Anda di halaman 1dari 9

Diagnosis Tuberkulosis

A. Gambaran Klinik
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik / jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya.

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala


respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik :
Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk darah
Sesak nafas
Nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra
paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan
terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada
meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik :
Demam
Malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada
pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.

C. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan Pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH).

b. Cara pengumpulan bahan


1. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
2. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas.
3. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi hari.
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan
mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan
pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana `pewarnaannya dilakukan dengan
auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan)

D. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat
menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan
memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).

E. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data
ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan
biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap
pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan
penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh
penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.
F. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah
foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum
SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan
positif perlu dilakukan foto toraks bila :
Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
Hemoptisis berulang atau berat
Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran
radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :
Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
Bayangan bercak milier.
Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif :
Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
Kalsifikasi.
Penebalan pleura.

G. Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,


termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati
masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan
dengan cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif
sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut
tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi
M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar
paru sesuai dengan organ yang terlibat.
H. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1
Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) : Teknik ini merupakan salah satu uji
serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang
terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi
menetap dalam waktu yang cukup lama.
Mycodot : Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.
Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam
serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti
LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan
timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.
Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang
mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik
untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal
dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran
immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping
garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 l diteteskan ke bantalan
warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum
mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila
setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen
pada membran.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi
harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang
terdeteksi. Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis.
I. Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah
dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang
tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi
pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji
yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat
besar sekali atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama
pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika
diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan
hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan
dari lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau b) status respon imun
individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan
(M.tuberculosis).
NOTE : yang bab ini aku copas td dari kelompoknya adit kelompok dr erna

Kalau mau di pakai beberapa monngo griss

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

A. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Kant (2004) mengatakan TB ekstraparu biasanya paucibasiler dan pengobatan

dengan regimen yang efektif pada TB paru kemungkinan efektif dengan sama baiknya

pada pengobatan TB ekstraparu. Saat ini telah ditemukan banyak macam anti-TB yang

mekanisme kerja dan efek sampingnya berbeda-beda. Umumnya anti-TB aktif terhadap

kuman yang sedang giat membelah, kecuali rifampisin yang juga aktif terhadap kuman

yang membelah lambat. Selain itu, obat-obat ini tidak aktif dalam suasana asam sehingga

kuman yang berada dalam sel makrofag (suasana intraselnya asam) tidak dapat dibunuh.

Hanya pirazinamid yang aktif dalam suasana asam. Sementara itu, kuman TBmudah

resisten terhadap obat-obat ini. Oleh karena itu, kemoterapi TB selalu dalam kombinasi

dua atau tiga macam dengan maksud meningkatkan efek terapinya dan mengurangi

timbulnya resistensi (Karnadihardja, 2004). Untuk menyembuhkan TB diperlukan

pengobatan yang lama karena basil TB tergolong kuman yang sukar dibasmi. Selain itu,

kuman yang semidormant, yaitu yang berada dalam makrofag, baru dapat dibunuh kalau

kuman tersebut telah keluar dari makrofag. Dengan pengobatanlama ini, kuman yang

tidur tetap tidak dapat dijangkau (Karnadihardja, 2004).


Dikenal dua macam paduan terapi (regimen) anti-TB, yaitu paduan jangka

panjang selama 12-18 bulan dan paduan jangka pendek selama 6-9 bulan. Pengobatan TB

diberikan dalam dua fase, yaitu fase intensif selama dua bulan yang dilanjutkan dengan 4-

6 bulan fase lanjutan. Pada fase intensif biasanya digunakan 3-4 macam obat, misalnya

isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol, sedangkan pada fase lanjutan diberikan

lebih sedikit macam obat. Pilihan macam obat dan lamanya pengobatan bergantung pada

beratnya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, dan riwayat pengobatan sebelumnya.

Selain itu adanya kontraindikasi dan efek samping obat harus jadi pertimbangan

(Karnadihardja, 2004).

Efek samping penting yang penting diingat adalah kerusakan N. VIII oleh

streptomisin, neuritis perifer oleh INH pada defisiensi vitamin B6, gangguan penglihatan

akibat etambutol, dan hepatotoksisitas INH dan rifampisin. Efek toksik terhadap hati ini

lebih berat bila kedua obat diberikan bersama-sama (Karnadihardja, 2004).Untuk bentuk

yang parah, lebih cenderung untuk menangani dengan empat obat pada fase intensif awal

dan jika diperlukan, total lama pengobatan dapat diperpanjang menjadi 9 bulan. Pasien

TB ekstraparu diberikan pengobatan 2H3R3Z3/4H3R3 selama 6 bulan. Bagaimanapun,

pada bentuk yang parah diberikan 2H3R3Z3E3/4H3R3. Pada TB meningeal, pengobatan

akan diperpanjang selama 9 bulan dengan tambahan steroid. Walaupun pengobatan

memberikan hasil yang bagus pada kebanyakan bentuk TB ekstraparu, ada beberapa

pengecualian, seperti meningitis dan TB spiral yang mana hasil pengobatan tergantung

diagnosis awal. Jika, bagaimana pun, TB ekstraparu bersamaan dengan infeksi HIV,

idealnya pengobatan anti-retroviral aktif tinggi (HAART/Highly Active Anti-retroviral


Treatment) harus diberikan juga. Interaksi antara rifampasin dan komponen HAART

perlu untuk diketahui dan diingat juga (Kant, 2004).

2. Non Medikamentosa

Pusat radang TB terdiri atas pengejuan yang dikelilingi jaringan fibrosa. Seperti

halnya infeksi lain, adanya jaringan nekrosis akan menghambat penetrasi antibiotik ke

daerah radang sehingga pembasmian kuman tidak efektif. Oleh karena itu, sarang infeksi

di berbagai organ, misalnya kaverne di paru dan debris di tulang, harus dibuang. Jadi,

tindak bedah menjadi syarat mutlak untuk hasil baik terapi medis. Selain itu, tindak

bedah juga diperlukan untuk mengatasi penyulit, misalnya pada TB paru yang

menyebabkan destruksi luas dan empiema, pada TB usus yang menimbulkan obstruksi

atau perforasi, dan osteitis atau artritis tuberkulosa yang menimbulkan cacat

(Karnadihardja, 2004).

Kant, L. 2004. Extra-pulmonary Tuberculosis: Coming Out of The Shadows. The Indian Journal
of tuberculosis 2004, 51:189-190.

Karnadihardja. 2004. Infeksi. Dalam: Sjamsuhidajat, R., Jong, W., Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. Jakarta : EGC, 12-65.

Anda mungkin juga menyukai