Anda di halaman 1dari 27

Makalah Psikologi Diferensial

Anak Gifted dan Autis


Disusun untuk memenuhi Uji Kompetensi Dasar II Psikologi Diferensial
Dosen Pengampu: Selly Astriana, S. Psi, MA.

Disusun oleh:

Adzanishari Mawaddah R (G 0111001)


Ariska Rizal P (G 0111006)
Asri Dzikrina I (G 0111009)
Azis Andy Prabowo (G 0111010)
Beta Bela P (G 0111012)
Dian Kusuma Hapsari (G 0111021)
Ganis Sansuar R A (G 0111038)
Gatuwari Lesminadi (G 0111039)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang
membahas mengenai Anak Autis dan Gifted ini. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Diferensial pada semester 4 di jurusan
psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya makalah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu

Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan.


Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
baik dan sempurnanya makalah ini. Tidak lupa kami ucapakan mohon maaf yang
sebesar-besarnya bila dalam penulisan makalah ini ada hal-hal yang kurang
berkenan. Semoga makalah ini dapat bermafaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.

Surakarta, 7 November 2013

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini telah banyak orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus,
namun banyak diantaranya yang belum memahami anak mereka termasuk dalam
kriteria kekhususan yang mana. Disini akan dijelaskan secara singkat mengenai
anak Gifted dan anak Autis.
Autisme adalah perkembangan kekacauan otak dan gangguan pervasif yang
ditandai dengan terganggunya interaksi sosial, keterlambatan dalam bidang
komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan
emosi, interaksi social, gangguan dalam perasaan sensoris, serta tingkah laku
yang berulang ulang. Gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari
dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri: berbicara, tertawa,
menangis dan marah marah sendiri. Gejala autisme dapat terdeteksi pada usia
sebelum 3 tahun. Anak autis adalah penderita minor brain damage (kelainan atau
kerusakan otak yang sangat mikro).
Kemudian Gifted itu adalah anak yang memiliki Inteligensi tinggi, berbakat
intelektual gifted. Namun kebanyakan orang mengira anak berbakat (gifted)
adalah anak bertalenta. Perbedaan anak berbakat dengan anak bertalenta adalah :
Anak berbakat (gifted) adalah anak yang memiliki kemampuan Inteligensia yang
tinggi sedangkan anak bertalenta (talented) adalah anak yang mempunyai
kreatifitas tinggi. Anak Gifted merupakan anak yang memiliki sebuah kekhususan
atau keistimewaan, biasanya berupa kecerdasan yang luar biasa. Dengan kata lain
ia merupakan anak yang cerdas dan istimewa (gifted child). Anak gifted juga
seringkali disebut anak indigo karena dia memiliki instuisi yang tajam dan
beberapa diantaranya bisa melihat sesuatu yang akan terjadi. Dalam
kesehariannya, mereka kerapkali memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa
dan tidak mau diperlakukan seperti anak kecil. Sehingga, orang dewasa
menganggap anak indigo sebagai anak yang memiliki kelainan. Hal ini yang
menyebabkan anak-anak gifted balita mendapatkan kekeliruan diagnosa seperti
autisme, maupun gangguan belajar (learning disabilities).
Beda antara perilaku autis dan gifted memang tipis. Malah hampir mirip.
Anak autis memiliki ketakutan yang lebih permanen dibanding anak gifted. Jika
mendapat tugas dari sekolah, anak gifted tidak mau mengerjakan tugas itu karena
indera mata, telinga, dan perabanya terlalu tajam sehingga konsentrasinya mudah
buyar oleh sesuatu yang tiba-tiba menarik hatinya. Lalu tingkat sangat aktifnya
muncul. Sedang si anak autis tidak bisa diberi tugas karena kita tidak mampu
menembus kontak dengannya.
Oleh karena, didalam makalah yang kami buat akan membahas beberapa
pengertian mengenai anak-anak yang memiliki bakat diatas rata-rata (Gifted) dan
autisme, mengenali ciri anak-anak yang memiliki kemampuan diatas rata-rata
dan autisme, serta beberapa ciri yang berhubungan dengan tingkatan intelegensi
serta pengaruhnya terhadap proses belajar.

B. Rumusan Masalah

1. Apa gifted dan autisme itu ?


2. Apa penyebab gifted dan autis ?
3. Faktor resiko apa yang akan muncul ?
4. Apa sajakah terapi untuk gifted dan autisme ?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa gifted dan autisme itu


2. Menganalisis apa penyebab gifted dan autisme
3. Mengobservasi faktor resiko yang akan ditimbul
4. Mengerti beberapa terapi untuk gifted dan autisme

D. Manfaat

1. Agar dapat mengetahui gifted dan autisme


2. Agar dapat memberikan terapi untuk gifted dan autisme
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Autis dan Gifted

Banyak atau beberapa orang mengasumsikan definisi anak anak autis


dengan anak gifted merupakan perngertian yang sama. Hal ini dikarenakan
belum terlalu banyak informasi lebih mendalam mengenai kedua hal tersebut
terutama bagi orang awam di Indonesia. Kebanyakan masyarakat mengganggap
bahwa autis dan anak gifted merupakan anak yang berbeda dengan
kebanyakan anak lain, padahal jika dikaji lagi mengenai definisi anak autis
dengan anak gifted, keduanya memiliki poin penting yang membedakan
keduanya.
Gifted pertama kali diperkenalkan oleh Sir Francis Galton (saudara sepupu
pencetus teori evolusi Charles Darwin) pada tahun 1869. Gifted dalam
pengertian yang diperkenalkan oleh Galton pada masa itu merujuk pada suatu
bakat istimewa yang tidak lazim dimiliki oleh manusia biasa yang ditunjukkan
oleh seorang individu dewasa. Titik tekan konsepsi keberbakatan istimewa
menurut Galton ada pada berbagai bidang. Menurut Galton keberbakatan
istimewa ini adalah sesuatu yang sifatnya diwariskan. Artinya keberbakatan
istimewa adalah sesuatu potensi yang menurun (genetically herediter). Anak-
anak yang menunjukkan suatu bentuk bakat yang istimewa ini kemudian lazim
disebut sebagai gifted children.
Dalam perkembangannya, Lewis B.Terman, seorang ahli psikologi dan
psikometri dari Universitas Standford memperluas pandangan Galton tentang
keberbakatan istimewa menjadi termasuk juga di dalamnya individu-individu
dengan kapasitas kognitif atau intelektual yang sangat tinggi. . Dari hasil
studinya ini Terman kemudian merumuskan konsepsinya tentang arti
keberbakatan istimewa atau giftedness. Ia memberikan batasan bahwa anak-
anak Gifted adalah anak-anak yang memiliki kapasitas kognitif sebagaimana
terukur dengan tes intelegensi Stanford Binet, berada pada kisaran skor IQ di
atas 140.
Selain definisi diatas dari kedua ahli, definisi gifted juga terdapat dalam
kamus psikologi yang memberikan 2 pengertian mengenai anak gifted yaitu (1)
anak yang memiliki satu derajat kemampuan intelektual yang tinggi (IQ 140
atau lebih) atau (2) memiliki satu bakat nonintelektif, seperti bakat musik
sampai derajat yang tinggi sekali.
Setelah kita mencoba memahami definisi dari anak gifted, selanjutnya kita
mencoba memahami definisi anak autis. Autisme dalam istilah umum berkaitan
dengan gangguan perkembangan yang komplek dengan gejala-gejalanya
meliputi perbedaan dan ketidakmapuan dalam berbagai bidang, seperti
kemampuan komunikasi sosial, kemampuan motorik kasar, motorik halus serta
tidak mampu berinteraksi sosial sehingga penderita autisme seolah-olah hidup
dalam dunianya sendiri. Menurut praktisi dan psikiater anak Dr. dr. Dwidjo
Saputro, SpKJ (K), aspek gangguan perkembangan dapat terwujud dalam
bentuk berbeda. Bentuk berbeda dikarenakan faktor yang melatarbelakangi
gejala klinis sangat bervariasi, berkaitan, dan unik.
Beberapa ahli juga mengemukakan beberapa pendapat mengenai definisi
autis, diantaranya Kartono (2000) yang berpendapat bahwa Autisme adalah
gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan
dunia luar keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri. Autisme adalah
gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang
tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini
diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon
terhadap orang lain (Sarwindah, 2002). Yuniar (2002) menambahkan bahwa
Autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi
perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial
dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan
dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan berdasarkan kamus Psikologi Chaplin, autis didefinisikan
menjasi 3 pengertian yaitu (1) cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan
personal atau oleh diri sendiri, (2) menanggapi dunia berdasarkan penglihatan
dan harapan sendiri, dan menolak realitas, dan (3) keasyikan eksrim dengan
pikiran dan fantasi sendiri. Selin itu, definisi autisme juga dikemukakan oleh
Sutadi (2002), yang mendefinisikan autisme sebagai gangguan dalam
perkembangan neurologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk
berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain di sekitarnya secara wajar.
Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ini disebabkan adanya kerusakan
sebagai fungsi otak (Integrity Sensory Disorder).

B. Ciri-ciri Anak Autis dan Gifted

a. Anak Autis

Autisme terjadi sejak usia dini, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. ciri-ciri
utama seorang anak yang menderita autismee, antara lain :
1. Tidak peduli dengan lingkungan sosial
2. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosial
3. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal
4. Reaksi atau pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang
dan tidak padan.

Menurut Jamila K.A Muhammad (2008), ciri-ciri anak-anak penderita


autismee adalah memiliki gangguan dalam beberapa aspek berikut ini, antara
lain :
1. Komunikasi
a. Perkembangan bahasa yang lambat
b. Terlihat seperti memiliki masalah pendengaran dan tidak
memperhatikan apa yang dikatakan orang lain
c. Jarang berbicara
d. Sulit untuk diajak berbicara
e. Kadang dapat mengucapkan sesuatu namun hanya sebentar
f. Perkataan yang disampaikan tidak sesuai dengan pertanyaan
g. Mengeluarkan bahasa yang tidak dapat dipahami orang lain
h. Meniru perkataan atau pembicaraan orang lain (echolalia)
i. Dapat meniru kalimat atau nyanyian tanpa mengerti maksudnya
j. Suka menarik tangan orang lain jika meminta sesuatu
2. Interaksi sosial
a. Suka menyendiri
b. Sering menghindari kontak mata dan selalu menghindar dari pandangan
orang lain
c. Tidak suka bermain dengan teman-temannya dan sering menolak ajakan
mereka
d. Suka memisahkan diri dan duduk memojok
3. Gangguan indra
a. Sensitif pada sentuhan
b. Tidak suka dipegang atau dipeluk
c. Sensitif dengan bunyi keras
d. Suka mencium dan menjilat mainan atau benda lain
e. Kurang sensitif pada rasa sakit dan kurang merasa takut
4. Pola bermain
a. Tidak suka bermain seperti anak-anak seusianya
b. Tidak suka bermain dengan teman sebayanya
c. Tidak bermain mengikuti pola biasa dan suka memutar-mutar atau
melempar dan menangkap kembali benda yang dipegangnya
d. Menyukai objek yang berputar, misalnya kipas angin.
e. Apabila menyukai suatu benda, ia akan terus memegang dan
membawanya ke mana pun
5. Tingkah laku
a. Bersifat hiperaktif atau hipoaktif
b. Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang
c. Tidak suka pada perubahan
d. Dapat duduk lama tanpa melakukan apapun
6. Emosi
a. Emosi anak-anak penderita autisme sulit ditebak dan berubah-ubah.
Mereka kerap marah, tertawa, dan menangis tanpa sebab.
b. Merusak apa pun yang ada di sekitarnya jika emosinya sedang tidak
stabil
c. Menyerang siapa pun yang mendekatinya jika emosinya sedang tidak
stabil
d. Terkadang mencederai dirinya sendiri
e. Tidak ada rasa simpati dan tidak mampu memahami orang lain
Intensitas terjadinya gejala-gejala tersebut berbeda-beda setiap kasus
tergantung usia, inteligensia, pengaruh pengobatan, dan kebiasaan-kebiasaan
pribadi lainnya. Pada pemeriksaan status mental, ditemukan kurangnya
orientasi lingkungan; rendahnya daya ingat, meskipun terhadap peristiwa yang
baru saja terjadi; dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar sangat rendah.
Anak-anak penderita autisme seringkali berbicara dengan cepat namun tidak
bermakna, kadang diselingi suara tidak jelas seperti suara gemeretak gigi.
Kecerdasan anak penderita autisme biasanya realtif rendah, namun 20% dari
anak penderita autisme masih memiliki skor IQ>70. Anak-anak penderita
autisme rendah dalam kemampuan khusus seperti membaca, berhitung,
menggambar, melihat penanggalan, atau mengingat jalanan yang berliku-liku.

b. Anak Gifted

Renzulli (2005) mengemukakan teori three-conceptions of giftedness. Teori


ini menjelaskan 3 karakteristik keberbakatan anak yang harus saling
berinteraksi untuk dapat memunculkan keberbakatan pada anak. Ketiga
karakteristik tersebut antara lain:

1. Kemampuan di atas rata-rata, meliputi aspek:


a. Kemampuan umum, terdiri dari :
Kemampuan berpikir abstrak, penalaran verbal dan numerik, hubungan
spasial, memori, dan kelancaran kata.
Kemampuan beradaptasi terhadap situasi baru dalam lingkungan
eksternal
Otomatisasi pemrosesan infromasi secara cepat dan akurat, serta
pemanggilan informasi dari memori secara selektif.
b. Kemampuan khusus, terdiri dari :
Kapasitas untuk menerapkan kombinasi kemampuan umumpdaa satu
atau lebih bidang
Kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan secara tepat
pengetahua formal, teknik, dan strategi tertentu untuk menyelesaikan
masalah.
Kapasitas untuk memisahkan informasi yang relevan dan tidak relevan
dengan masalah tertentu.

2. Komitmen pada tugas, meliputi :


a. Minat, antusiasme, dan keterlibatan yang tinggi terhadap masalah atau
bidang studi tertentu.
b. Ketekunan, ketahanan, determinasi, kerja keras, dan dedikasi.
c. Kepercayaan diri, ego yang kuat, keyakinan atas kemampuan diri untuk
menyelesaikan tugas penting, kebebasan dari perasaan inferior, dorongan
untuk mencapai tujuan.
d. Penetapan standar tinggi terhadap hasil kerja

3. Kreativitas, meliputi:
a. Kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berpikir.
b. Keterbukaan terhadap pengalaman, reseptivitas terhadap hal baru atay
berbeda, bahkan irrasional.
c. Rasa ingin tahu, spekulatif, suka berpetualang dan mentally playful,
bersedia mengambil risiko dalam berpikir dan bertindak.
d. Kepekaan terhadap detil dan estetika.

Ohio Association for Gifted Children (2002) juga mengemukakan beberapa


karakteristik anak berbakat, yaitu:

1. Belajar dengan cepat dan mudah


2. Dapat membaca secara intensif
3. Memiliki perbendaharaan kata yang luas
4. Memiliki banyak informasi
5. Memiliki perhatian yang cukup lama
6. Memiliki rasa ingin tahu atau ketertarikan terhadap berbagai hal
7. Bekerja secara mandiri
8. Senang mengamati
9. Memiliki rasa humor
10. Mengerti atau mengenal hubungan-hubungan
11. Memiliki prestasi akademik yang tinggi
12. Lancar dalam berbahasa
13. Individualistik
14. Memiliki motif intrinsic

C. Penyebab Terjadinya Autis dan Gifted pada Anak

a. Penyebab Gifted
Secara luas telah disepakati bahwa baik itu genetik maupun lingkungan
memainkan peran dalam penentuan Gifted. Peneliti setuju bahwa faktor
keturunan memainkan peran yang dominan dalam keberbakatan. Orang
tua cerdas lebih mungkin untuk memiliki anak cerdas. Dalam studi jangka
panjang terhadap lebih dari 1.500 individu cerdas, Terman menemukan
bahwa subyeknya juga memiliki anak-anak yang jauh di atas rata-rata.
Namun, tidak ada hubungan keturunan yang tepat. Beberapa orang tua rata-rata
memiliki anak dengan kecerdasan superior, sementara beberapa orang
tua lainnya memiliki anak cerdas dengan kemampuan biasa-biasa saja. Ada
juga orang tua cerdas yang memiliki anak rata-rata atau bahkan di bawah rata-
rata.
Secara psikologis, bakat diyakini merupakan hadiah yang memiliki asal-
usul genetik dan setidaknya sebagian bawaan yang mungkin tidak tampak jelas
pada tahap-tahap awal, melainkan hanya kecenderungan-kecenderungan
bahwa anak mungkin memiliki bakat. Anak berbakat, terlepas dari mana ia
dibesarkan, ia akan menunjukkan keberbakatannya pada beberapa poin.
Misalnya, ada beberapa anak dengan keberbakatan luar biasa yang bisa
memiliki bakat bawaan, seperti bakat dalam bidang musik. Tidak ada
lingkungan tertentu yang merangsang bakatnya. Namun, ada juga anak berbakat
karena pengaruh lingkungan. Pengalaman hidup awal dapat
mempengaruhi kinerja anak pada tes kecerdasan. Lingkungan
yang merangsang, misalnya, dapat memungkinkan seseorang
untuk mengungkapkan bakatnya. Orang yang memiliki kesempatan untuk
mengembangkan kemampuannya kemungkinan untuk mencetak pada tes
kecerdasan agak lebih tinggi daripada anak lain yang memiliki
kemampuan asli sama tetapi mendapat pendidikan yang sedikit.
Penelitian telah menunjukkan bahwa individu dengan kemampuan
matematika sangat tinggi memiliki lobus frontal otak yang berbeda
dibandingkan dengan rata-rata siswa. Studi neuropsikologi mengklaim bahwa
dalam pengolahan informasi, individu-individu berbakat memiliki aktivitas
otak yang tinggi di hemisfer kanan. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik
fisik dari otak mungkin berhubungan dengan proses bawaan di mana orang-
orang tertentu memperoleh bakat tingkat tinggi dan kemampuan di daerah yang
berbeda .
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa bakat dipengaruhi oleh faktor
biologis (nature) dan sosiologis (nurture). Ini semua terkait dengan beberapa
faktor eksternal lainnya di luar fisiologis anak. Singkatnya, untuk dianggap
sebagai gifted, seorang anak harus memiliki biologis (gen, struktur otak ) dan
lingkungan (pendidikan, keamanan emosional, dsb) yang baik untuk
meningkatkan dan mengeluarkan bakatnya.

b. Penyebab Autis
Sampai saat ini para ahli masih melakukan penelitian mengenai penyebab
utama autisme. Menurut para ahli, penyebab autisme sampai saat ini masih
multifaktor. Berikut adalah beberapa hal yang dapat menjadi pemicu atau
pencetus autisme:
1. Faktor Genetik
Faktor genetik diyakini memiliki peranan yang besar bagi penyandang
autisme walaupun tidak diyakini sepenuhnya bahwa autisme hanya
dapat disebabkan oleh gen dari keluarga. Riset yang dilakukan terhadap
anak autistik menunjukkan bahwa kemungkinan dua anak kembar
identik mengalami autisme adalah 60 hingga 95 persen sedangkan
kemungkinan untuk dua saudara kandung mengalami autisme hanyalah
2,5 hingga 8,5 persen. Hal ini diinterpretasikan sebagai peranan besar
gen sebagai penyebab autisme sebab anak kembar identik memiliki gen
yang 100% sama sedangkan saudara kandung hanya memiliki gen yang
50% sama.
2. Gangguan Susunan Saraf Pusat (SSP)
- Pada Masa Kehamilan
Di masa kehamilan, gangguan SSP yang dapat menimbulkan
autisme adalah infeksi virus, jamur, kuman, perdarahan pada hamil
muda, sakit berat, anemia dan keracunan.
- Pada Masa Bayi atau Anak-anak
Kemungkinan terjadinya gangguan SSP adalah akibat alergi,
gangguan pencernaan, keracunan logam berat (Cd, Hg, Pb) dan
jamur yang tumbuh berlebihan dalam saluran pencernaan.
3. Proses Kelahiran
Proses kelahiran yang sulit sehingga bayi kekurangan oksigen, trauma
kepala bayi, leher bayi terlilit tali pusat, dan tersedak air ketuban
ternyata dapat menjadi salah satu penyebab autisme. Hal inilah yang
dianggap potensial menimbulkan gangguan Sistem Saraf Pusat (SSP).
4. Mutasi Genetik
Salah satu penelitian terbaru mengenai autisme menemukan para
penderita autis memiliki gen umum dengan variasi yang berbeda. Hasil
penelitian ini membandingkan gen dari ribuan penderita autisme dengan
ribuan orang normal. Hasil dari penelitian menunjukkan, sebagian besar
penderita autisme memiliki variasi genetik dari DNA mereka yang
berpengaruh pada hubungan antarsel otak.
5. Keracunan Logam Berat
Keracunan logam berat, merkuri dan timbal hitam.
6. Vaksinasi
Ada dugaan bahwa autisme disebabkan oleh vaksin MMR yang rutin
diberikan kepada anak-anak di usia dimana gejala-gejala autisme mulai
terlihat. Kekhawatiran ini disebabkan karena zat kimia bernama
thimerosal yang digunakan untuk mengawetkan vaksin tersebut
mengandung merkuri. Unsur merkuri inilah yang selama ini dianggap
berpotensi menyebabkan autisme pada anak. Namun, tidak ada bukti
kuat yang mendukung bahwa autisme disebabkan oleh pemberian
vaksin. Penggunaan thimerosal dalam pengawetan vaksin telah
diberhentikan namun angka autisme pada anak semakin tinggi.

D. Treatment pada Anak Autis dan Gifted

a. Treatment pada Anak Autis

Tujuan utama dalam penanggulangan autisme adalah untuk mengurangi


gejala-gejala yang berkaitan dengan autisme dan mengurangi tekanan yang
terjadi dalam keluarga. Selanjutnya, upaya terapi juga bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup anak autistik agar dapat berfunggsi di dalam
kehidupan sehari-hari secara mandiri. Salah satu masalah yang timbul dalam
melakukan intervensi autisme adalah laporan neuropsikologi sulit dimengerti
oleh pendidik sehingga sulit untuk diterjemahkan ke dalam tindakan edukatif
yang sesuai bagi anak autistik.
Intervensi pendidikan dalam banyak hal secara efektif memberikan manfaat
bagi perkembangan anak autistik. Salah satu metoda intervensi dini yang
banyak diterapkan di Indonesia adalah modifikasi perilaku atau lebih dikenal
sebagai metoda Applied Behavioral Analysis (ABA) Kelebihan metode ini
dibanding metode lain adalah sifatnya yang sangat terstruktur, kurikulumnya
jelas, dan keberhasilannya bisa dinilai secara objektif. Pelaksanaannya
dilakukan empat sampai delapan jam sehari. Anak dilatih melakukan berbagai
macam keterampilan, misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara,
berbahasa, dan sebagainya. Namun yang pertama-tama perlu diterapkan adalah
latihan kepatuhan. Hal ini sangat penting agar mereka dapat mengubah perilaku
seenaknya sendiri menjadi perilaku yang lazim dan diterima masyarakat.
Biasanya setelah satu sampai dua tahun menjalani intervensi dini dengan
baik, si anak siap untuk masuk ke kelompok kecil. Bahkan ada yang siap masuk
kelompok bermain. Mereka yang belum siap masuk ke kelompok bermain, bisa
diikutsertakan ke kelompok khusus. Di kelompok ini mereka mendapat
kurikulum yang khusus dirancang secara individual. Di sini anak akan
mendapatkan penanganan terpadu, yang melibatkan pelbagai tenaga ahli,
seperti psikiater, psikolog, terapis wicara, terapis okupasi, dan ortopedagogik.
Berbagai penelitian yang berkaitan dengan intervensi mengalami berbagai
masalah metodologi yang bersumber pada masalah efektifitas dan efisiensi
dalam penerapannya ( Ospina, Krebs, Clark, et al, dalam Jamaris 2009).
Walaupun demikian, sebagian besar ahli intervensi psikososial menemukan
bukti-bukti positif yang menyarankan bahwa beberapa upaya terapi cocok untuk
diterapkan pada anak autistik. Berikut ini merupakan jenis terapi yang dapat
dilakukan dalam menangani anak autisme:

1. Terapi perilaku
Terapi Perilaku terdiri dari terapi wicara (sampai kepada komunikasi
Pragmatis atau bahasa gaul), terapi okupasi, akademik, Bantu diri dan
menghilangkan perilaku asosial.
Terapi okupasi, Terapi ini untuk menguatkan, memperbaiki koordinasi
dan keterampilan ototnya.
Terapi Wicara, Bagi penyandang autisme oleh karena semua
penyandang autisme mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan
berbahasa, speech therapyadalah juga suatu keharusan, tetapi
pelaksanaannya harus dengan metode ABA.
Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar, hal ini
perlu dimulai dari kepatuhan dan kontak mata, kemudian diajarkan
konsep menirukan, lalu diberikan pengenalan konsep dan kognisi
melalui bahasa reseptif/kognitif dan bahasa ekspresif disertai dengan
tata krama dan sebagainya.

2. Terapi biomedik
Sebagian besar terapi biomedik terhadap ASD diintegrasikan dengan
kegiatan anak di rumah dan di sekolah. Hal ini dilakukan karena terapi yang
dilakukan secara terpisah kurang berhasil.
3. Pengobatan (pemberian obat, vitamin, mineral, food supplements)
Tidak diketahui adanya pengobatan menyeluruh terhadap autisme,
menggunakan pengobatan tradisional, obat-obatan herbal atau homeopati.
Obat-obatan bukanlah perawatan utama dalam autisme. Pemberian obat-
obatan untuk penyandang autisme sifatnya sangat individual dan perlu
berhati-hati. Dosis dan jenisnya sebaiknya diserahkan kepada Dokter
Spesialis yang memahami dan mempelajari autisme (biasanya Dokter
Spesialis Jiwa Anak).

4. Program Intervensi Lainnya


Program Adaptasi Hanen: yaitu suatu program pelatihan di bidang
bahasa dan bicara. Dalam berkomunikasi dengan anak autisme haruslah
menggunakan bahasa yang sederhana, saling bertatapan muka dengan
anak, dan mendengarkan mereka dengan baik.
Auditor Integration Training (pelatihan integrasi auditori): yaitu suatu
program pelatihan dengan menggunakan suara sebagai cara
mengekspos anak pada serangkaian pengalaman pendengaran. Alat
dengan headphone digunakan untuk memainkan musik yang dapat
diubah dan dikontrol.
Diet: beberapa diet telah disarankan untuk mengurangi beberapa gejala
autisme. Hingga kini belum ada riset yang mengkomfirmasi
keefektifannya. Diet bebas gluten dan kasein adalah yang sangat umum
ditemui. Namun tak ada bukti yang menunjukkan bahwa dengan
mengeluarkan gluten dan kasein dari diet anak mengarah pada
perubahan dalam perkembangan anak.
Lumba-lumba: merupakan suatu program treatment, yaitu berenang
dengan ikan lumba-lumba sebagai kegiatan terapi.
Early Bird: yaitu suatu program pelatihan bagi para orang tua anak autis.
Tujuan dari pelatihan ini yaitu,
1) untuk mendukung orang tua dalam periode diantara identifikasi dan
penempatan sekolah, khususnya dalam memahami autisme.
2) untuk mendorong orang tua dan membantu memfasilitasi
komunikasi sosial anak dan tingkah laku sesuai dalam lingkungan alami
anak.
3) untuk membantu orang tua mempraktekkan pengasuhan anak di usia
awal dengan sebagai pengendali perkembangan tingkah laku yang tak
sesuai.
Higashi: terapi daily life dikembangkan di jepang oleh Dr. Kiyo
Kitahara dan lainnya. Terapi ini memusatkan filosofi mereka pada
budaya Jepang atas penampilan dan milik kelompok. Ini merupakan
kurikulum 24 jam yang berfokus pada keterampilan hidup sehari-hari,
pendidikan fisik, musik, dan prakarya.
Lovaas: pelatihan ini menggunakan pendekatan berdasarkan terapi
tingkah laku, serta menggunakan penguatan positif untuk mendorong
pembelajaran. Karena program ini sangat terstruktur dan membutuhkan
kerjasama yang tinggi dari anak dengan tingkat perulangan yang tinggi.
Mifne: pelatihan ini merupakan program intervensi awal untuk
keluarga dengan anak autis di bawah umur lima tahun. Program ini
menggunakan pendekatan melalui permainan resiprokal (saling respon)
dengan anak. Program ini juga menggunakan tim, bekerja secara intens
dengan anak dan keluarga untuk menghasilkan lebih banyak peluang
berkomunikasi. Ini bertujuan untuk memperbaiki kontak mata, ekspresi
afeksi, dan kepedulian sosial.
PECS: The Picture Exchange Communication System, program ini
mengajarkan anak menukar gambar dengan benda yang diinginkannya,
program ini dimulai dengan satu gambar tunggal, bergerak pada pilihan
dan kemudian membentuk kalimat yang lebih kompleks.
Program Son-Rise, program ini merupakan perawatan dengan
pendekatan pendidikan yang dirancang untuk membantu anak autis,
keluarga dan pengasuh mereka. Pendekatan ini juga mengeksploitasi
ketertarikan anak dan interaksi orang dewasa dengan apa yang
dilakukan anak, dan pendekatan ini juga menyarankan interaksi sosial
dan belajar sebagai pemfasilitas terbaik melalui ketertarikan spesifik
anak. Adapun prinsip kunci dalam program ini yaitu:
1) secara aktif bergabung dengan tingkah laku berulang atau tak biasa
anak dalam usaha memfasilitasi lebih banyak interaksi sosial.
2) fokus pada motivasi anak dan ketertarikannya untuk memfasilitasi
pembelajaran dan keterampilan.
3) mendorong permainan interaktif dan menggunakan ini untuk belajar.
4) mempertahankan sikap mengasuh, tanpa menghakimi, dan positif
dalam interaksi dan harapan.
5) menyampaikan bahwa orang tua dan pengasuh adalah sumber paling
penting dan tanpa akhir bagi anak.
6) menciptakan area bekerja dan bermain yang aman, tanpa gangguan.
TEACCH, program ini bertujuan untuk membantu anak ASD hidup
mandiri sesuai dengan potensi terbaik mereka. Program ini juga
menyarankan pengajaran berstruktur, tetapi tidak mendikte dimana
orang dengan autisme seharusnya dididik. Program ini juga
menyediakan layanan seperti identifikasi, pengembangan kurikulum,
setiap individu, pelatihan keterampilan sosial, pelatihan dan konseling
orang tua. Sebagai tambahan program ini juga menyediakan layanan
konsultasi keberbagai kelompok profesinal. Orang tua dan guru dapat
dilatih dengan pendekatan TECCCH.

b. Treatment pada Anak Gifted

Kurangnya definisi yang jelas tentang karakteristik dan kebutuhan siswa


gifted dengan ketidakmampuan belajar dan protokol untuk identifikasi yang
unik, menyebabkan kurang adanya program khusus yang dikembangkan dalam
sistem sekolah untuk populasi ini. Sebagai contoh, sebuah survei di satu negara
menemukan bahwa sebagian besar sistem sekolah dilaporkan tidak memiliki
anak-anak berbakat dengan ketidakmampuan belajar di distrik mereka dan tidak
ada program khusus (Boodoo et al., 1989). Beberapa program treatment untuk
anak gifted antara lain adalah:
1. Program Pendidikan Individual

Meskipun banyak siswa gifted dengan ketidakmampuan belajar akan lebih


baik dilayani oleh program terpisah dikembangkan terutama untuk mereka, ada
kemungkinan bahwa kebutuhan banyak dapat dipenuhi melalui identifikasi
yang tepat dari kekuatan dan kelemahan dan fleksibel, pendekatan individual
untuk menggunakan layanan dan sumber daya yang ada tersedia dalam dan di
luar sekolah . Siswa berbakat dengan ketidakmampuan belajar perlu:
(a) program highlevel atau " gifted " pada area kelebihan mereka ,
(b) instruksi perkembangan pada subyek terhadap rata-rata pertumbuhan,
(c) perbaikan pengajaran di bidang kelemahan, dan
(d) instruksi adaptif di daerah kelemahan (Fox, Brody, & Tobin, 1983;
Virginia Departemen Pendidikan , 1990) .
Program dan / atau jasa untuk rata-rata mencapai -siswa yang terutama
membutuhkan pengajaran yang sesuai dengan usia, untuk siswa gifted yang
membutuhkan akselerasi dan / atau instruksi yang lebih kompleks, dan untuk
rata-rata- kemampuan siswa penyandang cacat dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan Program Pendidikan Individual yang optimal untuk
memenuhi kebutuhan siswa gifted dengan ketidakmampuan belajar .
Idealnya, program individual dikembangkan melalui kerjasama tim yang
melibatkan orang tua, seorang spesialis berbakat, seorang spesialis
ketidakmampuan belajar, diagnosa, guru kelas umum, dan anaknya sendiri
(Silvermars, 1989; Van Tassel Baska, 1991 ) . Dalam mengembangkan program
pendidikan siswa yang unik, kekuatan dan kelemahan tertentunya, serta sumber
daya yang tersedia di sekolah, harus dipertimbangkan. Spesifikasi harus
tergantung, tentu saja, pada sifat dan tingkat keparahan kecacatan siswa serta
gelarnya bakat, namun, ada banyak konsensus bahwa penting untuk fokus
terutama pada kekuatan siswa bukan nya kelemahan . Umumnya, perbaikan
bukan kebutuhan utama para siswa ini, melainkan perhatian harus ditempatkan
pada pengembangan hadiah atau bakat ( Baum et al , 1991; . Ellston , 1993;
Griffin, 1990). Strategi dan adaptasi pembelajaran dapat membantu memastikan
keberhasilan siswa ini dalam penempatan apapun tampaknya tepat, apakah itu
berada dalam kelas khusus untuk siswa berbakat dengan ketidakmampuan
belajar atau lingkungan lain.

2. Kelas Khusus untuk Siswa Gifted dengan Ketidakmampuan Belajar

Banyak pendidik yang telah mempelajari anak-anak berbakat dengan


ketidakmampuan belajar telah menemukan bahwa, idealnya, para siswa ini
harus menerima instruksi sebagai kelompok khusus untuk setidaknya sebagian
dari hari dari seorang guru peka terhadap kebutuhan spesifik akademik, sosial,
dan psikologis mereka dan dengan rekan-rekan yang berbagi exceptionalities
ganda mereka ( Daniels , 1983; Whitmore & Maker, 1985; Yewchuk , 1985).
Sampai saat ini, namun, beberapa guru telah menerima pelatihan khusus dalam
mengetahui karakteristik siswa berbakat dengan ketidakmampuan belajar, dan
beberapa program terpisah untuk siswa ini ada. Beberapa sekolah telah
mengembangkan kelas khusus untuk populasi ini, dan hibah Javits telah
merangsang inisiatif program beberapa tambahan. Dalam beberapa kasus, siswa
tetap bersama-sama sepanjang hari , pada orang lain, model ruang sumber daya
digunakan dimana siswa berbakat dengan ketidakmampuan belajar dibawa ke
ruang sumber daya dengan siswa lain yang berbagi exceptionalities ganda
mereka .
The separate-class/all-day model untuk siswa dengan LD yang berbakat
sering dianjurkan bagi siswa dengan cacat paling serius. Misalnya, satu sistem
sekolah mengidentifikasi siswa berbakat dengan berbagai tingkat
ketidakmampuan belajar dan mengembangkan kelas mandiri khusus untuk
siswa berbakat dengan ketidakmampuan belajar berat, mereka yang cacat parah
dan sedang menerima layanan lainnya ( Starnes et al , 1988. ). Terlepas dari
tingkat keparahan masalah siswa, kelas mandiri menawarkan berbagai
keuntungan bagi pembelajaran yang berbeda (Clements, Lundell , &
Hishinuma , 1994), menghilangkan gerakan dari kelas ke kelas yang diperlukan
pada saat jasa diberikan dalam kombinasi berbakat, khusus pendidikan, dan
umum kelas ( Suter & Wolf, 1987 ) , dan mungkin akan lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan emosional siswa ( Suter & Wolf, 1987 ) . Program-
program tersebut biasanya mencoba untuk mengatasi masalah yang berkaitan
dengan meningkatkan harga diri dan mempengaruhi motivasi , serta instruksi
individualistis untuk meningkatkan prestasi akademik .

3. Menggunakan dan / atau Mengadaptasi Layanan yang Ada


Untuk siswa dengan LD yang menghadiri sekolah yang tidak menawarkan
program khusus untuk siswa berbakat dengan ketidakmampuan belajar, atau
untuk siapa program khusus tidak sepenuhnya memenuhi kebutuhan mereka,
pertimbangan harus diberikan untuk merancang program individual dari pilihan
program dan layanan khusus yang sudah tersedia di sekolah, dilengkapi dengan
adaptasi yang tepat yang akan membantu memastikan keberhasilan dalam
berbagai pengaturan.

4. Instruksi dalam Kelas Pendidikan Umum


Sebagai sekolah yang bergerak menuju inklusi semua siswa di kelas reguler
sebagai hasil dari Prakarsa Pendidikan Reguler (Will, 1986) dan menunjukkan
keengganan terhadap pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan atau
prestasi (Oakes, 1985; Slavin, 1987), pendidikan umum kelas menjadi tempat
di mana guru diharapkan untuk memenuhi kebutuhan berbagai siswa. Jika
pengaturan ini berhasil dapat menantang semua siswa, termasuk siswa berbakat,
rata-rata siswa, dan siswa dengan masalah belajar, siswa berbakat yang juga
memiliki ketidakmampuan belajar dapat dilayani dengan baik.
Di sekolah yang terus menawarkan layanan dan program untuk siswa
diidentifikasi sebagai berbakat dan bagi siswa dengan ketidakmampuan belajar
terpisah, kelas umum berfungsi terutama sebagai tempat di mana kurikulum
pada atau sekitar tingkat kelas. Untuk siswa berbakat dengan ketidakmampuan
belajar, penempatan di kelas umum sesuai untuk instruksi perkembangan dalam
mata pelajaran prestasi normal, meskipun beberapa strategi kompensasi (seperti
menggunakan kalkulator) mungkin diperlukan untuk kinerja yang optimal.
Guru kelas umum harus sangat menyadari bahwa gifted dan disabilitas
mungkin menutupi satu sama lain dan bahwa siswa yang baik secara akademis
berbakat dan memiliki kesulitan belajar cenderung menunjukkan kinerja
variabel dan kesulitan sosial dan emosional (Landrum, 1989). Guru kelas umum
juga harus menjadi sumber utama rujukan siswa berbakat dengan
ketidakmampuan belajar dengan layanan pendidikan khusus dan program
berbakat di sekolah mereka (Boodoo et al., 1989).

5. Program dan Layanan untuk Siswa Gifted


Akselerasi dan pengayaan dua pendekatan untuk memenuhi kebutuhan yang
berbakat . Percepatan dapat mencakup bergerak maju dari seseorang teman
sebayanya dalam penempatan kelas dan / atau materi pelajaran ( Southern &
Jones , 1991) . Percepatan materi pelajaran mungkin sangat bermanfaat sebagai
kendaraan untuk siswa berbakat dengan ketidakmampuan belajar untuk
menerima pekerjaan saja maju di daerah mereka kekuatan tanpa harus
ditempatkan pada tingkat yang sama di daerah mereka kelemahan . Sebagai
contoh, siswa berbakat matematis mungkin berlanjut cepat dengan langkah
mereka sendiri melalui kelas matematika dipercepat ( Benbow , 1986) , bahkan
jika ketidakmampuan belajar menimbulkan beberapa masalah bagi mereka
dalam menulis kreatif atau belajar bahasa asing . Selain itu, dengan adaptasi
moderat , seperti mendorong penggunaan kalkulator , pengolah kata , tes
dibatasi waktu , dan sebagainya , ada kemungkinan bahwa banyak siswa
berbakat dengan ketidakmampuan belajar dapat berhasil dalam program ketat
dan / atau percepatan di daerah mereka kekuatan . Fakta ini telah diakui dalam
beberapa tahun terakhir oleh perguruan tinggi selektif yang menyadari manfaat
beradaptasi dengan kebutuhan siswa berbakat akademis dengan
ketidakmampuan belajar ( misalnya , lihat Brown University , 1990).

6. Strategi pengajaran dan teknik adaptif


Terlepas dari model program yang dimanfaatkan atau pengaturan di mana
ia diajarkan , pentingnya gearing kurikulum untuk kekuatan , bukan kelemahan ,
siswa berbakat akademis dengan ketidakmampuan belajar , dan memanfaatkan
berbagai strategi [ , adaptasi , dan akomodasi untuk membantu mereka berhasil ,
secara luas diakui ( misalnya , Baum et al , 1991; . Fox , Tobin , & Schiffman ,
1983; Hishinuma , 1991; Silverman , 1989; Suter & Wolf, 1987; Waldron ,
1991) . Ukiran tugas besar menjadi unit yang lebih kecil , membuat tugas-tugas
yang bermakna , dan menggunakan memuji , rekan les , dan kegiatan koperasi
adalah beberapa teknik yang dapat membantu memastikan keberhasilan ( Baum
et al , 1991 . ) . Model peran orang dewasa sukses penyandang cacat juga dapat
membantu untuk meningkatkan harga diri dan membangun aspirasi kalangan
siswa berbakat dengan ketidakmampuan belajar ( Silverman , 1989) .
Akomodasi , khususnya penggunaan teknologi , sangat dianjurkan untuk
membantu para siswa berbakat akademis mengatasi kecacatan mereka ( Baum
et al , 1991; . Daniels , 1983; Howard , 1994; Suter & Wolf, 1987; Tobin &
Schiffman , 1983; Torgesen , 1986) . Teknik-teknik tersebut dapat membantu
banyak siswa dengan ketidakmampuan belajar , tetapi mereka sangat
bermanfaat bagi mereka yang juga berbakat dan membutuhkan bergerak maju
di daerah mereka kekuatan . Sebagai contoh, siswa yang mampu tingkat tinggi
pemecahan masalah matematika tetapi yang memiliki kesulitan dengan
perhitungan dapat diberikan kalkulator sehingga mereka tidak akan diadakan
kembali dalam matematika . Sebuah mikro dengan paket pengolah kata dan
spell checker dapat sangat membantu untuk seorang mahasiswa yang masalah
berbohong secara tertulis dan / atau ejaan . Siswa yang mengalami kesulitan
mengambil catatan di kelas mungkin akan diizinkan ke tape rekaman ceramah .
Direkam buku dan sumber informasi lain yang tidak tergantung pada membaca
( misalnya , film ) juga dapat membantu siswa dengan masalah membaca yang
pendengaran keterampilan memproses kuat . Tutor sebaya atau orang lain
mungkin membaca materi secara lisan kepada siswa berbakat akademis dengan
masalah membaca . Metode evaluasi alternatif (seperti tes dibatasi waktu atau
lisan ) juga telah menganjurkan ( Suter & Wolf, 1987) , seperti memiliki
penggunaan teknik multiindrawi ( Daniels , 1983) .

7. Konseling
Siswa berbakat dengan ketidakmampuan belajar juga mengalami konflik
antara keinginan mereka untuk kemerdekaan dan perasaan ketergantungan yang
dihasilkan dari ketidakmampuan belajar , serta antara aspirasi tinggi dan rendah
harapan orang lain mungkin memiliki bagi mereka ( Whitmore & Maker, 1985) .
Rendah konsep diri adalah masalah umum di antara siswa berbakat dengan
ketidakmampuan belajar yang mengalami kesulitan mengatasi perbedaan dalam
kemampuan mereka ( Fox , Brody , & Tobin , 1983; Hishinuma , 1993;
Olenchak , 1994; Whitmore , 1980) . Frustrasi, kemarahan , dan kebencian dapat
hasil, perilaku serta hubungan dengan rekan-rekan dan anggota keluarga
( Mendaglio , 1993) mempengaruhi . Bahkan, orang tua siswa yang berbakat
dengan ketidakmampuan belajar cepat untuk menekankan pentingnya
memenuhi kebutuhan sosial dan emosional anak-anak mereka ( Hishinuma ,
1993) .
Dalam merencanakan intervensi bagi siswa dengan LD yang berbakat ,
orang tidak boleh mengabaikan pentingnya memberikan konseling bagi para
siswa untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional ( BrownMizuno , 1990;
Hishinuma , 1993; Mendaglio , 1993; Olenchak , 1994; Suter & Serigala , 1987) .
Manfaat dari kedua kelompok dan konseling individu telah diidentifikasi oleh
para peneliti ( Baum , 1994; Mendaglio , 1993; Olenchak , 1994) . Misalnya,
konseling kelompok dapat membiarkan siswa melihat bahwa orang lain
mengalami masalah serupa dengan mereka sendiri . Namun, beberapa siswa
mungkin memerlukan perhatian untuk masalah dan kebutuhan yang lebih
mungkin terjadi dalam satu -satu konseling individu yang unik mereka. Peran
konseling kadang-kadang dapat dilakukan oleh guru yang memahami
kebutuhan siswa berbakat dengan ketidakmampuan belajar ( Baum et al , 1991; .
Daniels , 1983; Hishinuma , 1993) . Orangtua juga perlu konseling untuk
membantu mereka memahami karakteristik dan kebutuhan anak-anak berbakat
dengan ketidakmampuan belajar ( Bricklin , 1983; BrownMizuno , 1990 ,
Daniels , 1983) .
Selain memenuhi kebutuhan sosial dan emosional siswa berbakat dengan
ketidakmampuan belajar , konselor menyarankan mahasiswa sesuai program -
taking , terutama selama tahun sekolah menengah , pada kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dan pengalaman belajar lain di
luar sekolah , dan postsecondary Pilihan . Sebagai siswa berbakat dengan
ketidakmampuan belajar mendekati tahun kuliah , mereka membutuhkan
bantuan dalam mengidentifikasi perguruan tinggi yang akan mengakomodasi
kebutuhan khusus mereka.
BAB III

KESIMPULAN

Banyak atau beberapa orang mengasumsikan definisi anak anak autis


dengan anak gifted merupakan pengertian yang sama. Padahal jika dikaji lagi
mengenai definisi anak autis dengan anak gifted, keduanya memiliki poin
penting yang membedakan keduanya. Berdasarkan kamus psikologi, Anak
gifted diartikan sebagai (1) anak yang memiliki satu derajat kemampuan
intelektual yang tinggi (IQ 140 atau lebih) atau (2) memiliki satu bakat
nonintelektif, seperti bakat musik sampai derajat yang tinggi sekali. Sedangkan
Autisme diartikan sebagai (1) cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan
personal atau oleh diri sendiri, (2) menanggapi dunia berdasarkan penglihatan
dan harapan sendiri, dan menolak realitas, dan (3) keasyikan eksrim dengan
pikiran dan fantasi sendiri.
Menurut Jamila K.A Muhammad (2008), anak-anak penderita autisme
memiliki gangguan dalam beberapa aspek, yaitu aspek komunikasi, interaksi
sosial, gangguan indera, pola bermain, tingkah laku, serta emosi. Sedangkan
anak gifted berdasarkan teori three-conceptions of giftedness yang
dikemukakan Renzulli (2005) disebutkan bahwa terdapat 3 karakteristik
keberbakatan anak yang harus saling berinteraksi untuk dapat memunculkan
keberbakatan pada anak. Ketiga karakteristik tersebut antara lain: memiliki
kemampuan di atas rata-rata, komitmen pada tugas, serta kreativitas.
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa anak gifted dipengaruhi oleh
faktor biologis (nature) dan sosiologis (nurture). Ini semua terkait dengan
beberapa faktor eksternal lainnya di luar fisiologis anak. Singkatnya, untuk
dianggap sebagai gifted, seorang anak harus memiliki biologis (gen, struktur
otak ) dan lingkungan (pendidikan, keamanan emosional, dsb) yang baik untuk
meningkatkan dan mengeluarkan bakatnya.
Sedangkan pada kasus anak penderita autisme menurut para ahli, penyebab
autisme sampai saat ini masih multifaktor. Beberapa hal yang dapat menjadi
pemicu atau pencetus autism adalah faktor genetik, gangguan susunan saraf
pusat (SSP), proses kelahiran, mutasi genetik, keracunan logam berat, serta
vaksinasi.
Penanganan yang dapat dilakukan pada anak yang menderita autism adalah
terapi perilaku, terapi biomedik, farmakologi, serta progam intervensi lainnya
yang sangat bervariasi. Sedangakan penanganan yang dapat dilakukan pada
anak gifted adalah program pendidikan individual, mengadakan kelas khusus,
menyesuaikan layanan untuk anak gifted, intruksi dalam kelas pendidikan
umum, penyesuaian strategi pengajaran dan teknik adaptif, serta menggunakan
program konseling.
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2011. Pengertian dan Definisi Autisme


http://www.duniapsikologi.com/autisme-pengertian-dan-definisinya/ diakses
tanggal 3 November 2013

Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo.

Dr. Melly Budhiman, Sp.KJ. Apa Penyebab Autisme?


http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/?page_id=28 Diakses pada 1
November 2013

Inderbir Kaur Sandhu, Ph.D. What Makes Giftedness?. http://www.brainy-


child.com/expert/giftedness.shtml Diakses pada 1 November 2013

Irawan, Rydho. 2012. Mengenal Anak Berbakat (GIFTED CHIDREN)


http://rydhotoxs.blogspot.com/2012/05/mengenal-anak-berbakat-gifted-
chiledren.html diakses tanggal 3 November 2013

Mochamad, Gema. 2012. Giftedness dan Underachiever Gifted.


http://jurigbk.blogspot.com/2012/04/giftedness-dan-underachiever-
gifted.html Diakses pada 1 November 2013

Muhammad, Jamila K.A. 2008. Special Education for Special Children Panduan
Pendidikan Khusus Anak-anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities.
Jakarta: Penerbit Hikmah.

Saputra, Eko. 2013. Definisi anak Berbakat (GIFTED CHILD).


http://the-secret-of-psychology-world.blogspot.com/2013/03/definisi-
anak-berbakat-gifted-child.html diakses tanggal 3 November 2013

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu & Aplikasi Pendidikan.
PT. IMTIMA.
Wandasari, Yettie. 2011. Faktor Protektif pada Penyesuaian Sosial Anak Berbakat.
INSAN. Vol. 13 No. 02. Suarabaya: Fakultas Psikologi Universitas Katolik
Widya Mandala.

Anda mungkin juga menyukai