Anda di halaman 1dari 6

Dugaan Pemerkosaan Menggunakan Obat

Kasus :
Dua orang tersangka dituduh memperkosa perempuan yang mereka undang ke
apartemen mereka. Mereka mengklaim bahwa korban minum sehingga mabuk dan
tidak sadarkan diri dalam rentang waktu 30 menit setelah kedatangannya, dimana dia
berimajinasi telah diperkosa. Korban tersadar empat jam kemudian. Korban bersaksi
bahwa dia memang meminum dua bir dan satu skochi selama 2,5 jam. Setelah dia
berhenti minum, dia merasakan pusing dan tidak sadarkan diri. Dia terjaga dan
merasa sedang diperkosa, namun rasanya seperti mimpi dan dia tidak bisa berbicara
atau bergerak.

Pembahasan :
Untuk pemeriksaan awal dianalisis apakah telah terjadi persetubuhan atau
tidak. Tanda persetubuhan secara garis besar dapat dibagi dalam tanda penetrasi dan
tanda ejakulasi. Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang
masih kecil atau belum pernah melahirkan atau nullipara. Pada korban-korban ini
penetrasi dapat menyebabkan terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar, luka
lecet, memar sampai luka robek baik di daerah liang vagina, bibir kemaluan maupun
daerah perineum. Tidak ditemukannya luka-luka tersebut pada korban yang bukan
nulipara tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penetrasi (Atmadja, 2009).
Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan pada persetubuhan,
meskipun adanya ejakulasi memudahkan kita secara pasti menyatakan bahwa telah
terjadi persetubuhan. Ejakulasi dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma
dan komponen cairan mani. Usapan lidi kapas (swab vagina) diambil dari daerah
labia minora, liang vagina dan kulit yang menunjukkan adanya kerak. Adanya rambut
kemaluan yang menggumpal harus diambil dengan cara digunting, karena umumnya
merupakan akibat ejakulasi di daerah luar vagina (Atmadja, 2009).
Untuk mendeteksi ada tidaknya sel mani dari bahan swab dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopik secara langsung terhadap ekstrak atau dengan pembuatan
preparat tipis yang diwarnai dengan pewarnaan malachite green atau christmas tree.
Malachite Green merupakan senyawa organik yang sering digunakan sebagai zat
pewarnaan. Zat ini biasanya dipakai oleh industri-industri tekstil, dan secara tradisi-
onal digunakan untuk mewarnai material seperti kain sutra, pakaian berbahan dasar
kulit, dan kertas.Dalam ilmu Forensik, malachite green digunakan dalam prosedur
Leuco-Malachite Green (LMG) yaitu untuk mendeteksi adanya darah laten.Selain
sebagai reagen pemeriksaan adanya darah laten, malachite green juga digunakan
untuk pemeriksaan terhadap korban perkosaan yang melibatkan persetubuhan.
Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk mendeteksi ada tidaknya sperma pada kasus
persetubuhan. Pada pemeriksaan ini, preparat yang diduga cairan sperma dari
hapusan sekret vagina diwarnai dengan malachite green bertindak sebagai pewarna
konter. Hasilnya, kepala dan leher spermatozoa akan tampak berwarna merah
sedangkan ekornya berwarna hijau (Arios, 2014).
Tujuan pengambilan swab adalah untuk mengumpulkan sampel dari berbagai
cairan tubuh yang terdapat pada tubuh korban kejahatan seksual, untuk mendapatkan
bukti adanya persetubuhan serta menemukan pelaku kejahatan melalui analisis DNA
dari sampel yang telah dikumpulkan. Cairan tubuh pelaku seperti semen dan sperma
akan tetap menempel pada tubuh korban jika kering dan tidak dicuci atau diserap oleh
pakaian atau alas tempat tidur. Lamanya sperma bertahan pada tubuh korban
bergantung kepada tempat dimana sperma tersebut menempel pada tubuh korban.
Jika di vagina maksimal 120 jam.
Kendala utama pada pemeriksaan ini adalah jika sel sperma telah hancur
bagian ekor dan lehernya sehingga hanya tampak kepalanya saja. Untuk mendeteksi
kepala sperma semacam ini harus diyakini bahwa memang kepala tersebut masih
memiliki topi (akrosom). Dengan adanya sperma ini, maka dapat diketahui DNA pelaku
pemerkosaan (Atmadja, 2009).
DNA fingerprinting adalah teknik untuk mengidentifikasi seseorang
berdasarkan pada profil DNAnya. Pemeriksaan DNA dalam bidang forensik pertama
kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau menemukan bahwa pita
DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus sekaligus
dengan pelacak DNA (DNA probe) yang diciptakannya. Pola DNA ini dapat
divisualisasikan berupa urutan pita-pita yang berbaris membentuk susunan yang
mirip dengan gambaran barcode pada barang di supermarket. Uniknya ternyata pita-
pita DNA ini bersifat spesifik individu, sehingga tak ada orang yang memiliki pita
yang sama persis dengan orang lain (Atmadja, 2009).
Analisa DNA diawali dengan proses ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA secara
umum memiliki tahapan-tahapan yang meliputi isolasi dari jaringan, pelisisan dinding
dan membran sel, ekstraksi dalam larutan, purifikasi serta presipitasi atau pemadatan.
Ekstraksi DNA dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, seperti:
metode fenol-kloroform, metode membran dialisis, metode chilex, dan metode boom.
Salah satu metode ekstraksi yang sering digunakan adalah metode fenolkloroform
yang diperkenalkan oleh Sambrook dan Russell. Prinsip metode fenol-kloroform
yaitu memisahkan protein dan DNA dari sebuah sel oleh fenol-kloroform, presipitasi
DNA dengan menggunakan alkohol, dan proses sentrifugasi. Pada kecepatan tertentu
proses sentrifugasi akan memberikan sejumlah gaya sentrifugal, sehingga molekul
ringan akan berada diatas sedangkan molekul berat akan berada di bagian bawah atau
bagian dasar. Hasil ekstraksi DNA yang bisadidapatkan dari bahan biologis seperti
sperma di TKP memiliki kualitas dan kuantitas relatif rendah, yang secara langsung
akan mempersulit pihak berwajib menggunakannya sebagai barang bukti untuk
menyelesaikan permasalahan terkait kasus pemerkosaan. Untuk memberdayakan
barang bukti seperti itu perlu dilakukan amplifikasi (perbanyakan). Amplifikasi
adalah suatu penerapan bioteknologi untuk memperbanyak DNA hingga ratusan
bahkan ribuan kali. Amplifikasi dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya
dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) (Jehuda, 2013).
Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (metode
Polymerase Chain Reaction atau PCR). Dengan metode ini bahan sampel yang amat
minim jumlahnya tidak lagi menjadi masalah karena DNAnya dapat diperbanyak
jutaan sampai milyaran kali lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau
thermocycler. Dengan metode ini waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih
sensitif serta lebih spesifik pula. Pada metode ini analisis DNA dapat dilakukan
dengan sistim dotblot yang berbentuk bulatan berwarna biru, sistim elektroforesis
yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan urutan basa dengan metode
sekuensing (Atmadja, 2009).
Pemecahan kasus pemerkosaan dapat dilakukan dengan menganalisa DNA
yang terdapat pada sperma yang tertinggal dalam vagina korban. Untuk kasus
pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala
spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel didalamnya. (Putra, 2007).
Pada pengambilan sampel dibutuhkan kehati-hatian dan kesterilan peralatan
yang digunakan. Setelah didapat sampel dari bagian tubuh tertentu, maka dilakukan
isolasi untuk mendapatkan sampel DNA. Untuk sperma yang tertinggal di pakaian
dan di kondom dapat dilakukan ekstraksi dengan cara sampel sperma pada kondom
dan kain dimasukkan ke dalam tabung 1,5 mL, diberi buffer lisis dengan komposisi
NaCl 10 mM, EDTA 100mM, Tris-Cl 100 mM, dan Urea 4 M. Sampel sperma
selanjutnya diekstraksi menggunakan metode fenol-kloroform dan presipitasi etanol
dengan modifikasi (tidak menambahkan proteinase-K dan tanpa inkubasi 55oC).
DNA hasil ekstraksi diresuspensi pada Tris EDTA (TE) 80% sebanyak 50 L
(Jehuda, 2013). Tahapan selanjutnya adalah sampel DNA dimasukkan kedalam mesin
PCR. Langkah dasar penyusunan DNA fingerprint dengan PCR yaitu dengan
amplifikasi (pembesaran) sebuah set potongan DNA yang urutannya belum diketahui.
Prosedur ini dimulai dengan mencampur sebuah primer amplifikasi dengan sampel genomik
DNA. Satu nanogram DNA sudah cukup untuk membuat plate reaksi (Putra, 2007).
Primer amplifikasi tersebut kemudian digunakan untuk penjiplakan pada
sampel DNA yang mempunyai urutan basa yang cocok. Hasil akhirnya berupa kopi
urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari DNA sampel. Selanjutnya kopi urutan
DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena
urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola
elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud
DNA fingerprint (Putra, 2007).
Gel dengan DNA yang sudah terfraksinasi berdasarkan ukurannya diterapkan
pada lembaran kertas nitrosellulosa sehingga DNA tersebut dapat melekat secara
tetap pada lembaran tersebut. Lembaran ini disebut Southern blot.Untuk menganalisis
suatu southern blot digunakan suatu probe genetik radioaktif yang akan melakukan
reaksi hibridisasi dengan DNA yang dipertanyakan. Jika suatu sinar-X dikenakan
pada southern blot, setelah probe-radioaktif dibiarkan berikatan dengan DNA yang
telah terdenaturasi pada kertas, hanya area di manaprobe radioaktif berikatan yang
terlihat pada film. Keadaan ini yang memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi
DNA seseorang dari kejadian dan frekwensi pemunculan pola genetik khusus yang
terkandung pada probe (Subandi, 2001).
Akhir dari metode ini adalah mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprint dengan
pemilik sampel jaringan (tersangka pelaku kejahatan). Pada kasus perkosaan
ditemukannya pita-pita DNA dari benda bukti atau korban yang ternyata identik
dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa tersangkalah yang menjadi
donor sperma tadi. Adanya kemungkinan percampuran antara sperma pelaku dan
cairan vagina tidak menjadi masalah, karena pada proses kedua jenis DNA ini dapat
dipisahkan satu sama lain (Atmadja, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Arios, Ricardo., dkk. 2014. Efektivitas Deteksi Spermatozoa Menggunakan


Pewarnaan Malachite Green. Jurnal e-CliniC (eCl), Volume 2, Nomor 2.

Atmadja, D.A. 2009. Pemeriksaan Forensik pada Kasus Perkosaan dan Delik Aduan,
(cited 2010 Nov, 29).

Putra, 2007. DNA fingerprint, Metode Analisis Kejahatan pada Forensik, (cited 2010
Nov,25).

Subandi, 2001. Sidik Jari DNA Forensik : Teknologi, Penerapan, dan


Implikasinya,(cited 2010 Nov, 29).

Vandus, Jehuda. 2013. Ekstraksi DNA Dari Sperma Pada Kondom Dan Kain Yang
Tersimpa n Sampai Dua Belas Hari. Jurnal Simbiosis I (1).

Anda mungkin juga menyukai