Disusun Oleh
dr. Henry Reinaldo
Laporan Kasus
dr. Helixyap
Bagian I
Paparan Kasus
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Tempat tanggal lahir/usia : Galing, 22 Mei 1999 / 18 tahun
Alamat : Dsn. Semanjak, Galing
Status : Belum menikah
Suku Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Pendidikan terakhir : SD
Tanggal masuk RS : Senin, 3 Juni 2017
II. Anamnesis
Diambil dari auto dan alloanamnesis pada hari Senin, 3 Juni 2017.
Keluhan utama
Pasien datang untuk tambah darah dan pengobatan rutin bulanan.
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD Sambas untuk kontrol bulanan
rutin, tambah darah dan pengobatan penyakit Thalassemia. Menurut orang
tuanya, pasien tampak agak pucat 3 4 hari terakhir. Keluhan demam,
sesak napas, kulit kuning, mual dan muntah (-). BAK dan BAB normal.
Makan dan minum baik.
Riwayat Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang diketahui memiliki penyakit serupa yang
memerlukan penambahan darah rutin.
3
Riwayat Pendidikan, Sosial, dan Ekonomi
Pasien terakhir menjalani pendidikan hingga SD kelas 6, setelah itu pasien
merasa lemah dan tidak sanggup meneruskan sekolah. Pasien mengatakan
tidak terlalu banyak memiliki teman karena tidak dapat ikut bermain,
sehingga interaksi utama adalah dengan keluarganya yaitu ibu dan kedua
kakaknya. Ibu pasien memiliki pekerjaan sebagai pekebun dan menjadi
tulang punggung keluarga.
Pemeriksaan Sistem
Kepala : Kesan facies rodent
Mata
Eksoftalmus : Tidak ada
Enoftalmus : Tidak ada
Kelopak : Normal
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Tidak ikterik
Pupil : Bulat isokor, 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Lensa : Jernih
4
Visus : Baik
Gerakan mata : Normal ke segala arah
Lapangan penglihatan : Normal
Tekanan bola mata : Normal (teknik palpasi)
Deviatio konjungae : Tidak ada
Nistagmus : Tidak ada
Telinga
Membran timpani : Utuh kedua telinga
Lubang : Lapang
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen prop : Tidak ada
Perdarahan : Tidak ada
Otorea : Tidak ada
Mulut
Bibir : Tidak sianosis
Trismus : Tidak ada
Gigi geligi : Utuh
Langit-langit : Utuh
Faring : Tidak hiperemis
Tonsil : Tidak hiperemis, T1-T1
Halitosis : Tidak
Lidah : Tidak kotor, tidak deviasi
Leher
Tekanan vena jugularis : 5 + 2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening
KGB submandibula, supraklavikula, colli, aksilla, dan lipat paha tidak teraba
membesar.
Dada
Bentuk : Pectus pectinatum
Buah dada : Tidak tampak ginekomastia
5
Paru
Depan Belakang
Jantung
6
Perkusi Batas atas: Linea parasternal sinistra ICS II.
Perut
Auskultasi Normoperistaltik.
Anggota Gerak
Kanan Kiri
Lengan
7
Kekuatan 5 5
Kekuatan +5 +5
Edema - -
Lain lain - -
Refleks
Bisep ++ ++
Refleks Trisep ++ ++
fisiologis Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Kulit
Warna : Sawo matang
Pertumbuhan rambut : Merata
Suhu raba : Hangat
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : Tidak ada
8
IV. Diagnosis Klinik
Thalassemia -intermedia
V. Pemeriksaan Penunjang
Hitung Jenis
Basofil 0 % 01
Eosinofil 0 % 04
Batang 0 % 25
Segmen 51 % 36 66
Limfosit 43 % 22 40
Monosit 6 % 48
9
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
SGOT 37 U/L < 38
SGPT 32 U/L < 41
Bilirubin Total 2.38 mg/dl 1.1
Bilirubin Direk 0.64 mg/dl < 0.25
Bilirubin Indirek 1.74 mg/dl
VII. Penatalaksanaan
IVFD NaCl 0.9 % 500cc/24 jam
Kalk 2x1 tablet
Asam folat 2x1 tablet
Ferriprox 3x2 tablet
Transfusi PRC 2 x 250 cc
(Premedikasi difenhidramin : dexametason 1:1)
VIII. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Malam
IX. Follow-up
4 Juli 2017 Keluhan (-) KU: Sakit sedang, CM Thalassemia - - IVFD NS 0.9%
intermedia 500cc/24 jam
TD: 117/60 mmHg - Kalk 2x1 tab
Nadi: 76x/menit, reguler - AF 2x1 tab
- Ferriprox 3x2 tab
RR: 18x/menit - Lanjutkan transfusi
Mata: CA (+/+), SI (-/-) hingga Hb 10g%
10
Cor: BJ I,II reguler, murmur
(-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: supel, datar,
bising usus (+) normal, nyeri
tekan (-), hepar tidak teraba,
splenomegali S3
Ekstremitas: akral hangat,
CRT< 2 detik
5 Juli 2017 Keluhan (-) KU: Sakit sedang, CM Thalassemia - Boleh Pulang
intermedia Obat pulang:
TD: 106/62 mmHg Kalk 2x1
Nadi: 72x/menit, reguler AF 2x1
Ferriprox 3x2 tab
RR: 18x/menit
Mata: CA (+/+), SI (-/-)
Cor: BJ I,II reguler, murmur
(-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: supel, datar,
bising usus (+) normal, nyeri
tekan (-), hepar tidak teraba,
splenomegali S3
Ekstremitas: akral hangat,
CRT< 2 detik
Hasil Laboratorium:
Hb : 10.1 g%
Leukosit : 5.900 mm/drh
Trombosit : 257.000 mm/drh
Ht : 32%
Eritrosit : 4.9 juta mm/drh
11
Bagian II
Tinjauan Pustaka
I. Pendahuluan
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi gen globin.1,2 Pada thalasemia, mutasi gen
ini mengakibatkan perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan
produksi rantai globin tertentu.1
Molekul hemoglobin terdiri atas dua pasang rantai globin identik yang berasal
dari kromosom yang berbeda. Pada orang dewasa dapat dijumpai molekul HbA (96%)
terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan beta (22) dan HbA2 (2.5%) yang terdiri atas
2 pasang rantai globin alfa dan delta (22).1
Penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai
globin, dapat menimbulkan defisiensi produksi sebagian (parsial) atau menyeluruh
(komplit) rantai globin tersebut. Akibatnya terjadi thalasemia yang jenisnya sesuai
dengan rantai globin yang terganggu produksinya.1-3
II. Epidemiologi
Sebaran thalasemia- bersifat sporadik pada semua ras, namun cukup sering
ditemukan pada populasi Mediteranian, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara,
Rusia Selatan dan Cina. Jarang ditemukan di benua Afrika, kecuali Liberia dan beberapa
bagian Afrika Utara.1
12
Pada thalasemia-+ ekspresi gen- normal menurun, namun tidak menghilang sama
sekali, sehingga hemoglobin A masih diproduksi.1-4
2. Thalasemia- trait
Mempunyai genotip berupa heterozigot thalasemia-, seringkali disebut juga
sebagai thalasemia- minor. Fenotip kelainan ini secara klinis tidak memberikan
gejala (asimtomatik).1-4
3. Thalasemia- mayor
Thalasemia- mayor, dengan genotip homozigot atau heterozigot ganda
thalasemia-, menunjukkan fenotip klinis berupa kelainan yang berat karena
penderita bergantung pada transfusi darah untuk memperpanjang usia.1-4
4. Thalasemia- intermedia
Menunjukkan fenotip klinis diantara tipe mayor dan minor. Penderita thalasemia-
intermedia secara klinis dapat berupa asimtomatik, namun kadang memerlukan
transfusi darah yang umumnya tidak bertujuan untuk mempertahankan hidup.1-4
5. Thalasemia -dominan
Mutasi thalasemia yang dikaitkan dengan fenotip klinis yang abnormal dari bentuk
heterozigot.1
IV. Patofisiolgi
Pada thalasemia-, dimana terdapat penurunan produksi rantai , terjadi
produksi berlebihan rantai . Produksi rantai globin , dimana pasca kelahiran masih
tetap diproduksi rantai globin 22 (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompensasi
defisiensi 22 (HbA). Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin dan rantai
globin tidak pernah dapat mencukupi untuk mengikat rantai yang berlebihan. Rantai
yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada patogenesis thalasemia-.1,2
Rantai yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya, akan
berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel
progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan
prekursor eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif (inefektif), sehingga umur eritrosit
menjadi pendek. Akibatnya, timbul anemia. Anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi
pendorong (drive) proliferasi eritroid yang terus menerus (intense) dalam sumsum
tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan
menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan
13
metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan lagi (eksaserbasi) dengan adanya
hemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum tulang
yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegali. Pada limpa yang membesar
makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan
dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan
meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara teratur juga
menambah muatan besi. Hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang progresif di
jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ dan diakhiri dengan
kematian, bila besi tidak segera dikeluarkan.1,2
V. Manifestasi Klinis
Thalasemia- dibagi menjadi 3 sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru
ditentukan, yakni:1
Thalasemia- minor (trait)/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom
Thalasemia- mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah
Thalasemia- intermedia: gejala diantara thalasemia mayor dan minor
Pembawa sifat tersembunyi thalasemia- (silent carrier)
14
gambaran mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target dan eliptosis, termasuk
kemungkinan ditemukannya peningkatan eritrosit stippled. Sumsum tulang
menunjukkan hiperplasia eritroid ringan sampai sedang dengan eritropoiesis yang
sedikit tidak efektif. Umumnya kadar HbA2 tinggi (antara 3.5 8 %). Kadar HbF
biasanya terentang antara 1 5 %. Pada bentuk varian lainnya yang jarang,
ditemukan HbF berkisar antara 5 20 %.1,2,5
C. Thalasemia- mayor
Thalasemia- mayor biasanya ditemukan pada anak berusia 6 bulan sampai dengan
2 tahun dengan klinis anemia berat, bila anak tersebut tidak diobati dengan
hipertransfusi (transfusi darah yang bertujuan mencapai kadar Hb tinggi) akan
terjadi peningkatan hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang yang nyata
karena rongga sumsum tulang mengalami ekspansi akibat hiperplasia eritroid yang
ekstrim.1,2,6
Radiologi menunjukkan gambaran khas hair on end. Tulang panjang menjadi tipis
akibat ekspansi sumsum tulang yang dapat berakibat fraktur patologis. Wajah
menjadi khas, berupa menonjolnya dahi, tulang pipi dan dagu atas. Pertumbuhan
fisik dan perkembangannya terhambat.1
Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g%, eritrosit hipokrom, sangat poikolisitosis,
termasuk sel target, sel teardrop, dan eliptosit. Fragmen eritrosit dan mikrosferosit
terjadi akibat ketidak-seimbangan sintesis rantai globin. Pada daarah tepi ditemukan
eritrosit stippled dan banyak sel eritrosit bernukleus. MCV terentang antara 50 60
fL. Sel darah merah khas berukuran besar dan sangat tipis, biasanya wrinkled dan
folded dan mengandung hemoglobin clump. Hitung retikulosit berkisar antara 1% -
8%, dimana nilai ini kurang berkaitan dengan hiperplasia eritroid dan hemolisis
yang terjadi. Rantai globin- yang berlebihan dan merusak membran sel merupakan
penyebab kematian prekursor sel darah merah intramedula, sehingga menimbulkan
eritropoiesis inefektif. Elektroforesis Hb menunjukkan terutama HbF, dengan
sedikit peningkatan HbA2. HbA dapat tidak ada sama sekali atau menurun. Sumsum
tulang menunjukkan hiperplasia eritroid dengan rasio eritroid dan mieloid kurang
lebih 20:1. Besi serum sangat meningkat, tetapi total iron binding capacity (TIBC)
normal atau sedikit meningkat. Saturasi transferrin 80% atau lebih. Ferritin serum
biasanya meningkat.1,6
15
D. Thalasemia- intermedia
Thalasemia- intermedia adalah penderita thalasemia yang dapat mempertahankan
hemoglobin minimum 7g% atau lebih tinggi tanpa mendapat transfusi. Ketidak
seimbangan sintesis rantai dan berada di antara thalasemia minor dan mayor,
sehingga fenotip klinik menyerupai gambaran di antara fenotip thalasemia mayor
yang sangat bergantung transfusi darah dan thalasemia minor yang asimtomatik.1-3
Penderita thalasemia- intermedia dapat menunjukkan kelainan-kelainan genotip
yang berbentuk:1
homozigot untuk mutasi yang menyebabkan penurunan ringan ekspresi globin-
heterozigot ganda untuk mutasi ringan atau mutasi yang menyebabkan
pengurangan yang lebih nyata ekspresi globin-
pewarisan bersama (co-inheritance) dengan thalasemia-, yang menyebabkan
bentuk homozigot mutasi thalasemia- yang lebih berat, namun dapat tetap
berbentuk thalasemia yang tidak bergantung pada transfusi, karena rasio antara
rantai-/rantai- lebih seimbang.
peningkatan kapasitas untuk memproduksi rantai globin- dari mekanisme non-
delesi ke bentuk delesi dengan hasil meningkatnya produksi HbF
bentuk bentuk mutasi gen lainnya, seperti delesi thalasemia-, bentuk homozigot
untuk bentuk mutasi tersebut, atau bentuk heterozigot ganda antara thalasemia-
dan mutasi thalasemia-
pewarisan bersama antara thalasemia lokus- triple () dan thalasemia-
heterozigot.
17
Prosedur khusus lainnya seperti tes rantai globin dan analisis DNA dikerjakan untuk
mengidentifikasi genotip spesifik. Harus ditentukan apakah keuntungan uji lengkap ini
melebihi biayanya.1 Pendekatan diagnosis thalassemia- dapat dilihat pada bagan.
18
3. Laboratorium
Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, hitung retikulosit, dan pada sediaan
apus darah tepi dapat ditemukan anemia mikrositer, hipokrom, anisositosis,
poikilositosis, sel eritrosit muda (normoblas), fragmentosit dan sel target. Indeks
eritrosit juga dapat diperiksa. Pemeriksaan elektroforesa Hemoglobin perlu
dilakukan, sementara radio imaging dan pemeriksaan seperti USG atau angiografi
dapat dilakukan untuk pemeriksaan komplikasi thalasemia.1,2
VII. Terapi
Penderita thalasemia dewasa diawali dengan penentuan kadar hemoglobin dan
adanya pansitopenia (penurunan Hb progresif < 7g/dl, leukopeni < 3000/ul,
trombositopeni < 80.000/ul) yang menunjukkan adanya hipersplenisme.1
Bila Hb < 7 g/dl disertai dengan hipersplenisme atau splenomegali masif, maka
pada kondisi ini splenektomi merupakan pilihan. Imunoprofilaksis pra splenektomi
merupakan keharusan, mencakup: vaksinasi anti meningococcus, anti hemophilus
influenza, dan pasca splenektomi diberikan antibiotik profilaksis oral. Lanjutkan
transfusi darah merah pekat pasca splenektomi dan tatalaksana komplikasi thalasemia
yang ada.1 Pada praktiknya, splenektomi sudah mulai ditinggalkan dan jarang
dilakukan, mengingat pada pasien dengan transfusi yang adekuat, jarang terjadi
hipersplenisme dan pertimbangan mengenai efek samping gangguan pembekuan darah
pasca splenektomi. Splenektomi terutama dilakukan apabila hipersplenisme
mengakibatkan peningkatan kebutuhan transfusi, dan mengganggu kontrol kadar besi
dalam tubuh dengan terapi kelasi. Pasien dengan splenomegali ringan moderat tanpa
tanda-tanda tersebut, tidak diwajibkan untuk menjalani splenektomi. Salah satu tanda
peningkatan kebutuhan transfusi pada hipersplenisme adalah bila jumlah transfusi PRC
mencapai 225 250 cc/kgBB/tahun.2,3,6
Terdapat beberapa pilihan yang direkomendasikan untuk terapi kelasi, seperti
deferoksamin, deferasirox dan deferiprone.1,3,4,5 Deferoksamin (DFO) merupakan terapi
kelasi yang paling sering digunakan. Dibutuhkan 1 molekul deferoksamin untuk
mengikat 1 molekul besi. Bioavailabilitas obat berdasarkan administrasi oral buruk,
karena itu pemberiannya dilakukan secara subkutan, intravena, atau terkadang
intramuskular. Waktu paruh deferoksamin pendek, sehingga pemberian perlu diberikan
19
selama 8 12 jam per hari, 5 7 hari dalam seminggu. Secara umum, pembuangan besi
lebih efisien setelah penggunaan deferoksamin dalam jangka waktu yang lama.
Penyebab utama inefektivitas penggunaan deferoksamin adalah compliance yang buruk.
Pemberian vitamin C dapat meningkatkan ekskresi dari besi pada pemberian terapi
deferoksamin. Pemberian vitamin C dapat dilakukan secara oral dengan dosis 2 4
mg/kg/hari (100-250mg) dan diberikan segera setelah terapi infusi deferoksamin
dimulai, namun harus diingatkan kepada pasien agar tidak mengonsumsi vitamin C
secara eksesif saat sedang tidak menjalani infusi deferoksamin, karena dapat
meningkatkan kerusakan jantung tanpa adanya terapi kelasi. Efek samping obat
deferoksamin ini terutama pada sistem kulit, mata dan telinga.3,6
Deferasirox merupakan obat kelasi oral yang diminum satu kali sehari, pemberiannya
sebaiknya dilakukan 30 menit sebelum makan. Dibutuhkan 2 molekul deferasirox untuk
mengikat 1 molekul besi. Secara klinis obat ini sudah digunakan pada banyak pasien
dan terbukti sebagai terapi kelasi yang efektif, walau tidak sebaik deferoksamin. Waktu
paruhnya yang cukup panjang memungkinkan pemberian obat ini satu kali per hari.
Tingkat keamanan obat pada pasien anak dan dewasa sama. Efek samping yang paling
sering timbul adalah masalah gastrointestinal seperti mual, muntah, diare dan nyeri
abdomen. Pada efek samping yang nyata dan cukup berat, dosis dapat dikurangi secara
perlahan, atau pemberian obat dapat dibagi menjadi 2 kali/hari dengan dosis terbagi.
Efek samping yang paling serius adalah kerusakan ginjal, karena itu pada pemberiannya
harus dilakukan pemantauan kadar ureum dan kreatinin per bulan. Pada peningkatan
kadar kreatinin serum, dosis dapat diturunkan atau dipertimbangkan untuk penggantian
terapi kelasi.3,6
Deferipron merupakan terapi kelasi yang sudah mendapat persetujuan FDA dan
umumnya digunakan pada pasien yang tidak menunjukan kelasi yang efektif dengan
terapi standar. Dibutuhkan 3 molekul deferipron untuk mengikat 1 molekul besi. Studi
menunjukkan deferipron mungkin lebih efektif dalam mengurangi kadar besi jantung.
Studi di Eropa menunjukkan kombinasi deferipron dengan deferoksamin
menguntungkan bagi pasien dengan gangguan jantung dan kardiomiopati terkait besi.
Efek samping utamanya ialah gangguan gastrointestinal, nyeri sendi dan neutropenia.
Sehubungan dengan resiko agranulositosis, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
leukosit per minggu. Penggunaan deferipron juga menurunkan kadar zink dan umumnya
20
membutuhkan suplementasi.3,6 Dosis untuk pemberian obat-obat kelasi dapat dilihat
seperti pada tabel.
22
Daftar Pustaka
23