Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Motivasi


2.1.1 Pengertian Motivasi
Motivasi adalah sesuatu yang mendorong, atau pendorong seseorang
bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu (Saam Zulfan, 2013:51).
Menurut Uno (2007) Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan
eksternal dalam diri seseorang yang di indikasikan dengan adanya (1) hasrat dan
minat untuk melakukan kegiatan, (2) dorongan dan kebutuhan untuk melakukan
kegiatan, (3) harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri,
(5) lingkungan yang baik.
Motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang
diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan,
dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita-cita,
penghargaan dan penghormatan atas diri, lingkungan yang baik, serta kegiatan
yang menarik (Muhibbinsyah, 2002:135).
Motivasi adalah suatu konsep yang kita gunakan ketika dalam diri kita
muncul keinginan (initiate) dan menggerakkan serta mengarahkan tingkah laku.
Semakin tinggi motivasi seseorang, semakin tinggi intensitas perilakunya
(Asnawi, 2007).
2.1.2 Jenis Motivasi
1) Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang
atau motivasi yang erat hubungannya dengan tujuan belajar, misalnya: ingin
memahami suatu konsep, ingin memperoleh pengetahuan dan sebagainya.
Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri sendiri
yang dapat mendorong melakukan tindakan (Muhibbinsyah, 2002).
Motivasi intrinsik adalah berbagai motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu
sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi itu intrinsik bila
tujuannya inheren dengan situasi yang dihadapi dan bertemu dengan kebutuhan

6
7

dan tujuan yang akan dicapai. Pasien diabetes termotivasi untuk melaksanakan
terapi diet semata-mata untuk mencapai nilai-nilai yang terkandung dalam situasi
yang dihadapi, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian atau
hadiah dan sebagainya.
Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya maka ia
secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari
luar dirinya. Terapi diet diabetes memerlukan motivasi intrinsik untuk mencapai
tujuan diet tersebut. Keinginan ini dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif,
bahwa terapi diet diabetes sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna kini dan
masa yang akan datang.
Faktor-Faktor yang dapat menimbulkan motivasi intrinsik adalah:
(1) Adanya kebutuhan
(2) Adanya pengetahuan tentang kemajuan dirinya sendiri
(3) Adanya cita-cita atau aspirasi.
Faktor- faktor yang mempengaruhi Motivasi intrinsik yaitu :
1) Kebutuhan (Need)
Seseorang melakukan aktivitas( kegiatan ) karena adanya faktor-faktor
kebutuhan baik biologis maupun psikologis.
2) Harapan (expentancy)
Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan
keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri
meningkat menggerakan seseorang kearah pencapaian tujuan.
3) Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa
ada yang menyuruh (Tanpa adanya pengaruh dari orang lain).
Pasien akan lebih termotivasi ketika mereka diberi kesempatan untuk
memilih dalam melakukan terapi diet. Untuk melihat mengapa demikian, pertama-
tama marilah kita menjelajahi 4 jenis motivasi intrinsik (Santrock, 2009:204).
(1) Determinasi diri dan pilihan personal, sebuah pandangan dari motivasi
intrinsik menekankan determinasi diri. Dalam pandangan ini pasien ingin
meyakini bahwa mereka melakukan sesuatu atas keinginan mereka sendiri
tidak karena keberhasilan atau penghargaan eksternal. Motivasi intrinsik
8

pasien akan meningkat ketika mempunyai sejumlah pilihan dan kesempatan


untuk memikul tanggung jawab personal.
(2) Pengalaman optimal dan penghayatan, peneliti melaporkan bahwa
pengalaman optimal ini melibatkan perasaan menikmati dan bahagia yang
mendalam. Penghayatan paling sering terjadi ketika orang mengembangkan
rasa mampu menguasai sesuatu dan tenggelam dalam konsentrasi ketika
mereka terlibat dalam sebuah aktivitas.
(3) Minat, konsep minat telah digolongkan sebagai sesuatu yang lebih spesifik
dibandingkan motivasi intrinsik. Telah dilakukan pembedaan antara minat
individual yang dianggap sebagai relatif stabil dan minat situasional yang
diyakini dibangkitkan oleh aspek spesifik dari sebuah aktivitas tugas.
(4) Keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri, pentingnya
menciptakan lingkungan yang mendorong pasien menjadi terlibat secara
kognitif dan memikul tanggung jawab untuk aktivitas mereka. Tujuannya
adalah untuk membuat pasien termotivasi untuk melakukan usaha agar lebih
tekun dalam program terapinya.
Motivasi intrinsik melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan
dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang termotivasi
adalah perilaku yang mengandung energi, memiliki arah dan dapat dipertahankan
(Santrock : 2009:200). Ketika pasien akan melakukan program terapi diet pada
saat dirawat di rumah sakit, pasien mengatakan pada dirinya bahwa pasien akan
mampu untuk mengontrol kadar gula darahnya. Oleh karena itu, motivasinya
untuk melaksanakan program terapi diet adalah memberi tujuan kepada hidupnya
untuk dapat mengontrol kadar gula darahnya dalam batas normal. Perilaku pasien
mengandung energi, memiliki arah dan dapat dipertahankan.
Sebagian besar ahli merekomendasikan kepada perawat untuk menciptakan
suasana rawat inap dimana pasien termotivasi secara intrinsik untuk melaksanakan
terapi diet. Salah satu pandangan dari motivasi intrinsik menekankan karakteristik
dirinya. Dengan memberi pasien sejumlah pilihan dan memberikan kesempatan
bagi tanggung jawab personal dapat meningkatkan motivasi intrinsiknya. Para ahli
menggunakan istilah penghayatan (flow) untuk mendeskripsikan pengalaman
optimal dalam hidup yang melibatkan rasa kemampuan menguasai dan tenggelam
9

dalam keadaan konsentrasi pada sebuah aktivitas. Penghayatan paling sering


terjadi dalam area yang membuat pasien tertarik dan merasa diri mereka
mempunyai keterampilan tingkat tinggi. Secara keseluruhan, terdapat kesimpulan
yang kuat bahwa strategi yang bijaksana adalah untuk menciptakan lingkungan
yang mendorong pasien untuk termotivasi secara intrinsik.
2) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah hal satu keadaan yang datang dari luar individu
yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan. Motivasi ekstrinsik sering kali
dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti penghargaan dan hukuman
(Muhibbinsyah, 2002:138).
Bentuk motivasi ekstrinsik merupakan suatu dorongan yang tidak secara
mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar, misalnya siswa rajin belajar untuk
memperoleh hadiah yang telah dijanjikan oleh orang tuanya, pujian dan hadiah,
peraturan atau tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru dan lain-lain yang
mendorong siswa untuk belajar.
Motivasi ekstrinsik, yaitu motif-motif yang aktif berfungsinya karena
adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai
bentuk motivasi yang di dalamnya dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan
dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan tindakan.
2.1.3 Ciri- Ciri Motivasi
Menurut Tension reduction motivation (Santrock, 2009:206), motivasi
terbentuk karena adanya kebutuhan (needs) yang tidak terpenuhi, sehingga
individu mengalami tekanan. Pada saat kebutuhan belum terpenuhi, individu
mengalami ketidakseimbangan. Untuk mengurangi tekanan tersebut individu
melakukan suatu usaha (drive) tertentu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Sehingga ada keseimbangan dalam dirinya. Tinggi rendahnya motivasi
menunjukkan pada perbedaan kecenderungan individu dalam berusaha untuk
meraih suatu prestasi.
Karakteristik individu yang memiliki motivasi tinggi :
1) Senang bekerja keras untuk mencapai keberhasilan.
2) Selalu khawatir mengalami kegagalan.
3) Cenderung bertindak atau menetapkan suatu pilihan yang realistis.
10

4) Senang berkompetisi yang sehat.


5) Bertanggung jawab atas pilihan atau perbuatannya.
Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong atau
menggerakkan, untuk memenuhi keinginan atau kebutuhannya. Manusia
bertingkah laku karena didorong oleh adanya kebutuhan, Sehingga tingkah laku
seseorang bergantung pada faktor kebutuhan tersebut. Landasan pemikiran
tersebut, sejalan dengan konsep motivasi berprestasi Mc Clelland. Menurutnya
motif yang ada pada setiap individu, meliputi motif berpretasi, persahabatan dan
berkuasa.
Menurut Sardiman (dalam Santrock 2009:207) motivasi memiliki ciri- ciri
sebagai berikut :
1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja secara terus-menerus dalam waktu
yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai)
2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak cepat puas dengan
prestasi yang telah dicapainya.
3) Menunjukkan minat terhadap sesuatu yang menambah pengetahuan dan
pengalaman.
4) Lebih senang bekerja mandiri
5) Cepat bosan pada tugas-tugas rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-
ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
6) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).
7) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya itu.
8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
2.1.4 Fungsi Motivasi
Motivasi intrinsik maupun ekstrinsik berfungsi sebagai pendorong,
penggerak dan penyeleksi perbuatan. Dorongan adalah fenomena psikologis dari
dalam diri individu yang melahirkan hasrat untuk bergerak dalam menyeleksi
perbuatan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, baik dorongan atau penggerak
maupun penyeleksi merupakan kata kunci dari motivasi dalam setiap perbuatan
(Santrock, 2009:208).
11

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi (Santrock 2009:212) :
1) Sikap; Sikap merupakan produk dari kegiatan belajar. Sikap diperoleh melalui
proses seperti pengalaman, pembelajaran, identifikasi, perilaku peran. Karena
sikap itu dipelajari, sikap juga dapat dimodifikasi dan diubah. Sikap dapat
membantu secara personal karena berkaitan dengan harga diri yang positif,
atau dapat merusak secara personal karena adanya intensitas perasaan gagal.
Sikap berada pada diri setiap orang sepanjang waktu dan secara konstan sikap
itu mempengaruhi perilaku dan belajar.
2) Kebutuhan; Kebutuhan bertindak sebagai kekuatan internal yang mendorong
seseorang untuk mencapai tujuan. Semakin kuat seseorang merasakan
kebutuhan, semakin besar peluangnya untuk mengatasi perasaan yang
menekan didalam memenuhi kebutuhannya. Tekanan ini dapat diterjemahkan
ke dalam suatu keinginan ketika individu menyadari adanya perasaan dan
berkeinginan untuk mencapai tujuan tertentu.
3) Rangsangan; Rangsangan merupakan perubahan, di dalam persepsi atau
pengalaman dengan lingkungan yang membuat seseorang bersifat aktif.
Apapun kualitasnya, stimulus yang unik akan menarik perhatian setiap orang
dan cenderung mempertahankan keterlibatan diri secara aktif terhadap
stimulus tersebut.
4) Afeksi; Sikap afeksi berkaitan dengan pengalaman emosional, kecemasan,
kepedulian dan kepemilikan. Tidak ada kegiatan yang terjadi tanpa emosional.
5) Kompetensi; Manusia pada dasarnya memiliki keinginan untuk memperoleh
kompetensi dari lingkungannya. Teori kompetensi mengasumsikan bahwa
seseorang secara alamiah berusaha keras untuk berinteraksi dengan
lingkungan secara efektif.
6) Penguatan; Penguatan merupakan peristiwa untuk mempertahankan atau
meningkatkan kemungkinan respon. Penguatan positif memainkan peranan
penting. Penguat positif menggambarkan konsekuensi atas peristiwa itu
sendiri. Penguat positif dapat berbentuk nyata, misalnya dapat berupa sosial,
seperti afeksi.
12

2.1.5 Klasifikasi Motivasi


(1) Motivasi Tinggi
Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam kegiatan sehari-
hari memiliki harapan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, dan
memiliki keyakinan yang tinggi bahwa penderita akan menyelesaikan
pengobatan tepat pada waktu yang ditentukan.
(2) Motivasi Sedang
Motivasi dikatakan sedang apabila dalam diri manusia memiliki keinginan
yang positif, mempunyai harapan yang tinggi namun memiliki keyakinan yang
rendah bahwa dirinya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
3) Motivasi Rendah
Motivasi dikatakan rendah apabila manusia memiliki harapan dan keyakinan
yang rendah, bahwa dirinya dapat berprestasi. Misalnya bagi seseorang
dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru
Omerupakan mutu kehidupannya maupun mengisi waktu luangnya agar lebih
produktif dan berguna (Irwanto, 2008).
2.1.6 Cara Pengukuran Motivasi
Salah satu cara untuk mengukur motivasi adalah melalui kuesioner.
Dengan cara meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-
pertanyaan yang dapat memancing motivasi klien. Klien diminta memilih salah
satu dari kedua pertanyaan/pernyataan tersebut yang lebih mencerminkan dirinya
(Cahyono, 2010: 27)
Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan
baik, sudah matang, dimana responden (dalam hal angket) dan interviewee (dalam
hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan tanda-tanda tertentu.
Dengan demikian kuesioner sering juga disebut daftar pertanyaan
(Notoatmodjo, 2012: 152).
Motivasi dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
1) Motivasi Rendah, jika nilai 055%
2) Motivasi Sedang, Jika nilai 56-75%
3) Motivasi Tinggi, jika nilai 76-100%
13

2.2 Konsep Teori Kepatuhan


2.2.1 Pengertian
Kepatuhan adalah tingkat dimana pasien melaksanakan cara pengobatan dan
perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lainnya dalam melaksanakan
terapi (Smet, 1994).
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter
yang mengobatinya dan sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan
yang diberikan oleh professional kesehatan dalam melaksanakan terapi (Niven,
2000).
Berdasarkan Decision Theory, kepatuhan adalah bentuk pengambilan
keputusan dari seseorang penderita penyakit tertentu (James,1985 dalam
Suparyanto, 2010).
Menurut Tovar (2007) kepatuhan diet DM adalah perilaku meyakini dan
menjalankan rekomendasi diet DM yang diberikan petugas kesehatan. Kepatuhan
diet merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam penatalaksanaan penyakit
DM.
2.2.2 Variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
Beberapa variable yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Brunner
dan Suddart (2002) adalah :
1) Variable demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status social
ekonomi dan pendidikan.
2) Variable penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat
terapi.
3) Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping
yang tidak menyenangkan.
4) Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan,
penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau
budaya dan biaya financial.
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut niven
(2008) adalah :
14

1) Pendidikan, adalah pendidikan seseorang dapat meningkatkan kepatuhan,


sepanjang bahwa pendidikan itu masih aktif seperti membaca buku oleh
seseorang secara mandiri.
2) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial dengan membangun dukungan sosial
dari keluarga dan teman-teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat
dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program-program pengobatan.
3) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu hal
penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh
informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang
kondisinya dan bagaimana pengobatannya, dapat membantu tingkat
kepercayaan pasien.
2.2.4 Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan
Menurut Smet (1994) berbagai strategi yang telah dicoba untuk
meningkatkan kepatuhan adalah :
1) Dukungan professional kesehatan
Dukungan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan.Contoh yang
paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik
komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang
baik yang diberikan oleh professional kesehatan baik dokter atau perawat serta
tenaga medis yang lain dapat menanamkan kepatuhan bagi pasien.
2) Dukungan social
Dukungan social yang dimaksud adalah dukungan keluarga. Para tenaga
kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan
kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.
3) Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Dengan rajin berolahraga
ditambah mengatur menu makanan serta mengontrol kadar gula darah secara
teratur, komplikasi akibat diabetes dapat dihindari.
4) Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit
yang dideritanya serta carapengobatannya diharapkan dapat memberikan efek
patuh terhadap program pengobatan.
15

2.2.5 Tingkat Kepatuhan


1. Patuh
Seseorang dikatakan patuh apabila mampu melakukan tugas atau tanggung
jawab secara mandiri tanpa dorongan atau paksaan dari luar atau orang lain
sehingga mampu memberikan dampakyang baik. Niven (2012:190)
2. Tidak Patuh
Seseoarang dikatakan tidak patuh yaitu tidak mampu melaksanakan tugas
atau tanggung jawab yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari. Niven
(2012:190)
2.2.6 Cara Pengukuran Kepatuhan
Menurut Arikunto (2005:12), cara mengukur kepatuhan yaitu bentuk
persentase untuk melihat derajat kepatuhan dapat digunakan dengan rumus
sebagai berikut :

P = = 100%

Keterangan :
P : Nilai kepatuhan
x : jumlah jawaban yang benar
N : Jumlah pertanyaan
100% Nilai konstanta
Dari persentase diatas selanjutnya digunakan skala patuh jika didapatkan
50%, dan tidak patuh jika didapatkan < 49%. Dalam pengukuran kepatuhan
dapat digunakan alat ukur kuesioner. Kuesioner diartikan sebagai daftar
pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik dan matang. caranya dimana
responden tinggal memberikan jawaban atau dengan tanda-tanda tertentu.
2.3 Konsep Diabetes Melitus
2.3.1 Pengertian
Diabetes Mellitus adalah Sebagai tingginya kadar gula dalam darah
seseorang. Asal kata diabetes adalah bahasa Yunani, bermakna pancuran.
Sedangkan melitus jika dibahasa Indonesiakan artinya adalah madu. Jadi secara
umum, pengertian kata diabetes melitus adalah sumber gula. Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan hiperglikemia kronik
16

sebagai kelainan utamanya akibat adanya insufisiensi kerja insulin (Brunner &
Suddarth. 2002).
Diabetes Mellitus adalah gangguan oksidasi dan penggunaan glukosa yang
terjadi sekunder akibat malfungsi sel-sel beta pancreas; sel-sel beta ini berfungsi
memproduksi dan melepaskan insulin (Barbara F. Weller 2005:197).
Secara medis, pengertian diabetes militus adalah kenaikan kadar gula dalam
darah karena produksi insulin yang berkurang hingga tidak mampu
mendistribusikan karbohidrat atau gula tersebut ke seluruh sel dalam
tubuh.Akibatnya, sel tubuh mengalami kekurangan energi dan tidak dapat
beraktifitas dengan normal. Sedangkan jumlah karbohidrat berlebih dalam darah
di keluarkan melalui air seni (Jacken A. T., 2005)
2.3.2 Tipe Diabetes Melitus
1) Diabetes Melitus Tipe 1
Dalam diabetes jenis ini, pankreas masih memproduksi hormon insulin
untuk mengolah karbohidrat. Namun, jumlahnya tidak seimbang dengan jumlah
karbohidrat yang dikonsumsi. Diabetes tipe 1 tersebut sangat lazimterjadi pada
anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa.
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Pengertian diabetes melitus tipe 2 ini berbeda dengan tipe 1. Jika dalam
diabetes melitus tipe 1, pankreas masih memproduksi insulin namun dengan
jumlah yang sedikit, pada diabetes tipe 2, pankreas sama sekali tidak
memproduksi insulin. Penanganan biasanya adalah dengan penyuntikan insulin
secara rutin. Biasanya pengidap diabetes jenis ini didiagnosis sejak usia dini, alias
penyakit bawaan.
2.3.3 Penyebab Diabetes Melitus
Penyebab utama dari diabetes mellitus belum diketahui secara pasti namun
faktor penyebab dari penyakit ini berbagai macam antara lain sebagai berikut :
1) Faktor keturunan.
2) Kegemukan / Obesitas biasanya terjadi pada usia 40 tahun.
3) Tekanan darah tinggi
4) Angka Triglycerid (salah satu jenis molekul lemak) yang tinggi
5) Level kolesterol
17

6) Gaya hidup modern yang cenderung mengkonsumsi makanan instant


7) Merokok dan stress
8) Terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat
9) Kerusakan pada pancreas
2.3.4 Gejala Penyakit Diabetes
Pada tahap awal gejala umumnya ringan sehingga tidak merasakan, baru
diketahui setelah adanya pemeriksa laboratorium. Pada tahap lanjut gejala yang
muncul antara lain:
1) Banyak minum
2) Banyak kencing
3) Rasa lapar berlebih
4) Berat badan turun
5) Badan lemas
6) Rasa gatal
7) Kesemutan
Gejala lain adalah gangguan saraf tetapi terutama di dalam hati, gangguan
penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama
sembuh, infeksi pada pria dan keputihan pada perempuan.
2.3.5 Diagnosis Diabetes Mellitus
Dalam menegakan diagnosis diabetes mellitus patokan yang dijadikan acuan
adalah pemeriksaan glukosa darah dalam hal ini dikenal adanya istilah
pemeriksaan penyaring dan uji diagnostic diabetes mellitus.
1) Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan memeriksa kadar gula darah
sewaktu (GDS) atau gula darah puasa (GDP), yang selanjutnya dapat dilanjutkan
dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Dari pemeriksaan GDS, disebut
diabetes mellitus apabila didapatkan kadar GDS 200 mg/dl dari sampel plasma
vena ataupun darah kapiler. Sedangkan pada pemeriksaan GDP, dikatakan sebagai
diabetes mellitus apabila didapatkan kadar GDP 126 mg/dl dari sampel plasma
vena atau 110 mg/dl dari sampel darah kapiler.
2) Uji Diagnostik
18

Uji diagnostik dikerjakan pada kelompok yang menunjukkan gejala atau


tanda diabetes mellitus. Bagi yang mengalami gejala khas diabetes mellitus, kadar
GDS 200 mg/dl atau GDP 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis diabetes mellitus. Sedangkan pada pasien yang tidak memperlihatkan
gejala khas diabetes mellitus, apabila ditemukan kadar GDS atau GDP yang
abnormal maka harus dilakukan pemeriksaan ulang GDS/GDP atau bila perlu
dikonfirmasi pula dengan TTGO untuk mendapatkan sekali lagi angka abnormal
yang merupakan kriteria diagnosis diabetes mellitus (GDP 126 mg/dl, GDS
200 mg/dl pada hari yang lain, atau TTGO 200 mg/dl).

2.3.6 Pengobatan Diabetes Melitus


Pengobatan diabetes mellitus sangat penting dalam menjaga kestabilan
kadar gula darah pasien guna mencegah terjadinya berbagai komplikasi akut dan
kronik. Hal tersebut dilakukan melalui empat pilar utama pengelolaan diabetes
mellitus, yaitu:
1) Edukasi
Edukasi Diabetes merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan tentang
pengetahuan Diabetes dan ketrampilan yang dapat menunjang perubahan perilaku
yang diperlukan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal, penyesuaian
psikologis dan kualitas hidup yang lebih baik secara berkelanjutan. Dalam
pelaksanaannya perlu dilakukakan beberapa kali pertemuan untuk menyegarkan,
mengingatkan kembali prinsip penatalaksanaaan Diabetes sehingga dapat merawat
dirinya secara mandiri. Hidup sehat dengan diabetes memerlukan adaptasi
Psikososial yang positif, dan penatalaksanaan mandiri yang afektif terhadap
penyakit ini. Untuk mencapai penatalaksanaan mandiri yang efektif penderita
dengan diabetes harus mengetahui, mempunyai sikap, dan terampil melakukan
perawatan mandiri yang berhubungan dengan pengendalian penyakit kronis ini.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes :
(1) Berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya
kecemasan.
(2) Sampaikan informasi secara bertahap jangan berikan beberapa hal sekaligus.
(3) Mulailah dengan hal yang sederhana, baru kemudian dengan hal yang lebih
19

komplek.
(4) Gunakan alat bantu dengan dengar-pandang (Audio-visual AID).
(5) Utamakanlah pendekatan dengan mengatasi masalah dan lakukan simulasi.
(6) Berikan pengobatan yang sederhana agar kepatuhan mudah dicapai.
(7) Usahakanlah kompromi dan negosiasi, jangan paksakan tujuan
(8) Berikanlah motivasi dan penghargaan dan diskusikanlah hasil laboratorium.
2) Perencanaan makan (diet)
Bertujuan untuk mempertahankan kadar normal glukosa darah dan lipid,
nutrisi yang optimal, serta mencapai/mempertahankan berat badan ideal. Adapun
komposisi makanan yang dianjurkan bagi pasien adalah sebagai berikut:
karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%, dan protein 10-15%.
3) Latihan jasmani
Berupa kegiatan jasmani sehari-hari (berjalan kaki ke pasar, berkebun, dan
lain-lain) dan latihan jasmani teratur (3-4x/minggu selama 30 menit).
4) Intervensi farmakologis
Diberikan apabila target kadar glukosa darah belum bisa dicapai dengan
perencanaan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis dapat berupa
Obathipoglikemik oral/OHO (insulin sensitizing, insulin secretagogue,
penghambat alfa glukosidase) dan Insulin.
2.3.7 Diet Diabetes Melitus
Diet adalah pola konsumsi makanan yang berkembang menurut kebutuhan
fisiologis, faktor faktor budaya dan religius, ketersediaan, biaya/harga dan
kesenangan pribadi. Ada banyak macam diet terapeutik yang diterapkan untuk
penanganan penyakit: diet Diabetes Mellitus, diet rendah lemak, diet tinggi
protein, serta diet rendah garam (Sagung, 2001:111).
Diet diabetes melitus adalah suatu petunjuk mengenai kebiasaan makan
yang terdiri dari kelompok makanan dan komposisi bahan gizi yang khusus bagi
pasien diabetes melitus (Moore, 1997:14).
1) Tujuan Diet
Tujuan pengaturan diet penyakit diabetes mellitus adalah untukmembantu
pasien memperbaiki kebiasaan makan. Krisnatuti Diah (2014 : 22 )
2) Bahan Makanan yang dianjurkan
20

Menurut sagung (2001:120) selain mengontrol kadar gula secara teratur,


melakukan diet makanan dan olahraga yang teratur menjadi kunci sukses
pengelolaaan diabetes. Dalam hal makanan misalnya, penderita diabetes harus
memperhatikan takaran karbohidrat. Sebab lebih dari separuh kebutuhan energi
diperoleh dari zat ini. ada dua golongan karbohidrat yakni jenis kompleks dan
jenis sederhana. Yang pertama mempunyai ikatan kimiawi lebih dari satu rantai
glukosa sedangkan yang lain hanya satu. Di dalam tubuh karbohidrat kompleks
seperti dalam roti atau nasi, harus diurai menjadi rantai tunggal dulu sebelum
diserap ke dalam aliran darah. Sebaliknya, karbohidrat sederhana seperti es krim,
jeli, selai, sirup, minuman ringan, dan permen, langsung masuk ke dalam aliran
darah sehingga kadar gula darah langsung meningkat.
Dari sisi makanan penderita diabetes lebih dianjurkan mengkonsumsi
karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya,
kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu
manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak
dianjurkan.
Diet diabetes mellitus dapat digolongkan menjadi dua bagian, A dan B.
Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih
cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40
50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 25% protein. Diet B selain
mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol.
Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi,
dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang
panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran
jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau,
labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan
kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah)
serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara
bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.
Bagi penderita yang tidak mempunyai masalah dengan berat badan tentu
lebih mudah untuk menghitung jumlah kalori sehari-hari. Caranya, berat badan
21

dikalikan 30. Misalnya, orang dengan berat badan 50 kg, maka kebutuhan kalori
dalam sehari adalah 1.500 (50 x 30). Kalau yang bersangkutan menjalankan
olahraga, kebutuhan kalorinya pada hari berolahraga ditambah sekitar 300-an
kalori. Jadwal makan pengidap diabetes dianjurkan lebih sering dengan porsi
sedang. Maksudnya agar jumlah kalori merata sepanjang hari. Tujuan akhirnya
agar beban kerja tubuh tidak terlampau berat dan produksi kelenjar ludah perut
tidak terlalu mendadak.
Di samping jadwal makan utama pagi, siang, dan malam, dianjurkan juga
porsi makanan ringan di sela-sela waktu tersebut (selang waktu sekitar tiga jam).
Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging
berlemak, jeroan, kuning telur. Juga makanan berlemak tinggi seperti es krim,
ham, sosis, cake, coklat, dendeng, makanan gorengan. Sayuran berwarna hijau
gelap dan jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim bisa dikonsumsi dalam
jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-buahan segar. Namun, perlu
diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal, konsumsi sayur-sayuran
hijau dan makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar tidak terlalu membebani
kerja ginjal. Penderita bisa mengikuti contoh susunan menu diet B untuk 2.100
kalori pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Susunan menu diet B untuk 2.100 kalori untuk diet diabetes umum,
yang tidak menderita komplikasi, dan tidak sedang berpuasa atau pun
sedang hamil (Sagung, 2001).

Protein 65,49 g
Menu diet B Lemak 45,89 g
Terdiri dari : Karbohidrat 377,45 g
Kolesterol 112,5 g
Nasi 110 g
Daging 25 g
Makan pagi
Tempe 25 g
Pukul 06.30 WIB
Sayuran A 100 g
Sayuran B 25 g
22

Minyak 5g
Selingan (09.30 WIB) Pisang 200 g
Nasi 150 g
Daging 40 g
Makan siang Tempe 25 g
Pukul 12.30 WIB Sayuran A 100 g
Sayuran B 50 g
Minyak 10 g
Pisang / kentang 200 g
Selingan (15.30 WIB)
Papaya 100 g
Nasi 150 g
Daging 25 g
Makan malam Tempe 25 g
Pukul 18.30 WIB Sayuran A 100 g
Sayuran B 50 g
Minyak 10 g
Pisang / kentang 200 g
Selingan (21.30 WIB)
Pepaya 100 g
Prinsip dasar diet diabetes, dengan pemberian kalori sesuai kebutuhan dasar.
Untuk wanita, kebutuhan dasar adalah (Berat Badan Ideal x 25 kalori) ditambah
20% untuk aktivitas. Sedangkan untuk pria, (Berat Badan Ideal x 30 kalori)
ditambah 20% untuk aktivitas. Untuk menentukan berat badan ideal (BBI) bisa
diambil patokan: BBI = Tinggi Badan (cm) 100 cm 10%.
Contoh, seorang pria bertinggi badan 164 cm, berat badan 70 kg, maka BBI
= 64 kg 10% = 58 kg. Kebutuhan kalori dasar = 58 x 30 kalori = 1.740 kalori.
Ditambah kalori aktivitas 20% = 2.088 kalori. Jadi, pria ini memerlukan diet
sekitar 2.000 kalori sehari. Namun, rumusan ini tidak mutlak. Bila pasien sedang
sakit, aktivitas berubah, atau berat badan jauh dari ideal, maka kebutuhan kalori
akan berubah. Bila berat badan berlebih, jumlah kalori dikurangi dari kebutuhan
dasar. Sebaliknya, bila pasien mempunyai berat badan kurang, jumlah kalori
dilebihkan dari kebutuhan dasar. Begitu berat badan mencapai normal, jumlah
kalori disesuaikan kembali dengan kebutuhan dasar.
23

Prinsip makan selanjutnya adalah menghindari konsumsi gula dan makanan


yang mengandung gula. Juga menghindari konsumsi hidrat arang olahan yakni
hidrat arang hasil dari pabrik berupa tepung dengan segala produknya. Ditambah
lagi mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari (lemak binatang,
santan, margarin, dll.), sebab tubuh penderita mengalami kelebihan lemak darah.
Yang perlu diperbanyak justru konsumsi serat dalam makanan, khususnya serat
yang larut air seperti pektin (dalam apel), jenis kacang-kacangan, dan biji-bijian
(bukan digoreng).
Bila penderita juga mengalami gangguan pada ginjal, yang perlu
diperhatikan adalah jumlah konsumsi protein. Umumnya, digunakan rumus 0,8 g
protein per kilogram berat badan. Bila kadar kolesterol/trigliserida tinggi,
disarankan melakukan diet rendah lemak. Bila tekanan darahnya tinggi,
dianjurkan mengurangi konsumsi garam. Kegagalan berdiet bisa disebabkan
karena pasien kurang berdisiplin dalam memilih makanannya atau tidak mampu
mengurangi jumlah kalori makanannya. Bisa juga penderita tidak mempedulikan
saran dokter.
Untuk memudahkan penerapan, dibuat sistem unit 80 kalori. Tabel 2.2
menyajikan makanan yang mengandung 80 kalori per unitnya. Misalnya, seorang
pasien yang memerlukan 1.600 kalori per harinya, akan mendapat makanan 20
unit sehari senilai 80 kalori setiap unitnya. Jumlah 20 unit terbagi atas sarapan
empat unit, makanan kecil (pk. 10.00) dua unit, makan siang enam unit, makanan
kecil (pk. 16.00) dua unit, dan makan malam enam unit.
Tabel 2.2 Contoh enam kelompok makanan : makanan pokok, lauk pauk,
sayuran, makanan ringan/siap santap, buah-buahan, dan minuman
(Sagung 2001).
Jenis makanan A B C
Makanan pokok Nasi Roti kentang goreng
Lauk pauk Pepes ikan Sate rendang
Sayuran sayur bening lodeh buntil
Siap santap ketoprak hamburger pizza
Buah-buahan apel pisang anggur
Makanan ringan lemper kroket lapis legit
24

Minuman teh/kopi es campur minuman ringan


Makanan dalam kelompok A bisa dibilang berkomposisi paling baik,
karena mengandung serat dan atau rendah hidrat arang olahan serta rendah lemak.
Sementara golongan C kurang baik karena kandungan gulanya tinggi, rendah atau
tanpa serat, dan terlalu banyak lemak. Jadi, dianjurkan untuk memilih A atau B,
bukan C. Nasi lebih baik daripada bubur, karena kandungan serat lebih baik
sehingga lebih lama bertahan di usus.
Tabel 2.3 Contoh menu yang dapat diikuti (20 unit atau 1.600 kalori) (Sagung
2001).
Setangkap roti tawar 1,50 unit
Sebutir telur ayam 1,25 unit
Makan pagi
1 sendok teh selai 0,25 unit
1 gelas susu skim 0,75 unit
Arem-arem 2,75 unit
Selingan (di kantor):
Teh tanpa gula
Nasi putih 1,25 unit
Daging cah kembang kol 3,00 unit
Makan siang:
Sayur bening bayam 0,25 unit
Pepaya 0,50 unit
Serabi pandan (kue basah) 1,75 unit
Selingan sore
1 gelas jus melon 0,50 unit
Nasi, sayur, daging, ikan goreng, gado- 3,75 unit
Makan malam gado 0,25 unit
1 gelas jus tomat
Selingan malam 1 pisang ambon 1,25 unit

Dengan melakukan diet yang teratur dan disiplin pasti kadar gula dapat
dikendalikan. Selain memperhatikan pola makan sehari-hari, penderita harus
melakukan latihan fisik. Pada prinsipnya olahraga bagi penderita diabetes tidak
berbeda dengan yang untuk orang sehat. Juga antara penderita baru atau pun lama.
Olahraga itu terutama untuk membakar kalori tubuh, sehingga glukosa darah bisa
terpakai untuk energi. Dengan demikian kadar gulanya bisa turun. sebaiknya jenis
25

olahraga bagi penderita diabetes dipilih yang memiliki nilai aerobik tinggi, macam
jalan cepat, lari (joging), senam aerobik, renang, dan bersepeda. Jenis olahraga
lainnya, tenis, tenis meja, bahkan sepakbola, pun boleh dilakukan asal dengan
perhatian ekstra.
Tabel 2.4 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) (Sagung, 2001).
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110

2.4 Motivasi Intrinsik pada Pasien Diet Diabetes Melitus


Menurut Stipek (2002) dalam Santrock (2009:216) pasien yang menjalani
terapi diet dengan motivasi intrinsik yang tinggi setuju dengan keyakinan bahwa
Saya tahu bahwa saya akan mampu menjalani terapi diet diabetes melitus dan
melakukannya dengan baik. Dalam pandangannya, motivasi intrinsik
mempengaruhi pasien untuk mematuhi terapi diet yang dijalaninya. Pasien dengan
motivasi intrinsik yang tinggi akan menjalani terapi diet tersebut dengan
keinginan besar. Pasien dengan motivasi intrinsik yang tinggi akan lebih tekun
dalam melaksanakan terapi diet dibandingkan pasien dengan motivasi intrinsik
yang rendah.
2.5 Penelitian Terkait
1) Dewi Indarwati, Riskiana, Aida Rusmariana, Rita Dwi Hartanti (2012)
Judul : Hubungan Motivasi Dengan Kepatuhan Diet Diabetes Melitus Pada Pasien DiabetesMelitus Di Desa Tangkil Wilayah Kerja
Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan
Populasi Penelitian Tindakan Yang Diberikan Hasil Penelitian Uji Statistik
Populasi dalam penelitian ini Pada penelitian ini tindakan Hasil penelitian ini terhadap 53 Desain penelitian ini
adalah keseluruhan pasien yang diberikan adalah responden adalah responden menggunakan penelitian
DM di Desa Tangkil Wilayah menggunakan kuesioner yaitu yang memiliki motivasi rendah deskritif korelatif dengan
Kerja Puskesmas Kedeungwuni kuesioner motivasi dan sebanyak 29 responden: 22 pendekatan cross
II sebanyak 53 responden kuesioner kepatuhan diet yang responden (75,9%) tidak patuh sectional dan menggunakan
teknik pengambilan sampel diajukan secara tertulis guna dalam melakukan diet DM dan uji chi square.
menggunakan total populasi. memperoleh tanggapan, 7 responden (24,1%) patuh
jawaban dari responden dengan dalam melakukan diet DM dan
pengumpulan data sekaligus responden yang memiliki
pada suatu saat point time motivasi tinggi sebanyak 24
approach, untuk mencari responden: 7 responden (29,2%)
hubungan antara motivasi tidak patuh dalam melakukan
dengan kepatuhan diet DM. diet DM dan 17 responden
(70,8%) patuh dalam melakukan
diet DM.

26
6

2 ) Lina Ema Purwanti (2013)


Judul : Hubungan Motivasi Dengan Efikasi Diri Pasien Dm Tipe 2 Dalam Melakukan Perawatan Kaki Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ponorogo Utara
Populasi Penelitian Tindakan Yang Diberikan Hasil Penelitian Uji Statistik
Popolasi dalam penelitian ini Memberikan Sebagian besar responden Penelitian ini menggunakan
adalah seluruh klien DM Tipe pendidikankesehatan yang (82,1%) mempunyai motivasi desain analitik dengan
2 di wilayah kerja Puskesmas jelas untuk meningkatkan yang baik dalammelakukan pendekatan cros- sectional ,
Ponorogo Utara. kesadaran diri pasien serta perawatan kaki. Terdapat 53,8% yaitu peneliti melakukan
meningkatkan motivasi dari 39 responden mempunyai pengukuran atau penelitian
intrinsik pasien agar pasien efikasi diri yang baik dalam dalam satu waktu.
memiliki keyakinan akan melakukan perawatan kaki , dan
kemampuannya dalam terdapat hubungan antara
melakukan perawatan diri motivasi dengan efikasi diri
benar melakukan perawatan pasien DM Tipe 2 dalam
diri tersebut atas kesadaran melakukan perawatan kaki
sendiri atau tanpa paksaan
orang ain.

27
28

2.6 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian adalah hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoadmodjo: 2002:124).
Bagan 2.1 Kerangka konsep hubungan motivasi intrinsik dengan kepatuhan diet
pasien diabetes melitus.

Faktor-Faktor yang dapat Motivasi Intrinsik Kepatuhan diet pasien


menimbulkan motivasi Motivasi yang berasal dari dalam Diabetes Mellitus.
intrinsik adalah: diri sendiri. Kategori :
1. Adanya kebutuhan 1. Keinginan melaksanakan diet 50% : Patuh
2. Adanya pengetahuan sesuai terapi. < 49% : Tidak Patuh
tentang kemajuan dirinya 2. Keinginan memahami konsep diet
sendiri diabetes melitus.
3. Adanya cita-cita atau 3. Keinginan untuk mempertahankan
aspirasi. diet sesuai terapi.
4. Keinginan untuk mengontrol
Motivasi Ekstrinsik kadar gula darah secara teratur.
1. Keluarga Kadar gula darah
5. Keinginan untuk meningkatkan
2. Teman-teman dalam batas normal
kualitas interaksi (komunikasi)
3. Masyarakat dengan tenaga kesehatan.
4. Lingkungan - GDP : <100 mg/dl
Kategori :
- Motivasi Rendah : 0-55 % - GDS : <140 mg/dl
- Motivasi Sedang : 56-75 %
- Motivasi Tinggi : 76-100 %
-

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Berpengaruh
: Berhubungan
29

2.7 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan yang masih lemah tingkat kebenarannya
sehingga masih harus diuji menggunakan teknik tertentu. Hipotesis dirumuskan
berdasarkan teori, dugaan pengalaman pribadi atau orang lain, kesan umum, dan
kesimpulan yang masih sangat sederhana. Pernyataan keadaan populasi yang akan
diuji kebenarannya menggunakan data atau informasi yang dikumpulkan melalui
sampel. Jika pernyataan dibuat untuk menjelaskan nilai parameter populasi, maka
disebut hipotesis statistic.
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
H0 : Tidak ada hubungan antara motivasi intrinsik dengan kepatuhan diet
pasien diabetes melitus.
H1 : Ada hubungan antara motivasi intrinsik dengan kepatuhan diet pasien
diabetes melitus.

Anda mungkin juga menyukai