Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan
kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya,
waham/delusi dan gangguan persepsi. Umumnya gangguan ini muncul pada usia yang
sangat muda, dan memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat
terjadi secara lambat atau datang secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka
menyendiri yang mengalami stress. Skizofrenia hebefrenik disebut disorganized type
atau kacau balau yang ditandai dengan inkoherensi, afek inappropriate, prilaku dan
tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan prilaku aneh seperti menyeringai
sendiri, menunjukan gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan
kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN

1. ETIOLOGI
Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama sperti etiologi skizofrenia
lainnya. Dibawah ini etiologi yang sering ditemukan:
Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon beurobiologi


seperti pada harga diri rendah antara lain:

a. Faktor genetis
b. Faktor neurologis
c. Studi neurotransmiter
d. Teori virus
e. Psikologis
Faktor Prespitasi

Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:

a. Berlebihnya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme oenghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan prilaku.

2. TANDA DAN GEJALA


Perjalan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal,
fase aktif, dan fase residual.
Pada Fase Prodromal biasanya timbul gejala-gejala non-spesifik yang lamanya
bisa berminggu-minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi
penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan
mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan
mengatakan orang ini tidak sperti yang dulu. Semakin lama fase prodromal semakin
buruk prognosisnya.
Pada Fase Aktif gejala positif atau psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala
tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh Fase Residual dimana gejala-gejalanya sama dengan
fase prodromal tetapi gejala positif atau psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala-
gejala yang tejadi pada ketiga fase diatas, penderita Skizofrenia juga mengalami
gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa,
kewaspadaan dan eksekutif ( atensi, konsentrasi, hubungan sosial ).
Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang khas,
antara lain:
Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan.
Prilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukan rasa puas diri
atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
Waham yang tidak jelaas dan tidak sistematik tidak terorganisir sebagai suatu
kesatuan.
Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir sebagai satu
kesatuan.
Geangguan proses berfikir.
Prilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerkan-gerakan aneh,
berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.
Beberapa tanda dan gejala yang paling sering ditemukan pada pasien-pasien
Skizofrenia Hebefrenik adalah,
Waham
Halusinasi
Siar pikiran
3. PSIKOFISIOLOGI
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien
biasanhya mengkonpensasi stresornya dengan koping imajinasi sehingga
merasa senang dan gterhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut
mendengarkan apa yang dia rasakan sehingga timbul prilaku menarik diri (
withdrawal ).
c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien
susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien
merasa sangat kesepian atau sedih.
d. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila
diikuti prilaki klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul prilaku suicide.
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yang
umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat
berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk secara
abnormal, merasa dirinya bau dan homosesks. Tidak dijumpai gangguan lain, hanya
depresi bisa terjadi secara intermitten. Onset biasanya pada usia pertengahan, tetapi
kadang-kadang yang berkaitan dengan bentuk tubuh yang salah dijumpai pada usia
muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan dengan situasi
kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada kelompok minoritas. Terlepas
dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan dengan wahamnya, afek dan
pembicaraan dan prilaku orang tersebut adalah normal. Waham ini minimal telah
menetap selama tiga bulan.
4. DIAGNOSIS
Memenuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia berdasarkan PPDGJ III:
Diagnosis Skizofrenia Hebefrenik untuk pertama kalinya hanya ditegakkan pada
usia remaja atau dewasa muda ( onset biasanya mulai 15-25 tahun ).
Kepribadian premorbid menunjukan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri (
solitary ), namun tidak harus demikian untuk menetukan diagnosis. Untuk
diagnosis Skizofrenia Hebefrenik yang meyakinkan umunya diperlukan
pengamatan kontinyu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan : prilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme, ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri ( solitary ), dan prilaku menunjukan
hampa tujuan dan hampa perasaan.
Afek pasien yang dangkal ( shallow ) dan tidak wajar ( inappropriate ), sering
disertai cekikikan ( giggling ) atau perasaan puas diri (self-satisfied ), senyum
sendiri, ( self-absorbed smilling ), atau oleh sikap tinggi hati ( lofty manner ),
tertawa menyeringai ( grimaces ), mannirisme, mengibuli secara bersenda gurau (
pranks ), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang ( reiterated
phrases ).
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu ( rambling )
serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin tetapi biasanya tidak
menonjol ( fleeting and fragmentary delusions and hallucinations ).
Dorongan kehendak ( drive ) dan yang bertujuan (determination ) hilang serta
sasaran ditinggalkannya, sehingga prilaku penderita memperlihatkan ciri khas,
yaitu prilaku tanpa tujuan ( aimless ) dan tanpa maksud ( empety of purpose ).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien. Menurut DSM-IV Skizofrenia disebut sevagai Skizofrenia tipe
terdisorganisasi.
5. PENATALAKSANAAN
Terapi Somatik ( Medikamentosa )
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekkerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia, Terdapat 2 kategori obat antipsikotik
yang dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik konvensional dan newer atypical
antipsycotics.

a. Antipsikotik Konvensional
Obajt antipsikotik yang paling lama penggunaanya disebut antipsikotik
konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain:
Haldol ( haloperidol )
Mellaril ( thioridazine )
Navane ( thiothixene )
Proxilin ( fluphenazine )
Stelazine ( trifluoperazine )
Thorazine ( chlorpromazine )
Trilafon ( perphenazine )

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipskotik


konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.

Ada 2 pengecualian ( harus dengan antipsikotik konvensional ) :

1. Pada pasien yang sudah mengalami perbaikan ( kemajuan ) yang pesat


menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipsikotik konvensional.
2. Bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Proloxin dan
Haldol injeksi dapat diberikan dalam jangka waktu yang ;lama ( long acting
) dengan interval 2-4 minggu ( disebut juga depot formulations ).dengan
depot formulations , obat dapt disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu
dilepaskan secara perlahan-lahan.

b. Newer Atypical Antipsycotic


Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya tidak spesifik bekerja pada reseptor Dopamine dan juga bekerja pada
neurotransmiter lain, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsicotic yang tersedia, antara lain :
Risperidal ( Risperidone )
Seroquel ( Quetiapine )
Zyprexa ( Olanzopine )
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-
pasien dengan Skizofrenia.

c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang ( 1% ), Clozaril dapat
merupakan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini
artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah
putihnya tiap bulan. Para ahli merekomendasikan penggunaan Clozaril bila paling
sedikit dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Cara Penggunaan
Pada dasarnya semua antipsikotik mempunyai efek primer ( efek klinis )
yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan terutama pada efek samping
sekunder.
Pemilihan jenis obat antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan
dengan dosis ekuivalen.
Apabila obat antipsikosis tertentu tidakmemberikan respon klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat
diganti dengan obat psikosis lain ( sebaiknya dari golongan yang tidak
sama ), dengan dosis ekuivalennya diimana profil efek samping belum
tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis
obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan
baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
- Onset efek primer ( efek klinis ) : sekitar 2-4 minggu
- Onset efek sekunder ( efek samping ) : sekitar 2-6 jam
- Waktu paruh 12-24 jam ( pemberian 1-2 kali perhari )
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping ( dosis pagi kecil, diosis malam lebih besar ) sehingga tidak
begitu mengganggu kualitas hidup pasien.
PemilihaN Obat Untuk Episode ( Serangan ) Pertama
Newer atypical antipsycotic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan
minimal dan resiko untuk terkena terdive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikosis membutuhkan waktu beberapa saat juntuk
mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan
giganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan
obat selama 6 minggu ( 2 kali lebih lama pada Clozaril ).
Pemilihan Obat Untuk Keadaan Relaps ( Kambuh )
Biasanya timbul bila penderita berhenti meminum obat, untuk itu
sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum
obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat
menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter
dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting ,
diberikan tiap 2-4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel
dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat
sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya
dengan obat yang lain, misalnya antipsikosis konvensional dapat diganti
dengan newer atypical antipsycotik atau diganti denagn antipsikotik atipikal
lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu
yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping
yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional yaitu gangguan ( kekakuan )
pergerakan otot-otot yang juga disebut Efek samping Ekstra Piramidal (
EEP ). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga
agar tidak kaku penderita harus bergerak ( berjalan ) setiap waktu, dan
akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat
timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat
memberikan obat antikolinergik ( biasanya sulfas atropin ) bersamaan
dengan obat antipsikosis untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardrive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding
tongue,dan facial grimace. Kemungkinana terjadinya efek samping ini
dapat dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terndah dari obat
antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan
fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri
pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan
menggunakan dosis efektif terendah atau menggantidengan newer atypical
antipsycotic yang efek samping lebih sedikit.
Peningkatamn berat badan juga sering terjadi pada penderita
Skizofrenia yang meminum obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang
menggunakan obat antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat
membantu mengatasi masalah ini.1
Terapi Psikososial
a. Terapi Perilaku
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku akdaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi Berorientasi Keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien Skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien Skizofrenia
kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang
singkat namun intensif ( setiap hari ). Setelah periode pemulangan
segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah
proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya
yang terkena Skizofrenia untuk melakukan aktifitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tenatang sifat Skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparaahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
Skizofrenia tanpa menjadi terlalumengecilkan hati. Sejumlah penelitian
telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps.
c. Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi Skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara prilaku, terorientasi secara psikodinamika
atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien Skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien Skizofrenia.
d. Psikoterapi Individual
Ppenelitian yang paling baik tentang efek psikoterapu
individual dalam pengobatan Skizofrenia telah memberikan data bahwa
terapi akan membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu
konsep penting didalam psikoterpi bagi pasien Skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi,
jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antar dokter dengan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan didalam pengobatan pasien nonpsikotik. Menegakkan
hubungan sering sekali sulit dilakukan, pasien Skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalittas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan
atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
6. PROGNOSIS
Prognosis untuk Skizofrenia Hebefrenik sama dengan Skizofrenia tipe
lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode aal dan fungsinya dapat
kembali pada tingkat prodromal ( sebelum munculnya gangguan tersebut ).
Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung
memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditendai dengan kekambuhan
periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali unttuk waktu
yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis Skizofrenia:
1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
ke;luarganya. Jangan membeda-beakan antara orang yang mengalami
Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami
gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2. Inteligensi
Pada umunya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang
tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang
itelegensinya rendah.
3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utam. Pertama hanya sebagian kecil
pasien ( kemungkinan 25% ) cukup tertolong untuk mendapatkan
kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis
reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu
dan serius. Namun pasien Skizofrenia perlu diberi obet Risperidone
serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan Skizofrenia, orang yang bereaksi
terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan dari pada orang
yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Skizofrenia Hebefrenik adalah suatu bentuk Skizofrenia dengan perubahan
perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, ada kecenderungan
untuk selalu menyendiri, dan perilaku menunjukan hampa perilaku dan hampa perasaan,
senang menyendiri, dan ungkapan kata yang di ulang-ulang, proses pikir mengalami
disorganisassi dan pembicaraan tidak menentu serta adanya penurunan perawatan diri
pada individu dan merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan regresi dan primitif,
afek yang tidak sesuai, serta menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial. Gangguan
jiwa Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami
manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul
pada lanjut usia ( lansia ) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologik dan
sosial budaya.
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, HI, Sadock BJ, Skizofrenia , In : Synopsis of Psychiatry : Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition, 2007.
Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ
III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2001.
Sinaga Banhard Rudyanto. 2AA7. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Balai Penerbit
FK UI, Jakarta.
Anonymous. Schizophrenia ( DSM-IV-TR 295.1-295.3,295.90 )
Donald I. Templer. The Decline of Hebepherenic Schizophrenia In: Orthomolecular
Psychiatry, Volume 11, Number 2, 1982, Pp. 100-102.
First M.B, Tasman A Schiizophrenia and Other Psychotic Disorders In: Clinical Guide
To The Diagnosis And Treatment Of Mental Disorders. 2006 John Wiley &
Sons.p 219-221.

Anda mungkin juga menyukai