PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan
kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya,
waham/delusi dan gangguan persepsi. Umumnya gangguan ini muncul pada usia yang
sangat muda, dan memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat
terjadi secara lambat atau datang secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka
menyendiri yang mengalami stress. Skizofrenia hebefrenik disebut disorganized type
atau kacau balau yang ditandai dengan inkoherensi, afek inappropriate, prilaku dan
tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan prilaku aneh seperti menyeringai
sendiri, menunjukan gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan
kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
1. ETIOLOGI
Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama sperti etiologi skizofrenia
lainnya. Dibawah ini etiologi yang sering ditemukan:
Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
b. Faktor neurologis
c. Studi neurotransmiter
d. Teori virus
e. Psikologis
Faktor Prespitasi
a. Berlebihnya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme oenghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan prilaku.
a. Antipsikotik Konvensional
Obajt antipsikotik yang paling lama penggunaanya disebut antipsikotik
konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain:
Haldol ( haloperidol )
Mellaril ( thioridazine )
Navane ( thiothixene )
Proxilin ( fluphenazine )
Stelazine ( trifluoperazine )
Thorazine ( chlorpromazine )
Trilafon ( perphenazine )
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang ( 1% ), Clozaril dapat
merupakan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini
artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah
putihnya tiap bulan. Para ahli merekomendasikan penggunaan Clozaril bila paling
sedikit dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Cara Penggunaan
Pada dasarnya semua antipsikotik mempunyai efek primer ( efek klinis )
yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan terutama pada efek samping
sekunder.
Pemilihan jenis obat antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan
dengan dosis ekuivalen.
Apabila obat antipsikosis tertentu tidakmemberikan respon klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat
diganti dengan obat psikosis lain ( sebaiknya dari golongan yang tidak
sama ), dengan dosis ekuivalennya diimana profil efek samping belum
tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis
obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan
baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
- Onset efek primer ( efek klinis ) : sekitar 2-4 minggu
- Onset efek sekunder ( efek samping ) : sekitar 2-6 jam
- Waktu paruh 12-24 jam ( pemberian 1-2 kali perhari )
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping ( dosis pagi kecil, diosis malam lebih besar ) sehingga tidak
begitu mengganggu kualitas hidup pasien.
PemilihaN Obat Untuk Episode ( Serangan ) Pertama
Newer atypical antipsycotic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan
minimal dan resiko untuk terkena terdive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikosis membutuhkan waktu beberapa saat juntuk
mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan
giganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan
obat selama 6 minggu ( 2 kali lebih lama pada Clozaril ).
Pemilihan Obat Untuk Keadaan Relaps ( Kambuh )
Biasanya timbul bila penderita berhenti meminum obat, untuk itu
sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum
obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat
menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter
dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting ,
diberikan tiap 2-4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel
dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat
sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya
dengan obat yang lain, misalnya antipsikosis konvensional dapat diganti
dengan newer atypical antipsycotik atau diganti denagn antipsikotik atipikal
lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu
yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping
yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional yaitu gangguan ( kekakuan )
pergerakan otot-otot yang juga disebut Efek samping Ekstra Piramidal (
EEP ). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga
agar tidak kaku penderita harus bergerak ( berjalan ) setiap waktu, dan
akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat
timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat
memberikan obat antikolinergik ( biasanya sulfas atropin ) bersamaan
dengan obat antipsikosis untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardrive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding
tongue,dan facial grimace. Kemungkinana terjadinya efek samping ini
dapat dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terndah dari obat
antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan
fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri
pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan
menggunakan dosis efektif terendah atau menggantidengan newer atypical
antipsycotic yang efek samping lebih sedikit.
Peningkatamn berat badan juga sering terjadi pada penderita
Skizofrenia yang meminum obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang
menggunakan obat antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat
membantu mengatasi masalah ini.1
Terapi Psikososial
a. Terapi Perilaku
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku akdaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi Berorientasi Keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien Skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien Skizofrenia
kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang
singkat namun intensif ( setiap hari ). Setelah periode pemulangan
segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah
proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya
yang terkena Skizofrenia untuk melakukan aktifitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tenatang sifat Skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparaahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
Skizofrenia tanpa menjadi terlalumengecilkan hati. Sejumlah penelitian
telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps.
c. Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi Skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara prilaku, terorientasi secara psikodinamika
atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien Skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien Skizofrenia.
d. Psikoterapi Individual
Ppenelitian yang paling baik tentang efek psikoterapu
individual dalam pengobatan Skizofrenia telah memberikan data bahwa
terapi akan membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu
konsep penting didalam psikoterpi bagi pasien Skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi,
jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antar dokter dengan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan didalam pengobatan pasien nonpsikotik. Menegakkan
hubungan sering sekali sulit dilakukan, pasien Skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalittas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan
atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
6. PROGNOSIS
Prognosis untuk Skizofrenia Hebefrenik sama dengan Skizofrenia tipe
lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode aal dan fungsinya dapat
kembali pada tingkat prodromal ( sebelum munculnya gangguan tersebut ).
Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung
memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditendai dengan kekambuhan
periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali unttuk waktu
yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis Skizofrenia:
1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
ke;luarganya. Jangan membeda-beakan antara orang yang mengalami
Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami
gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2. Inteligensi
Pada umunya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang
tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang
itelegensinya rendah.
3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utam. Pertama hanya sebagian kecil
pasien ( kemungkinan 25% ) cukup tertolong untuk mendapatkan
kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis
reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu
dan serius. Namun pasien Skizofrenia perlu diberi obet Risperidone
serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan Skizofrenia, orang yang bereaksi
terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan dari pada orang
yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Skizofrenia Hebefrenik adalah suatu bentuk Skizofrenia dengan perubahan
perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, ada kecenderungan
untuk selalu menyendiri, dan perilaku menunjukan hampa perilaku dan hampa perasaan,
senang menyendiri, dan ungkapan kata yang di ulang-ulang, proses pikir mengalami
disorganisassi dan pembicaraan tidak menentu serta adanya penurunan perawatan diri
pada individu dan merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan regresi dan primitif,
afek yang tidak sesuai, serta menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial. Gangguan
jiwa Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami
manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul
pada lanjut usia ( lansia ) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologik dan
sosial budaya.
DAFTAR PUSTAKA