Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
berkat rahmat-Nya saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang
membahas tentang Struma Nodosa Non Toksik ini dengan semaksimal mungkin dan dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun membuat laporan ini sebagai salah satu tugas individu dalam masa
Kepaniteraan Klinik stase Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. Saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun atas kekurangan pada laporan ini.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada dr.
H. Asep Tajul M , Sp. B, dan kepada teman-teman kelompok saya dalam stase Bedah. Saya
harap laporan kasus tentang Struma nodosa non toksik ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Cianjur, September 2015

Penulis
BAB I

STATUS PASIEN
A. IDENTITAS

Nama : Ny. P

Umur : 40Tahun

Alamat : Gunteng, Cianjur

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Ruang Perawatan : Samolo 1

Tanggal MRS : 22 September 2015

No. CM : 5979**

B. ANAMNESIS
Telah dilakukan Autoanamnesa pada tanggal 22 September 2015
1. Keluhan utama : Benjolan di leher depan kiri sejak +2 tahun SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Cianjur dengan keluhan
benjolan di leher depan bagian kiri , yang dialaminya sejak+2 tahun SMRS. Awalnya
benjolan kecil seperti kelereng kecil dengan diameter sekitar 1 cm. Lama kelamaan
membesar dan sampai sekarang benjolan kira-kira berdiameter +8 cm. Jika pasien
raba benjolan teraba lunak, bisa digerakan dan tidak terasa nyeri. Tidak ada
kemerahan pada benjolan, tidak disertai benjolan ditempat lain. Saat menelan, Pasien
tidak merasa nyeri. Tidak ada perubahan suara menjadi serak, tidak ada sesak nafas,
tidak dirasakan jantung berdebar-debar, tidak ada perasaan mudah lelah maupun
sering berkeringat. Pasien tidak pernah merasa tangannya sering gemetar. Nafsu
makan pasien normal dan tidak mengalami penurunan berat badan. Pasien juga tidak
demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku belum pernah sakit seperti ini
sebelumnya. Riwayat penyinaran radiasi disekitar leher tidak ada, tidak memiliki
riwayat darah tinggi, kencing manis, TB (-). Pasien juga belum pernah memiliki
riwayat benjolan/tumor sebelumnya, Riwayat trauma disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga pasien tidak memiliki riwayat keganasan
maupun penyakit seperti yang dialami pasien.
5. Riwayat Pengobatan : Pasien tidak sedang menjalani pengobatan jangka
panjang
6. Riwayat Alergi : Riwayat alergi disangkal
7. Riwayat Psikososial : Menurut Pasien, jika Pasien memasak, selalu
menggunakan garam tapi Pasien tidak tahu apakah itu garam beryodium atau tidak.
Riwayat gondok endemis didaerah tempat tinggal disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaraan : Compos mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah :120/80 mmHg
Nadi :80x/mnt, teratur, kuat angkat, isi cukup
Suhu : 36,5 C,
RR :20x/mnt
Antropometri :
- BB : 56 kg
- TB : 152 cm
- IMT : 24.3

Status Generalis
Kepala : Normocephale, rambut hitam dengan distribusi yang merata
dan tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, eksophtalmus -/-
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : Normonasi, sekret -/-, epistakasis -/-
Mulut : Mukosa bibir lembab, perdarahan gusi (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang
Leher : Lihat status lokalis
Thoraks
Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga v lmk sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung pada sela iga IV linea parasternalis
dekstra. Batas kiri jantung pada sela iga V linea
midklavikularis sinistra. Batas atas jantung pada sela iga
II linea parasternalis sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-), krepitasi (-),
massa (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru depan dan belakang
Auskultasi :Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : Datar, benjolan (-)
Auskultasi :Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskuler (-),
massa (-), hepar dan lien tidak teraba
+|+ | |
Ekstremitas : Akral hangat +|+, edema |, tremor |

Status Lokalis

REGIO COLLI SINISTRA ANTERIOR

(I) Terdapat massa, berbentuk bulat, ukuran diameter 8cm benjolan ikut
bergerak saat pasien menelan ludah, tidak hiperemis.

(Pa) Teraba massa, konsistensi kenyal, batas tegas, mobile, nyeri tekan (-),
permukaan rata, trakea tepat ditengah, pembesaran KGB regional (-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 10 September 2015

T3Total 1.17 ng/ml 0.58-1.59

T4Total 5.83 ug/dl Hipotiroid : <5.1

Eutiroid : 5.1-14.1

Hipertiroid : >14.1

TSHs 1.588 uIU/ml Hipotiroid : <0.27

Eutiroid : 0.27-4,2

Hipertiroid : >4.2
Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 15 September 2015

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 13 12 - 16 g/dl
Hematokrit 41 37 - 47%
Eritrosit 4,5 4,3 - 6,0 juta/ul
Leukosit 4800 4800 - 10800/ul
Trombosit 229.000 150.000 - 400.000/ul
Bleeding time 200 1 - 3 menit
Clotting time 500 1 - 6 menit
MCV 91 80 - 96 fl
MCH 30 27 - 32 pg
MCHC 33 32 - 36 g/dl

Kimia
SGPT (ALT) 14 <40 U/l
SGOT (AST) 23 <35 U/l
Ureum 19 20 - 50 mg/dl
Kreatinin 1,0 0,5 - 1,5 mg/d

E. RESUME

Wanita 40th datang ke RSUD Cianjur dengan keluhan benjolan di leher depan bagian
kiri, yang dialaminya sejak +2 tahun yang lalu. Benjolan kira-kira berdiameter 8 cm.tidak
terasa nyeri. Ikut bergerak saat menelan, nyeri (-), disfagia (-), dispnue(-), suara serak (-),
jantung berdebar-debar (-), lelah (-), sering berkeringat (-), tremor (-), febris (-), anoreksia
(-). Riw Tb (-), riw sinar radiasi (-).

Pemeriksaan Fisik :
TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80x/mnt, teratur, kuat angkat, isi cukup, Suhu: 36,5C, RR :
20x/mnt. Eksoftalmus -/-

Status Lokalis
REGIO COLLI SINISTRA ANTERIOR
(I) Terdapat massa, berbentuk bulat, ukuran diameter 8cm benjolan ikut bergerak saat
pasien menelan ludah, tidak hiperemis.
(Pa) Teraba massa, konsistensi kenyal, batas tegas, mobile, nyeri tekan (-),
permukaan rata, trakea tepat ditengah, pembesaran KGB regional (-).
Pemeriksaan Penunjang
T4 Total, T3 Total, TSHs : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan darah dalam batas normal

F. DIAGNOSIS KERJA
Struma Nodusa Non Toksik

G. RENCANA TATALAKSANA
Pro Tindakan Operatif : Isthmolobectomy sinistra
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI

Kelenjar tiroid dewasa berwarna coklat terang dan konsistensi keras, terletak posterior ke
muskulus yang mengikatnya. Kelenjar tiroid yang normal memiliki berat sekitar 20 gram,
namun berat kelenjar bervariasi tergantung berat badan dan asupan yodium. Lobus tiroid
terletak berdekatan dengan kartilago tiroid danterhubung di garis tengah oleh isthmus yang
terletak di inferiorkartilago krikoid. Lobus tiroid meluas hingga ke tulang rawan midthyroid
superior dan berdekatan dengan selubung karotis dan muskulus sternokleidomastoid lateral.

Muskulus pengikat yaitum. sternohyoid, m. sternothyroid, dan m. omohyoid superior


terletak disebelah anterior dan dipersarafi oleh cervicalis Ansa (Ansa hypoglossi). Kelenjar
tiroiddibungkus oleh fascia penghubung longgar yang menghubungkan fasia yang terbentuk
darifascia cervical penyekat ke divisi anterior dan posterior. Ukuran kapsul tiroid normal
berukuran tipis.

Perdarahan

Arteri tiroid superiorberasal dari arteri karotid ipsilateral eksternal dan membagi menjadi
cabang-cabang anterior dan posterior di sebelah apeks dari lobus tiroid. Arteri tiroid inferior
muncul dari trunkus thyrocervical tidak jauh dari arteri subklavia. Arteri tiroid inferior
berjalan ke atas pada leher posterior ke selubung karotis lalu memasuki lobus tiroiddi titik
tengah. Arteri thyroidea ima berasal langsung dari lalu masuk ke isthmus. Arteri tiroid
inferior menyilang terhadap RecurrentLaryngeus nerve (RLN). Drainase vena dari kelenjar
tiroid terjadi melalui beberapa vena permukaan yang kecil dan multiper, yang bergabung
membentuk tiga set vena-vena tiroid : superior, tengah, dan inferior. Vena tiroid superior
berjalan dengan arteri tiroid superior bilateral.Vena superior dan vena medialis mengalir
langsung ke dalam vena jugularis internal.Vena inferior sering membentuk pleksus, yang
mengalir ke venabrakiosefalika.

Persarafan

Nervus laringeus rekurensinistra muncul dari n. vagus di mana ia melintasi lengkung


aorta, melingkar sekitar ligamentum arteriosum, dan berjalan naik di medial leher dalam alur
trakeoesofageal. Nervus laringeus rekuren dextra muncul dari n. vagus pada persimpangan
dengan arteri subklavia kanan.Nervus ini biasanya melewati posterior dari arteri sebelum
berjalan asenden di leher, lebihoblik (miring) daripada n. Laringeus rekuren sinistra.

Nervus laringeusrekuren berjalan naik di kedua sisi trakea, dan masing-masing terletak
tepat di sebelah lateral ligamentum Berry saat memasuki laring.Adajumlah variasi penting.
Pada sekitar 25% dari pasien, n. laringeus rekuren terdapat dalam ligamen karena memasuki
laring. Padasisi kanan, n. laringeus rekuren memisahkan dari n. vagus saat melintasi arteri
subklavia, melewati posterior dan berjalan naik di sebelah lateralis dari trakea sepanjang alur
trakeoesofageal. N. laringeus rekuren biasanya dapat ditemukan tidak lebih dari 1 cm dari
lateral alur trakeo pada tingkat batas bawah tiroid.
Di sisi kiri, n. laringeus rekuren memisahkan dari n. vagus, melintasi secara transversaldari
arkus aorta. N. laringeus sinistra kemudian melewati bagian inferior dan medial ke aorta dan
mulai naik menuju laring, berjalan dalam alur trakeoesofagealdan naik ke lobus bawah
tiroid.Juga melewati inferior atau posterior cabang a. thyroideainferior dan akhirnya
memasuki laring pada tingkat artikulasi krikotiroid di perbatasan caudal dari otot krikotiroid.

B. HISTOLOGI

Secara mikroskopis, kelenjar tiroid dibagi menjadi lobulus yang mengandung 20 sampai
40 folikel . Ada sekitar 3 x 106 folikel dalamdewasa kelenjar tiroid laki-laki. Folikel
berbentuk sferis dan dengan diameter rata-rata 30 um. Setiap folikel dilapisi oleh sel epitel
kuboiddan berisi pusat penyimpanan koloid yang disekresikan dari sel-sel epitel di bawah
pengaruh hormon TSH hipofisis. Kelompok kedua sel sekretori sel tiroid adalah sel C atau sel
parafolikular, yang mengandung dan mensekresikan hormon kalsitonin.Ditemukan sebagai
sel individual atau berkelompok dalam kelompok-kelompok kecil di stroma interfolikular dan
terletak di kutub atas lobus tiroid.

C. FISIOLOGI KELENJAR TIROID


Kebutuhan yodium rata-rata harian 0,1 mg, yang dapat berasal dari makanan seperti
ikan, susu, dan telur atau sebagai aditif dalamroti atau garam. Di perut dan jejunum, yodium
cepat diubah menjadi iodida dan diserap ke dalam aliran darah, dan dari sanaitu
didistribusikan merata di seluruh ruang ekstraseluler. Iodida secara aktif diangkut ke dalam
sel-sel folikel tiroid olehadenosin trifosfat (ATP)- yang bergantung proses. Tiroid adalah
tempat penyimpanan> 90% kandungan yodium tubuh dan sepertiga dari kerugian yodium
plasma. Iodine plasma yang tersisa dibersihkan melalui ekskresi ginjal. Sintesis hormone
tiroid terdiri dari beberapa tahap, diantaranya :
Pertama, penangkapan iodida, melibatkan transport aktif iodida (ATP-
dependen)melintasi membran basal thyrocyte melalui membran protein intrinsik.
Thyroglobulin (Tg) adalah glikoprotein yang besar (660 kDa), yang terdapat pada folikel
tiroid dan memiliki empat residu tyrosyl.

Tahap kedua dalam sintesis hormon tiroid melibatkan oksidasi iodida menjadi iodin dan
iodinasi dari residu tirosin pada Thyroglobulin (Tg), untuk membentuk Monoiodotyrosin
(MIT) dan Diiodotyrosin (DIT). Kedua proses dikatalisis oleh Peroksidase Tiroid (TPO).

Langkah ketiga merupakan proses memasangkan dua molekul Diiodotyrosin (DIT)


untuk membentuk Tetra-iodothyroninatau Tiroksin (T4), dan satu molekul Diiodotyrosine
dengan satu molekul Monoiodotyrosin untuk membentuk 3,5,3'-triiodothyronine (T3) atau
3,3',5'-Triiodothyronine reverse (RT3). Ketika dirangsang oleh TSH, Thyrocyt membentuk
pseudopodia, yang mengelilingibagian dari membran sel mengandung Thyroglobulin, yang
pada gilirannya, menyatu dengan enzim yang mengandung lisosom.

Pada tahap keempat, Thyroglobulin dihidrolisis untuk melepaskan Iodothyronin bebas


(T3 dan T4) dan Monoiodothyrosin dan Diiodotyrosin. Yang terakhir, pada tahap kelima yaitu
proses deiodinasi untuk menghasilkan iodida,yang digunakan kembali dalam Thyrocyte
tersebut. Dalam keadaan Eutiroid, T4 diproduksi dan dilepaskan sepenuhnya oleh kelenjar
Tiroid, sedangkan hanya20% dari total T3 dihasilkan oleh Tiroid. Sebagian besar T3
diproduksi oleh deiodinasi perifer (pemindahan 5'-yodium dariluar cincin), T4diproduksi di
hati, otot, ginjal, dan hipofisis anterior, reaksi yang dikatalisis oleh 5'-mono-deiodinase.
Beberapa T4dikonversi ke reverse-T3, senyawa aktif secara metabolik, oleh deiodinasi dari
inti cincin T4. Dalam kondisi seperti penyakit Graves,multinodular goiter toksik, atau kelenjar
tiroid yang dirangsang oleh pelepasan T3dari Tiroid dapat meningkat.
Hormon tiroid diangkut dalam serum terikat pada protein pembawa seperti T4-binding
globulin, T4-binding prealbumin danalbumin. Hanya sebagian kecil (0,02%) dari hormon
Tiroid (T3 dan T4) yangbersifat bebas (tidak terikat) dan merupakan komponen fisiologis
yang aktif. T3 lebih kuat dari dua hormon tiroid, meskipun tingkat plasma yang beredar
adalah jauh lebih rendah daripada T4.T3 kurang terikat erat pada protein di dalam plasma dari
T4, dan sehingga lebih mudah memasuki jaringan. T3 tiga sampai empat kali lebih aktifdari
T4per satuan berat, dengan waktu paruh sekitar 1 hari,dibandingkan dengan sekitar 7 hari
untuk T4.

Hipotalamus menghasilkanpeptida, Thyrotropin-Releasing Hormone (TRH), yang


merangsang kelenjar Pituitari (Hipofisis) untuk melepaskan TSH atau Thyrotropin. TRH
mencapaihipofisis melalui sirkulasi portovenous. TSH, sebuah glycopeptida 28-kDa, yang
memediasipenangkapan iodida, sekresi, dan pelepasan hormon Tiroid, di samping untuk
meningkatkan selularitas dan vaskularisasi kelenjar tiroid. Reseptor TSH (TSH-R)
termasukdari reseptor G-protein yang memiliki tujuh transmembran dan menggunakan
Adenosin monofosfat siklikdalam jalur transduksi sinyal. Sekresi TSH oleh hipofisis anterior
juga diatur melalui umpan balik negatif oleh T4 danT3. Karena hipofisis memiliki
kemampuan untuk mengkonversi T4 ke T3, yang terakhir ini dianggap lebih penting dalam
kontrol umpan balik. T3juga menghambat pelepasan TRH.

Fungsi Hormon Tiroid

Hormon tiroid bebas memasuki membran sel dengan cara difusi atau dibawa oleh agen
pembawa spesifik dan dibawa ke membran nukleus untuk mengikat protein tertentu. T4
terdeiodinasi menjadi T3 dan memasuki nukleus melalui transpor aktif, di mana ia mengikat
reseptor hormon tiroid. Reseptor T3 mirip dengan mineralokortikoid, estrogen, vitamin D,dan
asam retinoid.

Hormon tiroid bertanggung jawab untuk menjaga hipoksia normal danhiperkapnia yang
terjadi di pusat pernapasan otak. Hormon Tiroid juga meningkatkan motilitas GI, yang
mengakibatkan diare pada hipertiroidisme dansembelit pada hipotiroidisme. Hormon tiroid
juga meningkatkan turnover tulang dan protein dan kecepatan kontraksi otot danrelaksasi.
Hormon tiroid juga meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenesis hepatik, penyerapan
glukosa usus, dan sintesis kolesterol dandegradasi.
STRUMA NODOSA NON TOKSIK

A. DEFINISI

Pengertian struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi karena folikel-
folikel tiroid terisi koloid secara berlebihan. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran
kelenjar tiroid yang bukan karena proses inflamasi ataupun karena neoplasma dan tidak
disertai fungsi abnormal dari Tiroid yaitu hipertioidisme ataupun hipotiroidisme. Terjadinya
pembesaran kelenjar Tiroid itu sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk mensekresikan hormon Tiroid, hal ini akan berpengaruh pada jumlah dari
hormon Tiroid yang dihasilkan. Terjadinya pembesaran kelenjar Tiroid dikarenakan sebagai
usaha agar hormon Tiroid tetap cukup dihasilkan.

B. EPIDEMIOLOGI

Lebih dari 2,2 miliar orang di seluruh dunia memiliki beberapa bentuk gangguan
kekurangan yodium. Dua puluh sembilan persen dari populasi dunia tinggal di wilayah yang
kekurangan yodium, terutama di Asia, Amerika Latin, Afrika Tengah, dan wilayah Eropa.
Dari mereka yang berisiko, 655 juta diketahui memiliki gondok. Berdasarkan laporan dari
World Health Organization (WHO), United Nations Children's Fund (UNICEF), dan
International Council for the Control of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD), adanya
kekurangan yodium (yaitu, rata-rata yodium urin> 100 mg / dL) dikaitkan dengan prevalensi
gondok kurang dari 5%; defisiensi yodium ringan (yaitu, yodium urin median 50-99 mg /
dL), dengan prevalensi gondok dari 5-20%; defisiensi yodium sedang (yakni, urin yodium
rata-rata 20-49 mg / dL), dengan prevalensi gondok dari 20-30%, dan kekurangan yodium
berat (yaitu, urin yodium rata-rata 20-49 mg / dL), dengan prevalensi gondok lebih besar dari
30%.

C. ETIOLOGI
1. Kekurangan yodium, yaitu kekurangan asupan yodium yang cukup kurang dari 50
mcg /dl. Defisiensi yodium berat yang berhubungan dengan asupan kurang dari 25
mcg / dl dikaitkan dengan hipotiroidisme dan kretinisme.
2. Goitrogens, diantaranya :
- Obat misalnya Propylthiouracil, lithium, fenilbutazon, aminoglutethimide,
yodium yang mengandung ekspektoran
- Makanan - Sayuran dari genus Brassica misalnya, kubis, lobak, rumput laut,
singkong.
Terjadinya pembesaran kelenjar Tiroid (struma) dapat berupa ukuran sel-selnya yang
bertambah besar atau oleh karena volume yang bertambah pada jaringan kelenjar dan
sekitarnya dengan pembentukan struktur baru. Adapun yang menyebabkan terjadinya
proses tersebut ada empat, diantaranya :

1. Gangguan pertumbuhan

Terbentuknya kista

Jaringan Tiroid yang tumbuh pada lidah, misalnya pada Kista tiroglosus atau
Tiroid lingual
2. Proses inflamasi atau gangguan autoimun

Tiroiditis

Graves Disease
3. Gangguan Metabolik

Akibat defisiensi iodium atau intake iodium

Hiperplasia kelenjar Tiroid


4. Tumor atau neoplasma

Adenoma atau adenokarsinoma

D. PATOGENESIS

Struma dapatakan menyebar, uninodular, atau multinodular. Kebanyakan struma non-


toksik diperkirakan akibat dari stimulasi TSH sekunder yang tidak adekuat dalam mensintesis
hormon tiroid dan faktor pertumbuhan parakrin lainnya.Peningkatan kadar TSH menginduksi
hiperplasia tiroid difus, diikuti olehhiperplasia fokal, menghasilkan nodul yang mungkin
mengandung atau tidak mengandung konsentrasi yodium, nodul koloid, atau nodul
microfollicular.Struma akibat familial diakibatkan karenadefisiensi yang diwariskan pada
enzim yang diperlukan untuk mensintesis hormon tiroid, mungkin bisa komplit atau parsial.
E. MANIFESTASI KLINIS

Kebanyakan pasien dengan Struma Non-Toksik tidak bergejala atau asimtomatis,


walaupun pasien seringmengeluhkan sensasi tekanan pada leher. Dengan perjalanan struma
yang terus membesar, gejala sensasi penekanan seperti dispnea dan disfagia terjadi. Pasien
juga sering mengeluhkan pada tenggorokannyayaitu radang selaput lendir hidung. Disfonia
jarang terjadi, kecuali bila terdapat keganasan. Pembesaran yang tiba-tiba nodul atau kista
karena dapat menyebabkan perdarahannyeri akut. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan
benjolan teraba lunak, kelenjar membesar difus (struma simpel) atau nodul dari berbagai
ukuran dankonsistensi dalam kasus multinodular goiter. Deviasi atau kompresi pada trakea
dapat ditemukan.

F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher

Usia dan jenis kelamin

Sejak kapan benjolan pada leher timbul dan saat pertama kali timbul benjolan sebesar
apa, apakah terasa nyeri atau tidak, terasa panas atau tidak pada benjolannya

Apakah benjolan terus membesar sejak pertama kali timbul sampai pasien datang,
jika membesar, apakah membesar lama (tahunan) atau membesar cepat (mingguan
atau bulanan)

Apakah pasien mengeluh adanya gangguan menelan, sesak napas atau tidak

Apakah pasien demam atau tidak

Apakah pasien menjadi sering deg-degan (palpitasi) dan sering berkeringat

Apakah nafsu makan pasien menjadi meningkat atau tidak

Apakah pasien tidak tahan suasana panas atau tidak, apakah pasien tidak tahan
suasana dingin atau tidak

Apakah pasien merasa suaranya menjadi lebih parau atau tidak

Apakah pasien nafsu makannya meningkat atau tidak


Apakah berat badan pasien meningkat atau tidak

Apakah pasien sebelumnya memiliki riwayat benjolan pada lehernya atau tidak

Apakah pada anggota keluarga OS ada yang pernah mengalami keluhan yang sama
seperti OS atau pernah ada yang menderita tumor atau kanker

Apakah dalam kesehariannya dalam memasak (apabila pasien wanita) sering


memberikan garam yang beryodium atau tidak

2. Pemeriksaan fisik

Yang perlu dinilai dalam pemeriksaan fisik nodul tiroid, diantaranya :

Lokasi, apakah di lobus kiri atau di lobus kanan

Ukuran

Jumlah nodul, apakah uni atau multinodosa

Konsistensi, apakah teraba lunak atau keras

Apakah terfiksir atau mobile

Apakah terdapat nyeri tekan atau tidak

Apakah terdapat pembesaran KGB di sekitarnya atau tidak

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien biasanya dengan Eutiroid, dengan TSH normal atau rendah-normal atau dengan
normal kadar T4-bebas yang normal. Jika beberapa nodul meluas, kadar TSH dapat menurun,
atau dapat terjadi hipertiroid. FNAB direkomendasikan pada pasien yang memiliki nodul
yang dominan atau salah satu dengannyeri atau membesar, kasus karsinoma telah dilaporkan
dalam 5 sampai 10% dari struma multinodular. CT scan sangat membantu untuk
mengevaluasi sampai sejauh mana perpanjangan retrosternal dan apakah terjadi kompresi
saluran napas atau tidak.
H. TATALAKSANA
Goiter non-toksik biasanya tumbuh sangat lambat selama beberapa dekade tanpa
menyebabkan gejala.Tanpa bukti pertumbuhan yang cepat, gejala obstruktif misalnya,
disfagia, stridor, batuk, sesak napas, ataupun tirotoksikosis, pengobatan tidak
diperlukan.Terapi diperlukan jika pertumbuhan gondok seluruhnya atau terdapat nodul
tertentu, terutama jika terjadi ekstensi intrathorasik dari gondok, gejala penekanan, atau
gejala tirotoksikosis.Ekstensi intrathoracic dari gondok tidak dapat dinilai dengan palpasi
atau biopsi.Jika signifikan dalam ukuran, harus diangkat melalui pembedahan. Terapi yang
tersedia saat ini misalnya terapi yodium radioaktif, dan terapi Levothyroxine (L-tiroksin, atau
T4)

1. Terapi Iodium radioaktif


adalah terapi Goiter non-toksis, sering dilakukan di Eropa. Ini adalah pilihan terapi yang
wajar, terutama pada pasien yang lebih tua atau memiliki kontraindikasi untuk operasi.
Iodium radioaktif untuk terapi goiter non-toksis diperkenalkan kembali pada 1990-an.90
% pasien dengan goiter difus non toksik, memiliki rata-rata pengurangan 50-60% pada
volume goiter setelah 12-18 bulan, dengan pengurangan gejala penekanan.Penurunan dalam
ukuran goiter telah berkorelasi positif dengan dosis Iodium-131 (131 I).Pengurangan dalam
ukuran gondok lebih besar pada pasien yang lebih muda dan pada individu yang hanya
memiliki riwayat goiter yang singkat atau yang memiliki gondok kecil.Baseline TSH
bukanlah prediktor respon terhadap yodium radioaktif.Gejala obstruktif membaik pada
kebanyakan pasien yang menerima yodium radioaktif.
Hipertiroidisme jarang dan biasanya terjadi dalam dua minggu pertama setelah
pengobatan. Tidak seperti pasien dengan hipertiroidisme yang diobati dengan iodium
radioaktif, hanya sebagian kecil pasien dengan goiter non toksik berkembang menjadi
hipotiroidisme setelah pengobatan iodium radioaktif.
Satu studi menunjukkan bahwa terapi T4 untuk goiter non-toksis mengurangi volume
tiroid pada 58% pasien, dibandingkan dengan 4% pada pasien yang diterapi dengan plasebo.
Namun, hasil ini belum terbukti direproduksi, dan manfaat menggunakan T4 perlu harus
ditimbang terhadap risiko hipertiroidisme subklinis dari yang dihasilkan terkait dengan
peningkatan risiko kepadatan mineral tulang menurun dan atrial fibrilasi meningkat.
Indikasi operasi pada struma, diantaranya :
Struma difusa toksik yang gagal terapi medikamentosa
Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
Struma dengan gangguan penekanan
Kosmetik
Kontraindikasi operasi pada struma, diantaranya :
Struma toksik yang belum dipersiapkan sebelumnya
Struma dengan dekompensasi kordis atau penyakit sistemik yang belum
terkontrol
Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang
umumnya karena karsinoma
DAFTAR PUSTAKA

1. Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Brunicardi F. Charleset all. Schwartzs:


Principlesof Surgery 9th Edition. 2010.
2. Sabiston, Textbook of Surgery
3. Stephanie L. Lee and George T. Griffing. Goiter non toxic. 2010.
http://emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai