Anda di halaman 1dari 29

BAB II

STATUS PASIEN

I. Identitas pasien
Nama : Ny.N

Umur : 34 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : Dusun Teungoh lancok

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : islam

Status : menikah

Tanggal masuk : 4 april 2017

No MR : 401995

Anamnesis :

1. Keluhan Utama : Mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 5 jam SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang

G2P1A0 dengan usia kehamilan 7 bulan mengeluh keluar darah dari jalan lahir

sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Darah yang keluar berupa flek-flek . Keluhan tidak

disertai mules , keluar lendir disangkal. Keluhan tidak disertai nyeri pada perut. Keluarnya

darah seperti jaringan dan darah beku disangkal. Gerakan anak masih dirasakan ibu. Pasien

menyangkal keluarnya cairan yang banyak dari jalan lahir.

Keluhan ini adalah perdarahan yang pertama kali dirasakan pasien selama kehamilan

ini. Riwayat keluar darah dari jalan lahir pada kehamilan sebelumnya tidak ada.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi :Disangkal

Riwayat DM :Disangkal
1
Riwayat Penyakit Jantung :Disangkal

Riwayat Asma :Disangkal

Riwayat Alergi Obat :Disangkal

4. Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 160/90 mmHg

HR : 89 x/menit, reguler

RR : 21 x/ menit

Temp : 36,8C

b. Status generalis

Kulit

Warna : Sawo matang

Turgor : Cepat kembali

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)

Kepala

Rambut : Normocephali, rambut hitam, sukar dicabut, distribusi merata

Wajah : Chloasma gravidarum

Mata : Pupil isokor, reflek cahaya (+/+), Konjungtiva palpebral

inferiorpucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Bentuk normal, serumen (+), sekret (-/-)

Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), deviasi septum (-), konka

hiperemis (-).

2
Mulut : Simetris, dalam batas normal

Tenggorokan : Dalam batas normal

Leher

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-)

Thoraks

Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi : Stem fremitus normal paru kanan dan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+) wheezing (-/-) ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea media midclavicularis sinistra

Perkusi : Pekak

- Kanan atas : ICS II linea para sternal dextra

- Kanan bawah : ICS IV linea parasternal dextra

- Kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra

- Kiri bawah : ICS V linea media midclaviculari sinistra

Auskultasi : BJ I > BJ II, bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Striae gravidarum (+), venektasi (-)

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

3
Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas

Superior : Sianosis (-/-), edema (-/-)

Inferior : Sianosis (-/-), edema (-/-)

c. Status Obstetri

Inspeksi : Perut tampak membuncit (sesuai dengan kehamilan aterm),

nnhiperpigmentasi di areola, striae gravidarum (+).

Palpasi : Leopold I : TFU 31cm dan teraba bagian bundar dan lunak

Leopold II : teraba tahanan keras dan memanjang di sisi kanan,

nnnnnnnnnnnndan bagian-bagian kecil di sisi kiri

Leopold III : teraba bagian bulat dan keras

Leopold IV : konvergen

Auskultasi : DJJ di regio abdomen kanan bawah ( 136 x/i)

Perkusi : Tidak dilakukan

Vaginal Toucher : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin (5 april 2017)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

L= 13-18
Hemoglobin 11,2 g/dL P= 12-16
L= <15
LED - P= <20
L= 4,5-6,5
4,29 x 106/mm3
Eritrosit P= 3,8-5,8

Leukosit 9,2 x 103/mm3 4-11

4
Retikulosit - 0,5-1,5

Hematokrit 34,8 % 37-47

MCV 86,5 fl 76-96

MCH 25,2 pg 27-32

MCHC 30,4 g% 30-35

RDW 14,7 % 11-15

Trombosit 287 x 103/mm3 150-450

Assesment

G2P1A0 + plasenta previa

Penggolongan Status Fisik Pasien Menurut ASA

ASA 1 (Pasien dalam kondisi normal, tidak ada penyakit sistemik dan kelainan

fungsi)

Rencana Pembedahan:

Section caesarea

Rencana Anestesi:

Regional Anestesi

Kesimpulan

Pasien wanita umur 34 tahun dengan status fisik ASA 1. Pasien akan dilakukan

section caesarea dengan rencana teknik anestesi regional spinal.

LAPORAN ANESTESI

1. Preoperasi

Informed consent (+)

5
Pasien puasa selama 6 jam sebelum operasi dimulai

Tidak ada gigi goyang dan tidak memakai gigi palsu

Kandung kemih telah terpasang kateter

Sudah terpasang cairan infus RL

P (Puasa)

Karena pasien sudah dipuasakan selama 6 jam, maka kebutuhan cairannya adalah:

Lama puasa x BB x 2 2 x 10 x 70 1400 ml

Keadaan umum: compos mentis

Tanda vital

- Tekanan darah : 110/70 mmHg


- Nadi : 80x/menit
- Frekuensi napas : 20x/menit
- Suhu : 36 derajat celcius

Anestesi yang diberikan

Tindakan anestesi

Pastikan alat-alat dan medikasi yang dibutuhkan selama proses anestesi sudah

lengkap seperti:

- Kassa steril

- Povidon Iodine

- Plester

- Jarum spinocaine no. 27

- Decain Spinal 4 ml

- Spuit 5 cc

- Sarung tangan steril

- Lampu
6
- Monitor tanda vital

- Alat-alat resusitasi

- Medikasi yang dibutuhkan seperti ephedrin 50 mg/ml, pethidin 50 mg/ml, sedacum

5mg/ml, fentanyl 10 ml/kgbb, ketamin 10 ml/kgbb, atropin 0,25 ml/kgbb, recofol

0,25 ml/kgbb.

Posisi pasien duduk dengan vertebrae lumbal dalam keadaan posisi fleksi, agar lebih

mudah maka kepala pasien ikut difleksikan ke arah dada sehingga menambah fleksi vertebra

dan panggul. Asisten harus mempertahankan posisi pasien tersebut. Tandailah posisi

penyuntikan yaitu titik pertemuan garis 2 SIAS ( Spina Illiaca Anterior Superior), titik

tersebut bertumpu di antara L3-L4 . Setelah menentukan lokasi penyuntikan kemudian

lakukan tindakan asepsis

Dengan menggunakan kassa yang dibasahi povidon iodine gerakan sirkuler dari

dalam ke arah luar. Setelah itu suntik di lokasi penyuntikan dengan menggunakan spit 5 cc

yang telah diisi oleh bupivacaine secara perlahan dan lakukan aspirasi apakah LCS keluar

atau tidak, jika LCS keluar maka obat dapat disuntikkan secara perlahan sampai habis dan

tetap pastikan diakhir penyuntikan LCS tetap keluar saat diaspirasi yang artinya obat telah

dimasukkan ke dalam dengan benar. Penyuntikan selesai kemudian tutup tempat

penyuntikan dengan kapas steril dan posisikan pasien dalam keadaan berbaring.

Pukul 10.10 WIB

Tindakan insisi dimulai

Pukul 10.30 WIB

Sectio caesarea + bayi lahir

Pukul 10.55 WIB

Hecting dalam

7
Pukul 11.20 WIB

Hecting luar

Pukul 11.30 WIB (selesai)

POST OPERASI

3 April 2017 pukul 12.10 WIB

Setelah tindakan selesai, pasien dibawa ke recovery room, lalu diberikan O2 2-3

liter/menit dengan nasal canul, kemudian dilakukan pemantauan terhadap 6B:

B1 : Airway : clear

RR : 21x/ menit, reguler

B2 : HR : 120 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup, akral hangat

(+/+), Sianosis (-/-)

B3 : GCS : E4V6M5 = 15, kesadaran : compos mentis

B4 : urin : (-)

B5 : mual (-), muntah (-), bising usus (+) dalam batas normal

B6 : bekas operasi ditutup dengan perban dan tidak ada tampak darah keluar

Kesan : Stabil

Sikap : Observasi keadaan umum dan tanda vital

Bromage Score (spinal anestesi)

Kriteria Nilai:

Gerakan penuh dari tungkai (0)

Tak mampu ekstensi tungkai (1)

Tak mampu fleksi lutut (2)

Tak mampu fleksi pergelangan kaki (3)

Jika Bromage Score 2, pasien dapat pindah ke ruangan

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA-ANESTESIA

Tindakan pre-operatif ditujukan untuk menyiapkan kondisi pasien seoptimal

mungkin dalam menghadapi operasi. Persiapan prabedah menentukan keberhasilan suatu

operasi. Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang

sebab-sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya

mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar dapat mempersiapkan fisik dan mental

pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik anesthesia serta obat-obatan yang

dipakai, dan menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA. Persiapan praanestesia yang

dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, serta persiapan obat

anestesi yang diperlukan.Penilaian dan persiapan pasien diantaranya meliputi:

1. Anamnesis:

- Identifikasi pasien (nama, umr, alamat, dll).

- Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi

- Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita untuk mengetahui kemungkinan

penyulit anestesi (misalnya alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit

jantung, penyakit ginjal, dan penyakit hati.

- Riwayat pemakaian obat-obatan meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat

yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik

- Riwayat anestetik/operasi sebelumnya, meliputi tanggal, jenis pembedahan, dan

anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah.

9
- Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan (merokok,

minum alcohol, obat penenang, narkotik). Kebiasaan buruk ini hendaknya

dihentikan 1-2 hari sebelum operasi agar tidak mempengaruhi system

kardiosirkulasi serta organ lain.

- Riwayat berdasarkan system organ

- Makanan yang terakhir dimakan

2. Pemeriksaan Fisik

- Tinggi dan berat badan, untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang

diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.

- Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh.

- Jalan nafas (air way),

- Jantung, paru-paru, abdomen, punggung (apakah ada deformitas), neurologis,

Ekstremitas.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Rutin: darah, urin, foto dada (terutama untuk bedah mayor),elektrokardiografi

(untuk pasien diatas umur 40 tahun).

Khusus: dilakukan bila ada riwayat atau indikasi

10
4. Persiapan Hari Operasi

Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi

lambung karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif hernia, pasien dewasa

dipuasakan 8 jam sebelum operasi.

Jika ada gigi palsu, perhiasan, bulu mata dilepas. Bahan kosmetik (lipstick, cat

kuku) dibersihkan sehingga tidak mengganggu pemeriksaan.

Rectum dan kandung kemih dikosongkan, jika perlu pasang kateter.

Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus

Cukur rambut pubis 2 jam sebelum operasi.

Pemberian obat-obatan premedikasi (jika perlu) dapat diberikan 1-2 jam sebelum

induksi anesthesia. Antibiotika profilaksis, diberikan bersama premedikasi

(Sefalosporin generasi pertama). Setelah persiapan pre-operatif dan pasien diputuskan

siap untuk mendapatkan operasi maka proses anestesi dapat dilakukan. Pada kasus ini,

diputuskan untuk menggunakan teknik anestesi regional yaitu subarachnoid block

atau anestesi spinal. Karena secara umum, keadaan pasien baik, dan area operasi

berada di bawah umbilicus.

Dalam kondisi ibu dan fetus normal, dapat dilakukan 2 pilihan teknik anestesi yaitu

General Anestesia dan Regional Anestesia. GA dan RA yang dilakukan dengan terampil,

hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir. Namun demikian, karena risiko untuk

ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan GA, maka RA untuk bedah

Cesar lebih disukai. RA akan memberikan hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat anestesi

(terutama saat digunakan teknik spinal), memungkinkan ibu dan pasangannya juga dapat

mengikuti proses kelahiran bayi mereka.

11
Penggolongan anestesi lokal:

Kokain , Klorprokain,
Ester
Benzokain, Prokain, Tetrakain
Struktur
Kimia obat Lidokain, Prilokain,
Amide
Etidokain, Bupivakain,
Mepivakain, Ropivakain

Topical Regional iv
Blok Saraf Tepi
infiltrasi ganglion

Blok nerv pleksus


Anestesi Lokal Cara
Pemberian
spinal
servikal
Blok Saraf Sentral
epidural torakal

lumbal
Short Acting
Potensi Sacral/
Obat Medium Acting
kaudal
Long acting

12
I. ANESTESI SPINAL

Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakantindakan

bedah, obstetrik, operasi-operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas

bawah. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan larutan anestesi lokal kedalam ruang

subarakhnoid paralisis temporer syaraf

Lokasi : L2 S1

Keuntungan teknik anestesi spinal :

biaya relatif murah

perdarahan lebih berkurang

13
mengurangi respon terhadap stress (perubahan fisiologis tubuh terhadap kerusakan

jaringan)

kontrol nyeri yang lebih sempurna

menurunkan mortalitas pasca operasi

Indikasi

a. bedah abdomen bagian bawah, misal: op hernia, apendiksitis

b. bedah urologi

c. bedah anggota gerak bagian bawah

d. bedah obstetri ginekologi

e. bedah anorectal & perianal, misal: op hemoroid

Kontra indikasi

Absolut

1. kelainan pembekuan darah (koagulopati)

2. infeksi daerah insersi

3. hipovolemia berat

4. penyakit neurologis aktif

5. pasien menolak

Relative

2. R. pembedahan utama tulang belakang

14
3. nyeri punggung

4. aspirin sebelum operasi

5. Heparin preoperasi

6. Pasien tidak kooperatif atau emosi tidak stabil

Komplikasi

Akut

1. hipotensi dikarenakan dilatasi pembuluh darah max

2. bradikardi dikarenakan blok terlalu tinggi, berikan SA

3. Hipoventilasi berikan O2

4. Mual muntah dikarenakan hipotensi terlalu tajam, berikan epedril

5. total spinal obat anestesi naik ke atas, berikan GA

Pasca tindakan

1. nyeri tempat suntikan

2. nyeri punggung

3. nyeri kepala

4. retensi urin dikarenakan sakral terblok pasang kateter

15
Prosedur

a. Persiapan

1. sama dengan persiapan general anestesi

2. Persiapan pasien

- Informed consent

- Pasang monitor ukur tanda vital

- Pre load RL/NS 15 ml/kgBB

3. Alat dan obat

- Spinal nedle G 25-29

- Spuit 3 cc/5cc/10cc

- Lidokain 5% hiperbarik , Bupivacaine

- Efedrin, SA

- Petidin, katapres, adrenalin

- Obat emergency

16
b. Posisi pasien

- Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah.

Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi,karena perubahan

posisi berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan penyebaran

obat. Jika posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar posisi tulang

belakang stabil, dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus mudah teraba. Jika

posisinya dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar pasien merasa enak

dan menstabilkan tulang belakang.

- Tentukan tempat tususkan. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua

krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Untuk operasi hernia ini,

dilakukan tusukan pada L3-4. Tusukan pada L1-2 atau dia atasnya berisiko trauma

terhadap medulla spinalis.

- Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol

- Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Pada kasus ini diberikan obat anestesi

lokal bupivakain.

17
- Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan

sudut 10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan

menembus kulit-subkutis-lig.supraspinosum-lig.interspinosum-lig.flavum-ruang

epidural-duramater-ruang sub arakhnoid. Kira-kira jarak kulit-lig.flavum dewasa

6cm.

- Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar.

- Pasang spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi

aspirasi sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik.

Posisi duduk

Keuntungan : lebih nyata, processus spinosum lebih mudah diraba, garis tengah

lebih teridentifikasi (gemuk) & posisi yang nyaman pada pasien PPOK

II. BUPIVACAINE

- Farmakodinamik :

Obat menembus saraf dalam bentuk tidak terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson

terbentuk beberapa molekul terionisasi, dan molekul-molekul ini memblok kanal Na+, serta

mencegah pembentukan potensial aksi. Absorpsi sistemik anestetik ini dapat mengakibatkan

perangsangan dan atau penekanan sistem saraf pusat. Rangsangan pusat biasanya berupa

gelisah, tremor dan menggigil, kejang, diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti

napas. Fase depresi dapat terjadi tanpa fase eksitasi sebelumnya.

18
- Farmakokinetik :

Kecepatan absorpsi anestetik ini tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang

diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin

dalam larutan anestetik. Bupivacaine mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30 menit)

tetapi mempunyai durasi kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam bila digunakan

untuk blok syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik

lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah kembalinya

sensasi.

- Efek samping :

Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar

plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler yang tidak

disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.

Sistemik : Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti

hipoventilasi atau apneu, hipotensi dan henti jantung.

SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur atau tremor,

kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat diikuti rasa

mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang mungkin timbul

adalah mual, muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.

Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung, hambatan

jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia

ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung.

Alergi : Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring),

bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensiberat).


19
Neurologik : Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan

bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi

urin,inkontinensia fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi

seksual;anestesia persisten, parestesia, kelemahan, paralisis ekstremitas bawah

dan hilangnya kontrol sfingter, sakit kepala, sakit punggung, meningitis septik,

meningismus, lambatnya persalinan, meningkatnya kejadian persalinan dengan

forcep, atau kelumpuhan saraf kranial karena traksi saraf pada kehilangan

cairanserebrospinal.

III. ONDANCETRON

Farmakodinamik

Mekanisme kerja obat ini sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Meskipun demikian

yang saat ini sudah diketahui adalah bahwa Ondansetron bekerja sebagai antagonis selektif

dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan cara menghambat aktivasi aferen-aferen

vagal sehingga menekan terjadinya refleks muntah.

Farmakokinetik

Konsentrasi akan diserap dengan cepat maksimum (30 ng / ml) dalam plasma dapat dicapai

dalam 10 menit dengan pemberian Ondansetron 4 mg i.v.

Bioavalibilitas oral absolut Ondansetron sekitar 60%. Kondisi sistemik yang setara juga

dapat dicapai melalui pemberian secara i.m atau i.v. Waktu paruhnya sekitar 3 jam.

20
Volume distribusi dalam keadaan statis sekitar 140 L. Ondansetron yang berikatan dengan

protein plasma sekitar 70 76%. Ondansetron dimetabolisme sanagt baik di sistem

sirkulasi, sehingga hanya kurang dari 5 % saja yang terdeteksi di urine.

Indikasi

- Mencegah dan mengobati mual-muntah akut pasca bedah

- Mencegah dan mengobati mual-muntah pasca kemoterapi pada penderita kanker

- Mencagah dan mengobati mual-muntah pasca radioterapi pada penderita kanker

Kontra Indikasi

Pasien hipersensitif terhadap Ondansetron

Interaksi Obat

Karena Ondansetron dimetabolisme oleh enzim metabolik sitokrom P-450, perangsangan

dan penghambatan terhadap enzim ini dapat mengubah klirens dan waktu paruhnya. Pada

penderita yang sedang mendapat pengobatan dengan obat-obat yang secara kuat merangsang

enzim metabolisme CYP3A4 (seperti Fenitoin, Karbamazepin dan Rifampisin), klirens

Ondansetron akan meningkat secara signifikan, sehingga konsentrasi dalam darah akan

menurun.

Peringatan dan Perhatian

Ondansetron sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil, khususnya pada trimester I,

kecuali jika terdapat resiko yang lebih berat pada bayi akibat penurunan berat badan ibu.

Ondansetron dieksresi pada air susu ibu, sehingga dianjurkan untuk tidak diberikan pada ibu

menyusui.

Efek Samping

Ondansetron pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Konstipasi merupakan efek

samping yang paling sering ditemukan (11%). Kadang dapat dijumpai sakit kepala, wajah

21
ke merahan (flushing), rasa panas atau hangat di kepala dan epigastrium yang bersifat

sementara. Peningkatan aminotransferase tanpa disertai gejala-gejala, Kadang juga dapat

dijumpai peningkatan serum transaminase (5%) dan ruam kulit (1%), sedasi dan diare,

karena meningkatnya waktu transfer di usus besar.

Pernah dilaporkan terjadinya reaksi hipersensitif sampai kejadian anafilaksis dan

gangguan visual sementara (pandangan kabur). Juga pernah dilaporkan terjadinya gerakan-

gerakan tanpa sadar, setelah pemberian Ondansetron secara cepat, tetapi kasus ini sangat

jarang dan tanpa disertai gejala-gejala sisa.

IV. TRAMADOL

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat.Tramadol mengikat secara

stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga mengeblok sensasi nyeri dan

respon terhadap nyeri.Di samping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari

saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.

Indikasi:

Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.

Dosis umum:

Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila masih

terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 30-60 menit.

Dosis maksimum:

400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita.

22
Penderita gangguan hati dan ginjal dengan "creatinine clearances" <30 ml/menit:

50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.

Peringatan dan perhatian:

Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi ketergantungan, sehingga dokter

harus menentukan lama pengobatan.

Tramadol tidak boleh diberikan pada pasien ketergantungan obat.

Hati-hati penggunaan pada pasien trauma kepala, meningkatnya tekanan intrakranial,

gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau hipersekresi bronkus, karena dapat

mengakibatkan meningkatnya resiko kejang atau syok.

Penggunaan bersama dengan obat-obat penekanan SSP lain atau penggunaan dengan

dosis berlebihan dapat menyebabkan menurunnya fungsi paru.

Penggunaan selama kehamilan harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya

baik terhadap janin maupun ibu.

Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui, karena tramadol diekskresikan melalui

ASI.

Tramadol dapat mengurangi kecepatan reaksi pasien, seperti kemampuan

mengemudikan kendaraan ataupun mengoperasikan mesin.

Depresi pernapasan akibat dosis yang berlebihan dapat dinetralisir dengan nalokson,

sedangkan kejang dapat diatasi dengan pemberian benzodiazepin.

Meskipun termasuk antagonis opiat, tramadol tidak dapat menekan

gejala "withdrawal" akibat pemberian morfin.

23
Efek samping:

Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritus,

berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah. Dispepsia dan obstipasi.

Kontraindikasi:

Pasien hipersensitif terhadap Tramadol atau Opiat dan penderita yang mendapatkan

pengobatan dengan penghambat MAO, intoksikasi akut dengan alkohol, hipnotika, analgetik

atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya.

Interaksi obat:

Efek analgesik dan sedasi tramadol ditingkatkan pada penggunaan bersama dengan obat-

obat yang bekerja pada SSP seperti tranquiliser, hipnotik.

V. KETOROLAC TROMETHAMINE

Farmakodinamik

Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan

obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) yang menunjukkan aktivitas antipiretik dan anti-

inflamasi yg lemah. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat

dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap

reseptor opiat.

Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskular atau intravena. Setelah suntikan

intramuskular atau intravena efek analgesinyadicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2

jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan dosis penggunaannya dibatasi untuk 5 hari. Dosis

awal 10-30mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal

dosis sehari dibatasi maksimal 90mg dan untuk berat <50kg , manula atau gangguan faal

24
ginjal dibatasi maksimal 60mg. Sifat analgesik ketorolak setara dengan opioid yaitu 30 mg

ketorolak=12 mg morfin=100 mg petidin. Ketorolak dapat digunakan bersama opioid.

Indikasi

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut

sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih

dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah

operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi

Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai

obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan

penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek

menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.

Kontra indikasi

Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada

kemungkinan sensitivitas silang.

Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau

obat anti-inflamasi nonsteroid lain.

Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.

Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.

Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.

Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.

Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.

25
Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.

Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).

Riwayat asma.

Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis

inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.5005.000

unit setiap 12 jam).

Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium.

Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.

Anak < 16 tahun.

Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa.

Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).

Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis

benar-benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.

Dosis

Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus

intravena. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac

ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia

setelah pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia

tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis

sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi :

Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena

26
tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka

panjang.

Dewasa

Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap

4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total

tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien

gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak

boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat

mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak

boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang

berat badannya kurang dari 50 kg).

Efek Samping :

Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5

hari.

Insiden antara 1 hingga 9% : Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal,

nausea. Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

VI. EPHEDRIN HCL

Pemberian vasopresor, seperti efedrin, sering sekali dipakai untukpencegahan maupun terapi

hipotensi pada pasien kebidanan. Obat ini merupakan suatu simpatomimetik non

katekolamin dengan campuran aksi langsung dan tidak langsung. obat ini resisten terhadap

metabolisme MAO dan metiltransferase katekol (COMT), menimbulkan aksi yang

berlangsung lama. Efedrin meningkatkan curah jantung, tekanan darah, dan nadi melalui
27
stimulasi adrenergik alfa dan beta. meningkatkan aliran darah koroner dan skelet dan

menimbulkan bronkhodilatasi melalui stimulasi reseptor beta 2. Efedrin mempunyai efek

minimal terhadap aliran darah uterus. dieliminasi dihati, dan ginjal. Namun, memulihkan

aliran darah uterus jika digunakan untuk mengobati hipotensi epidural atau spinal pada

pasien hamil.

Efek puncak : 2-5 menit, Lama aksi : 10-60 menit. Interaksi/Toksisitas: peningkatan resiko

aritmia dengan obat anetesik volatil, dipotensiasi oleh anti depresi trisiklik, meningkatkan

MAC anestetik volatil.Keuntungan pemakaian efedrin ialah menaikan kontraksi miokar,

curah jantung, tekanan darah dampai 50%, tetapi sedikit sekali menurunkan vasokonstriksi

pembuluh darah uterus. Menurut penyelidikan Wreight, efedrin dapat melewati plasenta dan

menstimulasi otak bayi sehingga menghasilkan skor Apgar yang lebih tinggi.

Dianjurkan pemberian efedrin cara intravena kalau terjadi hipotensi atau sudah terjadi

penurunan tekanan darah 10 mmHg; dosisnya 10 mg yang diulang sampai tekanan darah

kembali ke awa1. Bayi yang dilahirkan dengan cara ini mempunyai skor Apgar sangat baik;

pemeriksaan pH dan base-excessnya dalam batas normal, dan sikap neurologi bayi setelah 4

- 24 jam dilahirkan sangat baik.

INSTRUKSI POST OPERASI SC SPINAL

1. Bed rest total 24 jam post op dengan bantal tinggi. Boleh miring kanan kiri, tak boleh
duduk
2. Ukur TD dan N tiap 15 menit selama 1 jam pertama. Bila TD < 90 beri efedrin 10 mg, bila
N<60 beri SA 0,5 mg
3. bila tidak ada mual muntah boleh minum sedikit-sedikit dengan sendok
4. bila nyeri kepala hebat, konsul anestesi

28
29

Anda mungkin juga menyukai