Anda di halaman 1dari 7

Download referat fraktur suprakondiler

Transcript
REFERAT FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS Disusun Oleh: R. Eldha
Chrismaya (08700048) Pembimbing: dr. Soeprijanto T. Pribadi Sp.OT
KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH RSUD dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MOJOKERTO BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anak-anak adalah
berbeda dengan dewasa. Hal ini sangat penting diketahui bahwa keberhasilan
diagnostik dan terapi penyakit ortopedik pada kelompok usia ini berbeda, karena
sistem skeletal pada anak-anak baik secara anatomis, biomekanis, dan fisiologi
berbeda dengan dewasa. Adanya growth plate (atau fisis) pada tulang anak-anak
merupakan satu perbedaan yang besar. Growth plate tersusun atas kartilago. Ia bisa
menjadi bagian terlemah pada tulang anak-anak terhadap suatu trauma. Cidera pada
growth plate dapat menyebabkan deformitas. Akan tetapi adanya growth plate juga
membantu remodeling yang lebih baik dari suatu fraktur yang bukan pada growth
plate tersebut Fraktur suprakondiler humeri adalah fraktur yang terjadi pada bagian
distal tulang humerus setinggi kondilus humeri, yang melewati fossa olekrani. Fraktur
ini sering terjadi pada anak, yaitu sekitar 65% dari seluruh kasus patah tulang lengan
atas. Fraktur suprakondiler humeri terutama dengan derajat III ( displace )
sering menimbulkan komplikasi pada saraf maupun vaskuler setelah terjadinya
fraktur maupun setelah penanganan fraktur. Rodriguez (1992) pada penelitiannya
terhadap 120 anak dengan fraktur suprakondiler humeri derajat III yang dikelola
dengan traksi skeletal atas kepala mendapatkan 68 anak (56% s) dengan hasil
sangat baik, 40 anak (34%) baik, 4 (3,5%) kurang baik dan 8 (6,5%) sangat jelek.
Cubitus varus tampak pada 4 kasus. 1.2. RUMUSAN MASALAH 1.2.1. Apa definisi
dan klasifikasi fraktur suprakondiler humerus ? 1.2.2. Bagaimana etiologi dan
patofisiologi fraktur suprakondiler humerus ? 1.2.3. Bagaimana diagnosis dan
penatalaksanaan fraktur suprakondiler humerus ? 1.3. TUJUAN 1.3.1. Mengetahui
definisi dan klasifikasi fraktur suprakondiler humerus. 1.3.2. Mengetahui etiologi dan
patofisiologi fraktur suprakondiler humerus. 1.3.3. Mengetahui cara mendiagnosis
dan penatalaksanaan fraktur suprakondiler humerus. Anatomi : Humerus adalah
tulang lengan panjang yang kokoh, yang membentang dari bahu ke siku. Anatomi
humerus terutama terkait dengan poros, ujung atas dan ujung bawah. Ujung atas
membentuk sendi bahu bulat dan berartikulasi dengan glenoid rongga. Ujung bawah
tidak teratur dalam bentuk karena untuk mendukung berbagai gerakan, seperti siku
menekuk (fleksi), rotasi (pronasi dan supinasi ). ujung bawahjuga disebut
kondilus humeri, berartikulasi dengan radius tulang serta tulang ulna untuk
membentuk sendi siku. Beberapa otot-otot penting lengan berasal baik atau
melampirkan pada poros tulang humerus, seperti brachalis, trisep, dan sebagainya,
yang memberikan gerakan pada siku dan sendi bahu (Orthopedmapia,
2011). Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas),
korpus, dan ujung bawah. 1. Kaput Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas
sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan
merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih
ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik
terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat
sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat
celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep.
Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur. 2. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah
lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena
menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah
belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan
kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau
radialis. 3.Ujung Bawah Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah
sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi
sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan
disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi
persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan
medial. (Pearce, Evelyn C, 1997) Fraktur humerus distal dapat berupa fraktur
humerus suprakondilaris atau fraktur humerus condylar. Sebuah fraktur humerus
suprakondilaris berada di persimpangan Kondilus (ujung bawah) dan poros, dan
patah tulang siku yang paling umum pada anak-anak. Sebuah fraktur condylar
adalah fraktur humerusparah yang umumnya terjadi karena
cedera kecepatan tinggi, seperti kecelakaan mobil atau jatuh dari
ketinggian. Kecelakaan seperti ini sering mengakibatkan siku tidak stabil bahkan
setelah operasi dan sering memerlukan suatu operasi siku pengganti untuk
mendapatkan kembali fungsi siku (Orthopedmapia, 2011). Definisi : Menurut
Mansjore Arif et al (2000), fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan
fraktur (patah tulang) menurut Smeltzer S.C & Bare B.G (2001) adalah terputusnya
kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur
suprakondiler humerus sendiri adalah fraktur yang terjadi pada 1/3 distal humerus
tepat proksimal troklea dan capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks
coronoid dan fossa olecranon, biasanya berupa fraktur transversal. Merupakan
fraktur yang sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak
sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur
kominutif, spiral disertai angulasi. (Sander M.A., 2010) Epidemiology : Fraktur ini
sering terjadi pada anak-anak, yaitu sekitar 65 % dariseluruh kasus patah tulang
lengan atas. Mayoritas fraktur suprakondiler padaanak-anak terjadi pada usia 3
10 tahun, dengan puncak kejadiannya padausia 5 dan 7 tahun. Dan
biasanya paling sering ditemukan pada anak laki laki daripada anak perempuan
dengan perbandingan 2 : 1. Fraktur columna tunggal relatif jarang terjadi dan hanya
mencakup 3-5% dari keseluruhan jenis patah tulang humerus distal. Fraktur
columnalateral lebih umum terjadi daripada patah tulang columna medial. Patah
tulang jenis ini merupakan presentasi dari pemanjangan distal columna masing-
masing, termasuk sebagian dari permukaan artikular. Ini digambarkan sebagai tinggi
atau rendah, tergantung pada sejauh mana proksimal dari garis fraktur dan tingkat
keterlibatan permukaan sendi. Milch mendeskripsikan fraktur jenis ini sebagai patah
tulang kondilus medial atau lateral(Noffsinger M.A., 2012). Fraktur bicolumna adalah
jenis fraktur humerus distal yang lebih umum terjadi. Pada beberapa penelitian,
fraktur bicolumna terhitung menyumbang sekitar 70% dari keseluruhan jenis patah
tulang humerus distal pada orang dewasa. Patah tulang jenis ini melibatkan
gangguan dari columna medial dan lateral yang menyebabkan terganggunya segitiga
humeri dan mengakibatkan pemisahan dari permukaan artikular dari poros humerus.
(Noffsinger M.A., 2012). Etiologi : Secara historis, mekanisme terjadinya fraktur
suprakondiler humerus telah diterima sebagai terjadinya beban aksial pada siku,
dengan olekranon yang bertindak sebagai pasak pemisahan columna medial dan
lateral humerus distal. Namun, pada penelitianmekanikterbaru yang dilakukan pada
mayat telah menunjukkan bahwa supracondylar (bicolumn) fraktur lebih mungkin
terjadidengan siku tertekuk di atas 90 denganpola fraktur yang dihasilkan
berkaitan dengan tingkat fleksisiku serta arah dan besarnya gaya yang diberikan
(Noffsinger M.A., 2012).
Pergeseran posterior Menunjukkan cedera yang luas, biasanya akibat ja
tuh pada tangan yang terlentang. Humerus patah tepat di atas kondilus.
Fragmendistal terdesak ke belakang (karena lengan bawah biasanya dalam pronasi)
dan terpuntir ke dalam. Ujung fragmen proksimal yang bergerigi menyodok
jaringanlunak ke bagian anterior, kadang-kadang mencederai arteri brakialis atau
saraf medianus. Pergeseran anterior Merupakan fraktur yang jauh lebih jarang
terjadi dan diperkirakan terjadi akibat adanya benturan benturan langsung
(misalnya, jatuh pada siku) saat siku dalam keadaan fleksi. Patofisiologi : Daerah
suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada ekstremitas atas. Di
daerah ini terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih disebabkan
adanya fossa olecranon di bagian posterior dan fossa coronoid di bagian anterior.
Maka mudah dimengerti daerah ini merupakan titik lemah bila ada trauma didaerah
siku. Terlebih pada anak-anak sering dijumpai fraktur di daerah ini. Bila terjadi
oklusi a. brachialis dapat menimbulkan komplikasi serius yang disebut dengan
Volkmann s Ischemia. A. brachialis terperangkap dan kingking pada daerah
fraktur. Selanjutnya a. brachialis sering mengalami kontusio dengan atau tanpa
robekan intima. Klasifikasi : Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang
menyebabkan dua macam jenis fraktur suprakondiler yang terjadi: 1. Tipe Ekstensi
(sering terjadi pada 99% kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler tipe
ekstensi diklasifikasikan sebagai: fraktur transkondiler atau interkondiler. Fraktur
terjadi akibat hyperextension injury (outstreched hand) gaya diteruskan melalui elbow
joint, sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung
proksimal terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana m. brachialis terdapat,
ke arah a. brachialis dan n. medianus. Fragmen ini mungkin menembus kulit
sehingga terjadi fraktur terbuka(Sander M.A., 2010). 2. Tipe fleksi (jarang terjadi).
Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior elbow dengan posisi
fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus tendon triceps dan
kulit(Sander M.A., 2010). Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi dan tipe
ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement: Tipe I :
undisplaced Tipe II : partially displaced Tipe III
: completely displaced Modifikasi Wilkins untuk klasifikasi Gartland
: Tipe I : undisplaced Tipe IIA : cortex posterior intact dan terdapat angulasi
saja Tipe IIB : cortex posterior intact, terdapat angulasi dan rotasi Tipe IIIA :
displace komplit, tidak ada kontak cortical, posteromedial Tipe IIIB : displace
komplit, tidak ada kontak cortical, posterolateral Manifestasi Klinisnya : Ciri-ciri
adanya fraktur biasanya ditandai dengan gejala : Bengkak (swelling) pada sendi
siku Deformitas pada sendi siku Sakit (pain) Denyut nadi arteri Radialis yang
berkurang (pulsellessness) Pucat (pallor) Rassa semutan (paresthesia, baal)
Kelumpuhan (paralisis) Pada fraktur suprakondiler humerus, biasanya terlihat
adanya siku yang membengkak dan membuat pasien kesakitan sehingga pasien
ragu-ragu untuk memindah-mindahkan tangannya. Siku mungkin terlihat mengalami
angulasi dan ekstremitas atas mengalami pemendekan. Dalam beberapa kasus
terdapat luka terbuka pada 30% dari jenis patah tulang ini. Riwayat pasien dengan
fraktur suprakondiler humerusmengalami trauma energi tinggi atau jatuh dari
ketinggian yang signifikan (Noffsinger M.A., 2012). Diagnosa dan Pemeriksaan
Penunjang : 1. Anamnesis Biasanya pasien datang dengan suatu trauma (traumatik,
fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan
untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat,
karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi
pada daerah lain. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
(Subagyo H. 2013). Pada pasien anak yang masih sangat kecil sering terdapat
kesulitan untuk mendapatkan anamnesa, terutama jika tidak ada saksi yang melihat
saat terjadinya trauma. Jika orang tua pasien ada, biasanya anamnesa mengenai
saat jatuh, jatuh setelah berjalan atau jatuh setelah belajar melangkah bisa
didapatkan(Subagyo H. 2013). 1. Pemeriksaan Fisik Dalam pemeriksaan fisik, ada
beberapa hal yang umumnya dapat terlihat pada fraktur suprakondiler humerus : 1.
Tipe ekstensi sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak bengkak
tonjolan fragmen di bawah subkutis. 2. Tipe fleksi posisi siku fleksi (semifleksi),
dengan siku yang bengkak dengan sudut jinjing yang berubah. 3. Gangguan
sirkulasi perifer dan lesi pada saraf tepi warna kulit, palpasi pulsasi, temperatur,
waktu dari capilarry refill memerlukan tindakan reduksi fraktur segera. 4. N.
Medianus (28 - 60%) tidak dapat oposisi ibu jari dengan jari lain. Okay Sign
5. Cabang N. Medianus N. Interosseus anterior ketidakmampuan jari I dan II untuk
melakukan fleksi (pointing sign). Pointing Sign 6. N. Radialis (26 - 61%) tidak mampu
melakukan ekstensi ibu jari dan ekstensi jari lainnya pada sendi
metakarpofalangeal. Wrist Drop 7. N. Ulnaris (11 - 15%) tidak bisa abduksi dan
aduksi jari - jari. Pasien diminta menahan kertas diantara ibu jari dan jari telunjuk
sedang pemeriksa berusaha untuk menarik kertas tersebut; flexi ibu jari sendi
interphalangeal yang keras menandakan kelemahan m. adduktor pollicis dan m.
interosseus dorsalis 1 akibat kompensasi dari m. flexor pollicis longus dan disebut
Froment s sign . Frontmen Sign 1. Pemeriksaan Penunjang 0.
Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. pemeriksaan penunjang dengan radiologi proyeksi AP/LAT,
untuk melihat tipe ekstensi atau fleksi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus
atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan lunak.
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela sendi serta bentuknya
arsitektur sendi. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti: Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. 2. Pemeriksaan
Laboratorium : Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti
Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 3. Pemeriksaan Lain :
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: untuk mengetahui
ada/tidaknya mikroorganisme penyebab infeksi. Biopsi tulang dan otot: pada
intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur. Arthroscopy: untuk mengetahui jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan. Indium Imaging: untuk mengetahui adanya
infeksi pada tulang. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
Penatalaksanaan : A. Terapi koservatif Indikasi : pada anak undisplaced/
minimally dispaced fractures fraktur sangat kominutif pada pasien dengan lebih
tua dengankapasitas fungsi yang terbatas. Prinsipnya adalahreposisi dan
immobilisasiPada undisplaced fracture hanya dilakukan immobilisasi dengan
elbowfleksi selama tiga minggu. Pada pasien dengan pembengkakan tidak hebat
dilakukan reposisi dalam narkose umum. Bila reposisi berhasil, dalam 1 minggu
lakukan foto rontgen ulang. Gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu atau
diganti denganmitela (agar pasien bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam
mitela).Umumnya penyembuhan fraktur suprakondiler ini berlangsung cepatdan
tanpa gangguan. B. Operasi Operasi dilakukan apabila reposisi gagal, atau
bila terdapat gejala Volkmann Ischemia ataulesi saraf tepi, dapat dilakukan
tindakan reposisi terbuka secaraoperatif. Indikasi Operasi : Displaced fracture
Fraktur disertai cedera vaskular Fraktur terbuka Pada penderita dewasa
kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering kali menghasilkan fragmen
distal yang komunitif dengan garispatahnya berbentuk T atau Y. Untuk
menanggulangi hal ini lebih baikdilakukan tindakan operasi yaitu reposisi terbuka
dan fiksasi fragmenfraktur dengan fiksasi yang rigid. Komplikasi : 1. Pembentukan
lepuh kulit Pembengkakan sendi siku terjadi karena gangguan drainase atau
mungkin juga karena verban yang terlalu kuat. 1. Maserasi kulit pada daerah
antekubiti Komplikasi ini terjadi karena setelah reposisi, dilakukan fleksi akut pada
sendi siku yang menyebabkan tekanan pada kulit. 1. Iskemik Volkmann Iskemik
Volkmann terutama terjadi pada fraktur suprakondiler humeri tipe ekstensi, fraktur
antebraki (fraktur ulna dan radius) dan dislokasi sendi siku. Iskemik terjadi karena
adanya obstruksi sirkulasi vena karena verban yang terlalu ketat, penekanan gips
atau fleksi akut sendi siku. Disamping itu terjadi pula obstruksi pembuluh darah arteri
yang menyebabkan iskemik otot dan saraf lengan bawah. Arteri brakialis terjepit
pada daerah fraktur dan penjepitan hanya dapat dihilangkan dengan reduksi fraktur
baik secara tertutup maupun terbuka. 1. Mal union cubiti varus (Gunstock deformity)
Pada mal union cubiti varus siku berbentuk seperti huruf 0, secara fungsi baik,
namun secara kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi
meluruskan siku dengan teknik French osteotomy. Prognosis Prognosis baik telah
meningkat secara dramatis selama 30 tahun terakhir karena perkembangan teknik
bedah dan instrumentasi. Namun, pasien yang mengalami cedera fraktur
suprakondiler humerus, sikunya mungkin tidak akan pernah menjadi normal
sehingga pasien harus diedukasi tentang keadaan ini. Tujuan dari terapi fraktur
suprakondiler humerus adalah untuk memberikan siku nyaman yang
fungsinyamendekati keadaan senormal mungkin. Sebagian besar aktivitas sehari-
hari memerlukan fleksi antara sudut 30-130 yang memungkinkan pasiem untuk
makan dan menjaga kebersihan pribadi. Kompensasi untuk kurangnya extensi akan
lebih mudah daripada mengkompensasi kurangnya fleksi, dan kompensasi untuk
kurangnya pronasi akan lebih mudah daripada mengkompensasi kurangnya supinasi
(Noffsinger M.A., 2012). Kemampuan gerak akhir yang dicapai pasca terapi terkait
dengan tingkat energi trauma awal dan stabilitaskesuksesanpemulihan yang
memungkinkan untuk melakukan range of motion awal. Trauma energi tinggi
(misalnya, luka tembak, luka menyamping, cedera akibat kecelakaan kendaraan
bermotor) menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan lunak yang lebih banyak dan
peningkatan jaringan parut, yang cenderung menyebabkanterbatasnyaambang gerak
tangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rilis kapsul yang dilakukan pada
saat fiksasi awal untuk trauma energi tinggi fraktur humerus distal bisa meningkatkan
jangkauan gerakjangka panjang. Kemampuan fleksi biasanya kembali paling awal
dalam kurun waktu 2-4 bulan, dan kemampuan ekstensi akhir dapat berkembang
sampai 12 bulan setelah cedera. Penggunaan splints ekstensi dinamis guna
memperoleh ekstensi akhir telah terbukti menunjukkan beberapa keuntungan bagi
pasien (Noffsinger M.A., 2012). Umumnya pada trauma energirendah, hasil terapi
yang sukses bisa mengembalikansudut gerak dengan rentang 15-140 dengan
supinasi dan pronasi penuh sertatanpa adanya rasa sakit atau rasa sakit yang
minimal. Pada trauma energi tinggi, hasil terapi yang serupa lebih sulit untuk
didapatkan. Nyeri yangberhubungan dengan aktivitas bisa dijumpai pada 25% pasien
yang menariknya tidak muncul karena korelasi langsung dengan jumlah energi awal
saat terjadinya trauma atau dengan kisaran akhir gerakan (Noffsinger M.A.,
2012).gnosis Daftar Pustaka Mezi M., 2014. OPEN fraktur Suprakondiler humerus,
diunduh pada tanggal 16 Agustus 2014
darihttp://memesil.blogspot.com/2014/03/open-fraktur-suprakondiler-humerus.html
Noffsinger M.A., 2012. Supracondylar Humerus Fractures Treatment &
Management, diunduh pada tanggal 16 Agustus 2014 dari
http://emedicine.medscape.com/article/1269576-overview Rasjad, C. 2007.
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Ed. ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone. Sander M.A.,
2010. Fraktur Suprakondiler Humerus, diunduh pada tanggal 16 Agustus 2014
darihttp://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/20/fraktur-suprakondiler-humerus/
Subagyo H., 2013. Fraktur Supracondylair Humeri Pada Anak, diunduh pada tanggal
16 Agustus 2014 darihttp://www.ahlibedahtulang.com/artikel-187-
FRACTURE%20SUPRACONDYLAIR%20HUMERI%20PADA%20ANAK.html 25 |
Page

Anda mungkin juga menyukai