Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I. PENDAHULUAN

Serangan sianotik (cyanotic spell) adalah suatu keadaan kegawatdaruratan


pada anak yang ditandai dengan adanya sianosis, gelisah, menangis
berkepanjangan, hiperventilasi, dan lemas. Selain itu serangan sianosis bila tidak
cepat ditangani dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang dan
hemiparesis. Serangan sianotik merupakan karateristik dari penyakit jantung
bawaan Tetralogy of Fallot (Bailliard & Anderson, 2009).
Anak yang mempunyai riwayat penyakit jantung bawaan Tetralogy of Fallot
mempunyai risiko untuk terkena serangan sianotik. Tetralogy of Fallot sendiri
terdiri dari: (1) Ventricular Septal Defect (VSD), (2) Stenosis Pulmonal, (3) Over-
riding Aorta, dan (4) Right Ventricle Hypertrophy (RVH). Studi epidemiologi
menyebutkan Tetralogy of Fallot mewakili 10% kasus penyakit jantung kongenital
dan merupakan penyebab paling umum dari penyakit jantung bawaan tipe
sianotik. Tetralogy of Fallot dapat terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan
(Nelson, 2000).
Setiap tahun sekitar 1.575 bayi di Amerika Serikat yang lahir dengan
Tetralogy of Fallot. Setiap 4 dari setiap 10.000 bayi yang lahir di Amerika serikat
setiap tahunnya lahir dengan Tetralogy of Fallot. Semakin parah defeknya
memiliki risiko tinggi terkena serangan sianosis. Kebanyakan defek kongenital
dapat ditoleransi selama kehidupan janin karena adanya sirkulasi janin dari ibu.
Tetapi ketika bayi sudah lahir, jalur janin (duktus arterious dan foramen ovale)
tersebut menutup dan mengalami retriksi sehingga kelainan anatomi mulai
tampak (Nelson, 2000).
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Serangan sianotik atau cyanotic spell adalah suatu sindrom yang ditandai
dengan sianosis (kebiruan), gelisah, menangis berkepanjangan, hiperventilasi
dan lemas, bahkan pada kasus yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran,
kejang dan hemiparesis. Serangan sianotik merupakan karateristik dari penyakit
jantung bawaan Tetralogy of Fallot yang sering terjadi pada bayi berumur 3-6
bulan (Bailliard & Anderson, 2009).

2.2. Epidemiologi

Anak yang mempunyai penyakit jantung bawaan Tetralogy of Fallot


mempunyai risiko untuk terkena serangan sianotik. Tetralogy of Fallot mewakili
10% kasus penyakit jantung kongenital dan merupakan penyebab paling umum
dari penyakit jantung bawaan sianotik. Tetralogy of Fallot dapat terjadi pada anak
laki-laki maupun perempuan (Nelson, 2000).
Setiap tahunnya sekitar 1.575 bayi di Amerika Serikat yang lahir dengan
Tetralogy of Fallot. Dengan kata lain, setiap 4 dari setiap 10.000 bayi yang lahir
di Amerika serikat setiap tahunnya lahir dengan Tetralogy of Fallot. Semakin
parahnya defek dari Tetralogy of Fallot akan menyebabkan seorang anak
terkena serangan sianosis. Kebanyakan defek kongenital ditoleransi dengan baik
selama kehidupan janin karena sifat pararel sirkulasi janin, tetapi jika sesudah
sirkulasi ibu dihilangkan, jalur janin (duktus arterious dan foramen ovale)
mengalami penutupan dan retriksi menyebabkan kelainan anatomi menjadi
tampak (Nelson, 2000).

2.3. Etiologi

Menurut Nelson (2000), serangan sianotik merupakan manifestasi yang


sering terjadi pada Tetralogy of Fallot. Tetralogy of Fallot merupakan penyakit
jantung sianotik yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Tetapi diduga
penyebab Tetralogy of Fallot adalah multifaktorial, diantaranya adalah faktor
prenatal adalah :
3

a. Infeksi virus rubella


b. Nutrisi prenatal yang buruk
c. Ibu yang mengkonsumsi alkohol
d. Usia ibu mengandung >40 tahun
e. Diabetes melitus

Pada anak yang mempunyaI kelainan genetik seperti Sindrom Down


memiliki insiden yang lebih tinngi untuk terjadinya Tetralogy of Fallot.

2.4. Patofisiologi

Mekanisme Tetralogy of Fallot menyebabkan serangan sianotik sangat


kompleks. Kelainan ini melibatkan 4 kelainan jantung, yaitu :

2.4.1. Ventricular Septal Defect (VSD)

Secara anatomi, jantung memiliki dinding yang memisahkan dua bilik


pada sisi kiri dari dua bilik disisi kanan yang disebut septum.Septum
berfungsi sebagai pembatas agar darah yang miskin oksigen dan kaya
oksigen tidak bercampur (Guyton & Hall, 2007). VSD adalah suatu keadaan
dimana terdapat defek pada sekat yang memisahkan ventrikel kiri dan
kanan. Hal tersebut menyebabkan darah yang kaya oksigen dan miskin
oksigen bercampur. VSD biasanya terletak tepat dibawah katub aorta
(Nelson, 2000).

2.4.2. Stenosis Pulmonal

Stenosis pulmonal adalah penyumbatan pada aliran keluar ventrikel


kanan yaitu pada arteri pulmonalis. Penyumbatan bisanya terletak pada
bagian infundibulum ventrikel kanan. Secara fisiologis, darah dari seluruh
tubuh yang mengandung sedikit oksigen akan menuju ke atrium kanan
kemudian menuju ventrikel kanan Darah dari ventrikel kanan akan menuju
ke arteri pulmonalis melalui katup pulmonal untuk pertukaran oksigen
diparui-paru. Pada stenenosis pulmonal, jantung harus bekerja lebih keras
untuk memompa darah dari ventrikel kanan menuju paru-paru karena
terdapat obstruksi pada arteri pulmonal. Hal tersebut menyebabkan
4

sedikitnya darah yang menuju paru-paru untuk pertukaran oksigen (Nelson,


2000).

2.4.3. Hipertrofi Ventrikel Kanan

Hipertrofi ventrikel kanan merupakan mekanisme kompensasi karena


jantung harus memompa lebih lebih keras dari pada biasanya. Hal tersebut
disebabkan karena adanya stenosis pada arteri pulmonal (Nelson, 2000).

2.4.4. Over-riding of the Aorta (Deviasi aorta ke kanan)

Secara anatomi aorta merupakan pembuluh darah besar yang


melekat pada ventrikel kiri. Hal tersebut menyebabkan aorta akan membawa
darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri menuju jaringan sistemik (Tortora
& Derrickson, 2009). Pada Tetralogy of Fallot posisi aorta berada diantara
ventrikel kiri dan kanan, melalui VSD. Hal ini akan mengakibatkan darah
yang miskin oksigen dari ventrikel kanan mengalir langsung ke aorta.
Seharusnya darah dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis kemudian
keparu-paru (Kannan, 2008).

Gambar 1. Gambaran Tetralogy of Fallot (Bailliard & Anderson, 2009)

Serangan sianotik atau cyanotic spell merupakan karateristik dari


Tetralogy of Fallot. Keempat kelainan jantung pada Tetralogy of Fallot
mempunyai peran terhadap kejadian serangan sianotik terhadap anak-
anak. Paling sering terjadi pada Tetralogy of Fallot adalah dimana
5

ventrikel kanan dan ventrikel kiri berfungsi sebagai pompa tunggal karena
adanya VSD yang besar. Ketika ventrikel kiri berkontraksi akan
menyebabkan darah melalui shunt VSD karena adanya stenosis pada
pulmonal. Akibatnya, darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan
darah yang kaya oksigen dan dibawa aorta menuju jaringan sistemik.
Secara klinis hal tersebut menyebabkan serangan sianosis pada anak
(Nelson, 2000).
Tingkat penyumbatan aliran keluar ventrikel kanan sangat
mempengaruhi keparahan serangan sianotik, mulainya gejala dan
hipertrofi ventrikel kanan pada anak. Penyumbatan yang bersifat total
atau sempurna (atresia pulmonal) akan menyebabkan serangan sianotik
timbul lebih awal dalam masa kehidupan. Sebaliknya, jika penyumbatan
bersifat ringan atau sedang maka gambaran sianotik mungkin tidak
tampak (Nelson, 2000).

2.5. Manifestasi Klinis

Serangan sianotik cyanotic spell merupakan tanda kegawatan pada


tetralogy of fallot. Serangan sianotik biasanya terjadi pada bayi 2-12 bulan. Bayi
menjadi hiperapnea dan gelisah, menangis lama (rewel), sianosis bertambah,
napas menjadi terengah-engah (gasping) dan dapat berlanjut dengan sinkop.
Sianosis terjadi karena adanaya penurunan saturasi oksigen arterial. Secara
klinis sianosis dapat dilihat dibagian membran mukosa bibir dan mulut, pada
kuku jari dan tangan (Gambar 2). Sedangkan hiperapneu adalah salah satu
mekanisme kompensasi tubuh agar kebutuhan oksigen jaringan tercukupi
(Bailliard & Anderson, 2009).
6

Gambar 2. Serangan Sianotik pada Anak (Adam, 2011)

Serangan sianotik sering terjadi pada pagi hari saat bangun pertama
sesudah episode menangis keras, aktifitas berat. Hal tersebut berkaitan dengan
peningkatan kebutuhan oksigen. Serangan dapat terjadi beberapa menit hingga
beberapa jam, pada keadaan serangan yang berat anak dapat mengalami
kejang dan hemiparasis (Nelson, 2000).
Jika terdapat penurunan aliran darah yang menuju paru-paru akibat adanya
stenosis pulmonal terjadi lama maka akan menyebabkan hipoksia sistemik berat
dan asidosis metabolik. Asidosis metabolik ditandai dengan PO2 arterial di bawah
40 mmHg (Nelson et al, 2000).

2.6. Penegakkan Diagnosis

2.6.1. Anamnesis

Pada anamnesis yang perlu diperhatikan oleh dokter adalah sejak


kapan sianosisnya muncul, terkadang munculnya sianosis tidak selalu terjadi
pada bayi yang baru lahir, bisa saja muncul beberapa minggu, bulan, bahkan
ketika pasien berusia lebih dari 1 tahun. Munculnya sianosis apakah
bersamaan dengan gangguan pernapasan. Apabila iya maka gangguan
melibatkan paru-paru dan/atau jantung (Wahidiyat dan Sastroasmoro, 2014).
Terkait dengan cyanotic spell perlu ditanyakan juga kapan munculnya
serangan. Bisanya serangan sianotik muncul di pagi hari setelah bangun
pagi atau ketika pasien melakukan aktivitas fisis (setelah minum, menetek,
atau lari-lari) dan ketika melakukan aktivitas apakah anak jongkok (squatting)
setelah berjalan beberapa puluh meter. Selain sianosis apakah juga muncul
7

gejala seperti kelumpuhan (hemiparesis), penurunan kesadaran (sampai


koma), rasa sakit kepala yang hebat, serta kejang (Wahidiyat dan
Sastroasmoro, 2014).

2.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik terkait diagnosis Tetralogy of Fallot lebih mengarah


kepada pemeriksaan toraks untuk mengetahui jenis bising melalui auskultasi
jantung. Pada Tetralogy of Fallot jenis bisingnya sama dengan stenosis
pulmonal namun semakin beratnya Tetralogy of Fallot, stenosis atau bunyi
bisingnya semakin melemah karena aliran darah yang miskin oksigen
(ventrikel kanan) bercampur dengan darah yang kaya akan oksigen
(ventrikel kiri) kemudian campuran darah tersebut keluar ke sistemik melalui
ventrikel kiri dan aorta yang mengalami pelebaran sedangkan aliran darah
ke paru semakin berkurang (Wahidiyat dan Sastroasmoro, 2014).
Bising yang terdengar yaitu bunyi jantung I normal, bunyi jantung II
split agak lebar terdengar keras pada Tetralogy of Fallot ringan namun pada
Tetralogy of Fallot yang sangat berat bising terdengar semakin lemah. Bising
ejeksi terdengar di SIC II linea sternalis kiri (Wahidiyat dan Sastroasmoro,
2014). Untuk lebih memastikan pasien didiagnosis Tetralogy of Fallot
diperlukan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan pencitraan seperti
rontgen toraks dan ekokardiografi.

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Hematologi
Pada pemeriksaan ini didapatkan bahwa terjadi peningkatan
hemoglobin dan hematokrit pada pasien Tetralogy of Fallot. Selain itu
sianosis yang memanjang mengakibatkan polisitemia sehingga
terjadi peningkatan kapasitas pengangkutan O2. Saturasi oksigen
pasien Tetralogy of Fallot berkisar antara 65-70%. Pada seluruh
pasien Tetralogy of Fallot yang mengalami serangan sianotik
cenderung mengalami perdarahan karena mengalami penurunan
faktor koagulasi dan angka trombosit (Bhimji, 2014).
8

b. Analisis Gas Darah


Saturasi oksigen pada analisis gas darah bervariasi, namun pH
dan tekanan parsial CO2 normal. Penurunan tahanan vaskular
sistemik selama latihan, mandi, atau demam berpotensi
menyebabkan pirau dari kanan ke kiri dan mepercepat terjadinya
hipoksemia (Bhimji, 2014).

c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ekokardiografi memberikan gambaran adanya VSD,
over-riding aorta, dan variasi dari obstruksi saluran aliran keluar
ventrikel kanan (RVOTO) (Bhimji, 2014). Sedangkan pada
pemeriksaan rontgen didapatkan gambaran jantung berbentuk sepatu
bot (boot-shaped heart/coeur en sabot) seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Foto rontgen pasien Tetralogy of Fallot (Bhimji, 2014)

d. Elektrokardiografi
Gambaran EKG pasien Tetralogy of Fallot didapatkan deviasi axis
kanan (+120 sampai +150) dengan pembesaran ventrikel kanan.
Gabungan dari hipertrofi ventrikel kanan dan hipertrofi atrium dapat
terlihat pada EKG. Jika pada gambaran EKG tidak ditemukan adanya
hipertrofi ventrikel kanan, maka diagnosis Tetralogy of Fallot diragukan
(Bhimji, 2014).
9

e. Kateterisasi Jantung dan Angiografi


Kateterisasi memberikan gambaran angiografi ventrikel dan
ukuran dari arteri pulmonalis. Temuan kateterisasi jantung antara lain
meliputi: penilaian ukuran annulus pulmonal dan arteri pulmonalis,
penilaian tingkat keparahan obstruksi aliran keluar ventrikel kanan,
letak, posisi, dan ukuran VSD, dan untuk menghilangkan atau
mengesampingkan kemungkinan adanya anomali arteri koroner.
Namun pemeriksaan ini tidak wajib untuk setiap pasien. Hanya
diperlukan apabila gambaran anatomi pada ekokardiografi tidak bisa
terlihat (Bhimji, 2014).

2.7. Tata Laksana


Tata laksana dari serangan sianotik baik secara farmakologis maupun non-
farmakologis pada saat pasien sebelum dan ketika masuk ke IGD menurut
Marwali dan Zaimi (2013) meliputi.

2.7.1. Knee Chest Position


Tujuan dilakukannya knee chest position adalah untuk meningkatkan
resistensi sitemik sehingga aliran ke paru meningkat (Marwali dan Zaimi,
2013). Pengunaan posisi ini termasuk dalam manajemen sebelum masuk ke
rumah sakit (mananjemen pre hospital). Untuk melakukan posisi ini, bayi
digendong oleh orang tuanya kemudian kedua kaki ditekuk atau dilipat
seperti posisi orang yang sedang berjongkok (squatting). Ilustrasi knee chest
position dapat dilihat dari gambar berikut.

Gambar 4. Knee Chest Position (google.com)


10

2.7.2. Hidrasi
Pemberian cairan adekuat dengan memberikan cairan infus
kristaloid/koloid 10 mL/kgBB dan peningkatan cairan rumatan sesuai dengan
tingkat dehidrasi. Diketahui bahwa dehidrasi juga merupakan pemicu
terjadinya serangan sianotik pada kasus Tetralogy of Falllot (Marwali dan
Zaimi, 2013).

2.7.3. Mengatasi Asidosis


Pemberian sodium bikarbonat diindikasikan apabila pH < 7,2 dan
hiperkalemia. Pemberia sodium bikarbonat 1-2 mEq/kg BB IV dapat
menurunkan stimulasi pusat pernapasan yang memicu terjadinya asidosis
metabolik (Marwali dan Zaimi, 2013).

2.7.4. Pemberian Analgesia


Pemberian obat analgegik adalah analgek-sedasi morfin dengan
dosis 0,05-0,1 mg/kgBB bolus IV untuk mengatasi spasme dari ifundibulum
ketika terjadi serangan sianotik. Selain itu, morfin juga digunakan untuk
menekan pusat pernapasan, menurunkan hiperpnea, dan menguranggi
penggunaan oksigen (Marwali dan Zaimi, 2013).

2.7.5. Penghambat Beta


Selain dengan pemberian analgesik, biasanya juga diberikan
penghambat beta yaitu propanolol oral 0,2-0,5 mg/kgBB setiap 6-12 jam dan
dapat dinaikkan dosisnya maksimal 1,5 mg/kg BB (maksimal 80 mg) setiap
6-12 jam bila diperlukan. Fungsi obat ini adalah menurunkan denyut jantung
dan spasme ifundibulum (Marwali dan Zaimi, 2013).

2.7.6. Operasi Blalock Tausiq Shunt


Operasi ini bertujuan untuk menghubungkan antara aorta atau
percabangannya (seperti arteri arteri inominata atau arteri subklavia) dengan
arteri pulmonalis untuk mendapatkan aliran darah menuju paru-paru
(Marwali dan Zaimi, 2013).
11

2.8. Komplikasi
Apabila tidak tertangani serangan sianotiknya maka akan mengakibatkan
berbagai komplikasi apabila terlambat ditangani. Komplikasi yang muncul pada
kasus serangan sianotik adalah pasien dapat mengalami penurunan kesadaran
mulai dari koma sampai dengan meninggal dunia. Hal ini disebabkan karena
kurangnya pasokan oksigen ke sirkulasi sistemik terutama ke otak. Selain itu,
pada kasus hipoksia pusat pernapasan akan melakukan respon berupa
hiperventilasi, takipnea, dan asidosis metabolik akibat darah tidak mendapatkan
asupan oksigen yang cukup dari paru-paru akibat aliran darah dihambat oleh
stenosis pulmonal. Adapun komplikasi dari Tetralogy of Fallot secara umum
meliputi:
a. Trombosis otak;
b. Abses otak;
c. Endokarditis bakterial; dan
d. Gagal jantung kongestif.

2.9. Prognosis

Untuk mengatasi dari serangan sianotik, terapi bedah merupakan terapi


yang bisa mengatasi serangan sianotik pada kasus Tetralogy of Fallot. Seiring
dengan berkembangnya ilmu bedah jantung, anak dengan Tetralogy of Fallot
bentuk sederhana yang mendapatkan terapi bedah dapat bertahan hidup lebih
lama dengan kualitas hidup yang baik. Pasien Tetralogi of Fallot memiliki risiko
mengalami komplikasi seperti emboli paradoksial yang dapat menjadi stroke,
emobuls pulmoner, dan endokarditis bakterial subakut. Seperti yang telah
diketahui, anak dengan penyakit jantung kongenital dapat mengalami stroke.
Kebanyakan anak yang mengalami stroke disebabkan karena adanya
tromboemboli, hipotensi/anoksia yang memanjang, dan polisitemia (Bhimji,
2014).

Tanpa dilakukannya pembedahan, angka kematian mengalami peningkatan


yatu 30% pada usia 2 tahun sampai 50% pada usia 6 tahun. Angka kematian
tertinggi pada tahun pertama dan akan konstan sampai usia 20 tahunan. Tidak
lebih dari 20% pasien dapat mencapai usia 10 tahun dan kurang dari 5-10%
pasien akan bertahan hidup sampai usia akhir dekade kedua (Bhimji, 2014).
12

BAB III
KESIMPULAN

Serangan sianotik merupakan kegawatdaruratan di bidang pediatri yang erat


kaitannya dengan kasus penyakit jantung bawaan (PJB) tipe sianoti yaitu
Tetralogy of Fallot. Penyakit ini sendiri mrupakan kelainan anatomi jantung yang
terdiri dari Ventricular Septal Defect (VSD), Stenosis pulmonal, Over-riding aorta,
dan Right Ventrikel Hypertrophy (RVH). Etiologi dari Tetralogy of Infeksi virus
rubella pada ibu hamil, nutrisi prenatal yang buruk, ibu yang mengkonsumsi
alkohol, usia ibu mengandung >40 tahun, dan diabetes melitus.

Munculnya sianosis merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah ke


paru-paru yang disebabkan oleh stenosis pulmonal sehingga pada mulanya
jantung berusaha sekuat tenaga untuk berusaha mengalirkan darah ke paru-
paru. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, jantung tidak dapat melakukan
kompensasi lagi sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan sehingga terjadi
perubahan aliran darah dari pirau kiri ke kanan, menjadi pirau kanan ke kiri
sehingga darah yang miskin oksigen dan kaya oksigen bercampur menjadi satu
dan menyebar ke pembuluh darah di seluruh tubuh. Sehingga apabila anak
melakukan aktivitas fisis ataupun menangis akan muncul gejala sianosis di akral
dan bibir, hiperventilasi disertai takipnea, penurunan kesadaran, kejang,
hemiparesis, dan sebagainya.

Untuk penegakkan diagnosis bisa dilakukan dengan anamnesis terkait gejala


klinis yang muncul, pemeriksaan fisik toraks terutama auskultasi jantung untuk
mengetahui terdapat bising atau tidak. Pemeriksaan penunjang ditujukan
terutama pencitraan anatomi jantung untuk mengkonfirmasi serangan sianotik
disebabkan oleh Tetralogy of Fallot.

Untuk mengatasi serangan sianotik, terapi yang diberikan adalah knee chest
position, hidrasi dan mengatasi asidosis, pemberian analgesia, dan penghambat
beta. Terapi bedah bertujuan untuk mengalirkan darah dari percabangan aorta
menuju arteri pulmonal agar resistensi vaskular sistemik meningkat.
13

DAFTAR PUSTAKA

Bailliard, F., Anderson, R. (2009) Tetralogy of Fallot, Orphanet journal of Rare


Disease, 4 (2), pp 122-129

Kannan, B. (2008) Tetralogy of Fallot, Journal of Pediatric Cardiology, 1 (2), pp.


135-138

Marwali,E. M., Zaimi, L. F. (2013) Kegawatan pada Penyakit Jantung Bawaan


(PJB) dalam Pudjiadi, A. H., Latief, A., Budiwarhdana, N. (eds) Buku
Ajar Pediatri Gawat Darurat (Ed. 2). Jakarta: Balai Penerbit IDAI pp.
120-132.

Medscape (2014) Tetralogy of Fallot.


http://emedicine.medscape.com/article/2035949-workup [diakses 9
Agustus 2015]

Nelson, W.E., Kliegman, R., Arvin, A. (2000) Ilmu Kesehatan Anak (15th ed).
Jakarta: EGC

Sherwood, L. (2011) Human Physiology: From Cell to System (6th ed.). Pendit,
B.U. (Alih Bahasa). Jakarta: EGC

Tortora, G.J., Derrickson, B.H. (2009) Principles of Anatomy and Physiology (12nd
ed.). John Wiley, New York

Wahidiyat, I., Sastroasmoro, S. (2014) Pemeriksaan Klinis pada Bayi dan Anak
(ed 3). Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai