Anda di halaman 1dari 28

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DIARE

DI PUSKEMAS CURUG KOTA TANGERANG

TAHUN 2013-2016

DISUSUN OLEH

AMBARWATI 166070004

ERNI YULIANTI 166070028

MAFTUHA DAROJAT 166070105

VIVI DAMAYANTI 166070088

YUNIAR RAHMAH 166070097

Program Pascasarjana Fakultas Ilmu KesehatanMasyarakat

Universitas Respati Indonesia

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi feses selain dari
frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita Diare bila feses lebih berair dari
biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak
berdarah dalam waktu 24 jam (Kemenkes RI, 2011).
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, Secara global setiap
tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Di negara
berkembang, rata-rata anak usia di bawah 3 tahun mengalami episode diare 3 kali dalam setahun.
Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk
tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak.
Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal
ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun. Hasil survei
Subdit Diare, angka kesakitan diare semua umur tahun 2000 adalah 301/1000 penduduk, tahun
2003 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000 penduduk dan tahun 2010 adalah
411/1000 penduduk. Diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur
dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor 1 pada bayi
postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Kemenkes RI, 2011).
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD
(18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare
klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo,
Papua Barat dan Papua). Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan
menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki
dan 9,1% pada perempuan.Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan
perkotaan,sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi pada
kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh.
Berdasarkan profil kesehatan Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang
padatahun2013 2015jumlah kasus diare yang didapatkan sebanyak 3605 kasus ,dimana
1580(43,82%) kasus pada balita, dimana angka kesakitan balita untuk tahun 2013 sebesar 7,6
%, tahun 2014 sebesar 8,2 %, tahun 2015 sebesar 6,0 % dengan angka kematian diare balita
untuk tahun 2013 sebesar 0,01/1000 balita, tahun 2014 sebesar 0,02/1000 balita dan tahun
2015 sebesar 0,005/1000 balita. Sedangkan cakupan air bersih di Puskesmas Kecamatan
Curug tahun 2013 baru mencapai 72,13 %, sedangkan cakupan jamban keluarga baru 84,32
% dan rumah sehat baru 82,04 %,.
Faktor risiko yang sangat berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita yaitu status
kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah,
pembuangan air limbah) dan perilaku hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis
penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang
meliputi infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan (keracunan bahan-
bahan kimia, keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jazad renik, ikan,
buah-buahan, sayur-sayuran, algae dll), imunisasi, defisiensi dan sebab-sebab lain.
Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare, terutama diare pada balita
sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa
tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai saat ini belum mencapai tujuan yang
diharapkan, karena kejadian penyakit diare masih belum menurun. Apabila diare pada balita
ini tidak ditangani secara maksimal dari berbagai sektor dan bukan hanya tanggung jawab
pemerintah saja tetapi masyarakatpun diharapkan dapat ikut serta menanggulangi dan
mencegah terjadinya diare pada balita ini, karena apabila hal itu tidak dilaksanakan maka
dapat menimbulkan kerugian baik itu kehilangan biaya untuk pengobatan yang cukup besar
ataupun dapat pula menimbulkan kematian pada balita yang terkena diare.
Untuk mengetahui kenapa penyakit diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang masih tinggi, maka dilakukan penelitian ini,
berdasarkan latar belakang diatas kami akan mencari faktor risiko apa saja yang
mempengaruhi terjadinya penyakit diare terutama diare balita di Puskesmas Curug
Kabupaten Tangerang tahun 2013-2015.
B. PerumusanMasalahPenelitian
1. Bagaimana gambaran epidemiologi penyakit diare di Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang

dari tahun 2013-2016 ?


2. Bagaimana pelaksanaan kewaspadaan dini penyakit diare di Puskesmas Curug Kabupaten

Tangerang tahun 2013 2016?


3. Kelompok penduduk mana saja yang mempunyai faktor risiko terhadap kesakitan dan

kematian akibat penyakit diare di Puskesmas Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang tahun 2013

- 2016 ?
4. Bagaimana cakupan pelayanan penegahan penyakit diare di wilayah puskesmas curug dari

tahun 2013-2016 ?
5. Bagaimana pemantauan program kesehatan penyakit diare di wilayah puskesmas curug dari

tahun 2013-2016 ?
6. Bagaiumana tata cara penilaian program penegahan penyakit diare di Puskesmas Curug

Kabupaten tangerang tahun 2013 2016


7. Bagaimana pemantauan kecenderungan penyakit diare di Puskesmas Curug Kabupaten

Tangerang tahun 2013 2016?

C. TujuanUmumPenelitian
1. Diketahuinya gambaran epidemiologi penyakit diare di Puskesmas Curug Kabupaten

Tangerang dari tahun 2013-2016


2. Diketahuinya pelaksanaan kewaspadaan dini penyakit diare di Puskesmas Curug Kabupaten

Tangerang tahun 2013 2016?


3. Diketahuinya Kelompok penduduk mana saja yang mempunyai faktor risiko terhadap

kesakitan dan kematian akibat penyakit diare di Puskesmas Kecamatan Curug Kabupaten

Tangerang tahun 2013 - 2016 ?


4. Diketahuinya cakupan pelayanan penegahan penyakit diare di wilayah puskesmas curug dari

tahun 2013-2016 ?
5. Diketahuinya pemantauan program kesehatan penyakit diare di wilayah puskesmas curug dari

tahun 2013-2016 ?
6. Diketahuinya tata cara penilaian program penegahan penyakit diare di Puskesmas Curug

Kabupaten tangerang tahun 2013 2016


7. Diketahuinya pemantauan kecenderungan penyakit diare di Puskesmas Curug Kabupaten

Tangerang tahun 2013 2016?

D. Manfaat dan Signifikansi Penelitian


1. Penelitian ini dapat memberikan informasi dalam rangka pencegahan penyakit diare
2. Peneltian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam rangka pengembangan ilmu

pengetahuan tentang Diare dan penelitian lebih lanjut dalam rangka pencegahan penyakit

diare
D. Langkah dan Sifat Penelitian
Dilakukan penelitian yang bersifat kuantitatif analitik observasional dengan jenis desain

studi Penampang Analitik secara langsung untuk mengetahui faktor-faktor

yangberhubungandengankejadiandiare di Puskesmas Curug Kabupaten TangerangSelatan

.Untukitudilakukantinjauankepustakaandarimanadapatdigambarkankerangkateoriseterusnyakeran

gkakonsep,
laludirumuskanmasalahkhususpenelitianyangakanmejaditujuankhususdalambabrancanganpeneliti

an.

Faktor faktoeapasaja
Atas dasar urian pada latar belakang, maka Masalah penelitian umum adalah :
1. Bagaimana gambaran epidemiologi penyakit diare di puskesmas curug dari tahun 2013-

2016 ?
2. Apakah di puskesmas terjadi peningkatan proporsi penyakit akut menurut waktu dan

tempat, apakah ada usaha membuat pola maksimum dan minimum untuk mengetahui

adanya KLB ?
3. Faktor-faktor resiko apa saja yang menyebabkan penyakit diare di puskesmas kecamatan

curug kabupaten tang-sel dari tahun 2013 sampai 2016 ?


4. Berapa % pencapaian indikator output, proses, dan input dari program kesehatan dan

bagaimana hubungannya di wilayah puskesmas curug dari tahun 2013-2016 ?


5. Bagaimana keenderungan penyakit atau situasi masalah di wilayah puskesmas curug dari

tahun 2013-2016 ?
E. Tujuan Penelitian
1. Diketahuinya gambaran epidemiologi penyakit atau situasi masalah di puskesmas curug

dari tahun 2013-2016 .


2. Diketahuinya peningkatan proporsi penyakit akut menurut waktu dan tempat,

diketahuinya ada usaha untuk membuat pola maksimum dan minimum untuk

mengetahuinya adanya KLB.


3. Diketahuinya faktor resiko dari penyakit diare di wilayah puskesmas kecamatan tangsel

dari tahun 2013-2016.


4. Diketahuinya pencapaian indikator output, proses, dan input dari suatu program

kesehatan dan hubunganya dengan wilayah puskesmas curug dari tahun2013-2016.


5. Diketahuinya keenderungan penyakit atau situasi masalah di wilayah puskesmas curug

dari tahun 2013-2016

F. Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan informasi dalam rangka menentukan sasaran intervensi menurut orang dan

tempat dan untuk menentukan kemungkinan adanya KLB pada waktu tertentu.
2. Didapatkan informasi dalam rangka persiapan penyelidikan KLB penyakit diare.
3. Mendapat informasi dalam rangka pencegahan penyakit diare .
4. Mendapat informasi dalam rangka memperbaiki output program kesehatan di wilayah

puskesmas curug kecamatan tangsel


5. Mendapat informasi dalam rangka perencanaan jangka panjang untuk program kesehatan

untuk mengatasi masalah tertentu.


G. Langkah dan Sifat Penelitian
Setelah menyelesaikan bab pendahuluan, peneliti melakukan kajian kepustakaan untuk

penjelasan beberapa seksi, dari mana akan disusun kerangka operasional, diikuti oleh perumusan

masalah khusus survailens dalam bentuk kalimat pertanyaan, yang akan menjadi tujuan khusus

surveilens dalam bentuk kalimat pernyataan. Dengan metode tertentu, akan dapat dicapai tujuan

khusus.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Diare

Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran
tinja yang terlalu frekuen. Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare.
Menurut Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari
frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau
penyakit diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut
WHO diare adalah berak cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dan lebih menitik
beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu
biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya mengatakan
bahwa berak anaknya encer atau cair. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare
adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja
yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari).
a.Diare Akut
Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-
seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh
penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat katagori, yaitu :
1. Diare tanpa dehidrasi.
2. Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 5 % dari berat badan.
3. Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 6 10 % dari
berat badan.
4. Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 10 %.

a.1 Etiologi Dan Epidemiologi Diare Akut.

a.1.1 Etiologi diare akut

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan.8,9,20,42 Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut:

1) Infeksi :

a. Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio,BacillusCereus, Clostridium


perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)

b. Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)

c. Parasit

1.Protozoa (Entamuba Histolytica, GiardiaLambia,Balantidium Coli, Crypto Sparidium)


2. Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, BlastissistisHuminis)

3. Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens

2) Malabsorpsi

3) Alergi.

4) Keracunan :

a. Keracunan bahan-bahan kimia

b. Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :

1. Jazad renik, Algae

2. Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran

5) Imunisasi, defisiensi

6) Sebab-sebab lain.

a. 1.2 Epidemiologi diare akut

a.1.2.1 Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui faecal oral antara lain melalui
makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita (Daldiyono, 1990) Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik danmeningkatkan risiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara, lain:

a) Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 4-6 bulan padapertama kehidupan.
Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untukmenderita diare lebih besar dari pada bayi yang
diberi ASI penuh dankemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

b)Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkanpencemaran oleh kuman,


karena botol susah dibersihkan.
c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpanbeberapa jam
pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akanberkembang biak.

d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemardari sumbernya
atau pada saat disimpan di rumah.Pencemaran di rumahdapat terjadi kalau tempat
penyimpanan tidak tertutup atau apabilatangan tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempatpenyimpanan.

e) Tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar dan sesudah
membuangtinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Seringberanggapan bahwa
tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnyamengandung virus atau bakteri dalam
jumlah besar. Sementara itu tinjabinatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

B. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden, beberapapenyakit dan


lamanya diare.Faktor-faktor tersebut adalah :

a) Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodiyang dapat


melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diareseperti: Shigella dan
Vibrio cholerae.

b) Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diaremeningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutamapada penderita gizi
buruk.

c) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat padaanak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 minggu terakhir.Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita .

d) Imunodefisiensi/imunosupresi.Keadaan ini mungkin hanya berlangsung


sementara, misalnya sesudahinfeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang
berlangsung lamaseperti pada penderita AIDS (Auto Imune Deficiency Syndrome).
Padaanak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidakpatogen
dan mungkin juga berlangsung lama. Secara proporsional,diare lebih banyak
terjadi pada golongan balita (55%)

B. Faktor Lingkungan dan perilaku:

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.Dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Keduafaktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktorlingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi denganperilaku manusia yang tidak sehat
pula, yaitu melalui makanan dan minuman,maka dapat menimbulkan kejadian penyakit
diare.
a.1.3 Patofisiologi Diare Akut.

Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel,
pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna.
Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas
pencernaan itu dapat berupa :

1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.

2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan


mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut .
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster.
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim .
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan


menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak
60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat
zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik.

Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang
masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta
sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar
menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai
tinja.Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:

1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum


2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu .
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.

Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya


satu dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan
menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan
gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus.
Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir
usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan.

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam


penyebab dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam
kelainan pokok yang berupa :

1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin) Gangguan


reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare,
misalnya pada kejadian infeksi.

Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam
garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung
empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di
jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini
terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada
permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang
peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut.

Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi


air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin,
kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat
menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau
pada Jejunitis.

2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)

Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam
keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khimdan
permukaanmukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan
mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti
pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu
lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan
penting dalam ketahanan lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat
menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh
lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus,
menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin,
pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain
itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus
maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella atau
Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas
otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan
suatu mekanisme yang sangat kompleks.

3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).


Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan
kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan
gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai
malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini
laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan
kurang di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar
memecah laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi
gugusan asam organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri
atas 2-4 atom karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air
dalam lumen kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam
pengertian yang lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase,
maltase, isomaltase dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada
mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat
pada brush border epitel mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak
dapat menyebabkan tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini
tidak larut dalam air. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka
akan terjadi :

1. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan


asam basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan
keseimbangan asam basa disebabkan oleh:
a. PreviousWater Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan,
sebagai defisiensi cairan.
b. Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
c. Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu
pengelolaan.
d. Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan
karena anoreksia atau muntah. Kekurangan cairan pada diare terjadi
karena:
a) Pengeluaran ususyang berlebihan
Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus
(Secretoric diarrhea) karena, gangguan fungsi selaput
lendir usus, (Cholera E. coli).
Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang
disebabkan oleh berkurangnya kontak makanan dengan
dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus
maupun kerusakan mukosa usus.
Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena
penyerapan oleh tekanan cairan dalam lumen usus yang
hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya
substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak
tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota)
b) Masukan cairan yang kurang karena :
Anoreksia
Muntah
Pembatasan makan (minuman)
Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
c) Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan
keluaran berlebihan) Gangguan gizi pada penderita diare
dapat terjadi karena:
Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia
(sebagai gejala penyakit) atau dihentikannya beberapa
macam makanan o1eh orang tua, karena ketidaktahuan.
Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari
berkurangnya masukan makanan.
Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi
malabsorpsi dari nutrien mikro maupun makro.
Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa)
dan lemak yang kemudian dapat berkembang menjadi
malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga kadang-
kadang akan terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut
dalam air maupun yang larut dalam lemak (vitamin B12,
asam folat dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan
Zn). Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
1. Kerusakan permukaan epitel (brush border)
sehingga timbul deplisit enzim laktase.
2. Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
Fermentasi karbohidrat
Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi
perubahan struktur mukosa usus dan kemudian
terjadi pemendekan villi dan pendangkalan
kripta yang menyebabkan berkurangnya
permukaan mukosa usus.

Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan


absorpsi karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan
makan makanan diperbanyak akan dapat memperbaiki aborpsi
absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan walaupun
diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi
nitrogen hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya
50%.

d) Katabolisme

Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi


metabolisme dan fungsi endokrin, pada penderita infeksi
sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan
dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi
glukagon, serta aldosteron, hormon anti diuretik (ADH) dan
hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi peningkatan jumlah
kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat
memberi peningkatan kebutuhan energi dari penderita dan akan
selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui
ekskresi urine, peluh dan tinja.

e) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai
Protein loosing enteropathy dapat terjadi pada penderita
campak dengan diare, penderita kolera dan diare karena E. coli.
Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa
diare mempunyai dampak negatif terhadap status gizi penderita.

B. Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare

Terjadinya Diare khususnya diare akut tidak hanya disebabkan oleh

satu faktor saja., tetapi lebih dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling

berinteraksi. Berikut ini dibahas kejadian diare yang ada hubungannya dengan

faktor faktor yang ada pada Agen, Lingkungan, dan Orang termasuk Balita

1. Agen

a. Virus Penjelasan...............

b. Parasit, penjelasan....................

c. Bakteri, penjelasan ......................

2. Faktor Lingkungan

a. Sabjaga

b. Kualitas air bersih

c. Jumlah anggota keluarga

3. Faktor dari Karakteristik Ibu

a. Pengetahuan Ibu

b. Pendidikan Ibu

c. Pekerjaan Ibu

d. Pengeluaran keluarga

4. Faktor dari Karakteristik Balita


a.Umur balita

b. Statuis Gizi Balita

c. ASI Eksklusif

5. Faktor Perilaku

a. Higiene perorangan

b. Kebiasaan Jajan anak

C. Kerangka Teori
Atas dasar Tinjauan Kepustakaan tentang hubungan antara masing-
masing faktor dengan diare seperti tersebut diatas, maka dirumuskan kerangka
teori seperti gambar dibawah ini
Faktor Faktor Situasi Masalah

1. Agen

a. Virus

b. Parasit
Diare
c. Faktor
2. BakteriLingkungan

a. Sabjaga (sumber air bersih dan jamban


keluarga)

b. Kualitas air bersih


3. Faktor dari karakteristik Ibu
c. Jumlah anggota keluarga
a. Pengetahuan Ibu

b. Pendidikan Ibu

c. Pekerjaan Ibu
4. Faktor dari Karakteristik Balita
d. Pengeluaran Keluarga
a. Umur Balita

b. Status Gizi Balita

.c. 5.
ASIFaktor
Eksklusif
Perilaku

a. Higiene Perorangan

b. Kebiasaan Jajan Anak


D. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori seperti tergambar di atas, faktor yang
dapat dintervensi yaitu faktor lingkungan, faktor ibu, dan faktor dan
karakteristik balita . Dengan demikian maka dapat digambarkan kerangka
konsep seperti gambar dibawah ini

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Lingkungan

a. Sabjaga (sumber air bersih dan


jamban keluarga)

c.Faktor
Jumlah DIARE
Ibuanggota keluarga

a. Pengetahuan

b. Pendidikan

c. Pekerjaan
Faktor dari Karakteristik Balita

a. Umur Balita

b. Status Gizi Balita


E. Masalah Khusus penelitian
.c. ASI Eksklusif
Dari kerangka konsep terdapat variable independen yangdihipotesiskan
berhubungan dengan kejadian diare. Dengan demikian masalah khusus
penelitian adalah Bagaimana hubungan variabel independen (Umur, Jenis
Kelamin, dan Ras, Penggunaan ASI Eksklusif, Penggunaan air bersih,
penggunaan jamban keluarga dengan kejadian diare di Puskesmas Curug
Kabupaten Tangerang Selatan tahun 2013- 2016
(lihat halaman 279-280 Metlit)

F. Penilaian Sistem Surveilens

Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan


interpretasi data secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran
informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan
(WHO).Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektifdan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggaran
program kesehatan.Tujuan surveilans epidemiologi tersedianya data dan
informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan
keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program
kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang
cepat dan tepat secara menyeluruh (Buton, 2010).

Tujuan khusus surveilans:


1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak;
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada
populasi;
4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi,
monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).
Menurut WHO Surveilans kesehatan masyarakat adalah terus menerus,
pengumpulan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan kesehatan yang
diperlukan untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi praktik kesehatan
masyarakat. Pengawasan tersebut dapat berupa:
1. Berfungsi sebagai sistem peringatan dini untuk keadaan darurat kesehataan masyarakat
yang akan datang.
2. Mendokumentasikan dampak intervensi atau melacak kemajuan menuju tujuan tertentu.
3. Memantau dan memperjelas epidemiologi masalah kesehatan, untuk memungkinkan
prioritas harus ditetapkan dan untuk menginformasikan kebijakan kesehatan masyarakat
dan strategi.
Data yang diambil sebaiknya menggunakan data rutin yang telah dicatat atau
dilaporkan dalam sistem pencatatan dan pelaporan yang sedang berjalan. Data yang
dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan dari sistem surveilans.
Tujuan dari pengumpulan data :
a) Menentukan kelompok/golongan populasi yang beresiko (umur,seks, bangsa, pekerjaan
dan lain-lain)

b) Menentukan jenis agen dan karakteristiknya

c) Menentukan reservoir infeksi

d) Memastikan penyakit transmisi

e) Mencatat kejadian penyakit

f) Frekuensi disesuaikan dengan kebutuhan

g) Rutin bulanan perencanaandan evaluasi

h) Rutin (harian dan minggguan) SKD-KLB.


Sebagai sumber data surveilans, WHO merekomendasikan 10 macam sumber
data yang dapat dipakai:
1. Data mortalitas

2. Data morbiditas

3. Data pemeriksaan laboratorium

4. Laporan penyakit

5. Penyediaan peristiwa penyakit

6. Laporan wabah
7. Laporan penyediaan wabah

8. Survei penyakit, vector dan reservoir

9. Penggunaan obat, vaksin dan serum

10. Demografi dan lingkungan.


Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui surveilans pasif dan
surveilans aktif. Surveilans aktif dilakukan dengan cara kunjungan ke unit sumber data
di puskesmas, rumah sakit, laboratorium serta langsung di masyarakat atau sumber
data lainnya seperti pusat riset dan penelitian yang berkaitan secara sistematik dan
terus-menerus. Proses pengumpulan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan
yang baik. Secaraumum pencatatan di Puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan
pasien dan kegiatan luar gedung. Sedangkan pelaporan dibuat dengan merekapitulasi
data hasil pencatatan denganmenggunakan formulir tertentu, misalnya form W1
Kejadian Luar Biasa (KLB) , form W2(laporan mingguan) dan lain-lain (Noor, 2008).
1. Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area).
Penggunaan komputer sangatdiperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data
diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epi info, SPSS, lotus,
excel dan lain-lain (Budioro, 2007).

2. Analisis data.

Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena


akandipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran
epidemiologi sepertirate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi
dan prediksi penyakit (Noor, 2008).

3. Data
Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data
bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau
penurunan, dan mencari hubungan penyebab penyakit malaria dengan faktor resiko
yang berhubungan dengan kejadian malaria (Arias, 2010).
A. Gambaran Epidemiologi
B. Kewaspadaan dini
C. Surveilens faktor resiko
D. Cakupan program pelayanan
E. Pemantauan program
F. Penilaian program
G. Kecenderungan penyakit
H. Kerangka operasional

Dari hasil kajian kepustakaan maka dirumuskan dan digambarkan Kerangka


Operasional yaitu kerangka dari variabel-variabel yang merupakan operasional dari
faktor yang telah didistribusikan menurut waktu, tempat dan orang dan indikator-
indikator tertentu dari program tertentu.

1. Penilaian sistem surveilens.

BAB III

RANCANGAN PENELITIAN

A. Tujuan Khusus Penelitian

Tujuan khusus dirumuskan untuk masing masing tujuan umum adalah sebagai
berikut :

1. Diketahuinya hasil penilaian terhadap unsur-unsur surveilens yaitu sistem


surveilens, pengolahan dan analisa data, ketepatan diagnosis, kelengkapan
data, ketepatan data, partisipasi fasilitas kesehatan, akses pelayanan dan
konsistensi.
2. Diketahuinya distribusi penyakit atau situasi masalah tertentu menurut
orang( umur, jenis kelamin), tempat ( kecamatan ), dan waktu

3. Diketahuinya pelaksanaan kegiatan kewaspaadaan dini dalam periode


waktu yang lalu di puskesmas, dan bagaimana merencanakan
kewaspadaan dini yang sesuai standar.

4. Diketahuinya pelaksanaan kegiatan surveilens faktor resiko yang


menyangkut faktor dengan frekuensi terbanyak, faktor resiko dominan
penyakit dari suatu penyakit di puskesmas.

5. Diketahuinya hasil perhitungan masing-masing indikator dalam output,


proses, dan input dan bagaimana hubungan indikator tersebut antara
output, proses, dan input ?

6. Diketahuinya kecenderungan penyakit antar waktu dalam periode waktu


tertentu dan berapa jumlah penyakit pada tahun berikutnya.

B. Definisi Operasional Atau Informasi yang Relevan

1. Penilaian Sistem Surveilans

2. Gambaran Epidemiologi

Tabel 3.1

Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare menurut Orang, Tempat dan Waktu

di Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang Tahun 2014 - 2016

NO Karakteristik/ Definisi Skala Kategori


Variabel Operasional

a. Orang

a.1 Umur Umur yang Ordinal 1. 29 hr 1 thn


tercatat 2. 1 3 thn
dalam status
3. 4-5 thn
a.2 Jenis kelamin sama Nominal 1. pria

2. wanita

b Tempat Wilayah Nominal 1. Desa Kadu


Puskesmas 2.Desa Kadu
Curug jaya
3, Desa Cukang
Galih
4.Desa
Sukabakti
5.Desa Curug
Wetan
6.Desa Curug
Kulon

c. Waktu

c.1 Tahun Tahun yang 1.2014


tercatat 2.2015
dalam status
3.2016

c.2 Bulan Bulan yang Sama 1. januari


teratat dalam 2. februari
status
3. maret
4. april
5. mei
6. juni
7. juli
8. agustus
9. september
10. oktober
11. november
12. desember

C. Desain Penelitian

Tujuan sistem surveilens Desain dan jenis desain penelitian

1. penilaian sistem surveilens Penelitian kualitatif : melakukan


perhitungan sederhana secara
kuantitatif, tetapi interpretasina
kualitatif aitu kurang, cukup dan
bagus

2. Gambaran Epidemiologi Penelitian kuantitatif dengan jenis


desain studi kasus

3. Kewaspadaan Dini Penelitian kuantitatif dengan jenis


desain studi kasus

4. Surveilans faktor resiko -

5. Cakupan program / pelaanan Penelitian kuantitatif dengan jenis


desain studi kasus

Pemantauan Program Penelitian kuantitatif dengan jenis


desain studi kasus

Penilaian program Penelitian kuantitatif dengan jenis


desain studi kasus

Kecenderungan Penyakit Penelitian kuankuantitatif : time


series analsis

D.Populasi dan Sampel


Tujuan sistem surveilens Populasi dan Sampel

1. penilaian sistem surveilens Sistem Surveilans

2. Gambaran Epidemiologi Seluruh kasus Penyakit di Puskesmas


Curug Kabupaten Tangerang

3. Kewaspadaan Dini Seluruh kasus Penyakit di Puskesmas


Curug Kabupaten Tangerang

6. Surveilans faktor resiko -

7. Cakupan program / pelaanan Seluruh penduduk yang dalam


masarakat menjadi target program /
pelaanan

Pemantauan Program Program / pelayanan yang


bersangkutan

Penilaian program Program / pelayanan yang


bersangkutan

Kecenderungan Penyakit Jumlah Penyakit yang terdistribusi


menurut tahun dan bulan

E. Pengumpulan Data

TUJUAN SURVEILANS TEKNIK PENGUMPULAN DATA JENIS DCATA

1. PENILAIAN SISTEM SURVEILANS WAWANCARA TIDAK

DATA PRIMER
TERSTRUKTUR

OBSERVASI DATA SEKUNDER


2. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI WAWANCARA TDK DATA SEKUNDER

TERSTRUKTUR

3. KEWASPADAAN DINI WAWANCARA TERSTRUKTUR DATA SEKUNDER

4. SURVEILANS WAWANCARA TERSTRUKTUR /

DATA SEKUNDER, ATAU DATA PRIMER


OBSERVASI

5. CAKUPAN PELAYANAN WAWANCARA TIDAK TER

DATA SEKUNDER, ATAU DATA PRIMER


STRUKTUR

6. PEMANTAUAN PROGRAM WAWANCARA TIDAK TER

DATA SEKUNDER
STRUKTUR

DATA PRIMER

7. PENILAIAN PROGRAM PELAYANAN SAMA SAMA

8. KECENDERUNGAN PENYAKIT OBSERVASI DATA SEKUNDER

F. Pengolahan Dan Analisa Data

TUJUAN SURVEILANS ANALISA DATA

1. PENILAIAN SISTEM SURVEILANS KUALITATIF

2. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF : ANALISIS UNIVARIAT

3. KEWASPADAAN DINI SAMA

4. SURVEILANS ANALISIS UNIVARIAT, BIVARIAT DAN MULTIVARIAT

5. CAKUPAN PELAYANAN SAMA

6. PEMANTAUAN PROGRAM SAMA


7. PENILAIAN PROGRAM PELAYANAN SAMA

8. KECENDERUNGAN PENYAKIT ANALISIS REGRESI

1. Pern ataan Hipotesis

2. Sub Hipotesis

3. Sokongan Hipotesis

4. Definisi Operasional

C. Jenis Desain Penelitian

D. Populasi dan Sampel

1. Penentuan ukuran sampel minimal

2. Prosedur pengambilan sampel

E. Pengumpulan Data

F. Pengolahan dan Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai