadi sebelum
setengah dari batuan batuan recovery tersapu oleh campuran dari dua fluida
tersebut.
310
Tidak ada masalah yang terjadi pada ukuran slug sehubungan dengan injeksi
yang terjadi secara kontinyu
Gas dapat diinjeksikan kembali
Kekurangan dari injeksi gas pada tekanan tinggi antara lain :
Proses ini terbatas, sebab reservoir minyak harus kaya akan komponen C2-C4
Proses ini memerlukan tekanan injeksi yang besar
Biaya yang diperlukan untuk gas alam mahal, gas-gas pengganti memerlukan
tekanan yang lebih besar.
Gambar 3.40.
Kondisi Fasa Selama Injeksi Gas Kering Dengan Tekanan Tinggi
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
312
Gambar 3.41.
Tahapan pada Front Pendesak Tercampur di Dalam Reservoir
(Latil M., Bardon C., Burger J., Sourieau P. Enhanced Oil Recovery.Texas 1980)
Perbedaan penting lainya antara ketiga metode tersebut adalah bahwa pada
injeksi gas yang menguapkan, gas produksi dapat ditekan sampai tekanan
tercampur dan diinjeksikan kembali untuk mempertahankan pendesakan
tercampur. Dalam injeksi gas yang mengembun dan injeksi gas tercampur pada
kontak pertama, produksi pelarut menurunkan penyapuan tercampur.
Gas hidrokarbon murni banyak digunakan karena pada saat ini murah dan
tersedia dalama jumlah yang cukup. Mobility rasio pada injeksi gas yang
menguapkan secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan dengan injeksi gas
mengembun atau injeksi tercampur pada kontak pertama.
Sifat-sifat gas yang diperkaya ini dapat diketahui dari gas-gas yang
termasuk dalam gas diperkaya, yaitu gas alam kering (relatif lebih banyak
methana) yang telah diperkaya oleh komponen intermediate (propana, butana, dan
lain-lain).
Untuk komposisi gas yang sesuai, minyak dapat menjadi kaya dengan
material-material tersebut yang menyebabkan ketercampuran antara gas injeksi
dan minyak diperkaya. Gas injeksi yang mengandung hidrokarbon-berat-molekul-
menengah dalam konsentrasi yang relatif tinggi disebut gas diperkaya.
Tekanan dan konsentrasi gas injeksi yang dipersyaratkan untuk
ketercampuran pendorong gas yang mengembun tergantung pada :
Komposisi hidrokarbon-berat-molekul-menengah yang dikandung dalam
gas diperkaya.
Temperatur reservoir
Gambar 3.42.
Proses Injeksi Gas Yang Diperkaya Pada Diagram Terner
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Pada diagram ini kemudian ditarik garis lurus antara titik G dan titik O yang
berarti terjadi proses injeksi, sedangkan Gambar 3.43 menggambarkan apa yang
terjadi di reservoir selama pendesakan.
I
III II
Gambar 3.43.
Pendesakan Gas Dalam Reservoir
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
318
Bila injeksi yang diperkaya dimulai, proses pertama adalah tipe non-
miscible (minyak O kontak dengan gas G seperti keadaan 1). Pendesakan
selanjutnya dapat dilihat bahwa minyak yang telah diperkaya meninggalkan zona
kontak (minyak dibelakang front maju lebih banyak hingga mencapai miscible)
dengan gas injeksi, dan selanjutnya didorong ke depan oleh gas untuk bercampur
dengan zona minyak di depannya. Demikian langsung terus hingga keseluruhan
komposisi minyak tercampur dengan gas yang diinjeksikan.
Untuk injeksi gas yang diperkaya, parameter operasi adalah tekanan dan
komposisi injeksi gas (yang diperkaya dengan propana dan butana seperti yang
ditunjukkan oleh titik L pada Gambar 3.44.
Gambar 3.44.
Tekanan Pencampuran Komposisi Gas
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
gelembung. Ini hanya dapat dicapai untuk tekanan yang sama atau lebih besar dari
pada tekanan percampuran Pm, dimana garis singgung pada titik kritis ini
melewati titik Gr. Jika gas terdiri dari campuran G dan L, komposisi pertama titik
kritis campuran Cm pada gas dan minyak adalah bercampur pada tekanan P.
Gambar 3.45.
Operasi Pelaksanaan Injeksi Gas Yang Diperkaya
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
memerlukan tekanan yang tinggi untuk dapat bercampur. Akan tetapi N2 dan
minyak dapat bercampur pada suatu kondisi tertentu melalui proses penggandaan
kontak yang dapat dijelaskan pada Diagram Terner. Parameter-parameter yang
ada dalam injeksi ini dapat dilihat pada tabel diatas yang mencakup secara dasar
karakteristik dari gas inert ini.
tinggi mungkin lebih berat dan pada fluida tudung gas sehingga ada
kecenderungan untuk turun.
6. Berat jenis minyak yang cocok adalah 35 oAPI atau lebih.
7. Kedalaman reservoir harus cukup besar untuk memastikan tekanan
ketercampuran dapat dicapai tanpa adanya perekahan.
8. Keseragaman reservoir dan perekahan dapat mempengaruhi keberhasilan
metode ini.
Keuntungan dari penggunaan metode injeksi gas inert ini antara lain :
1. Jika tudung gas ada, injeksi gas ini akan mencegah terjadinya perembesan
minyak ke dalam zona tudung gas. Gas inert ini akan lebih suka tinggal
sebagai residu pads saat abandonment dari pada gas alam yang lebih laku
itu.
2. Injeksi gas akan menghasilkan perolehan lebih banyak jika dibandingkan
dengan pendesakan air, pada reservoir dengan permeabilitas yang kecil.
3. Realisasi penyediaan gas alam kemungkinan tidak akan stabil karena harga
dan persediaan gas alam di masa akan datang akan dikontrol oleh
pemerintah. Peraturan seperti ini mungkin membatasi atau melarang injeksi
dengan gas alam.
4. Hasil pembakaran gas alam akan diperoleh gas hasil pembakaran atau gas
inert sebanyak 5 sampai 10 kali volume gas alam yang dibakar.
Sedangkan untuk kekurangan penggunaan injeksi gas inert ini antara lain
korosi. Korosi mungkin merupakan kerugian yang sangat penting dalam operasi
yang memakai boiler dan atau gas sisa pembakaran untuk pendesakan minyak
secara tercampur. Karena uap air dan CO2 dan nitrous oxide ada di dalam gas ini,
di mana begitu gas mengalami pendinginan segera terbentuk nitric acids dan weak
carbonic serta uap air terkondensasi.
Adanya breakthrough (tembus gas) dari gas nitrogen yang diinjeksikan dari
sumur-sumur merupakan masalah yang serius dan juga masalah dalam hal
pembiayaan. Ha ini disebabkan dengan terkandungnya inert gas pada gas alam
yang diproduksikan maka nilai kalori panas dari gas tersebut menurun, sehingga
324
menimbulkan masalah serius jika gas ini akan dijual atau dipakai sebagai bahan
bakar di lapangan. Oleh karena hal tersebut, semua kerugian dan biaya harus
dipertimbangkan dengan sangat hati-hati untuk dibandingkan dengan penambahan
produksi atau keuntungan yang akan diperoleh atau diharapkan.
Gambar 3.46.
Diagram Terner Pencampuran Antara N2 dengan Crude Oil
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Pada Proses Flue Gas, sebagai bahan dasar adalah gas alam yang
dimasukkan kedalam ketel uap (boiler), dari sini gas yang dihasilkan dialirkan
melalui Nox reaktor ntuk membatasi kadar Nox di dalam gas, kemudian gas
dimasukkan kedalam water scrubber untuk membersihkan uap air dari gas yang
326
selanjutnya gas dikirim ke alat pengering (dryers), maka dari sini dihasilkan flue
gas yang dengan kompressor siap diinjeksikan ke dalam sumur injeksi seperti
yang terlihat pada Gambar 3.47.
Gambar 3.47.
Proses Produksi Flue Gas
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Pada proses Gas Engine Exhaust, gas yang dipakai adalah gas yang
dihasilkan dari gas sisa pembakaran mesin. Sebagai bahan dasar sama dengan
pada proses flue gas yaitu udara dan gas alam, yang dengan perbandingan tertentu
dipakai sebagai bahan bakar mesin. Gas hasil sisa pembakaran ini sebelum di
injeksikan ke dalam sumur juga dilewatkan melalui Nox,Water Separator, dan
Dryers. Setelah itu gas engine exhaust ini siap diinjeksikan dengan kompressor ke
dalam sumur injeksi.
Perbedaan proses pengolahan antara proses flue gas dan proses gas sisa
pembakaran mesin akan menentukan produksi gas inert, dimana untuk proses flue
gas untuk setiap train dipakai apabila produksi gas yang diinginkan tidak kurang
dari 30 MMscfd, sedangkan pada gas engine exhaust yang terbesar untuk setiap
train hanya mampu berproduksi sekitas 10 MMscfd.
Dan pada proses Cryogenic N2, yang dimaksud adalah untuk
memproduksikan nitrogen murni, yang dipisahkan dari udara. Prosesnya, udara
327
Gambar 3.48.
Mekanisme Injeksi Gas Inert (N2)
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
328
Ada tiga tipe umum yang termasuk dalam injeksi kimia, yaitu injeksi
polimer, injeksi surfaktan (zat aktif permukaan) dan injeksi alkalin (kaustik)
sodium. Limestone dan dolomit bersifat tidak reaktif dan reaksi dengan komponen
silika di dalam batu pasir sangat lambat dan tidak lengkap, sedangkan reseistivitas
alkalin dengan batuan reservoir dapat ditentukan di laboratorium.
Dari pengalaman di lapangan, penggunaan Cosurfaktan ini, ternyata dapat
meningkatkan recovery minyak sampai 20% Hal ini disebabkan karena selain ikut
mendesak, surfaktan juga turut melarutkan minyak.
Zat tambahan lain yang sering dipakai adalah larutan elektrolit NaCl yang
digunakan sebagai preflush, untuk menggerakkan air formasi yang tidak cocok
dengan komposisi slug surfaktan.
Injeksi alkaline sebagai salah satu alternatif injeksi kimia, mempunyai
pengaruh dalam peningkatan recovery yang dapat dibandingkan dengan injeksi
kimia lain seperti yang terlihat pada Gambar 3.49.
Pada injeksi alkaline, banyak sekali kemungkinan bahan yang dapat dipakai,
pemilihan bahan dilakukan berdasarkan pH tertinggi, sebab pH yang tinggi akan
mengakibatkan penurunan tegangan permukaan minyak. Bahan kimia yang
menghasilkan pH tinggi pada konsentrasi yang rendah adalah NaOH. Hasil
pengamatan laboratorium menunjukkan bahwa kondisi optimum pada injeksi
alkaline dicapai dengan konsentrasi NaOH 0,1 % berat dan ukuran slugnya sekitar
15% volume pori, selain itu bahan kimia injeksi ini paling murah.
Gambar 3.49.
Recovery Minyak dari Berbagai Pendesakan Kimia
(Green W. Don. and Willhite Paul G. Enhanced Oil Recovery. 2003)
330
Gambar 3.50.
Perbandingan pH Secara Umum yang Digunakan Pada Injeksi Alkaline
(Clark, N.J., Fundamental of Reservoir Handbook. 1969)
B. Karakteristik Reservoir
Pada injeksi alkalin perolehan minyak tergantung kepada interaksi antara
bahan kimia yang ditambahkan dengan fluida reservoir. Bahan kimia ini penting
untuk bertahan cukup lama supaya dapat kontak sebanyak-banyaknya dengan
fluida reservoir. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengaruh
karakteristik reservoir ini adalah :
1. Struktur dan Geologi Reservoir
Dalam kaitannya dengan efisiensi pendesakan injeksi alkalin, hal-hal yang
perlu dihindari adalah :
Reservoir dengan sesar dan rekahan yang memungkinkan terjadinya
distribusi minyak yang tidak merata.
Ketebalan total reservoir yang jauh lebih besar dari ketebalan minyak.
Luas zona minyak yang kecil atau zona minyak yang tipis di atas aquifer
yang tebal.
Reservoir dengan tingkat perlapisan yang tinggi.
Heterogenitas batuan yang tinggi dan perkembangan porositas serta
permeabilitas yang rendah.
2. Kedalaman dan Temperatur
Dari hasil pengukuran di laboratorium didapatkan bahwa dengan semakin
dalam dan semakin tinggi temperatur reservoir, maka konsumsi alkalinnya akan
semakin besar.
C. Luas Permukaan
Minyak yang tersisa setelah injeksi alkalin pada matrik oil-wet adalah
berbentuk film. Ketebalan film ini tergantung pada kualitas pendesakan
emulsinya, minyak yang tersisa akan lebih besar bila luas permukaan batuan
semakin besar. Dengan demikian injeksi alkalin akan tidak efektif pada batuan
yang mempunyai luas permukaan yang besar seperti batu lempung dan silt.
D. Komposisi Fluida Reservoir
Kandungan kimia pada fluida reservoir dan injeksi air hangat sangat
berpengaruh mekanisme dalam injeksi alkalin.
333
Tabel III-2.
Famili Hidrokarbon yang Penting Pada Mekanisme injeksi Alkalin
(Septoratno S., Dr. Ir. Diktat Kuliah Teknik Produksi Sekunder. Bandung: 1986)
1. Komposisi Minyak
Beberapa hasil pengamatan yang penting sehubungan dengan komposisi
minyak serta pengaruhnya terhadap mekanisme injeksi alkalin dapat dilihat pada
Tabel III-2.
2. Komposisi Air Formasi dan Air Injeksi
Kadar padatan yang terlarut yaitu berupa senyawa garam atau berupa ion
bebas baik pada air formasi maupun pada injeksi air sama-sama mempengaruhi
terhadap mekanisme injeksi dan konsumsi alkalin. Reaksi antara NaOH dengan
ion kalsium dan magnesium akan membentuk sabun kalsium dan magnesium,
akan tetapi keduanya bukan zat aktif permukaan, sehingga akan mengurangi slug
NaOH dan tegangan antar muka akan naik dengan keberadaan kedua ion tersebut.
Hasil percobaan di laboratorium menyatakan bahwa kadar kalsium yang diijinkan
pada air injeksi adalah 70 ppm dan ion magnesium sampai 700 ppm, sedangkan
kadar kalsium yang diijinkan pada air formasi sampai 500 ppm.
Pada jumlah tertentu garam NaCl berguna untuk menjunjung mekanisme
dalam injeksi alkalin juga berguna untuk mengurangi konsumsi NaOH.
Kegaraman di reservoir diperlukan pada proses perubahan kebasahan, yaitu
membuat batuan reservoir cenderung menjadi oil-wet, sedangkan pada konsentrasi
yang lebih besar diperlukan untuk terjadinya emulsi air dalam minyak. Pengaruh
NaCl terhadap tegangan antarmuka, Jennings menyatakan bahwa dibawah 20000
334
ppm, adanya NaCl pada air injeksi bukan saja membuat tegangan antarmuka tetap
rendah akan tetpai juga dapat menurunkan keperluan akan konsentrasi NaOH.
B. Emulsifikasi
Pada pH, konsentrasi NaOH dan salinitas yang optimum serta konsentrasi
asam pada minyak di reservoir uang mencukupi akan menyebabkan terjadinya
emulsifikasi di formasi. Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa
dengan menginjeksikan emulsi minyak dalam air (water in oil emulsion) hasilnya
337
akan lebih baik dibanding injeksi dengan air. Peningkatan perolehan minyak yang
sama dapat terjadi jika emulsi tersebut dapat dibangkitkan di formasi.
Ada dua sistem pengaliran emulsi, yaitu emulsifikasi entrainment
(emulsifikasi dan penderetan) serta emulsifikasi entrapment (emulsifikasi dan
penjebakan). Emulsifikasi entrainment yaitu bila emulsi yang terjadi akibat reaksi
NaOH dengan minyak di reservoir, kemudian emulsi tersebut masuk ke dalam air
injeksi dan mengalir bersamanya sebagai minyak-minyak yang halus. Alkalin
mempunyai sifat dapat mencegah minyak menempel pada permukaan pasir.
Kondisi tersebut diperlukan selama penderetan kontinyu terjadi untuk
mempertahankan tegangan antar muka yang rendah saat campuran bergerak
melewati reservoir.
Emulsifikasi entrapment yaitu bila emulsi tersebut selama proses
pengalirannya ada sebagaian yang terperangkap kembali sehingga sedikit
menghambat bergeraknya air injeksi, dam mobility air injeksi menjadi berkurang.
Maka akan memperbaiki efisiensi penyapuan vertikal dan horisontal. Keuntungan
lain pada emulsifikasi ini adalah sifat pergerakan front-nya :
1. Bersamaan dengan terjadinya perubahan kebasahan dari water-wet
menjadi oil wet, di dekat front bagian belakang yang mengandung
sedikit emulsi akan terbentuk film (lamella).
2. Terbentuknya lamella akan menghambat aliran injeksi pada pori-pori,
mengakibatkan gradien tekanan yang besar di belakang front.
3. Pada saat lamella melalui kerongkongan pori, ia akan pecah, menjadikan
gradien saturasi yang tajam di daerah front.
C. Perubahan Kebasahan
Tenaga kapiler cenderung untuk menahan minyak pada media berpori. Hal
ini dapat dikurangi, dihilangkan atau diubah dengan mekanisme perubahan
kebasahan. Pada injeksi alkalin ada dua kemungkinan terjadinya perubahan
kebasahan, yaitu perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-wet dan
sebaliknya.
338
Gambar 3.51.
Rumus Dasar Acrylamide
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 3.52.
Rumus Dasar Polymer Secara Kimiawi
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
341
C. Ukuran Polimer
Ukuran polimer dapat ditentukan secara matematis atau melakukan
percobaan. Flory (1953) merumuskan untuk polimer non-ionik :
1
r 2 8(W) 2 .................................................................................... (3-93)
Sedangkan untuk polimer linier :
r 2 6 s 2 ....................................................................................... (3-94)
Keterangan:
W = berat molekul polimer
s
= viscositas minyak intrinsik = lim
c 0 c s
Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan pada dasarnya adalah pertimbangan ekonomis dengan
membandingkan harga perolehan minyak yang diharapkan akibat injeksi polymer
dengan biaya yang digunakan untuk melakukan injeksi polymer tersebut.
Teknik yang umum dipakai adalah dengan memperkirakan perolehan
minyak yang diharapkan melalui injeksi air yang kontinyu menggunakan salah
satu prosedur perhitungan yang sudah umum (Dykstra-Parsons, Johnson,
Buckley-Leverett, dan lain sebagainya). Penghitungan tersebut kemudian diulang
untuk injeksi polymer menggunakan modifikasi sifat-sifat aliran yang diharapkan.
Perbedaan perolehan minyak merupakan penambahan minyak karena injeksi
polymer.
344
Gambar 3.53.
Mekanisme Injeksi Polymer
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 3.54.
Diagram Sistem Pencampur Polymer Kering
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
346
satu sumur menyebabkan perubahan aliran di semua sumur yang lain karena laju
alir total tetap konstan. Namun sistim ini tetap bekerja jika cukup monitoring
terhadap laju injeksi pada masing-masing sumur.
Injeksi polimer polycrylamide memerlukan larutan khusus dalam masalah
pengontrolan laju injeksi. Polimer-polimer tersebut rentan terhadap penurunan
shear pada saat melewati throttling valve. Cara yang umumya digunakan untuk
mengontrol rate (kecepatan) adalah penempatan tubing panjang dengan diameter
relatif kecil. Karena polimer-polimer sedikit sensitif terhadap viscous shear
daripada viscoelastic shear di dalam pipa orifice atau peralatan yang serupa,
tubing-tubing tersebut menyempurnakan sasaran (tujuan) kontrol aliran tanpa
menurunkan kualitas polymer.
Diameter tubing dihitung berdasarkan shear rate untuk laju alir yang
diinginkan, sedangkan panjang coil (tubing) dihitung berdasarkan tekanan yang
harus dihilangkan sebelum memasukkan wellhead.
Gambar 3.55.
Diagram Sistem Manifold Distribusi Injeksi Fluida
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
ke dalam reservoir untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan air,
sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak.
Pada konsep kedua, larutan surfactant dengan konsentrasi yang lebih tinggi
diinjeksikan ke dalam reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 20% PV).
Dalam hal ini, micelles yang terbentuk bisa berupa dispersi stabil air di dalam
hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam air.
A. Adsorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan
reservoir terhadap larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug
surfactant terjadi akibat gaya tarik-menarik antara molekul-molekul surfactant
dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas
batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka
surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya kemampuan
untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun.
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang
dilarutkan dalam air yang merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam
reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air,
sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi
persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul
batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai
mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena terjadi
adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan
berat ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.
C. Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat
menurunkan recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile)
menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas
rendah, peranan clay ini sangat dominan.
D. Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan
minyak-air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan
351
Gambar 3.56.
Diagram Sistem Perlakuan Air
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
352
Gambar 3.57.
Diagram Sistem Pencampuran Slug Surfactant
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Surfactant jenis ini tidak pernah digunakan dalam perolehan minyak. Termasuk
dalam surfactant ini adalah jenis-jenis aminocarboxylic.
B. Kuantitas Surfactant
Kuantitas surfaktan adalah penentuan volume surfaktan yang dibutuhkan
dalam pendesakan agar residual oil yang tertinggal dapat didesak dengan cara
menurunkan tegangan permukaan. Slug surfaktan yang digunakan jangan terlalu
banyak karena tidak ekonomis dan sebaliknya jangan terlalu sedikit karena
mengakibatkan permukaan minyak tak semuanya dilalui.
Penentuan slug surfaktan ini dapat dilakukan di laboratorium atau dengan
cara lain seperti yang telah dikemukakan oleh Taylor dan dikembangkan oleh
Aris. Cara ini menunjukkan hubungan antara jarak yang ditempuh dengan
konsentrasi larutan surfaktan, yaitu :
c 2c
k 2 ............................................................................................ (3-95)
t x
Keterangan :
C = konsentrasi, fraksi volume surfaktan.
T = waktu pendesakan, detik.
k = koefisien dispersi, cm2/dt.
x = jarak, cm.
Core yang diinjeksi dengan surfaktan kemudian dicatat seberapa jauh jarak
yang ditempuh surfaktan, dimulai dari titik injeksi sampai injeksi mencapai 10%
dan 90% pore volume.
Solusi dari Persamaan (4-58) adalah sebagai berikut x
x1
C 0.5 1 erf .................................................................. (3-96)
2 KT
Keterangan :
1 X X10
K 90 ............................................................................ (3-97)
t 3.625
X90 dan X10 adalah jarak yang ditempuh surfaktan bertepatan dengan
injeksi surfaktan mencapai 90 dan 10 % pore volume dari titik injeksi. Untuk
aplikasi lapangan, maka volume surfaktan yang diperlukan dapat ditentukan dari :
355
kelarutan yang baik dalam minyak atau air dan tak terlalu terpengaruh oleh
absorbsi batuan reservoir serta tahan terhadap kontaminasi garam-garam formasi
dan pengaruh mineral-mineral clay, maka perlu ditentukan berat ekuivalennya
yang optimum.
Hasil penelitian Gale dan Sandvick, memberikan suatu recovery minyak
yang tertinggi dapat dicapai dengan surfaktan yang mempunyai berat ekuivalen
antara 375 - 475, seperti terlihat pada Gambar 3.58.
Gambar 3.58.
Hubungan Berat Ekuivalen Dengan Recovery Minyak yang Dihasilkan
(Gale W.W. and Sandvick E.I. Tertiary Surfactant Flooding: Petroleum Sulfonate Composition - Efficacy Studies. 1973)
Tabel III-3.
Bahan Dasar Injeksi Surfactant
(Gale W.W. and Sandvick E.I. Tertiary Surfactant Flooding: Petroleum Sulfonate Composition - Efficacy Studies. 1973)
E. Sistem Pencampuran
Untuk mencampur komponen-komponen menjadi slug surfactant,
diperlukan sistem penanganan yang tepat, antara lain harus memakai water
treatment dan sistem pencampuran slug surfactant. Fasilitas water treatment
diperlukan untuk menghilangkan kation-kation yang merugikan seperti Ca2+,
Mg2+ dan ion besi dengan ion-ion natrium dari pelembut air (water softener).
Viskositas < 30 cp
Kandungan klorida < 20000 ppm
Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate)
2. Surfactant dan polimer
Ukuran dari slug adalah 5 15% dari volume pori (PV) untuk sistim
surfactant yang tinggi konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah
besarnya 15 50% dari volume pori (PV).
Konsentrasi polimer berkisar antara 500 2000 mg/i
Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.
3. Kondisi reservoir
Saturasi minyak >30% PV
Tipe fomasi diutamakan sandstone
Ketebalan formasi > 10 ft
Permeabilitas > 20 md
Kedalaman < 8000 ft
Temperatur < 175 F
4. Batasan lain
Penyapuan areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant
diusahakan lebih besar dari 50%
Diusahakan formasi yang homogen
Tidak terlalu banyak mengandung anhydrite, pysum atau clay.
Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divalen (Ca
dan Mg) lebih kecil dari 500 ppm.
kecuali cosurfactant, diukur didalam tangki pencampur yang luas dimana mereka
tercampur sampai menjadi homogen.
Filtrasi diperlukan slug yang umumnya memanas sebelum dipompa
melewati filter. Dengan memanaskan lebih dahulu mempunyai beberapa maksud,
menstabilkan slug, memperbaiki penyaringan yang menyebabkan turunnya
viskositas slug dan mengurangi kemungkinan terendapkannya parafin di dalam
sumur injeksi. Setelah filtrasi, Cosurfactant yang hampir selalu alkohol, terukur di
dalam slug. Cosurfactant menaikkan kesetabilan micellar dan secara serempak
merubah viskositas untuk memenuhi kebutuhan mobilitas di dalam reservoir. Slug
tersebut biasanya ditempatkan di dalam tangki penyimpanan preinjection sebelum
diijeksikan di dalam sumur. Sebuah pompa positive displacement digunakan
untuk mengnjeksikan slug pada laju alir seperti sebelumnya.
Gambar 3.59.
Mekanisme Injeksi Surfactant
(Clark, N.J., Elements of Petroleum Reservoir. 1969)
Injeksi panas dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu injeksi fluida
panas (injeksi air panas dan injeksi steam) dan in-situ combustion (pembakaran di
tempat).
Sebelum membicarakan tentang injeksi thermal lebih lanjut, maka perlu
mengetahui dasar-dasar perpindahan panas dan beberapa faktor yang berpengaruh
dalam injeksi thermal.
B. Konveksi
Konveksi adalah proses transfer energi yang disebabkan oleh aksi serentak
dari kegiatan-kegiatan konduksi, penyimpanan energi dan gerakan aduk.
Konveksi merupakan mekanisme perpindahan panas yang terpenting antara suatu
permukaan benda padat dengan cairan atau gas. Laju perpindahan panas konveksi
dapat dihitung dengan persamaan :
Qc = hc A T .................................................................................. (3-100)
Keterangan :
Qc = laju perpindahan panas konveksi, BTU/jam.
Hc = satuan konduktans termal untuk konvek\si yang dinamakan
koefisien perpindahan panas konveksi, BTU/jam ft2-oF.
A = luas permukaan panas konveksi, ft2.
T = beda antara temperatur permukaan (Tp) dengan temperatur pada suatu
titik tertentu dalam suatu fluida, oF.
Koefisien perpindahan panas konveksi merupakan fungsi dari geometri
(dimensi dan bentuk permukaan), kecepatan aliran konveksi, sifat fisik fluida,
perbedaan temperatur.
Panas spesifik air yang barada dalam interval temperatur 100 500 0F,
dapat dihitung dengan persamaan :
Cw 1.0504 6.05 104 T 1.79 106 T 2 ............................................ (3-104)
B. Konduktivitas Panas
Konduktivitas panas dari kebanyakan batuan akan mengecil dengan
naiknya temperatur. Konduktivitas panas adalah sifat yang menunjukkan jumlah
aliran panas yang menembus satu satuan luas penampang yang tegak lurus
terhadap aliran sebagai akibat adanya satu satuan gradien temperatur dalam satuan
waktu. Persamaan dasar konduktivitas panas berdimensi satu adalah :
Qk
K ........................................................................................ (3-105)
dT
A
dx
Keterangan :
K = konduktivitas panas, BTU/jam-ft-0F.
Qk = laju perpindahan panas konduksi, BTU/jam.
A = luas penampang tegak lurus aliran, ft2.
Ktr adalah konduktivitas panas radial dari formasi yang besarnya seperti
yang diusulkan oleh Adivarahan, Kunii, dan Smith, yaitu :
10
K tf 251 exp ............................................................... (3-107)
1
Sedangkan Ktf sesuai dengan yang diusulkan oleh Grover dan Knudsen,
yaitu :
368
1 0
w
Ktf Kto Ktw ........................................................... (3-108)
K o K
to tw
w
Keterangan :
Kte = konduktivitas panas efektif, BTU/jam-ft-0F.
Ktr = konduktivitas panas radial formasi, BTU/jam-ft-0F.
Ktf = konduktivitas panas dari campuran fluida, BTU/jam-ft-0F.
Kto = konduktivitas panas minyak, BTU/jam-ft-0F.
Ktw = konduktivitas parnas air, BTU/jam-ft-0F.
C. Difusivitas Panas
Difusivitas panas adalah perbandingan antara konduktivitas panas dengan
hasil kali antara densitas dan kapasitas panas. Dinyatakan dalam persamaan :
= Kh / (c) ...................................................................................... (3-109)
Keterangan :
= difusifitas panas, ft2/jam.
Kh = konduktivitas panas, BTU/jam-ft-F.
c = kapasitas panas volumetrik, BTU/ft3- F
Keterangan :
dP/dx = gradient tekanan, psi/ft.
Vo = kecepatan aliran minyak, bbl/ft2-hari.
2 rto to Kh l2
Qwb Tst bl a ............................................. (3-112)
Kh rto to 2
Keterangan :
QWb = laju kehilangan panas didasar sumur, BTU/jam.
rto = jari-jari luar tubing, rt.
371
1 td t
Wc 1 e erfc tD 2 D 1 .............................................. (3-113)
tD
Keterangan :
tD = tak berdimensi.
= diffusivitas panas, ft 2/hari,
t = waktu, hari.
h = ketebalan formasi, ft.
dalam persamaan tersebut, laju produksi merupakan fungsi dari mobilitas minyak
(ko/o), di mana dengan viskositas yang kecil laju produksi akan naik.
Huff and Puff merupakan salah satu metode stimulasi termal untuk
menaikan laju produksi minyak. Kenaikan laju produksi minyak dapat dilihat
pada Gambar 3.60.
Gambar 3.60.
Peningkatan Minyak dengan Injeksi Steam Bersiklus
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Injeksi steam bersiklus berbeda dengan steam drive. Dalam proses steam
drive, seluruh batuan reservoir dipanasi secara terus-menerus, sedangkan steam
bersiklus, steam diinjeksikan melalui sumur produksi dan penginjeksian dilakukan
dalam beberapa hari atau beberapa minggu, kemudian sumur didiamkan atau
dikenal dengan periode perendaman (soak period)
373
Gambar 3.61.
Stimulasi Huff-Puff
(http://www.sunshineoilsands.com/uploads/images/ops/cyclic.jpg)
Zona I :
Massa dari minyak yang terperangkap berkurang selama temperatur
bertambah.
Kehilangan panas dari daerah panas ke sekeliling formasi mengakibatkan
berkurangnya temperatur yang banyak dalam arah aliran, tetapi tidak
mempengaruhi laju kemajuan zona tersebut.
Zona II :
Minyak ditempat didesak oleh air pada temperatur yang sama.
Saturasi minyak sisa dari zone II sama dengan jika dilakukan injeksi air dingin.
Penambahan keuntungan dari injeksi air panas biasanya terjadi setelah
breakthrough air dingin pada sumur produksi dan kenaikan recovery minyak
biasanya disertai dengan tingginya WOR (water oil ratio).
Pertama kali minyak akan di desak oleh air dingin sebelum front panas
sampai. Air panas akan mendingin lebih cepat dalam jari-jari yang kecil (small
fingers), sehingga panas berjalan lambat dalam reservoir.
Ulah dini dari hot water drive lebih buruk daripada cold water drive sebab
hot water kurang viscous dibandingkan dengan cold water tetapi hakekatnya
masih mendorong minyak dingin. Berangsur-angsur kemudian kehilangan panas
dari hot water channels akan menambah temperatur reservoir dengan cara
konduksi. Hal ini akan mengurangi viscositas minyak dan meningkatkan efek
water drive.
Dalam hot water channels, temperatur yang lebih tinggi akan mengurangi
oil/water viscosity ratio. Akibatnya pendeskan lebih efektif dan saturasi minyak
yang tersisa lebih rendah pada bagian yang tersapu dari lapisan minyak.
Penambahan keuntungan dari injeksi air panas biasanya terjadi setelah
breakthrough air dingin pada sumur produksi, dan kenaikkan recovery minyak
biasanya disertai dengan tingginya WOR (Water Oil Ratio).
laju injeksi yang konstan didapat penyelesaian persamaan daerah terpanasi A(t)
untuk jangka waktu t adalah :
Ho Mh x 2 2x
A(t ) e erfc x
1 ............................................. (3-116)
he
4 K
2
T
dengan :
2 Khe 12
x t , tidak berdimensi.
Mh
M 1 Cr Sw w Cw S0 0 C0 , BTU/ft3-0F.
x
2
erf ( x) exp (t ) dt2
erfc ( x) 1 erf ( x)
Keterangan :
A(t) = kumulatif luas daerah terpanasi pada waktu t, ft2.
Ho = laju injeksi panas, BTU/jam,
H = ketebalan reservoir, ft.
= difusivitas panas batuan, ft2/jam.
Khe = konduktivitas panas batuan, BTU/jam-ft-0F.
T = Ti - Tres, 0F.
Ti = temperatur injeksi, 0F.
Tres = temperatur reservoir mula-mula, 0F.
= porositas batuan, fraksi.
S = saturasi, fraksi.
C = panas spesifik, BTU/lb-F.
t = waktu, jam.
erf (x) = error function dari x.
erfc (x) = complementary error function dari x.
Subscript o, w dan r masing-masing untuk minyak, air dan batuan.
Ho t x 2 2x
Vst e erfc x 1 ................................................. (3-117)
M x T
2
Pada proyek injeksi uap dalam prinsip desaturasi maupun kerja torak
diambil anggapan bahwa setelah steam breakhthrough tidak ada lagi produksi
minyak. Dalam hal ini Volek den Pryor, untuk peramalan recovery menyatakan
bahwa minyak yang diproduksikan sama dengan volume zone uap sampai saat
breakhthrough yang diekuivalenkan dengan bulk volume pattern berbentuk radial
dikalikan dengan sweep efficiencynya.
Dalam hal ini Volek den Pryor mengemukakan suatu persamaan untuk
menghitung produksi kumulatif minyak (Np), dengan anggapan bahwa
reservoirnya homogen dan isotropik, ketebalan lapisan merata serta
perkembangan zone uap berbentuk radial.
hn So Sor Vst
Np ......................................................... (3-118)
ht Bo 5.6146
Keterangan :
Np = produksi minyak kumulatif, STB.
hn = ketebalan lapisan bersih, ft.
ht = ketebalan lapisan total, ft.
Vst = volume zona uap, ft3.
Dengan suplai panas yang kontinyu, temperatur air tidak berubah sampai
seluruh air diubah menjadi uap. Jumlah panas 1 (BTU/lb) yang diperlukan untuk
mengubah air dari air cairan pada temperatur ts dan tekanan Ps menjadi uap pada
temperatur dan tekanan yang sama disebut entalpi penguapan atau panas laten
penguapan. Uap pada ts dan Ps disebut uap tersaturasi. Kandungan panasnya
merupakan entalpi uap dan diberikan dalam persamaan : hs = hw + 1.
B. Model Willman et al
Hampir sama dengan model Marx dan Langenheim. Model ini menghitung
ukuran daerah penyapuan pada suatu waktu sejak permulaan injeksi uap. Untuk
memprediksi perolehan minyak digunakan model saturasi Buckley-Leverett.
Willman juga melakukan studi percobaan untuk memperkirakan kelakuan
lapangan pada proses injeksi panas. Kesimpulan yang didapat adalah :
Injeksi uap memiliki perolehan minyak yang lebih banyak dibandingkan
dengan injeksi air biasa.
Perolehan meningkat karena adanya penurunan viskositas dan ekspansi
panas minyak.
Injeksi digunakan khususnya untuk minyak kental karena dapat
menurunkan perbandingan viskositas minyak-air dengan tajam.
Perolehan dengan injeksi uap lebih tinggi dibandingkan dengan injeksi air
panas.
Minyak terproduksi sesaat sebelum uap breakthrough memiliki API yang
lebih rendah dibandingkan dengan OOIP karena distilasi uap.
Prosentase peningkatan dalam perolehan minyak dengan tekanan dan
temperatur uap tinggi lebih rendah dibandingkan dengan prosentase
peningkatan dalam panas yang diperlukan untuk meningkatkan temperatur
uap tersaturasi tekanan tinggi
Saturasi minyak sisa setelah injeksi uap tidak tergantung saturasi minyak
awal.
Massa air yang dibutuhkan dalam bentuk uap untuk memanasi reservoir
lebih kecil daripada jika air diinjeksikan dalam bentuk cairan.
Untuk meminimalkan panas yang dibutuhkan, laju injeksi harus tinggi,
pola injeksi harus kecil dan formasi harus tebal.
Jika saturasi minyak awal tinggi, perolehan minyak tiap bbl uap yang
diinjeksi juga akan tinggi.
384
sumur (tergantung dari temperatur uap mula-mula dan laju penurunan tekanan),
uap akan mencair dan membentuk hot water bank.
Pada zona uap, minyak tergiring oleh distilasi dan pendorongan uap. Pada
hot water, perubahan sifat-sifat fisik minyak dan batuan reservoir mempengaruhi
dan menghasilkan perolehan minyak. Perubahan tersebut adalah ekspansi panas
dari minyak, penurunan viskositas dan saturasi minyak sisa dan merubah
permeabilitas relatif.
Sedangkan kriteria kondisi reservoir yang cocok untuk metoda ini adalah :
API gravity minyak 25.
386
Gambar 3.62.
Mekanisme In-Situ Combustion
(Gomma E.E. Optimization of Steamflood Development. 1975)
Gambar 3.63.
Proses Forward Combustion
(http://www.oilfieldwiki.com/w/images/thumb/3/3b/S3.jpg/400px-S3.jpg)
A. Dry Combustion
Pada dry combustion, injeksi udara kering dilakukan melalui sumur injeksi
udara ini akan bereaksi dengan bahan bakar di reservoir, dimana campuran ini
pada temperatur tertentu akan terbakar (menyala).
Daerah didepan muka pembakaran akan naik temperaturnya dan dengan
adanya udara bercampur dengan bahan bakar, perambatan pembakaran akan
terjadi. Dibagian lain, daerah dibelakang muka pembakaran, pembakaran akan
berlangsung terus hingga bahan bakar di daerah tersebut habis.
Karena pembakaran ini akan mengambil O2 dari udara injeksi, maka udara
yang sampai didepan muka pembakaran merupakan udara sisa. Hal ini merupakan
kelemahan pemakaian dry combustion pada reservoir yang mengandung bahan
bakar dalam jumlah yang besar, karena untuk mendapatkan laju pembakaran
minimum diperlukan laju injeksi udara yang besar berarti menaikkan biaya
kompresi udara, dimana biaya ini memegang peranan penting dalam menentukan
keberhasilan proyek secara ekonomis. Di lain pihak, secara teknis, kompresor juga
memiliki kemampuan terbatas.
388
B. Wet Combustion
Pada wet combustion, udara yang diinjeksikan ke dalam reservoir, bukan
merupakan udara kering tetapi mengandung air. Kegunaan air yang diikutsertakan
pada udara injeksi adalah untuk menaikkan efisiensi panas.
Panas yang ditimbulkan pembakaran pada in situ combustion dimaksudkan
untuk menaikkan temperatur minyak agar viskositas minyak menurun. Zona
pembakaran bergerak lebih lambat dari pergerakan fluida, berarti dibelakang zona
pembakaran diharapkan tidak ada lagi minyak yang bergerak. Daerah dibelakang
zona pembakaran mempunyai temperatur yang sangat tinggi. Apabila dibiarkan,
panas akan menyebar ke lapisan atas dan lapisan bawah dari lapisan sasarannya,
berarti ini merupakan panas yang terbuang. Air yang terkandung dalam udara
injeksi akan menyerap panas dengan efek konduksi, kemudian terjadi penguapan.
Uap yang terjadi akan masuk ke dalam zona pembakaran dan lajunya lebih
besar, sehingga uap akan menembus muka pembakaran dan memasuki daerah
yang lebih dingin. Pada daerah yang lebih dingin ini akan terjadi lagi pelepasan
panas oleh uap air tersebut dan terjadi kondensasi. Jadi dapat dilihat bahwa panas
yang tertinggal pada batuan dibelakang zona pembakaran oleh air yang
terkandung pada udara injeksi dipindahkan ke zona di depan muka pembakaran.
Gambar 3.64.
Proses Reverse Combustion
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
oil akan melakukan reaksi eksoterm. Dalam kondisi temperatur reservoir (100 0F)
reaksi oksidasi crude akan berjalan lambat. Tetapi tahap sebelum penyalaan
memakan waktu yang lama, penyalaan spontan dapat terjadi, ini disebabkan sifat
crude oil untuk melakukan reaksi oksidasi, yaitu dengan naiknya temperatur
reaksi oksidasi akan bertambah cepat.
Ada beberapa jenis crude oil yang dapaat melakukan reaksi oksidasi yang
cukup cepat pada suhu 100 0F. Untuk keadaan seperti ini, dianjurkan untuk
melakukan injeksi pada tahap sebelum penyalaan menggunakan gas yang tidak
melakukan reaksi eksoterm dengan crude oil, seperti halnya udara. Setelah harga
saturasi gas ditetapkan, selanjutnya dilakukan tahap penyalaan.
B. Tahap penyalaan
Dalam tahap ini, daerah penyalaan dekat dengan sumur injeksi dan waktu
untuk mendapatkannya relatif singkat. Bila penyalaan yang terjadi jauh dari sumur
injeksi mengakibatkan terjadinya arah gerak pembakaran balik (reserve
combustion), front bergerak ke arah sumur injeksi. Saat front tiba di sumur
injeksi, temperatur akan tinggi melampaui daya tahan peralatan bawah
permukaan. Bila waktu penyalaan terlalu lama, maka akan memakan biaya
pengeluaran yang lebih besar karena waktu penyalaan dapat mencapai berminggu-
minggu. Untuk mendapatkan penyalaan yang diinginkan, tersedia beberapa
metode penyalaan dan ini disesuaikan dengan keadaan reservoirnya.
Strange, mengelompokkan metode penyalaan menjadi dua yaitu :
penyalaan spontan dan penyalaan buatan.
Dalam penyalaan spontan, reaksi antara oksigen dengan crude oil dan
panas hasil pembakaran (oksidasi) akan mencapai temperatur nyala dari crude oil.
Sedangkan untuk penyalaan buatan membutuhkan bantuan untuk mencapai
temperatur nyala. Penyalaan ini membutuhkan electrical meter, downhole burner,
hot fluid injection dan chemical. spontan dan penyalaan buatan.
Dalam penyalaan spontan akan terjadi nyala apabila temperatur formasi
telah mencapai temperatur nyala. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan
temperatur nyala, oleh Tadema dan Weujama diturunkan dari panas yang dilepas
394
oleh reaksi oksidasi dan absorbsi panas formasi. Persamaannya adalah sebagai
berikut :
2T
1 C1 T0 1 0
ti B B ............................................... (3-120)
n B To
86400 So o H Ao Px
To
Keterangan :
ti = waktu penyalaan, hari.
1 = densitas oil bearing formation, kg/m3.
0 = densitas minyak, kg/m3.
k cal
C1 = spesifik heat dari oil bearing formation, .
kg 0C
T0 = temperatur mula-mula, K.
A0 = konstanta, det-1 atm -1.
B = konstanta, K.
n = eksponen tekanan.
k cal
H = panas reaksi, .
kg O2
FX = tekanan partial oksigen, atm.
= 0,209 P, dimana P adalah tekanan injeksi udara.
Aplikasi Di Lapangan
Parameter yang harus diperhatikan sebelum dilakukan aplikasi praktis
adalah:
A. Parameter Reservoir
1. Permeabilitas.
Pada pendesakan skala lapangan penuh, permeabilitas yang dianjurkan
tidak kurang dari 1 darcy.
2. Kandungan dan sifat minyak.
Tidak ada batasan teknis mengenai kandungan minyak minimum yang
di persyaratkan. Viskositas yang dianjurkan adalah yang sedang. Injeksi
thermal memberikan hasil yang baik pada minyak ringan (light oil).
3. Pengaruh kualitatif injeksi fluida panas sehubungan dengan kelskuan
minyak dan matriks batuan. Peningkatan temperatur matriks batuan dan
lintasan uap serta kondensasinya yang berikut dalam pori-pori
menyebabkan efek sekunder yang pelu diperhitungkan seperti :
kebasahan batuan berubah karena adanya uap, pengembangan
(swelling) lempung-lempung tertentu oleh tertentu oleh air tawar yang
telah mengembun (fresh condensed water), pembentukan beberapa
emulsi, efek pembersihan (clean-up effect).
4. Ketebalan, kedalaman, pelapisan dan heterogenitas formasi.
5. Dalam pemilihan reservoir untuk dilakukan injeksi fluida panas, ada
dua parameter utama yang harus dipertimbangkan, yaitu : jumlah
relatif kehilangan panas yang tergantung pada ketebalan dan kedalaman
formasi, aspek-aspek teknik dan injeksi bertekanan tinggi.
6. Tekanan reservoir. Jika tekanan reservoir tidak cukup, stimulasi uap
menjadi tidak ekonomis. Akan tetapi jika pengaturan periode injeksi
dan perendaman sesuai akan didapat produksi minyak yang banyak.
396
B. Parameter Operasi
1. Laju injeksi dan kualitas uap.
2. Dalam kasus pendesakan : jarak antar sumur.
3. Sumur-sumur sering diatur sedemikian rupa sehingga dapat
meminimalkan pengaruh chanelling yang merugikan (pola line drive)
atau heksagonal atau oktagonal.
Gambar 3.65.
Bentuk dan Susunan Sel Bakteri
(http://xplankton.blogspot.com/2010/10/sel-bakteri.html)
398
Tabel III-4.
Komposisi Kimia Sel Mikroba
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Ada beberapa batasan dimana metode EOR dengan mikroba ini tidak
efektif, bahkan pada keadaan yang paling baik. Terdapat juga beberapa
kemungkinan kegagalan pada setiap penerapan Enhanced Oil Recovery. Frekuensi
keberhasilan mungkin lebih sedikit daripada prosedur industri yang rutin karena
teknik enhancement yang digunakan pada sumur-sumur yang berbeda hampir
selalu dijalankan pada keadaan yang berbeda pula. EOR bukanlah suatu operasi
yang rutin seperti halnya pembuatan barang-barang di pabrik. Beberapa masalah
yang mungkin terjadi adalah seperti di bawah ini :
1. Penyumbatan formasi.
2. Kondisi geologi yang tidak tepat (patahan, perubahan strategi).
3. Sifat minyak mentah yang tidak tepat.
4. Kontaminasi mikroorganisme lain yang merugikan.
5. Tidak cukup nutrisi.
6. Kegagalan sistem biologi.
Asam ini melarutkan matriks batuan sehingga dapat menaikkan porositas dan
permeabilitas batuan.
2. Produksi gas
Produksi CO2 ini pada dasarnya sama dengan CO2 flooding, hanya produksi
gas CO2 hasil fermentasi dan pengaruhnya dapat terjadi pada reservoir dengan
skala yang lebih luas.
3. Produksi pelarut
Produksi pelarut (etanol, butanol aseton dan isoproponal) oleh mikroba
bermanfaat selama proses MEOR sebab senyawa tersebut bercampur
(miscible) dengan minyak, menurunkan viscositasnya dan memperbaiki
mobilitasnya.
4. Produksi surfactant
Produksi surfactant akan menurunkan tegangan antarmuka air-minyak.
5. Penyumbatan selektif
Penelitian laboratorium pada sistem reservoir batuan reservoir
memperlihatkan bahwa microbial selective plugging secara teknis layak dan
dapat membelokkan aliran dari permeabilitas yang tinggi ke rendah. Selective
plugging ini dapat juga digunakan untuk memperbaiki waterflooding dengan
membelokkan aliran dari permeabilitas yang lebih tinggi ke daerah yang
memiliki permeabilitas rendah.
6. Produksi polimer
Polimer digunakan untuk mengurangi mobilitas fasa air dan dapat mengontrol
mobilitas dengan cara menaikkan viscositas fasa air.
Gambar 3.66.
Mekanisme MEOR
(Donaldson, E.C. Microbial Enhanced Oil Recovery. 1982)
menutup zone yang memiliki permeabilitas tinggi sehingga aliran dari injeksi air
mampu menembus zone yang sulit tersebut.
Beberapa organisme dari spesien Clostrida telah dicoba untuk
mengembalikan tekanan formasi dengan memproduksi gs-gas seperti karbon
monoksida, metana.
Tabel III-5.
Mikroorganisme yang Potensi Dalam MEOR
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Spesies Reference
Aerobacter aerogenus Chauhan 1988
Aeromonas sp. Lazar, 1987
Acinetobacter calcoacticus Rosemberg et al, 1983
Arthrobacter sp. Belsky et al, 1979
Aspergillus sp Xiu Yuan 1987
Bacillus licheniformis Douglas, et al 1988
Bacilus subtillis Jarg et al, 1983
Bacilus sp Findley, 1986
Brevibacterium sp Xiu Yuan, 1987
Candida Tropicalis Gutnik, 1984
Cellulomonas sp Xiu Yuan, 1987
Clostridium sp Bryant, 1986
Eschericia sp Xiu Yuan, 1987
Xanthomonas campestris Wulf, 1984
Gambar 3.67.
Pertumbuhan Mikroba dan Produksi Gas yang Dihasilkan
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 3.68.
Variasi pH Selama Proses Fermentasi Oleh Mikroba
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
406
Gambar 3.69.
Pengaruh Mikroba Terhadap Permeabilitas Relatif
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 3.70.
Pengaruh Mikroba Terhadap Harga Saturasi Minyak Sisa (Sor)
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)